Diajukan oleh :
Nama :
Nim :
Program Peminatan Professi :
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
JAKARTA, 2021
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT, karena hanya atas
limpahan Rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tulisan ini. Selanjutnya
shalawat beriring salam penulis ucapkan kepada nabi besar Muhammad SAW sebagai
pengemban risalah Islam, dengan mewariskan ilmu kepada umatnya yang telah tersebar di
seluruh pelosok dunia.
Tulisan ini disusun dalam rangka melengkapi proposal penulisanskripsi untuk
mendapatkan gelar Sarjana Hukum dengan judul tulisan “PENERAPAN RESTORATIVE
JUSTICE DALAM TINDAK PIDANA TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN
DENGAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK “studi kasus di
pengadilan negeri tangerang kelas 1a khusus”.
Di dalam penulisan ini mulai dari awal sampai akhir, penulis menyadari banyak
pihak-pihak yang turut memberikan bantuan, motivasi, semangat, saran, ide bahkan fasilitas
moril dan materil, dan rasanya penulis tidak mampu untuk membalas jasa mereka semua,
semoga Allah SWT senantiasa berkenan melimpahkan rahmat dan menjadi amal shaleh
disisi-Nya. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih banyak teristimewa untuk kedua
orang tua saya. Tiada kata yang tepat ku ungkapkan atas semua yang telah beliau berikan
kepadaku. Dengan cucuran keringat dan air mata engkau tumpahkan, serta tidak kenal waktu
untuk mendorongku dalam mewujudkan cita-citaku. Berikan aku waktu untuk membalas
semua yang telah diberikan kepadaku, akan aku persembahkan. Selain itu penulis juga
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
ii
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
iv
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................42
v
BABI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak adalah karunia yang terbesar bagi keluarga, agama, bangsa dan
makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan makhluk sosial, yang sejak dalam
kandungan sampai dilahirkan mempunyai hak atas hidup dan merdeka serta
mendapat perlindungan baik dari orang tua, keluarga, masyarakat, bangsa dan
negara. Oleh karena itu tidak ada suatu pihak yang dapat merebut hak hidup
dan merdeka tersebut.Hak atas hidup dan hak merdeka tidak dapat dihilangkan
ataupun dilenyapkan begitu saja, tetapi kita harus dilindungi dan diperluas hak
28B ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi, “setiap anak berhak atas perlindungan
hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan
dan diskriminasi.”1 selain itu, negara juga menjamin hak-hak anak terpenuhi
1)
Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 28B tentang hak asasi anak
1
Anak, Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak,
peradilan pidana anak. Artinya, batas umur tersebut sebagai batas usia
minimal dikategorikan sebagai anak. Akan tetapi, hal ini bukan berarti sebagai
penahanan.2
ketentuan hukum yang berlaku dalam negara, terutama jika perbuatan yang
2)
Lilik Mulyadi. Wajah Sistem Peradilan Pidana Anak Indonesia. (Bandung: PT. Alumni,
2014), hlm. 2.
2
hukum yang berlaku dalam suatu negara membuat mereka kadang-kalanya
gampang terseret dan masuk ke dalam Sistem Peradilan Pidana. Selain itu pula
ada banyak dari mereka yang masuk kedalam proses peradilan pidana, karena
dengan hukum (ABH) adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak
sebagai korban, dan anak sebagai saksi. Anak yang berhadapan dengan hukum
yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas)
tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan
tindak pidana3.
Anak sebagai korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas)
yang disebabkan oleh tindak pidana. Anak sebagai saksi adalah anak yang
dan anak korban dalam Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan
3)
M. Nasir Jamil. Anak Bukan untuk Dihukum. (Jakarta : Sinar Grafika), 2013 hlm 3.
3
Peradilan Pidana Anak oleh pembentuk Undang-undang adalah untuk menjaga
diharapkan kepada penegak hukum yang menangani perkara anak, mulai dari
secara fisik dan mental siap menghadapi masa depannya secara lebih baik.4
istilah “Restorative Justice” (RJ) yang merupakan hal baru dan akhir-akhir ini
penanganan anak yang berkonflik dengan hukum atau yang biasa diistilahkan
dengan ABH.
dan pihak lain yang terkait secara bersama sama mencari penyelesaian
pemulihan
4
4)
Lilik Mulyadi, Op.Cit., hlm 23.
5
kembali pada keadaan semula bukan pembalasan. Kasus tindak pidana yang
dilakukan oleh anak yang terjadi di Indonesia terdiri dari berbagai macam
jumlah anak bermasalah dengan hukum yang harus menjalani proses peradilan
pidana. Pada usia yang masih sangat muda, anak-anak tersebut harus
mengalami proses hukum atas perkara pidana yang demikian panjang dan
melelahkan, mulai dari tahap penyidikan oleh polisi, penuntutan oleh jaksa,
putusan hakim. Mulai dari tahap penyidikan, aparat hukum telah diberi
menjadikan anak jera dan menjadi pribadi yang lebih baik untuk menunjang
proses tumbuh kembang anak tersebut, penjara justru sering kali membuat
6
Dewasa ini, jumlah kasus tindak pidana di tengah masyarakat semakin
meningkat. Perbuatan tindak pidana tersebut tidak hanya dilakukan oleh pelaku
dewasa, tapi juga terdapat beberapa kasus dimana perbuatan tersebut dilakukan
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terkait aparat hukum itu sendiri.
Saat ini, menjadi perhatian KPAI adalah jumlah anak yang berhadapan dengan
hukum dalam lima tahun terakhir mencapai 6.000 orang setiap tahunnya.
Setiap tahun ada 6.000 anak dengan 3.800 anak berakhir di Lembaga
tahanan Kepolisian, dan tempat-tempat lain yang tidak layak untuk anak.5 Hal
kepada putusan pidana penjara. Salah satu contoh kasusnya yaitu kasus tindak
pidana penganiayaan oleh anak dibawah umur atas nama Muhammad Yoga
penjara selama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan, hal lain juga dengan nomor
penjara selama 1 (satu) tahun 2 (enam) bulan. Hal ini dapat membuktikan
bahwa masih terdapat pemidanaan anak yang dilakukan oleh peradilan yang
Pendapat Hadi Sopeno seperti dikutip Jaleswari Pramodhawardani dalam artikelnya, 2009,
5)
7
menjatuhkan hukuman kepada anak tidak melalui proses restorative justice,
realita bahwa anak bukan saja sebagai pelaku tindak pidana tetapi juga
korban.
Hal ini juga berlaku tentang pertanggungjawaban pidana bagi anak, tidak
keadaan dan konsekuensi dari perbuatannya sehingga segi fisik anak belum
kuat melakukan pekerjaaan karena fisiknya masih lemah sehingga tidak tepat
8
B. Rumusan Masalah
Dari uraian yang telah diuraikan diatas maka timbullah permasalahan yakni
sebagai berikut:
C. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui penerapan asas restorative justice terhadap anak yang
D. Manfaat Penelitian
a. Secara teoritis
9
pemikiran tentang pelaksanaan asas restorative justice pada proses
b. Secara praktis
E. Kerangka Konseptual
1. Anak, Anak Korban Dan Anak Saksi
Anak adalah telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18
belas) tahun yang mengalami kekerasan fisik, mental, dan atau kerugian
adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat
2. Penyidik Anak
Penyidik anak adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia atau
6)
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Pasal 1 ayat (1)
7)
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, Tentang Pengadilan Anak, Pasal 1 Ke-5.
10
3. Jaksa atau Penuntut Umum Anak
Keputusan Jaksa Agung atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Jaksa Agung.8
Advokat).9
5. Hakim Anak
anak yang diancam dengan pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih atau
6. Petugas Kemasyarakatan
1. Pembimbing Kemasyarakatan
pidana.
8)
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, Ibid, Pasal 1 Ke-6.
9)
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, Ibid, Pasal 1 Ke-13.
10)
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, Ibid, Pasal 1 Ke-7.
11
2. Pekerja Sosial Profesional
Pekerja Sosial Profesional adalah seseorang yang bekerja, baik di
12
11
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, Ibid, Pasal 1 Ke-11.
13
3. Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS)
Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah lembaga atau
kesejahteraan sosial bagi Anak baik Anak pelaku, Anak korban, dan
Anak saksi.
F. Kerangka Teoritis
dari proses komunikasi dari orang lain. Kemudian, pada tahun 1947
12
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, Ibid, Pasal 1 Ke-12.
14
b) Teori Kontrol Sosial
anak).
social group (the family, close other, the school) (tidak adanya
c) Teori Labeling
15
dan bagaimana orang-orang tertentu diberi cap atau label dan
tingkah laku.
laki-laki yang berasal dari komunitas kelas bawah (lower class). Hasil
G. Metode Penelitian
Agar penelitian lebih terarah dan mencapai tujuan dengan jelas maka
lapangan yaitu penelitian yang didasarkan pada data primer atau data
13
Soejono Soekanto, 2010, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, hlm.21.
16
17
(2) Jenis Data
primer dan data sekunder. Jenis data ini dibedakan antara lain:
b. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari atau berasal dari bahan
terhadap:
1. Kamus Hukum.
a. Data Lapangan
b. Data Sekunder
penelusuran kepustakaan:
seperti internet.
14)
Zainudin Ali. Metode Penelitian Hukum. ( JakartaL Sinar Grafika),2009. hlm 47.
19
4. Teknik Pengumpulan Data
15)
Soejono Soekanto, Op.Cit, hlm 21
18
5. Pengolahan dan Analis Data
a. Pengolahan Data
b. Analisis Data
16)
Bambang Waluyo, 2002, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 73.
17)
Bambang Waluyo, Ibid, hlm 78.
19
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Istilah tindak pidana berasal dari bahasa belanda yaitu straafbaar feit.
Straafbaar feit berasal dari 2 bentuk kata yaitu straafbarr dan feit. Straaf berarti
dapat dihukum dan feit dalam bahasa Belanda diartikan sebagian dari
a. Simons
hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja
18
Evi Hartanti. Tindak Pidana Korupsi, Ed kedua, Sinar Grafika, Semarang,2005 hlm 5.
20
2. Agar suatu tindakan seperti itu dapat dihukum maka tindakan itu harus
memenuhi semua unsure dari delik seperti yang dirumuskan dengan undang-
undang;
b. Pompe
yang dengan sengaja atau tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku,
c. E. Utrecht
sering juga ia sebut delik, karena peristiwa itu suatu Handelen atau doen-positif
membawa akibat yang diatur oleh hukum. Tindakan semua unsur yang
disingung oleh suatu ketentuan pidana dijadikan unsur yang mutlak dari suatu
suatu tindak pidana. Yaitu perilaku manusia yang bertentangan dengan hukum
21
(unsur melawan hukum), oleh sebab itu dapat dijatuhi suatu hukuman dan
sebagai “perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana
disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa
melanggar larangan tersebut. Istilah perbuatan pidana lebih tepat dengan alasan
pidana (yang ditujukan pada orangnya), ada hubungan yang erat. Oleh
adanya hubungan yang erat itulah, maka lebih tepat digunakan istilah
kedua, adanya orang yang berbuat atau yang menimbulkan kejadian itu.
Hlm. 71
22
Menurut kamus Crime Dictionary yang dikutip seorang ahli Abdussalam,
bahwa korban tindak pidana adalah “orang yang telah mendapat penderitaan
fisik atau penderitaan mental, kerugian harta benda atau mengakibatkan mati
atas perbuatan atau usaha pelanggaran ringan dilakukan oleh pelaku tindak
pidana dan lainnya”. Disini jelas yang dimaksud “orang yang mendapat
penderitaan fisik dan seterusnya” itu adalah korban dari pelanggaran atau tindak
pidana.
sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan hak asasi
asasi manusia yang berat yang memerlukan perlindungan fisik dan mental
tindak pidana.
23
Pelaku tindak pidana adalah orang yang melakukan sendiri perbuatan yang
masuk didalamnya.
pembuat.
a. Unsur Subjektif
Karenanya ancaman pidana pada suatu delik jauh lebih berat, apabila adanya
yang pada hal jika dilakukan dengan sengaja, ia merupakan suatu kejahatan
406 KUHP) dan lain sebagainya. Kealpaan, seperti juga kesengajaan adalah
salah satu bentuk dari kesalahan. Kealpaan adalah bentuk yang lebih rendah
derajatnya dari pada kesengajaan. Tetapi dapat pula dikatakan bahwa kealpaan
itu adalah kebalikan dari kesengajaan, karena bila mana dalam kesengajaan,
24
sesuatu akibat yang timbul itu dikehendaki, walaupun pelaku dapat
lain-lain.
b. Unsur Objektif
20
Evi Hartanti. Tindak Pidana Korupsi Edisi Ke Dua, Jakarta, sinar grafika. 2008. Hlm .7
25
Anak adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang harus dijaga karena
dalam dirinya melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus
dijunjung tinggi. Anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita
bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak Pasal 1 ayat (1), bahwa
dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas)
tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak sebagai generasi
penerus dan pengelola masa depan bangsa perlu dipersiapkan sejak dini melalui
sebagai berikut :
pengertian seorang anak yang belum dewasa, sebagai orang yang mempunyai
yang berlaku. Pengertian anak dalam hukum pidana menimbulkan aspek hukum
21
Poerwadarminta WJS, Op.Cit. hlm.11.
26
membentuk kepribadian dan tanggung jawab yang pada akhirnya anak tersebut
Anak yang menjadi korban tindak pidana anak yang selanjutnya disebut
sebagai anak korban adalah anak yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun
Hak Asasi Manusia, terdapat dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka 5
menyebutkan “anak adalah setiap manusia yang berusia 18 (delapan belas) tahun
dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal
menyebutkan “anak adalah seseorang yang belum mencapat usia 21 (dua puluh
27
Pengertian Anak Nakal menurut Pasal I ayat (2) Undang-Undang Nomor 3
Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin,
dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan
negara. Setiap anak berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan secara fisik
maupun mental dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan. Menurut Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, hak-hak anak diatur
dalam Pasal 4 sampai Pasal 18, dan pada Pasal 19 telah diatur tentang kewajiban
anak.
interaksi yang saling terkait dan mempengaruhi dengan yang lainnya. Aspek
adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban. Demikian juga halnya dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban bagi anak yang menjadi korban dari tindak pidana
28
perlu mendapatkan bantuan dan perlindungan hukum agar tercapai suatur keadilan
yang diharapkan.22
Anak Nomor 23 tahun 2002 terdapat pada Bab III, dari pasal 4 sampai pasal 19.
1. Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi
secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Pasal 4).
2. Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status
kewarganegaraan (Pasal 5).
3. Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan
berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam
bimbingan orang tua (Pasal 6).
4. (1) Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh
oleh orang tuanya sendiri.
(2) Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh
kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut
berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh
orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku ( Pasal 7 ).
5. Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai
dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial (Pasal 8).
6. (1) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat
dan bakatnya.
(2) Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi anak
yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa,
sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan
pendidikan khusus (Pasal 9).
7. Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima,
mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan
22
www.alumniuntag2012.blogspot.com, Hak dan kewajiban korban, diakses pada 25 April 2017,
pukul 15.00 WIB.
29
usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan
dan kepatutan (Pasal 10).
8. Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul
dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai
dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri
(Pasal 11).
9. Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan
sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial (Pasal 12).
10. Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana
pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat
perlindungan dari perlakuan :
a. Diskriminasi;
b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
c. Penelantaran;
d. Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;
e. Ketidakadilan; dan
f. Perlakuan salah lainnya (Pasal 13).
11. Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk
perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan
pemberatan hukuman (Pasal 13).
12. Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada
alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan
itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan
pertimbangan terakhir (Pasal 14).
13. Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari :
a. Penyalahgunaan dalam kegiatan politik;
b. Pelibatan dalam sengketa bersenjata;
c. Pelibatan dalam kerusuhan sosial;
d. Pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan;
e. Pelibatan dalam peperangan (Pasal 15).
14. (1) Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran
penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak
manusiawi.
30
(2) Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum.
(3) Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya
dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat
dilakukan sebagai upaya terakhir (Pasal 16).
15. (1) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk :
a. Mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya
dipisahkan dari orang dewasa;
b. Memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam
setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan
c. Membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang
objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum (Pasal 17).
(2) Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang
berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan (Pasal 17).
16. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak
mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya (Pasal 18).
17. Setiap anak berkewajiban untuk :
a. Menghormati orang tua, wali, dan guru;
b. Mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman;
c. Mencintai tanah air, bangsa, dan negara;
d. Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan
e. Melaksanakan etika dan akhlak yang mulia. (Pasal 19)
perkara anak yang berhadapan dengan hukum, mulai dari tahap penyelidikan
sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana. Hal ini diatur
Peradilan Pidana Anak. Peradilan pidana anak masih dibawah ruang lingkup
31
peradilan umum. Secara intern dilingkungan peradilan umum dapat ditunjuk
Istilah sistem peradilan pidana anak merupakan terjemahan dari istilah The
Juvenile Justice System, yaitu suatu istilah yang digunakan dalam sejumlah
institusi yang tergabung dalam pengadilan, yang meliputi polisi, jaksa penuntut
dan fasilitas pembinaan anak. Dalam kata sistem peradilan pidana anak, terdapat
istilah “sistem peradilan pidana” dan istilah anak. Kata “anak” dalam frasa
subyek tindak pidana dengan tidak mengabaikan masa depan anak tersebut, dan
iklim yang tertib untuk memperoleh keadilan. Perlakuan yang harus diterapkan
oleh aparat penegak hukum harus menempatkan anak pada kedudukan khusus
anak yang dianut. Terdapat tiga paradigma peradilan anak yang terkanal, yakni
32
a. Tujuan SPPA dengan Paradigma Pembinaan Individual
adalah tidak relevan, insidental dan secara umum tidak layak. Pencapaian
dilihat dengan kenyataan apakah pelaku telah dijatuhi pidana dan dengan
33
c. Tujuan SPPA dengan Paradigma Restoratif
restoratif.
Peradilan pidana anak bertujuan memberikan yang paling baik bagi anak,
perilaku buruknya yang selama ini telah dilakukannya. Perlindungan anak yang
34
Peradilan tidak hanya mengutamakan penjatuhan pidana saja, melainkan
juga perlindungan bagi masa depan anak, merupakan sasaran yang dicapai oleh
Peradilan Pidana Anak. Filsafat peradilan pidana anak adalah untuk mewujudkan
kesejahteraan anak, sehingga terdapat hubungan yang erat antara Peradilan Pidana
Peradilan Pidana Anak ditinjau dari segi psikologis yang bertujuan agar anak
senonoh dan kecemasan. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu adanya hukum
terhadap anak.
a. Tony Marshall
datang.
35
b. Umbreit
c. Sarre
d. Undang-Undang
pembalasan.
antara lain :
36
a. Prinsip Penyelesaian yang Adil (Due Process)
hak untuk diduga tak bersalah (presumption of innocence) dan hak untuk
bagi tersangka setiap saat, baik selama dan setelah restoratif agak hak
37
perlindungan tambahan, tersangka dapat diperbolehkan untuk melakukan
restoratif keadilan harus timbul dari suatu proses saling memahami akan
makna dan tujuan keadilan itu, tanpa memandang suku, jenis kelamin,
diantara para partisipan yang berbeda-beda, karena dapat saja salah satu
dapat memberi nasihat para pihak yang mempunyai daya tawar menawar
lemah untuk tidak menerima suatu perjanjian yang tidak setara atau yang
38
dihasilkan dengan cara yang tidak fair. Ketiga, kasus-kasus tertentu bisa
ditolak.
c. Hak-Hak Korban
kepentingan yang hakiki dari korban sering terabaikan dan kalaupun ini
peradilan pidana.
39
d. Proposionalitas
penyelesaian.
40
proses pengakuan bahwa ia bersalah, dan selanjutnya memilih opsi proses
mengikat.
membuat keputusan.
41
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Jakarta
Darwan Prinst, 1997, Hukum Anak Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Jakarta
Evi Hartanti, 2005, Tindak Pidana Korupsi, Ed kedua, Sinar Grafika, Semarang
Irzal Rias, 2009, Bahan Kuliah Delik-Delik Dalam KUHP, Padang: Bagian Pidana
Fakultas Hukum Universitas Andalas
Lilik Mulyadi, 2014, Wajah Sistem Peradilan Pidana Anak Indonesia, PT. Alumni,
Bandung
42
Soejono Soekanto, 2010, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia,
Jakarta,
Sri Widowati Wiratmo Soekito, 1983, Anak dan Wanita dalam Hukum, LP3ES,
Jakarta
Peraturan Perundang-undangan
Sumber Lainnya
www.alumniuntag2012.blogspot.com,
Sofia-psy.staff.ugm.ac.id/files/remaja_dan_permasalahannya.doc
file://PenerapanRestorativeJusticedalamSistemPeradilanPidanaAnakdiIndonesia.html
, Peradilan Pidana Anak di Indonesia
www.kpai.go.id/artikel/menuju-restorative-justice-dalam-sistem-peradilan-anak/
www.hukumonline.com/.../pendekatan-irestorative-justice-i-dalam-sistem-pidana-
indonesia
43