Nuri Puspitasari
150710101451
KELAS A
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS JEMBER
2018
DAFTAR ISI
HALAMAN
DAFTAR ISI.................................................................................................. i
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................5
b. Penjatuhan Sanksi..............................................................................6
3.1 KESIMPULAN...........................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................19
BAB I
PENDAHULUAN
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sisem Peradilan Pidana anak?
2. Keriteria dan sanksi sistem Peradilan Pidana Anak?
BAB II
PEMBAHASAN
Adapun substansi yang diatur dalam UU SPPA antara lain mengenai penempatan
anak yang menjalani proses peradilan dapat ditempatkan di Lembaga Pembinaan
Khusus Anak (LPKA). Substansi yang paling mendasar dalam Undang-Undang ini
adalah pengaturan secara tegas mengenai Keadilan Restoratif dan Diversi yang
dimaksudkan untuk menghindari dan menjauhkan anak dari proses peradilan
sehingga dapat menghindari stigmatisasi terhadap anak yang berhadapan dengan
hukum dan diharapkan anak dapat kembali ke dalam lingkungan sosial secara wajar.
Demikian antara lain yang disebut dalam bagian Penjelasan Umum UU SPPA.
Keadilan Restoratif merupakan suatu proses Diversi, yaitu semua pihak yang
terlibat dalam suatu tindak pidana tertentu bersama-sama mengatasi masalah serta
menciptakan suatu kewajiban untuk membuat segala sesuatunya menjadi lebih baik
dengan melibatkan korban, anak, dan masyarakat dalam mencari solusi untuk
memperbaiki, rekonsiliasi, dan menenteramkan hati yang tidak berdasarkan
pembalasan. Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses
peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.
2. Penjatuhan Sanksi
Menurut UU SPPA, seorang pelaku tindak pidana anak dapat dikenakan dua jenis
sanksi, yaitu tindakan, bagi pelaku tindak pidana yang berumur di bawah 14
tahun (Pasal 69 ayat (2) UU SPPA) danPidana, bagi pelaku tindak pidana
yang berumur 15 tahun ke atas.
a. Sanksi Tindakan yang dapat dikenakan kepada anak meliputi (Pasal 82 UU
SPPA):
b. Sanksi Pidana
Sanksi pidana yang dapat dikenakan kepada pelaku tindak pidana anak
terbagi atas Pidana Pokok dan Pidana Tambahan(Pasal 71 UU SPPA):
Pidana Pokok terdiri atas:
· Pidana peringatan;
· Pidana dengan syarat, yang terdiri atas: pembinaan di luar
lembaga, pelayanan masyarakat, atau pengawasan;
· Pelatihan kerja;
· Pembinaan dalam lembaga;
· Penjara.
3. Hak-hak Anak
Setiap anak dalam proses peradilan pidana berhak: (Pasal 3 UU SPPA)
a. diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai
dengan umurnya;
b. dipisahkan dari orang dewasa;
c. memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif;
d. melakukan kegiatan rekreasional;
e. bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam,
tidak manusiawi, serta merendahkan derajat dan martabatnya;
f. tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup;
g. tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir
dan dalam waktu yang paling singkat;
h. memperoleh keadilan di muka pengadilan anak yang objektif, tidak
memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk umum;
i. tidak dipublikasikan identitasnya;
j. memperoleh pendampingan orang tua/Wali dan orang yang dipercaya
oleh anak;
k. memperoleh advokasi sosial;
l. memperoleh kehidupan pribadi;
m. memperoleh aksesibilitas, terutama bagi anak cacat;
n. memperoleh pendidikan;
o. memperoleh pelayananan kesehatan; dan
p. memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 4 UU SPPA menyatakan bahwa anak yang sedang menjalani masa pidana
berhak atas:
a. Remisi atau pengurangan masa pidana;
b. Asimilasi;
4. Penahanan
Pasal 32 ayat (2) UU SPPA menyatakan bahwa penahanan terhadap anak
hanya dapat dilakukan dengan syarat anak telah berumur 14 (empat belas)
tahun, atau diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara
tujuh tahun atau lebih. Jika masa penahanan sebagaimana yang disebutkan di
atas telah berakhir, anak wajib dikeluarkan dari tahanan demi hukum.
Kriteria Dan Sanksi Pidana Anak Dibawah Umur Menurut Hukum Positif
Kriteria anak dibawah umur menurut hukum positif. Dalam bab II diatas telah
dijelaskan bahwa salah satu alasan penghapusan pidana adalah umur yang masih
muda atau anak dibawah umur. Di dalam KUHP mengenai batas-batas kedewasaan
seseorang tidak ada yang ada ialah istilah cukup umur dan belum cukup umur
(Minderjaring). Ketentuan telah cukup umur atau belum cukup umur disebutkan
dalam pasal 45 KUHP yang berbunyi : “Jika seseorang yang belum dewasa dituntut
karena perbuatan yang dikerjakannya ketika umurnya dalam enam belas tahun,
hakim dapat menentukan tiga hal: 1). Memerintahkan supaya yang bersalah
dikembalikan kepada oarng tuanya, walinya, atau pemeliharanya, tanpa pidana
apapun. (2). Diserahkan kepada pemerintah. (3). Menjatuhkan hukuman
pidana.1Dari bunyi pasal tersebut jelas bahwa orang yang telah cukup umur. Ada
suatu permasalahan, berapakah batas umur seseorang menurut hukum pidana
untuk dapat bertanggungjawab atas perbuatannya.
dijatuhkan itu tidak boleh lebih dari dua pertiga maksimum hukuman yang
diancamkan.10Dalam pasal berikutnya yaitu pasal 46 disebutkan : (1) Jika hakim
memerintahkan, sepaya sitersalah diserahkan kepada pemerintah, maka ia : baik
ditempatkan didalam rumah pendidikan negara, supaya disitu, atau denga kemudian
denga cara lain, ia mendapat pendidikan dari pihak pemerintah, baik diserahkan
pada seorang-orang yang ada dinegara Indonesia atau kepada perserikatan yang
mempunyai hak badan hukum (rechtspersoon) yang ada dinegara Indonesia atau
pada balai derma yangt ada dinegara Indonesia supaya disitu mendapat pendidikan
dari mereka, atau kemudian dengan cara lain, dari pemerintah, dalam hal kedua itu
selama-lamanya sampai cukup delapan belas tahun. (2) Peraturan untuk
menjalankan ayat pertama dari pasal ini ditetapkan dengan ordonansi. Pasal ini
memberi aturan atministrasi tentang apa yang harus dikerjakan, apabila hakim telah
memberi perintah, bahwa tersalah akan diserahkan kepada pemerintah. Penyerahan
ini selesai jika telah dicapaiumur 18 tahun. Administrasi itu dapat memilih antara
penempatan dalam rumah pendidikan negeri atau mempercayakan unutk didik oleh
orang, perserikatan, lembaga atau badan kesusilaan partikuler. Lihat pasal 45.
Peraturan tentang penyelenggaraan ketentuan dalam ayat pertama dapat dibaca
dalam LN. 1917 No. 741.12 Jadi ada perbedaan bentuk sanksi pidana antara
perbuatan pidana yang dilakukan oleh orang yang telah dewasa dengan orang yang
belum dewasa. Kalau tindak pidana dilakukan oleh orang yang telah dewasa maka
akan dijatuhi sanksi pidana sesuai dengan pasal-pasal yang ada dalam KUHP
tergantung dari jenis pidana yang diperbuat. Sedangkan sanksi pidana untuk anak
yang belum dewasa hanya dapat dijatuhi pidana sesuai dengan KUHP pasal 45,
seperti yang telah dijelaskan di atas. Adanya perbedaan sanksi pidana tersebut
bertujuan untuk melindungi anak yang belum dewasa, disamping itu juga untuk
memberikan pembinaan yang lebih baik agar ketika sudah dewasa tidak mengulangi
perbuatan pidana seperti yang telah dilakukannya.
Dalam Pasal 86 ayat (1) UU SPPA, anak yang belum selesai menjalani pidana
di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (“LPKA”) dan telah mencapai umur 18 (delapan
belas) tahun dipindahkan ke lembaga pemasyarakatan pemuda. Pengaturan tersebut
tidak ada dalam Pasal 61 UU Pengadilan Anak.
Walaupun demikian, baik UU SPPA dan UU Pengadilan Anak sama-sama
mengatur bahwa penempatan anak di Lembaga Pemasyarakatan dilakukan dengan
menyediakan blok tertentu bagi mereka yang telah mencapai umur 18 (delapan
belas) tahun sampai 21 (dua puluh satu) tahun (Penjelasan Pasal 86 ayat (2)
UU SPPA dan Penjelasan Pasal 61 ayat (2) UU Pengadilan Anak).
BAB III
KESIMPULAN
Sebagai bagian dari masyarakat internasional, bangsa Indonesia merasa perlu dan
bersifat mendesak terhadap kebutuhan reformasi di bidang sistem peradilan pidana
anak yang bersifat “eksklusif” dengan mengacu pada kepentingan perlindungan
anak sebagaimana diatur dalam berbagai instrument hukum nasional maupun
internasional.
Dalam masa transisi ini, agar segera diwujudkan struktur dan instrument hukum
pelaksanaan dari UU-SPPA, baik bersifat regulasi, sarana dan prasarana, termasuk
aparat struktural yang merupakan bagian dari stakeholder dari instrumen
penanganan masalah anak yang berkonflik dengan hukum, termasuk kemampuan
dan keahlian dari aparat structural meliputi polisi, advokat, jaksa, hakim, Petugas
Pembimbing Kemasyarakatan, Lapas, Bapas, Pekerja Sosial Profesional, Tenaga
Kesejahteraan Sosial, yang harus dibekali dengan pelatihan berkaitan dengan
pengananan perkara atau permasalahan anak yang berkonflik dengan hukum,
sehingga sistem tersebut berjalan secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA