Anda di halaman 1dari 10

PERTIMBANGAN UPAYA DIVERSI DALAM

TINDAK PIDANA ANAK

Ashar Ramadhan Mappa


B011181470

Abstrak

Suatu peristiwa pasti memiliki sebab dan akibat, Perilaku kekerasan yang dilakukan anak tentu telah
membuat kita resah, diumur yang baru menginjak belasan tahun tak jarang anak telah melakukan suatu
tindak pidana. Ada berbagai faktor dalam perilaku anak yang dapat menjadi penyebab kejadian tidak
dinginkan dapat terjadi. Terjebak dalam kenakalan remaja, mulai dari tingkat yang ringan sampai dengan
tingkat yang paling berat adalah hasil dari apa yang mereka rasakan. Menyikapi hal ini, anak harus dapat
bertanggungjawab atas perlakuannya agar mereka tahu apa yang telah ia perbuat itu salah. Penyelesaian
perkara yang dilakukan anak tentu merupakan suatu hal yang harus dilalui oleh setiap individu yang
melakukan kekerasan. Dalam konteks ini anak harus mendapatkan perhatian lebih untuk menyadarkan
suatu perbuatannya. Diversi bukanlah sebagai upaya damai antara korban dan pelaku tetapi lebih mencari
penyelesaian yang adil antara korn dan pelaku dan memulihkan keadaan seperti sedia kala. Pengambilan
jalan keluar yang tepat dengan mendapatkan pemulihan adalah pilihan yang tepat, sebab anak memiliki
sifat yang masih belum cakap dalam melakukan sesuatu. Kesejahteraan anak harus memperhatikan
prinsip proporsionalitas sebagai fokus utama untuk menghindari penggunaan sanksi-sanksi dengan
batasan-batasan sesuai dengan beratnya pelanggaran hukum dan juga mempertimbangkan keadaan-
keadaan pribadinya. Perpektif efek psikologis dari berbagai sikap terhadap anak akan membuat mereka
menjadi anak yang bermasalah sehingga mengganggu proses pertumbuhan dan perkembangan secara
sehat. Anak merupakan bagian dari warga negara yang harus menerima perlindungan karena mereka
merupakan generasi penerus bangsa yang dimasa yang akan datang akan melanjutkan kepemimpinan
bangsa Indonesia.

Kata kunci : Diversi, Perkembangan, Anak.

1. Pendahuluan

Anak memiliki hak secara spesifik berbeda dengan hak-hak orang dewasa, hal ini
disebabkan bahwa anak sangat rentan mengalami kekerasan, perlakuan salah dan
eksploitasi.1 Berbagai kasus tindak pidana yang dilakukan anak harus berhadapan
dengan hukum merupakan masalah aktual dan faktual sebagai gejala sosial yang telah
menimbulkan ke khawatiran dikalangan orang tua pada khususnya dan masyarakat pada

1
Nur Rochaeti, “Implementasi Keadilan Restoratif dan Pluralisme Hukum Dalam Sistem Peradilan
Pidana Anak di Indonesia, Jurnal Masalah-Masalah Hukum, Vol. 44, No.2, hal.150
umumnya. Suatu kejahatan yang dilakukan pada siapa saja dapat menimbulkan
kekacauan dan merusak ketertiban sosial. Masa anak adalah priode yang rentan dala
kejiwaan dimana anak belum bisa melakukan kegiatan secara mandiri, belum memiliki
kesadaran penuh, kepribadian belum stabil atau terbentuk secara utuh. Dalam hal ini
perbuatan yang dilakukan anak tidak sepenuhnya dapat dipertanggungjawabkan karena
belum cakap dalam melakukan sesuatu.

Konvensi Hak-Hak Anak adalah instrumen hukum dan HAM yang paling komprehensif
untuk mempromosikan dan melindungi hak-hak anak.2 Indonesia adalah suatu negara
yang telah meratifikasi Konvensi Hak-Hak Anak (KHA) pada Tahun 1990 yang telah
disetujuo oleh majelis umum PBB. Berbagai peraturan pemerintah dalam perlindungan
anak seperti Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak,
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang system Peradilan Pidana Anak yang
berisi bagaimana perlindungan yang tepat bagi anak, non diskriminasi kepentingan
tebaik terhadap anak, kelangsungan hidup yang menghargai dan tumbuh kembang.

Pembaharuan hukum pidana anak dalam kebijakan criminal dengan menggunakan sara
penal di Indonesia terwujud dalam tujuan penyelenggara system peradilan pidana anak
sudah berkesesuaian pendekatan keadilan restorative yang terdapat dalam Undang-
Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Undang-Undang
No. 5 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Penanggulangan penanganan perkara tindak pidana anak adalah dengan pendekatan


restorative justice, yang dilaksanakan dengan cara diversi. Restorative justice adalah
proses penyelesaian yang dilakukan di luar system peradilan pidana (Crime Justice
system) dengan melibatkan korban, pelaku dan keluarga korban dan pelaku, masyarakat
serta pihak-pihak yang berkepentingan dengan suatu tindak pidana yang terjadi untuk
mencapai kesepakatan dan penyelesaian. Restorative justice dianggap cara berpikir atau
paradigma baru dalam memandang sebuah tindakan kejahatan yang dilakuakn oleh
seseorang.

Diversi terdapat dalam United Nation Standar Minimum Rules for the Administrasi of
Juvenile Justice (SMRJJ) atau Beijing Rules (Rules Majelis Umum PBB 40/30).

2
Zendy Wulan Ayu Widhi Prameswari, “Ratifikasi Konvensi Tentang Hak-Hak Anak Dalam Sistem
Peraturan PerundangUndangan Di Indonesia”, Jurnal Yuridika, Vol.32, No.1, Januari 2017, hal.167
Tindakan Diversi dapat dilakukan oleh kepolisian, kejaksaan, pihak pengadilan maupun
Pembina lembaga pemasyarakatan. Penerapan diversi disemua tingkatan ini diharapkan
mengurangi efek negative dalam dalam keterlibatan anak dalam proses peradilan.

Rumusan Masalah

1. Bagaimana penerapan diversi yang dilakukan terhadap tindak pidana anak dalam
system peradilan pidana ?
2. Faktor apa saja yang menjadi kendala dalam penerapan diversi terhadap system
peradilan pidana anak ?
Metode Penelitian

Penulisan ini memakai metode jenis penelitian hukum nbormatif (normative legal
research), yaitu penelitian yang dilakukan melalui studi kepustakaan dengan
mempelajari dan menelaah ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku, dokumen atau
literatur serta melakukan penelitian terhadap peraturan hukum yang berlaku.

2. Hasil & Pembahasan

Penerapan Diversi Yang Dilakukan Terhadap Tindak Pidana Anak Dalam Sistem
Peradilan Pidana

Proses peradilan terhadap anak seringkali kehilangan makna esensinya, yaitu sebagai
mekanisme yang harus berakhir dengan upaya untuk melindungi kepentingan terbaik
bagi anak (the best interest of child). Peradilan pidana anak seringkali merupakan proses
yang hanya berorientasi pada penegakan hukum secara formal dan tidak berdasar pada
kepentingan anak.3

Diversi adalah pemberian kewenangan kepada aparat penegak hukum untuk mengambil
tindakan-tindakan kebijaksanaan dalam menangani atau menyelesaikan masalah
pelanggar anak dengan tidak mengambil jalan formal antara lain menghentikan atau
meneruskan atau melepaskan dari proses peradilan pidana atau mengembalikan atau
menyerahkan kepada masyarakat dan bentuk-bentuk kegiatan pelayanan sosial lainnya.4

3
Achmad Ratomi, “Konsep Prosedur Pelaksanaan Diversi Pada Tahap Penyidikan Dalam Penyelesaian
Tindak Pidana yang dilakukan Oleh Anak” Jurnal Arena Hukum, Vol.6,
4
R. Wiyono, Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2016, hlm. 47.
Model Diversi secara garis besar terdiri dari tiga :5

1. Peringatan

Diversi dalam bentuk peringatan diberikan oleh Polisi untuk pelanggaran ringan.
Sebagai bagian dari peringatan si pelaku akan meminta maaf pada korban. Polisi
mencatat detail kejadian dan mencatat dalam arsip di kantor polisi. Peringatan ini telah
sering dilakukan oleh petugas kepolisian dalam hal menyelesaikan perkara ringan secara
langsung di lingkungan masyarakat.

2. Diversi Informal

Diversi informal diterapkan terhadap pelanggaran ringan di mana dirasakan kurang


pantas jika hanya sekedar memberi peringatan kepada pelaku dan kepada pelaku
membutuhkan rencana intervensi yang komperhensif. Pihak korban harus diajak untuk
memastikan pandangan mereka terhadap penyelesaian melalui tahap diversi. Mendengar
permintaan pihak korban untuk memberikan hal yang adil untuk korban, anak, dan
keluarganya. Dan pada diversi informal ini anak akan bertanggungjawab atas perbuatan
yang ia lakukan dan mengakui kesalahan dan berjanji tidak mengulangi perbuatan
tersebut.

3. Diversi Formal

Diversi formal dilakukan jika diversi informal tidak dapat dilakukan tetapi memerlukan
intervensi pengadilan. Beberapa korban akan merasa perlu mengatakan pada anak
betapa marah dan terlukanya. Karena perbuatan permasalahan muncul dari keluarga
anak ada baiknya anggota keluarga diikutsertakan dalam proses diversi bersama-sama
menyelesaikan perkara anak diman pihak korban dan pelaku saling bermusyawarah.
Pada proses ini ada beberapa pihak yang mendampingi sebagai mediator.

Pelaksanaan diversi dilatarbelakangi keinginan untuk menghindari efek negative


terhadap jiwa dan perkembangan anak oleh keterlibatannya dengan suatu system
peradilan pidana. Diversi memuat konsep pengalihan yang merupakan suatu
penyelesaian yang terbaik dalam melakukan penyelesaian perkara tindak pidana anak.
Kewenangan untuk melakukan diversi adalah dari aparat penegak hukum pada masing-
masing tingkat pemeriksaan yaitu pada tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan

5
Barda Nawawi, “Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana”. Undip.
perkara anak di pengadilan negeri sebagaimana yang dimuat dalam pasal 7 Undang-
undang Nmor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.6

UU SPPA telah mengatur tentang diversi yang berfungsi agar anak anak yang
berhadapan dengan hukum tidak mendapatkan stigmatisasi dari proses peradilan yang
harus dijalaninya. Dalam pelaksanaan diversi di Indonesia terdapat syarat-syarat yang
dijjadikan sebagai pedoman oleh aparat penegak hukum. Berdasarkan Pasal 8 UU SPPA
yang menjelaskan sebagai berikut :

1. Proses diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan Anak dan


orang tua/Walinya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial
Profesional berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif.
2. Dalam hal diperlukan, musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
melibatkan Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan/atau masyarakat.
3. Proses diversi wajib memperhatikan:
a) Kepentingan korban.
b) Kesejahteraan dan tanggung jawab Anak.
c) Penghindaran stigma negatif.
d) Penghindaran pembalasan.
e) Keharmonisan masyarakat.
f) Kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Dalam Pasal 9 UU SPPA, terdapat ketentuan mengenai pelaksanaan diversi :

1. Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim dalam melakukan Diversi harus


mempertimbangkan:
a. Kategori tindak pidana.
b. Umur anak.
c. Hasil penelitian kemasyarakatan dari Bapas.
d. Dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat.
2. Kesepakatan Diversi harus mendapatkan persetujuan korban dan/atau keluarga
Anak Korban serta kesediaan Anak dan keluarganya, kecuali untuk:
a. Tindak pidana yang berupa pelanggaran.

6
Marlina, Peradilan Pidana Anak Di Indonesia Pengembangan Konsep Diversi dan Keadilan Restoratif,
Refika Aditama, Bandung, hlm. 198
b. Tindak pidana ringan.
c. Tindak pidana tanpa korban.
d. Nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi
setempat.

Adapun beberapa kriteria tindak pidana yang melibatkan anak sebagai pelaku, yang
harus diupayakan penyelesaiannya dengan pendekatan prinsip diversi adalah sebagai
berikut:

a. Kategori tindak pidana yang diancam dengan sanksi pidana sampai


dengan 1 tahun harus diprioritaskan untuk diterapkan diversi. Tindak
pidana yang diancam dengan sanksi pidana di atas 1 tahun sampai
dengan 5 tahun dapat dipertimbangkan untuk melakukan diversi. Semua
kasus pencurian harus diupayakan penerapan diversi kecuali
menyebabkan atau menimbulkan kerugian yang terkait dengan tubuh dan
jiwa.
b. Memerhatikan usia pelaku, semakin muda usia pelaku, maka urgensi
penerapan prinsip diversi semakin diperlukan.
c. Hasil penelitian dari BAPAS, bila ditemukan faktor pendorong anak
terlibat dalam kasus pidana adalah faktor yang ada di luar kendali anak
maka penerapan prinsip diversi semakin diperlukan.
d. Kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana anak, bila akibat yang
ditimbulkan bersifat kebendaan dan tidak terkait dengan tubuh dan
nyawa seseorang maka penerapan diversi semakin diperlukan.
e. Tingkat keresahan masyarakat yang diakibatkan oleh perbuatan anak.
f. Persetujuan korban/keluarga.
g. Kesediaan pelaku dan keluarganya.
h. Dalam hal anak melakukan tindak pidana bersama-sama orang dewasa
maka orang dewasa harus diproses hukum sesuai dengan prosedur biasa.

Polisi sebagai pihak yang pertama yang dapat menentukan apakah seorang anak akan
dilanjutkan ke proses peradilan. Untuk tindak pidana serius sepeerti pembunuhan,
pemerkosaan, pencurian dengan kekerasan, polisi melanjutkan proses persidanan untuk
melakukan proses yang lebih lanjut.
Hasil kesepakatan diversi adalah suatu dokumen. Dokumen adalah surat ber-Kop
Kepolisian Negara Republik Indonesia. Setelah Kop Surat, diikuti dengan keterangan
bertuliskan Pro Justitia. Surat diberi judul Hasil Kesepakatan diversi. Dokumen
mengandung informasi mengenai waktu dan tempat pelaksanaan diversi. Dikemukakan
pula dalam dokumen tersebut pihak-pihak yang hadir dalam diversi dimaksud.7

Salah satu syarat penting di dalam pelaksanaan diversi, yaitu adanya pengakuan atau
pernyataan bersalah dari pelaku dan kesediaanya untuk dilakukan upaya diversi. Upaya
diversi ini tidaklah hanya sekadar penyelesaian di luar proses hukum formal atas tindak
pidana yang dilakukan anak seperti yang disebutkan dalam Pasal 6 Huruf b Undang-
Undang Sistem Peradilan Pidana Anak. Salah satu tujuan diversi yaitu menanamkan
rasa tanggung jawab kepada anak. Lebih dari pada itu, upaya diversi tersebut
merupakan upaya untuk pembelajaran dan pemulihan anak sebagai pelaku tindak
pidana. Tidak adanya pengakuan/pernyataan bersalah dari pelaku tindak pidana
merupakan dorongan untuk dilakukannya proses hukum secara formal atas suatu tindak
pidana.8

Kendala Dalam Penerapan Diversi Terhadap System Peradilan Pidana Anak

Proses penyelesaian perkara tindak pidana yang dilakukan oleh anak melalui diversi
tentu memiliki hambatan. Pada tahap penydikan pihak Kepolisian yang akan melakukan
diversi pada tahap penyidikan terkadang mengalami hambatan dalam pengajuan diversi
ini. Diversi memerlukan persetujuan dari kedua belah pihak untuk mencari keadilan
yang solutif untuk semuanya. Namun terkadang dalam pelaksanaan diversi terkadang
pihak korban atau keloarga korban tidak mnyetujui penyelesaian dengan cara metode
diversi melealui pendekatan restorative justice atau dengan cara damai. Hal ini
merupakan masalah utama dalam penerapan diversi.

Selain hal tersebut, ada satu hal yang saat ini masih dikeluhkan oleh pihak kepolisian,
yakni belum adanya ketentuan peraturan pemerintah pedoman pelaksaan proses diversi,

7
Sinaga, D. Penegakkan Hukum dengan Pendekatan Diversi Perspektif Teori Keadilan Bermartabat.
2017 Yogyakarta: Nusa Media Yogyakarta.
8
Azwad Rachmat Hambali. PENERAPAN DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN
DENGAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA (Diversions for Children in Conflict with
The Laws in The Criminal Justice System). Fak. Hukum. UMI, 2018.
tatacara dan koordinasi Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana
Anak. Proses diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan anak dan orang
tua/walinya, korban dan/atau orang tua/walinya, pembimbing kemasyarakatan, dan
pekerja sosial profesional berdasarkan pendekatan keadilan restoratif. Musyawarah
dalam hal ini adalah proses perundingan yang dilakukan dalam suasana kekeluargaan,
ikhlas dan tanpa ada pemaksaan. Hal ini mengindikasikan bahwa harus ada keaktifan
dari korban dan keluarganya dalam proses diversi, agar proses pemulihan keadaan dapat
tercapai sesuai dengan keadilan restoratif. Konsekuensi dari kondisi ini mengakibatkan
perlunya dilakukan pertukaran informasi antara korban dan pelaku tindak pidana secara
lansung, sehingga terjadinya kesepakatan yang menguntungkan diantara keduanya
sebagai hasil akhir dari tindak pidana terjadi. Namun amat sulit dilakukan apabila
korban cenderung dilarikan atau dilindungi oleh keluarga sehingga tidak hadir dalam
proses diversi, tentunya akan menyulitkan bagi penegak hukum dalam mengambil
keputusan terbaik bagi anak tesebut.9

Bapas memiliki peran penting dalam proses penyidikan melaksanakan tugas dan fungsi
penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, pendampingan, dan proses
diversi. Belum mampu bertindak secara profesional, sehingga dalam tataran operasional
diperlukan peningkatan sumber daya, dan jumlah Bapas disetiap kabupaten serta sarana
dan prasana penunjang penyelenggaran kinerjanya dilapangan (dalam membuat
penelitian kemasyarakatan) memerlukan perhatian yang khusus dan sejauh mana diversi
berhasil terhadap anak tersebut.

3. Kesimpulan

Diversi merupakan upaya terbaik yang dapat dilakukan dalam melindungi hak-hak anak
sebagai pelaku tindak pidana pada tahap penyidikan, dengan mengedepankan pemulihan
terhadap korban serta mendorong anak pelaku tindak pidana dapat bertanggungjawab
atas perbuatan yang telah dilakukan. Perlindungan hukum bagi anak dapat dilakukan
sebagai upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak.
Perlindungan terhadap anak ini juga mencakup kepentingan yang berhubungan dengan
kesejahteraan anak. Perlindungan anak-anak yang berhadapan dengan hukum,

9
Prof. Dr. Hj. Mien Rukmini, SH., MS, dkk. Penerapan Diversi Pada Tahap Penyidikan Untuk
Mewujudkan Perlindungan Hukum Terhadap Hak Anak Pelaku Tindak Pidana.
merupakan tanggung jawab bersama aparat penegak hukum. Tidak hanya sebagai
pelaku, tetapi mencakup juga anak sebagai saki dan anak sebagai korban. Penerapan
Diversi sesuai dengan UU SPPA dengan tegas mengatur bahwa upaya diversi wajib
dilakukan dalam setiap tahapan dalam suatu proses peradilan anak mulai dari tahapan
penyidikan, penuntutan, pemeriksaan perkara anak di tingkat pengadilan. Pelaksanaan
diversi tentu membutuhkan itikad baik dari pihak korban selaku pihak yang dirugikan,
pengambilan persetujuan sebelum mencari keputusan yang adil merupakan suatu
kendala yang dihadapi oleh penegak hukum sebagai pihak mediator. Perlu adanya
pembinaan dan sosialisasi dalam konteks pendekatan restorative justice ini terhadap
masyarakat, dalam mewujudkan perlindungan terhadap hak-hak anak.

Daftar Pustaka

Achmad Ratomi, “Konsep Prosedur Pelaksanaan Diversi Pada Tahap Penyidikan Dalam
Penyelesaian Tindak Pidana yang dilakukan Oleh Anak” Jurnal Arena Hukum, Vol.6.

Azwad Rachmat Hambali. PENERAPAN DIVERSI TERHADAP ANAK YANG


BERHADAPAN DENGAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA
(Diversions for Children in Conflict with The Laws in The Criminal Justice System). Fak.
Hukum. UMI, 2018.

Barda Nawawi, “Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum


Pidana”. Undip

Marlina, Peradilan Pidana Anak Di Indonesia Pengembangan Konsep Diversi dan


Keadilan Restoratif, Refika Aditama, Bandung,

Nur Rochaeti, “Implementasi Keadilan Restoratif dan Pluralisme Hukum Dalam Sistem
Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Jurnal Masalah-Masalah Hukum, Vol. 44, No.2,
hal.150

Prof. Dr. Hj. Mien Rukmini, SH., MS, dkk. Penerapan Diversi Pada Tahap Penyidikan
Untuk Mewujudkan Perlindungan Hukum Terhadap Hak Anak Pelaku Tindak Pidana.

R. Wiyono, Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2016.
Sinaga, D. Penegakkan Hukum dengan Pendekatan Diversi Perspektif Teori Keadilan
Bermartabat. 2017 Yogyakarta: Nusa Media Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai