PENDAHULUAN
Kebijakan hukum adalah kebijakan hukum atau administrasi (kebijakan) hukum, yang
dilaksanakan baik dengan mengundangkan undang-undang baru atau mengganti undang-undang
lama untuk mencapai tujuan negara. Kebijakan hukum mengacu pada pilihan undang-undang
yang dapat dilaksanakan, serta pilihan undang-undang yang dicabut atau tidak dapat
dilaksanakan, semuanya dirancang untuk mencapai tujuan negara yang tercantum dalam
pembukaan UUD 1945.
Penyimpangan sebagai pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses pidana ke non
pidana apabila penulis mengaitkannya dengan UU Pengadilan Anak No. 11 Tahun 2012,
disahkan dan diundangkan oleh Presiden pada tanggal 30 Juli 2012. Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia. Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012, kebijakan hukum pemerintah
Indonesia memandang anak sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kelangsungan hidup
manusia dan pembangunan berkelanjutan bangsa dan negara Indonesia.
Anak memiliki peran strategis dalam konstitusi Indonesia yang secara tegas menyatakan
bahwa negara menjamin hak setiap anak untuk kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang,
serta dilindungi dari kekerasan dan diskriminasi. Oleh karena itu, kepentingan terbaik bagi anak
harus diinternalisasikan sebagai kepentingan terbaik bagi kelangsungan hidup manusia.
Konsekuensi dari ketentuan Pasal 28B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD
1945) harus disikapi melalui pelaksanaan kebijakan pemerintah untuk melindungi warga
negaranya. UU Pengadilan Anak No. 3 Tahun 1997 (sebelum adanya amandemen UU
Pengadilan Anak No. 11 Tahun 2012) bertujuan untuk melindungi dan mengamankan anak yang
berkonflik dengan hukum, termasuk pelaku kejahatan anak, korban anak dan saksi anak. Agar
anak dapat menghadapi masa depannya yang panjang dan memberikan kesempatan kepada anak
untuk memperoleh jati dirinya sebagai manusia yang mandiri, bertanggung jawab dan berguna
bagi dirinya, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara melalui pembinaan.
Dalam praktiknya, anak diobjekkan dan perlakuan terhadap anak di luar nikah cenderung
merugikan anak. Hukum juga tidak lagi memenuhi kebutuhan hukum masyarakat dan tidak
memberikan perlindungan khusus secara menyeluruh kepada anak yang melanggar hukum. Oleh
karena itu diperlukan perubahan paradigma dalam kekerasan terhadap anak, misalnya kepada
peran dan tanggung jawab masyarakat, negara dan lembaga negara lainnya yang memiliki tugas
dan tanggung jawab untuk meningkatkan kesejahteraan anak dan memberikan perlindungan
khusus. bagi anak yang berkonflik dengan hukum. Berdasarkan uraian di atas latar belakang
dalam kontribusi ini terhadap perumusan masalah hukum-politik dalam penerapan sanksi
pengadilan anak untuk mencapai perubahan paradigma dalam perlakuan terhadap anak yang
berkonflik dengan peradilan. Hukum. Sejalan dengan pokok bahasan makalah ini, maka tujuan
dan manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Menjelaskan kebijakan hukum dalam sistem penerapan sanksi dalam perlakuan terhadap
anak di Indonesia. Mampu menganalisis hukum yang menjadi dasar atau pedoman reformasi
peradilan pidana. Mari ciptakan paradigma hukum untuk menangani anak yang berkonflik
dengan hukum.
PEMBAHASAN
Sistem peradilan anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara anak di hadapan
hukum, mulai dari tahap penyidikan sampai dengan pembinaan pasca tindak pidana, yang
berlandaskan pada perlindungan, keadilan, tidak diskriminatif, kepentingan terbaik bagi anak dan
penghargaan terhadap anak. . , kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak, proporsionalitas,
perampasan kemerdekaan dan penghukuman sebagai upaya terakhir dan penghindaran
pembalasan (lihat Pasal 1 (1) dan Pasal 2 UU Pelanggaran Anak Republik Indonesia No. 11
Tahun 2012 Tata Hukum).
Dalam peradilan anak, anak adalah anak yang bermasalah dengan hukum, anak yang
menjadi korban dan anak yang menjadi saksi tindak pidana. Anak yang bermasalah dengan
hukum adalah anak yang belum berumur 12 tahun tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga
melakukan tindak pidana; Korban yang belum dewasa adalah seseorang yang belum berumur 18
(delapan belas tahun) yang menderita kerugian fisik, mental dan/atau finansial sebagai akibat
dari tindak pidana tersebut; Saksi adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun
yang dapat memberikan keterangan untuk kepentingan proses peradilan mulai dari tingkat
penyidikan, penuntutan, dan proses peradilan dalam suatu proses peradilan pidana yang sedang
diproses, dilihat dan/atau dialaminya; Apabila anak tersebut telah melakukan tindak pidana
sebelum berusia 18 tahun dan akan diadili setelah anak tersebut melewati batas usia 18 tahun
tetapi belum berusia 21 tahun dari Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2012
tentang Tindak Pidana Anak Pasal 20).
Selain itu, jika seorang anak di bawah usia 12 tahun melakukan tindak pidana atau diduga
melakukan tindak pidana, penyidik atau pekerja sosial memutuskan untuk menyerahkannya
kepada orang tua/wali atau mendaftarkannya dalam program pendidikan di lembaga pemerintah
atau sosial. organisasi kemasyarakatan yang mengurus bidang kemasyarakatan (Pasal 11 UU
Sisdiknas Anak Tahun 2012 jo Keputusan Pemerintah Republik Indonesia No. 65 Tahun 2015
tentang Pelaksanaan Penerjemahan Pasal 67) Perlakuan Anak dibawah 12 tahun ( Dua belas
tahun). Orang dewasa (18+) tidak perlu didampingi oleh orang tua/wali yang sah di setiap tingkat
ujian, namun anak di luar nikah harus didampingi oleh orang tua/wali yang sah. Penyidik, jaksa,
hakim, pembimbing sosial dan pekerja sosial terlibat dalam proses peradilan anak.
jaksa penuntut anak; Hakimnya adalah hakim remaja; Pendamping masyarakat adalah
petugas kepolisian yang melakukan penelitian masyarakat, pendampingan, pengawasan dan
pendampingan terhadap anak di dalam dan di luar proses peradilan pidana. Pekerja sosial adalah
seseorang yang bekerja di lingkungan pemerintah dan swasta yang memiliki keterampilan dan
profesi pekerjaan sosial dan pendidikan pekerjaan sosial dan/atau pengalaman pekerjaan sosial
praktis untuk mengimplementasikan masalah sosial; Proses penyidikan dan penuntutan kasus
anak.
Penyidikan dilakukan oleh penyidik yang ditunjuk oleh Kapolri atau pejabat lain yang
ditunjuk oleh Kapolri, sedangkan penuntutan dilakukan oleh Kejaksaan yang ditunjuk dengan
Surat Keputusan Kepolisian Republik Indonesia. Menteri Kehakiman atau pejabat lain yang
ditunjuk oleh Jaksa Agung. Untuk penelitian yang melibatkan anak, peneliti harus meminta
tanggapan atau saran dari pembimbing sosial setelah ada pengaduan atau pengaduan pidana,
setelah itu Pusat Penelitian Masyarakat harus menyerahkan hasil penelitian sosial paling lambat
3 hari setelah permintaan peneliti.
Dalam melakukan penyidikan anak korban, penyidik harus meminta laporan sosial dari
pekerja sosial atau pekerja sosial setelah melaporkan tindak pidana; Selain itu, penjabaran anak
yang lahir sebagai anak luar kawin (ABH) diperlukan pada tingkat penyidikan, penegakan
hukum dan penyidikan dalam perkara anak. Pengalihan adalah pemindahan penyelesaian
masalah anak dari acara pidana di luar acara pidana ke acara itu dengan ketentuan sebagai
berikut:
Dihukum kurang dari 7 (tujuh) tahun penjara; Dan tidak ada pengulangan kejahatan;
Selain peraturan tersebut, juga berlaku bagi anak yang dituduh melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana penjara kurang dari 7 (tujuh) tahun dan tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara (tujuh) tahun atau lebih Subsidiarity. , biaya kumulatif atau gabungan.
(gabungan) (Pasal 7 PERMA Nomor 4 Tahun 2014, Pedoman Pelaksanaan Pelanggaran Dalam
Sistem Peradilan Anak)
Dalam proses diversi itu sendiri tentunya ada pihak-pihak yang terlibat yaitu anak, orang
tua, korban dan/atau orang tua/wali, pembimbing sosial dan pekerja sosial profesional, yang
berlandaskan restorative justice, artinya pelaku ditindak dalam proses pidana. , korban dan pihak
terkait lainnya untuk bersama-sama mencari solusi yang adil, menekankan pemulihan ke keadaan
semula.
Sementara itu, upaya diversi diprioritaskan agar anak yang pernah bermasalah dengan
hukum tidak mengalami trauma karena perbuatannya dan akibat perbuatannya yang dapat berupa
pengalihan penyelesaian perkara anak dari pengadilan. sistem peradilan pidana dapat berjalan. ke
proses non-kriminal.
Namun dalam praktiknya, selalu ada masalah dengan kebijakan yang diatur dalam
undang-undang. Menurut kehendak pembuat undang-undang, kemauan untuk menuntut dalam
hukum pidana anak dapat dipandang sebagai momok dalam pelaksanaannya.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tanggal 30 Juli 2012 merupakan salah satu
bentuk kebijakan peradilan negara yang bertujuan untuk memahami pentingnya peran
pemerintah dalam perkara tindak pidana anak dimana undang-undang tersebut disebut dengan
SPPA yaitu Sistem Peradilan Anak. Pasal 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang
Sistem Pidana menyebutkan bahwa sistem peradilan pidana anak mengacu pada keseluruhan
proses penyelesaian perkara anak yang melakukan pelanggaran hukum, mulai dari tahap
penyidikan sampai dengan tahap pelayanan purna bakti. Kejahatan sebagai hukum pidana anak
yang terintegrasi. Kerja peradilan pidana sebagai sarana untuk memberantas kejahatan dilakukan
secara sistematis melalui mekanisme peradilan pidana. Penerapan siklus pada hakekatnya berarti
menempatkan harkat dan martabat manusia pada tempatnya yang sebenarnya, dan diharapkan
akan tercipta dan menumbuhkan rasa saling menghargai. Martabat Manusia mencakup 5 (lima)
poin yang terkait dengan konsep Martabat Manusia, yaitu:
Anak haram yang dibawa ke pengadilan hanyalah perkara berat dimana kepentingan
terbaik bagi anak harus selalu didahulukan dan proses pidana merupakan upaya terakhir
(ultimum remedium) namun tidak mengabaikan hak-hak anak. Selain itu, kasus anak dapat
diselesaikan melalui mekanisme informal berdasarkan kebijakan standar. Bentuk penanganan
informal dapat dilakukan sebagai proses mediasi sesat yang dibantu oleh penegak hukum di
semua tingkatan untuk mencapai keadilan restoratif, yang dapat diselesaikan dengan mewajibkan
anak yang bermasalah dengan hukum untuk mengikuti pendidikan di lembaga pendidikan
tertentu untuk berpartisipasi, yaitu. B. tindakan lain yang berkaitan dengan pemulihan anak dan
korban atau ketika hak anak harus dihukum, tidak dapat diabaikan. Sehingga proses informal
akhirnya dapat terlaksana dengan baik bila diimbangi dengan upaya menciptakan sistem hukum
yang kondusif.
Pemrosesan informal dapat dilakukan dengan baik bila diimbangi dengan upaya
menciptakan sistem peradilan yang mendukung. Unsur-unsur yang bekerja sama dalam sistem
peradilan pidana adalah kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan (LP).
Pentingnya sistem peradilan pidana terpadu adalah sinkronisasi atau kesatuan dan keselarasan,
yang dapat dibedakan sebagai berikut:
Dalam sistem peradilan pidana dikenal 3 (tiga) bentuk pendekatan hak-hak anak yang
memiliki berhadapan dengan hukum, yaitu :
Sistem hukum domestik yang terdiri dari struktur hukum, substansi hukum, dan budaya
hukum, terutama berfungsi untuk mencapai tujuan hukum, yaitu kepastian hukum, kemanfaatan
dan keadilan bagi masyarakat luas, dalam hal ini negara, korban dan pelaku di wilayah tersebut.
dari peradilan anak. sistem dengan kontrol. Kekuasaan pengakuan biasanya digariskan dalam
konstitusi pemisahan kekuasaan, sedangkan delegasi dan otorisasi adalah kekuasaan yang berasal
dari delegasi.
Analisis dan Konsep Politik Hukum Diversi pada Sistem Peradilan Pidana Anak
Politik Hukum diversi pada Sistem Perdilan Pidana Anak, jika dianalisis dengan teori
Sistem hukum dari Friedman bahwa sistem hukum dalam operasional aktualnya terdiri dari
struktur hukum, substansi hukum, dan budaya hukum. Unsur-unsur tersebut saling memengaruhi
dalam terlaksananya penegakan hukum. Sistem hukum tidak saja merupakan serangkaian
larangan atau perintah, tetapi juga sebagai aturan yang bisa menunjang, meningkatkan,
mengatur, dan menyuguhkan cara mencapai tujuan. Terkait dengan itu yang melaksanakan
diversi pada Sistem Peradilan Pidana Anak adalah Penyidik kepolisian, Jaksa Penuntut Umum
dan Hakim, berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012, PERMA Nomor 4 Tahun 2014
dan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015. Berdasarkan data tersebut yang termasuk
dalam struktur hukum adalah Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012, PERMA Nomor 4 Tahun
2014 dan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015, serta Penyidik kepolisian, Jaksa Penuntut
Umum dan Hakim. Subtansi hukum adalah diversi pada Sistem Peradilan Pidana Anak,
sedangkan budaya hukum adalah budaya hukum yang ada pada Penyidik kepolisian, budaya
hukum Jaksa Penuntut Umum, budaya hukum hakim, dan budaya hukum masyarakat setempat.
Kebijakan peradilan pidana Sistem Peradilan Pidana Anak, bila dianalisis dengan
menggunakan sistem hukum Friedman, menyatakan bahwa sistem hukum dalam operasionalnya
yang sebenarnya terdiri dari struktur hukum, substansi hukum dan budaya hukum. Faktor-faktor
tersebut saling mempengaruhi dalam pelaksanaan penegakan hukum. Sistem hukum bukan
hanya seperangkat larangan atau peraturan, tetapi juga aturan yang dapat mendukung,
meningkatkan, mengatur dan menyediakan sarana untuk mencapai tujuan. Dalam konteks ini,
Penasihat dalam Peradilan Anak adalah penyidik Polri, Jaksa Penuntut Umum dan Hakim
berdasarkan UU No. 11 Tahun 2012, PERMA No. 4 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah No.
65 Tahun 2015.
Dengan demikian Sistem hukum dalam yang terdiri dari struktur hukum, substansi
hukum, dan budaya hukum tersebut sebagai aturan untuk mencapai tujuan hukum yaitu kepastian
hukum, manfaat serta keadilan bagi masyarakat dalam hal ini pemerintah, korban dan pelaku
pada Sistem Peradilan Pidana Anak melalui diversi.
Mempunyai kewenangan menjatuhkan sanksi pidana itu adalah negara. Negara sebagai
sebuah organisasi dalam suatu wilayah mempunyai kekuasaan tertinggi sah dan ditaati oleh
rakyat. Sebagai sebuah organisasi tertinggi, maka melalui undang-undang, negara menunjuk
pejabat tertentu untuk menjatuhkan sanksi pidana kepada pelaku kejahatan. Pejabat diberikan
kewenangan menjatuhkan sanksi pidana kepada pelaku kejahatan adalah hakim.
Sistem hukum internal yang terdiri dari struktur hukum, substansi hukum, dan budaya
hukum, berfungsi terutama untuk mencapai tujuan hukum, yaitu kepastian hukum, kemanfaatan
dan keadilan bagi masyarakat, dalam hal ini negara, korban dan pelaku dalam hukum pidana
anak. sistem dengan kontrol. Teori Kewenangan sebagai Teori Sentral Menurut Philipus M.
Hadjon, kewenangan dapat berasal dari tiga sumber, yaitu merit, delegasi, dan mandat.
Kekuasaan pengakuan biasanya digariskan oleh pemisahan kekuasaan konstitusional, sedangkan
delegasi dan otorisasi adalah kekuasaan yang berasal dari delegasi. Tujuan hukum pidana dan
tujuan hukum pidana adalah dua hal yang berbeda. Namun, niat kriminal tidak dapat dipisahkan
dari aliran hukum pidana. Jika aliran hukum pidana menurut tujuan pidana terdiri dari aliran
klasik, aliran modern dan aliran neo klasik, maka tujuan pidana juga secara garis besar terbagi
menjadi tiga, yaitu. H. teori absolut, teori relatif dan teori gabungan. Namun dalam
perkembangannya, seiring dengan ketiga teori tersebut, muncul pula teori modern tentang niat
kriminal.
Penyidik, penuntut umum, dan hakim penasehat dalam peradilan anak adalah penyidik,
penuntut umum, dan hakim ketua yang tugas dan tanggung jawabnya terus menerus terdiri dari
menjalankan tugas dan tanggung jawabnya, biasanya sedemikian rupa sehingga nasihat formal
tidak semata-mata bersifat faktual. . Penyidik, penuntut umum, dan hakim yang menangani tugas
pembantuan peradilan adalah penyidik khusus, penuntut umum dan hakim khusus, yaitu. mereka
yang sangat siap untuk menangani pelanggaran dalam peradilan anak. Oleh karena itu, penyidik,
penuntut umum dan hakim lebih teliti dan bersemangat untuk menyelidiki pelanggaran dalam
sistem peradilan anak. Jaksa khusus, jaksa khusus dan hakim khusus tidak dibebani dengan
tugas-tugas lain yang tentunya menghambat pelaksanaan desentralisasi ini.
Oleh karena itu, kebijakan hukum pemerintah mengubah Peraturan Pemerintah Nomor 65
Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Pedoman dan Perlakuan Terhadap Anak Di Bawah Umur 12
Tahun, dengan menambahkan ketentuan tentang Penuntut Umum, Penuntut Umum dan Hakim
Khusus tentang Pedoman. dalam peradilan anak. Demikian pula kebijakan hukum yang
ditempuh oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia bertujuan untuk mengubah Keputusan
Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Pedoman dalam Sistem
Peradilan Anak dengan menambahkan ketentuan tentang hakim khusus untuk kenakalan anak.
Hukum. Dengan kebijakan hukum ini, rasa keadilan harus diwujudkan dalam desentralisasi
peradilan anak.
Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis pada bab sebelumnya, maka dalam penelitian
ini ditarik kesimpulan sebagai berikut, yaitu:
DAFTAR PUSTAKA
Mulono Apriyanto;, A. Alfa, Y. Riono, K. Ihwan, Marlina;, and Jamri, “Pelatihan Jurnalistik dan
Public Speaking Petani dalam Menangkal Isu Negatif Kelapa Sawit,” E-Amal J.
Pengabdi. Kpd. Masy., vol. 01, no. 02, pp. 173–178, 2021.
D. Martien, “Politik Hukum Penerapan Diversi Pada Sistem Peradilan Pidana Anak Untuk
Mewujudkan Keadilan Restoratif,” J. Penelit. Huk. Leg., 2017, [Online]. Available:
https://core.ac.uk/download/pdf/27021866 7.pdf.