Anda di halaman 1dari 50

PROPOSAL PENULISAN SKRIPSI

TEMA : Hukum.Pidana
JUDUL: Penerapan..asas..restorative.justice dalam tindak pidana
terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dalam sistem
peradilan pidana anak (studi kasus di pengadilan negeri
tangerang kelas 1a khusus)

Diajukan oleh :

Nama :
Nim :
Program Peminatan Professi :

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
JAKARTA, 2021
i
DAFTAR ISI

DAFTAR. ISI...........................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar.Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................8
C. Tujuan.Penelitian..........................................................................................9
D. Kegunaan.Penelitian.....................................................................................9
E. Kerangka.Konseptual....................................................................................9
F. Kerangka.Teori...........................................................................................12
G. Metode.Penelitian....................................................................................... 17

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Tinjauan.Umum.Tentang Tindak Pidana................................................... 20


1) Pengertian Tindak Pidana....................................................................20
2) Pengertian Korban dan Pelaku Tindak Pidana.....................................23
3) Unsur-Unsur Tindak Pidana.................................................................24
B. Tinjauan Umum Tentang Anak..................................................................26
1) Pengertian Anak dan Anak Nakal........................................................26
2) Hak dan Kewajiban Anak....................................................................29
C. Tinjauan Umum Tentang Tujuan Sistem Peradilan Pidana Anak.............32
1) Pengertian Sistem Peradilan.Pidana.Anak...........................................32
2) Tujuan Sistem Peradilan.Pidana.Anak.................................................34
D. Tinjauan Umum Tentang Konsep.Restorative.Justice...............................37
1) Pengertian.Restorative.Justice..............................................................37
2) Prinsip-Prinsip.Umum Pendekatan Restorative.Justice.......................38

ii
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................42

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak merupakan karunia. .terbesar bagi keluarga, agama, bangsa dan

Negara. Selain. .sebagai. .karunia. .terbesar, .anak juga merupakan makhluk

Tuhan.Yang. Maha.Esa.dan.makhluk sosial, yang sejak dalam kandungan

sampai dilahirkan mempunyai hak atas hidup dan merdeka serta mendapat

perlindungan.baik dari.orang tua, keluarga, masyarakat, Bangsa dan Negara.

Sehingga tidak ada suatu.pihak yang dapat merebut.hak.hidup dan merdeka

tersebut. Hak atas.hidup.dan.hak merdeka tidak dapat dihilangkan ataupun

dilenyapkan begitu saja, tetapi kita harus melindungi. dan memperluas hak

atas hidup dan hak.merdeka.

Hak.asasi.anak dalam Undang-Undang Dasar (UUD) dilindungi di dalam

pasal 28B ayat (2) UUD. 1945.yang berbunyi, “setiap anak berhak atas

perlindungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan

dari kekerasan dan diskriminasi.” 1 selain.hal ini, .Negara juga menjamin hak-

hak anak akan.terpenuhi.melalui Peraturan Perundang-undangan mengenai

perlindungi.anak. Indonesia telah.meratifikasi Konfensi Internasional tentang

Hak-Hak Anak (Convention on the Right of the Child) dengan mengeluarkan

Keputusan.Presiden No. .36 Tahun.1990, Undang-Undang No. .4 Tahun 1979

tentang. kesejahteraan. .anak, .Undang -. Undang. No. .23 . .Tahun . .2002

1)
Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 28B tentang.hak asasi anak.

1
tentang.perlindungan.anak, Undang-Undang No. .3 Tahun 1997.tentang

pengadilan.anak.

Dari.aspek.yuridis pengertian anak dimata hukum.positive Indonesia (ius

constitutum/ius operatum) . diartikan.sebagai orang yang belum dewasa

(person.under.age), orang yang.di bawah.umur atau keadaan di bawah umur

(inferiority) .ataupun kerap.disebut sebagai anak yang di bawah pengawasan

wali (miderjarig.ondervoordij). Pada umumnya, pembatasan umur anak

tersebut relatif identik dengan batas usia pertanggungjawaban.pidana

(criminal liability) .seorang anak yang dapat diajukan ke

hadapan.persidangan.peradilan pidana.anak. .Artinya, .batas umur tersebut

sebagai batas usia minimal yang dikategorikan.sebagai anak. .Akan tetapi,

tersebut bukan.berarti sebagai batas usia.pertanggungjawaban.pidana

(criminal liability) .seorang anak untuk dapat dilakukan

proses.peradilan.dan.penahanan.2

Anak.merupakan manusia biasa, .dimana mereka juga dapat melakukan

perbuatan.dan perbuatan yang terkadang.melanggar.ketentuan.hukum.yang

berlaku.dalam.Negara, .terutama jika perbuatan.yang.dilakukan tersebut

melanggar ketertiban umum, dimana.perbuatan tersebut diancam dengan

ketentuan.hukum.pidana. Maka, .ketentuan hukum akan membawa mereka ke

sistem.peradilan.pidana anak. Anak.- .anak .yang. begitu. polos. akan. suatu

2)
Lilik.Mulyadi. Wajah.Sistem.Peradilan.Pidana.Anak.Indonesia. (Bandung.: PT. Alumni,
2014), hlm. 2.

2
hukum.yang.berlaku dalam .suatu.Negara, sehingga.membuat mereka kadang-

kala. gampang.terseret dan masuk ke dalam.sistem.peradilan.pidana. Selain

itu.ada banyak dari mereka.yang masuk.kedalam proses peradilan pidana.

Dalam.Undang-Undang.sistem. .peradilan. .pidana. .anak yang berhadapan

dengan.hukum (ABH) adalah anak.yang.berkonflik dengan hukum, anak

sebagai.korban.dan anak sebagai.saksi. ABH yang selanjutnya disebut anak

adalah.anak yang .elah berumur 12 (dua belas) tahun, .tetapi belum berumur

18 (delapan belas) tahun.yang.diduga melakukan tindak pidana.3

Anak.sebagai.korban adalah anak yang belum menginjak usia 18 (delapan

belas) tahun.yang mengalami penderitaan.fisik, mental, ataupun kerugian

ekonomi yang disebabkan.oleh.tindak pidana. Anak.sebagai saksi adalah anak

yang belum menginjak usia 18 (delapan belas) .tahun yang.dapat .memberikan

keterangan.guna kepentingan penyidikan, penuntutan serta pemeriksaan di

sidang pengadilan.tentang.suatu perkara pidana yang.didengar, .dilihat

ataupun yang dialaminya sendiri. Hakikatnya, untuk ruang lingkup pengaturan

anak, anak saksi, dan anak korban dalam sistem.peradilan.pidana.anak adalah

keseluruhan proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan

hukum. Dimana dimulai dari tahap penyelidikan hingga dengan tahap

pembimbingan setelah.menjalani.pidana. Dimensi utama dan substansial

disahkannya .Undang-Undang sistem peradilan .pidana .anak.oleh. pembentuk

M. Nasir Jamil. Anak.Bukan.untuk Dihukum. (Jakarta : Sinar Grafika), 2013 hlm 3.


3)

3
Undang-undang, dimana tujuan undang-undangan adalah untuk menjaga

harkat dan martabat anak, dimana anak.berhak.mendapatkan perlindungan

khusus, .terutama perlindungan hukum dalam sistem peradilan. Dengan

demikian, .diharapkan.kepada.penegak hukum yang menangani perkara anak,

mulai dari tingkat penyidikan sampai tingkat persidangan, .untuk mendalami

masalah anak. Agar nantinya anak, setelah perkara yang diputus.anak tersebut

baik.secara fisik dan mental, sehingga siap menghadapi masa depannya secara

lebih baik lagi.4

Dengan perkembangan zaman dengan mendasarkan pada.kovenan

Internasional. .yang.telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia melalui

Keputusan Presiden R.I No. 36 tahun 1990 tentang konvensi anak.

Berdasarkan pada kepentingan tersebut baik bagi anak kemudian muncullah

istilah Restorative Justice (RJ) yang merupakan hal baru dan akhir-akhir ini

dikenal dalam sistem peradilan pidana Indonesia khususnya dalam

penanganan anak yang berkonflik dengan hukum atau ABH.

Restorative Justice.merupakan salah satu cara (alternative) penyelesaian

perkara pidana anak di luar jalur peradilan (konvensional). Adanya RJ, maka

penyelesaian perkara pidana anak yang berkonflik dengan hukum tidak harus

melalui jalur.peradilan. Sehingga dalam perkembangannya kemudian disusun

Rancangan Undang-Undang (RUU) sistem peradilan pidana anak, .yang

didalamnya.menyebutkan bahwa istilah keadilan restorative yang diartikan

sebagai suatu penyelesaian secara adil yang melibatkan.pelaku,

korban, .keluarga dan pihak lain yang terkait secara bersama-sama mencari

penyelesaian..terhadap . tindak pidana .tersebut ...dan ...implikasinya dengan

4)
Lilik.Mulyadi. Op.Cit., hlm 23.

4
menekankan .pemulihan kembali pada keadaan semula bukan pembalasan.

Kasus.tindak pidana yang dilakukan oleh anak yang terjadi di Indonesia terdiri

dari berbagai.macam.tindak pidana. .diantaranya yaitu ; kasus pencurian,

penganiayaan, .kekerasan, .pemerasan disertai dengan.pengancaman,

penggelapan, narkotika dan yang paling memprihatinkan adalah kasus dimana

seorang anak dapat melakukan tindakan.pencabulan dan pembunuhan, yang

mana semua anak yang berkonflik dengan hukum tersebut bernasib sama yaitu

di penjara.

Kasus - kasus tersebut dapat memberikan kita gambaran masih

banyaknya jumlah anak.bermasalah.dengan hukum yang harus menjalani

proses peradilan.pidana. Pada usia yang masih.sangat muda, anak-anak

tersebut.harus mengalami proses hukum atas perkara pidana yang demikian

panjang dan melelahkan. Mulai dari tahap.penyidikan oleh polisi, penuntutan

oleh jaksa, .persidangan yang dilakukan di pengadilan oleh hakim dan

pelaksanaan putusan hakim. Dimana dari tahap penyidikan, aparat hukum

telah diberi kewenangan oleh UU untuk melakukan penahanan. Situasi

penahanan memberikan beban mental, ditambah lagi tekanan psikologis yang

harus.dihadapi oleh anak yang duduk dipersidangan sebagai pesakitan. Proses

penghukuman.yang diberikan kepada anak lewat.sistem peradilan pidana

formal dengan memasukkan anak dalam penjara ternyata tidak.berhasil

menjadikan.anak jera dan.menjadi pribadi yang lebih baik la gi untuk

menunjang proses.tumbuh kembang anak tersebut, dimana penjara justru

sering kali.membuat anak.semakin pintar.dalam melakukan tindak kejahatan.

5
Dizaman yang modern ini, jumlah kasus tindak pidana di tengah

masyarakat semakin meningkat. Dimana perbuatan tindak pidana.tersebut tidak

hanya.dilakukan.oleh pelaku dewasa, tetapi juga.terdapat beberapa.kasus,

dimana perbuatan tersebut dilakukan oleh anak yang menurut UU masih

tergolong dibawah.umur. Sehingga begitu banyaknya anak-anak yang

berhadapan dengan.hukum.menurut.Komisi Perlindungan Anak Indonesia

(KPAI). Dimana dari data KPAI jumlah anak yang berhadapan dengan hukum

dalam lima tahun terakhir mencapai 6.903 orang setiap tahunnya. Setiap tahun

ada 6.903 anak dengan 4.220 anak berakhir di Lembaga Permasyarakatan

(LAPAS) untuk anak dan sisanya ada di LAPAS orang dewasa, di tahanan di

kepolisian dan tempat-tempat lain yang tidak layak untuk anak.5

Hal ini diakibatkan banyaknya putusan pidana terhadap terpidana anak

bermuara kepada putusan pidana penjara. Salah satu contoh kasusnya yaitu

kasus tindak pidana penganiayaan oleh anak dibawah umur atas nama

Muhammad Yoga Fadillah yang diputus oleh hakim Pengadilan Negeri

Tangerang, nomor perkara 54/Pid.Sus.Anak/2020/PN Tng dengan dijatuhi

hukuman pidana penjara selama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan, hal lain juga

dengan nomor perkara 53/Pid.Sus.Anak/2020/PN Tng dengan dijatuhi

hukuman pidana penjara selama 1 (satu) tahun 2 (enam) bulan. Hal ini dapat

membuktikan bahwa masih terdapat pemidanaan anak yang dilakukan oleh

peradilan .yang .menjatuhkan. hukuman .kepada .anak .tidak . .melalui .proses

Pendapat.Hadi Sopeno seperti.dikutip Jaleswari.Pramodhawardani dalam artikelnya, 2020,


5)

“Perlindungan.Hukum Anak”, Jakarta, edisi 721

6
RJ dan dengan menjatuhi hukuman kepada anak akan membawa

dampak negatif. .yang berkepanjangan. Dapat dilihat bahwa kecenderungan

hakim dalam menjatuhkan pidana penjara kepada anak juga dapat

mengindikasikan .bahwa.hakim.mengabaikan realita.bahwa anak.bukan saja

sebagai pelaku. tindak.pidana tetapi juga merupakan korban.

Dimana hal ini juga berlaku tentang pertanggungjawaban pidana kepada

anak, tidak hanya mempertimbangkan keadaan kejiwaannya, namun juga

keadaan fisiknya. Dimana anak belum mempunyai cukup kematangan psikis

untuk.mempertimbangkan keadaan.dan konsekuensi.dari perbuatannya yang

mereka lakukan, sehingga segi fisik anak belum kuat melakukan pekerjaaan

karena. .fisiknya. .masih..lemah. .sehingga..tidak..tepat..bila. .harus

dipertanggungjawabkan atas tindak pidana yang dilakukannya. Kriteria

kesalahan ini juga harus menjadi dasar pertimbangan hakim dalam

menyelesaikan perkara pidana khususnya dalam perkara tindak sistem pidana

anak.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk mengkaji

dan meneliti lebih lanjut mengenai bagaimanakah penerapan restorative

justice.dalam sistem peradilan anak, sehingga timbullah keinginan untuk

melakukan penelitian dengan menguraikan permasalahan ini dalam proposal

penelitian yang berjudul “penerapan Asas Restorative Justice dalam Tindak

Pidana terhadap Anak yang Berhadapan dengan Hukum dalam Sistem

Peradilan Pidana Anak (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Tanggerang

Kelas 1A Khusus)”.

7
B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka timbullah

rumusan masalah, sebagai berikut :

A. Bagaimana.penerapan.asas.restorative justice dalam tindak pidana

terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dalam sistem peradilan

pidana anak di Pengadilan Negeri Tangerang Kelas 1A Khusus ?

B. Apasaja kendala-kendala dalam penerapan.asas.restorative justice dalam

tindak.pidana.terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dalam sistem

peradilan pidana anak di Pengadilan Negeri Tangerang Kelas 1A Khusus ?

C. Tujuan Penelitian
a. Untuk dapat mengetahui penerapan asas restorative justice terhadap anak

yang berhadapan dengan hukum dalam sistem peradilan pidana di

Pengadilan Negeri Tangerang Kelas 1A Khusus.

b. Untuk dapat mengetahui kendala-kendala dalam proses penerapan asas

restorative justice dalam sistem peradilan pidana anak di Pengadilan

Negeri Tangerang Kelas 1A Khusus.

D. Kegunaan Penelitian

a. Secara teoritis

Untuk memperkaya ilmu pengetahuan serta menambah dan melengkapi

perbendaharaan dan koleksi karya ilmiah dan menambah kontribusi

8
pemikiran tentang pelaksanaan asas restorative justice pada proses sistem

peradilan terhadap anak.

b. Secara praktis

1) Sebagai masukan dan pedoman bagi aparat penegak hukum dalam

menentukan langkah-langkah dan kebijakan dalam melaksanakan asas

restorative justice pada sistem peradilan pidana anak.

2) Sebagai informasi bagi masyarakat terhadap jalannya proses

diversi pada sistem peradilan pidana anak.

E. Kerangka Konseptual
1. Anak, Anak Korban Dan Anak Saksi
Anak adalah telah menginjak usia 12 (dua belas) tahun, tetapi belum

menginjak usia 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak

pidana. Kemudian,.anak korban.diartikan.sebagai.anak.yang. belum

menginjak usia 18 (delapan belas) tahun yang mengalami kekerasan fisik,

mental. .dan atau.kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana.

Anak saksi adalah anak yang belum menginjak usia 18 (delapan belas)

tahun yang dapat memberikan keterangan untuk kepentingan penyidikan,

penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara

pidana yang didengar, dilihat, dan ataupun yang dialaminya sendiri.6

2. Penyidik Anak
Penyidik anak.adalah.pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia atau

pejabat lain yang ditunjuk oleh.Kepala Kepolisian Negara Republik

Indonesia in.casu adalah pejabat pegawai.Negeri sipil.7

Undang-Undang.Nomor 23 Tahun.2002.tentang Perlindungan Anak, Pasal 1 ayat (1)


6)

Undang-Undang.Nomor 3 Tahun.1997, tentang.Pengadilan.Anak, Pasal 1 Ke-5.


7)

9
3. Penuntut Umum Anak

Penuntut Umum Anak adalah yang ditetapkan berdasarkan Keputusan

Jaksa Agung atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Jaksa Agung.8

4. Advokat atau Pemberi Bantuan Hukum Lainnya

Advokat.atau pemberi.bantuan hukum lainnya adalah.orang.berprofesi

memberi.jasa hukum, baik didalam maupun diluar pengadilan, yang

memenuhi persyaratan.berdasarkan.ketentuan peraturan perundang-

undangan. (Pasal 1 angka 19.Undang-Undang sistem peradilan pidana

anak, Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang

Advokat).9

5. Hakim Anak

Dari.perspektif.Undang-Undang sistem peradilan pidana anak, hakim anak

memeriksa dan memutus.perkara Anak dengan hakim tunggal, namun

Ketua Pengadilan Negeri dapat .menetapkan pemeriksaan perkara anak

yang diancam dengan pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih atau sulit

pembuktiannya .dilakukan. dengan hakim majelis.10

6. Petugas Kemasyarakatan

1. Pembimbing Kemasyarakatan

Pembimbing kemasyarakatan adalah fungsional penegak hukum yang

melaksanakan penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan,

dan pendampingan terhadap Anak didalam dan diluar proses peradilan

pidana.

8)
Undang-Undang.Nomor 3.Tahun 1997, Ibid, Pasal 1 Ke-6.
9)
Undang-Undang.Nomor.3 Tahun 1997, Ibid, Pasal 1 Ke-13.

10
10)
Undang-Undang.Nomor.3 Tahun 1997, Ibid, Pasal 1 Ke-7.

2. Pekerja Sosial Profesional


Pekerja Sosial Profesional adalah seseorang yang bekerja, baik di

lembaga pemerintah maupun swasta, yang memiliki kompetensi dan

profesi pekerja sosial serta kepedulian dalam pekerjaan sosial yang

diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan atau pengalaman praktik

pekerja sosial untuk melaksanak tugas pelayanan dan penanganan

masalah sosial Anak.

3. Tenaga Kesejahteraan Sosial


Tenaga kesejahteraan Sosial adalah seseorang dididik dan dilatih secara

professional untuk melaksanakan tugas pelayanan dan penanganan

masalah sosial dan atau seseorang yang bekerja, baik di lembaga

pemerintah maupun swasta, yang ruang lingkup kegiatannya dibidang

kesejahteraan sosial Anak.11

7. Organisasi Sosial Kemasyarakatan

1. Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA)


Lembaga Pembinaan Khusus Anak adalah lembaga atau tempat Anak

menjalani masa pidana penjara hingga usia anak mencapai umur 18

(delapan belas) .tahun.

2. Lembaga Penempatan Anak Sementara (LPAS)


Lembaga Penempatan Anak Sementara adalah tempat sementara bagi

Anak selama proses peradilan berlangsung, selama Anak ditahan,

kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial Anak harus tetap.dipenuhi.

11)
Undang-Undang Nomor.3. Tahun 1997, Ibid, Pasal 1 Ke-11.

11
3. Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS)
Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah lembaga atau

tempat pelayanan sosial yang melaksanakan penyelenggaraan

kesejahteraan sosial bagi Anak baik Anak pelaku, Anak korban, dan

Anak saksi.

4. Balai.Pemasyarakatan (BAPAS)
Balai Pemasyarakatan adalah unit pelaksana teknis pemasyarakatan yang

melaksanakan. .tugas. .dan. .fungsi. .penelitian. .kemasyarakatan,

pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan.12

F. Kerangka Teoritis

a) Teori Asosiasi Diferensial (Differential Association)

Menurut Edwin H. Sutherland mengartikan differential association

sebagai.”the contents of patterns presented in association”. Ini tidak

berarti bahwa hanya pergaulan dengan penjahat yang akan

menyebabkan perilaku kriminal, akan tetapi yang terpenting adalah isi

dari proses komunikasi dari orang lain. Kemudian, pada tahun 1947

Edwin H. Sutherland menyajikan versi kedua dari teori Differential

Association yang menekankan pada semua .tingkah laku yang dipelajari,

tidak ada yang diturunkan berdasarkan pewarisan orang tua. Tegasnya,

pola perilaku jahat tidak diwariskan tapi.dipelajari melalui sesuatu

pergaulan.yang akrab ataupun pergaulan bebas.

12)
Undang-Undang Nomor.3.Tahun 1997, Ibid, Pasal 1 Ke-12.

12
b) Teori Kontrol Sosial

Berdasarkan Albert J. Reiss, Jr. ada tiga komponen kontrol sosial

dalam.menjelaskan tentang kenakalan remaja, yaitu :

1) A.lack.of proper internal.controls developed.during childhood

(kurangnya.control.internal yang memadai selama masa.Anak-

anak).

2) A.breakdown of thos. internal.controls (hilangnya kontrol internal).

3) An.absence of or.conflict in social rules provided by.important

social group. (the family, .close other, the.school) (tidak.adanya

norma-norma yang dimaksud dikeluarga, lingkungan dekat,

sekolah).

Selanjutnya, Albert J. Reiss, Jr. membedakan dua.macam kontrol, yaitu

personal.control dan.social control. Personal control adalah

kemampuan.seseorang untuk menahan.diri agar tidak mencapai

kebutuhannya dengan cara melanggar norma-norma yang berlaku di

masyarakat. Sedangkan social control.adalah kemampuan kelompok

sosial atau.lembaga-lembaga di masyarakat melaksanakan norma-norma

atau peraturan menjadi efektif.

c) Teori Labeling

Berdasarkan Howard S. Becker terhadap kajian teori label.menekankan

kepada kedua aspek, .yaitu menjelaskan tentang mengapa

13
dan.bagaimana orang-orang.tertentu diberi cap.atau label dan

pengaruh/efek.dari label sebagai suatu konsekuensi penyimpangan

tingkah.laku.

d) Teori Sub Culture


Berdasarkan Robert K. Merton dan Solomon Kobrin, dimana

melakukan pengujian terhadap.hubungan antara gang jalanan dengan

laki-laki yang.berasal dari komunitas kelas bawah. (lower class). Hasil

pengujiannya.menunjukkan bahwa ada.ikatan antara hierarki politis

dan kejahatan terorganisir.Karena ikatan tersebut begitu kuat sehingga

Kobrin mengacu kepada “Kelompok Pengontrol Tunggal” (single

controlling group) yang.melahirkan konsep .komunitas integrasi.

G. Metode Penelitian
Untuk menciptakan penelitian terarah dan mencapai tujuan dengan jelas,

maka.diperlukan metode.penelitian untuk memecahkan suatu permasalahan.

Dalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan, sebagai berikut :

(1) Pendekatan Masalah

Dimana pendekatan masalah.yang dilakukan.melalui pendekatan

yuridis.sosiologis, disebabkan peneliti berusaha melihat.bagaimana suatu

ketentuan hukum diterapkan, .sedangkan penelitian hukum sosiologis

merupakan penelitian lapangan yaitu penelitian yang didasarkan pada

data primer.atau data.dasar. Data primer.adalah data yang diperoleh

langsung dari masyarakat.sebagai sumber.pertama.13

13)
Soejono.Soekanto. Pengantar Penelitian.Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia. 2020 hlm.21.

14
15
(2) Jenis Data

Untuk.melaksanakan metode penelitian, data diperoleh melalui

data primer dan data sekunder. Jenis data ini dibedakan antara lain :

a. Data.primer adalah.data yang diperoleh secara langsung di lapangan

guna memperoleh data yang berhubungan dengan permasalahan

yang di teliti, dilakukan melalui wawancara dengan Hakim

Pengadilan Negeri Tangerang.

b. Data sekunder yaitu.data yang diperoleh dari atau berasal dari bahan

kepustakaan dan digunakan untuk melengkapi data primer. .Dalam

penelitian ini data akan diperoleh melalui penelitian kepustakaan

terhadap:

1) Bahan hukum.primer adalah bahan hukum yang mempunyai

otoritas, seperti:

1. Undang-Undang Dasar.1945.

2. Kitab.Undang-Undang Hukum Pidana.

3. Kitab.Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

4. Undang-Undang Nomor.11 Tahun 2012 Tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak.

2) Bahan.hukum.sekunder yaitu bahan.yang memberikan.penjelasan

mengenai bahan hukum primer, seperti berbagai literatur, buku-

buku, makalah, .seminar, .penelitian sebelumnya yang berkaitan

dengan permasalahan .diangkat, .artikel atau tulisan yang terdapat

dalam.media massa atau.internet.

16
3) Bahan.hukum.tersier yaitu bahan hukum yang memberikan

petunjuk maupun penjelasan.terhadap bahan hukum primer dan

bahan.hukum sekunder yang terdiri atas:

1. Kamus.hukum.

2. Kamus.bahasa.Indonesia.14

(3) Sumber Data

a. Data Lapangan

Data lapangan diperoleh melalui penelitian lapangan di Pengadilan

Negeri Tangerang.

b. Data Sekunder

Data sekunder tersebut.merupakan bahan-bahan yang didapatkan

melalui penelusuran kepustakaan:

1. Perpustakaan.Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara.

2. Perpustakaan.Universitas Tarumanagara.

3. Perpustakaan.Daerah Tangerang.

4. Perpustakaan.milik pribadi.

Di samping itu juga bahan-bahan yang terdapat dalam multimedia lainnya,

seperti internet.

14)
Zainudin.Ali. Metod. Penelitian.Hukum. . ( JakartaL Sinar Grafika). 2009. hlm 47.

17
4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan di

peroleh dengan cara sebagai berikut :

a. Wawancara.yaitu metode pengumpulan data dengan melakukan

tanya jawab secara lisan.antara pewawanacara dengan responden

atau narasumber. Tipe wawancara yang dilakukan adalah wawancara

semi terstruktur, .artinya membuat daftar pertanyaan, digunakan pula

pertanyaan-pertanyaan.yang.mungkin berkembang dari induk


15
pertanyaan, namun masih berhubungan dengan objek penelitian.

Wawancara.yang akan dilakukan kepada pihak-pihak yang terkait

dengan permasalahan.yang akan diteliti, yaitu pihak Pengadilan

Negeri Tangerang.

b. Studi.dokumen yaitu.merupakan langkah.awal dari setiap penelitian

hukum dilakukan.terhadap.undang-undang yang terkait, .yaitu Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana, .Kitab Undang-Undang Hukum

Acara.Pidana, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang

sistem peradilan pidana anak.

15)
Soejono.Soekanto, Op.Cit, .hlm 21.

18
5. Pengolahan dan Analis Data

a. Pengolahan Data

Data yang.diperoleh, kemudian dilakukan pengolahan .data dengan

cara: Editing, .menyeleksi .dan mengedit data yang erat kaitannya

dengan pemecahan .masalah yang telah .dirumuskan.16

b. Analisis Data

Data yang.telah diperoleh dari penelitian.terkumpul, baik dari

penelitian.pustaka maupun penelitian lapangan, maka data tersebut

akan diolah dengan.menggunakan.analisa kualitatif, yaitu dengan

menguraikan data dalam bentuk.kalimat-kalimat .yang teratur, logis

dan efektif.dalam bentuk skripsi.17

H. Sistematika Penulisan

Dalam sistematiak penulisan dalam proposal penelitian ini, disusun sebagai

berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Pada BAB I.ini berisi latar belakang, rumusan massalah, tujuan dan kegunaan

penelitian, kerangka konseptual, kerangka teori, metode penelitian dan

sistematikan penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada BAB II ini berisi.tentang kajian .yang menerangkan.tentang

perkembangan.terkini tentang topik penelitian dan landasan teori/dasar teori

yang berisi teori/data/informasi yang menjadi dasar identifikasi, penjelasan

dan pembahasan masalah.penelitian.

16)
Bambang Waluyo, 2002, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 73.
17)
Bambang Waluyo, Ibid, hlm 78

19
BAB II

TINJAUAN.PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Tindak.Pidana

1. Pengertian.Tindak.Pidana

Kata tindak.pidana berasal dari.bahasa belanda.yaitu.straafbaa. feit.

Straafbaar.feit berasal.dari dua bentuk.kata yaitu straafbarr. . feit. Straaf

yang berarti. . dihukum.dan feit.dalam bahasa Belanda.diartikan sebagian

dari.kenyataan, .sehingga secara harfiah straafbaar feit berarti sebagian.dari

kenyataan.yang.dapat.dihukum.18

Simons.berpendapat.bahwa straafbaar.feit adalah tindakan melanggar

hukum.yang telah dilakukan.dengan.sengaja ataupun tidak sengaja oleh

seseorang.yang dapat.dipertanggung jawabkan dan oleh undang-undang

telah dinyatakan sebagai.tindakan yang dapat dihukum.

Menurut Evi Hartanti alasan.Simons mengapa straafbaarfeit harus

dirumuskan.seperti di atas karena :

1. Adanya suatu.straafbaarfeit.diisyaratkan bahwa disitu.terdapat suatu

tindakan yang.dilarang ataupun yang diwajibkan dengan undang-undang

dimana pelanggaran.terhadap.larangan atau kewajiban seperti itu telah

dinyatakan.sebagai.tindakan yang dapat dihukum;

18)
Evi.Hartanti. Tindak Pidana Korupsi. Edisi ke-2, Sinar Grafika. Semarang. 2005 hlm 5.

20
2. Agar.suatu tindakan.seperti itu dapat dihukum.maka tindakan itu harus

memenuhi.semua unsur seperti yang dirumuskan dengan undang- undang;

3. Setiap.straafbaarfeit sebagai.pelanggaran terhadap.suatu larangan atau

kewajiban menurut undang-undang itu, pada hakikatnya.merupakan tindakan

melawan.hukum ataupun suatu onrechtmatige.handeling.

Menurut pernyataan Pompe dimana bahwa straafbaarfeith secara

teoritis dapat dirumuskan.sebagai.pelanggaran norma atau gangguan terhadap

tertib hukum.yang dengan sengaja .tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang

pelaku, .penjatuhan hukuman terhadap pelaku itu adalah penting demi

terpeliharanya tertib hukum.dan.terjaminnya kepentingan.umum.

Menurut E. Utrecht dimana menerjemahkan straafbaarfeit dengan

istilah.peristiwa pidana yang sering juga ia sebut delik, karena peristiwa itu

suatu Handelen atau.doen-positive atau suatu melalaikan nalaten-negatif

maupun akibatnya. (keadaan yang ditimbulkan karena perbuatan atau

melalaikan itu). Peristiwa.pidana merupakan suatu peristiwa hukum (rechtsfeit),

yaitu peristiwa.kemasyarakatan yang membawa akibat yang diatur oleh hukum.

Tindakan semua unsur yang disingung oleh suatu ketentuan pidana dijadikan

unsur yang mutlak dari suatu.peristiwa pidana. Hanya sebagian yang dapat

dijadikan unsur-unsur mutlak.suatu tindak pidana. Yaitu perilaku manusia

yang bertentangan dengan .hukum (unsur melawan hukum), oleh sebab itu

dapat dijatuhi suatu hukuman. .dan adanya seorang pembuat dalam arti kata

bartanggung .jawab.

21
a. Prof. Moeljatno S.H

Menurut pernyataan Prof. Moeljatno, SH.perbuatan pidana, yang

didefinisikan beliau sebagai “perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan

hukum larangan.mana disertai ancaman (sanksi) .yang berupa pidana

tertentu, bagi.barang.siapa yang melanggar larangan tersebut. Istilah

perbuata. pidana.lebih tepat dengan alasan.sebagai.berikut :19

1. Perbuatan.yang dilarang adalah perbuatannya. (perbuatan.manusia, yaitu

suatu.kejadian.atau.keadaan.yang ditimbulkan oleh kelakuan orang),

artinya larangan itu ditujukan pada perbuatannya. .Sementara

itu, .ancaman.pidananya ditujukan pada orangnya.

Antara larangan (yang ditujukan pada perbuatan) dengan ancaman pidana

(yang ditujukan pada orangnya), ada hubungan yang erat. Oleh karena

itu, perbuatan (yang berupa keadaan atau kejadian yang ditimbulkan

orang tadi, melanggar larangan) dengan orang yang .menimbulkan

perbuatan.tadi ada.hubungan erat pula. Untuk.menyatakan.adanya

hubungan.yang erat itulah, .maka lebih tepat digunakan.istilah.perbuatan

pidana, suatu.pengertian.abstrak yang.menunjuk pada dua keadaan

konkret, .yaitu pertama, .adanya kejadian tertentu. (perbuatan); dan kedua,

adanya orang.yang berbuat.atau yang menimbulkan.kejadian.

2. Pengertian Korban dan Pelaku Tindak Pidana

Menurut kamus.Crime.Dictionary yang.dikutip seorang ahli.Abdussalam, bahwa

korban.tindak.pidana adalah “orang yang.telah .mendapat .penderitaan .fisik atau

Adami.Chazawi. Pelajaran Hukum Pidana Bagian-1. (JakartaRajaGrafindo Persada). 2010


19)

Hal. 71
22
penderitaan mental, .kerugian harta.benda atau.mengakibatkan mati atas

perbuatan.atau usaha.pelanggaran ringan dilakukan oleh pelaku tindak pidana

dan lainnya”. Disini jelas yang dimaksud. “orang yang mendapat penderitaan

fisik dan seterusnya” .itu adalah korban dari pelanggaran atau tindak pidana.

Berbagai.pengertian korban banyak dikemukakan.oleh para ahli maupun

sumber-sumber lain, sebagai berikut :

a) Korban adalah mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai

akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri

sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan hak asasi

pihak yang dirugikan.

b) Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara

Perlindungan terhadap Korban dan saksi dalam pelanggaran Hak Asasi

Manusia yang Berat, korban adalah orang perseorangan atau kelompok

orang yang yang mengalami penderitaan sebagai akibat pelanggaran hak

asasi manusia yang berat yang memerlukan perlindungan fisik dan mental

dari ancaman, gangguan, teror dan kekerasan pihak manapun.

c) Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan

Saksi dan Korban, korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan

fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu

tindak pidana.

Pelaku.tindak .adalah orang yang melakukan.sendiri perbuatan yang

memenuhi perumusan.delik.dan. .dipandang paling.bertanggungjawab atas

kejahatan. Kedudukan pelaku (pleger) .dalam Pasal 55 KUHP, .janggal karena

pelaku.bertangggungjawab atas perbuatannya. (pelaku tunggal) dapat dipahami:

23
a.Pasal 55.menyebut.siapa-siapa yang disebut.sebagai pembuat, jadi

pleger.masuk.didalamnya.

b.Mereka.yang bertanggung.jawab adalah yang.berkedudukan sebagai

pembuat.

3. Unsur - Unsur Tindak.Pidana

a. Unsur .Subjektif

1) Kesengajaan.atau kealpaan. (dolus. . Culpa)

Kesengajaan.dalam hukum.pidana..merupakan bagian dari kesalahan.

Kesengajaan.pelaku.mempunyai hubungan.kejiwaan yang lebih erat

terhadap suatu tindakan. (yang terlarang) dibanding.dengan kealpaan

(culpa). .Karenanya ancaman.pidana pada suatu.delik jauh.lebih berat,

apabila adanya.kesenggajaan daripada dengan.kealpaan. .Bahkan

ada.beberapa tindakan.tertentu, jika dilakukan.dengan kealpaan, .tidak

merupakan tindakan pidana, yang pada hal jika dilakukan dengan

sengaja, .merupakan suatu.kejahatan seperti misalnya penggelapan.

(Pasal 372 KUHP). Merusak.barang-barang. (Pasal 406 KUHP) dan

.lain.sebagainya. Kealpaan, .seperti juga.kesengajaan adalah salah satu

bentuk.dari.kesalahan. Kealpaan adalah.bentuk yang lebih

rendah.derajatnya dari.pada.kesengajaan. Akan.tetapi.dapat pula

dikatakan.bahwa kealpaan itu adalah.kebalikan

dari.kesengajaan, .karena jika bila mana dalam kesengajaan, sesuatu

akibat.yang timbul itudikehendaki, .walaupun pelaku dapat

memperaktikkan sebelumnya..Di.sinilah juga letak salah.satu

kesukaran.untuk membedakan.antara kesengajaan.bersyarat dengan

24
kealpaan bera.

25
2) Voornemen.pada suatu.percobaan atau pogging.seperti yang dimaksud

dalam.Pasal .ayat 1 KUHP.

3) oogmerk seperti yang terdapat misalnya di.dalam.kejahatan-kejahatan

pencurian, .penipuan, .pemerasan, pemalsuan.dan lain-lain.

4) Merencanakan.terlebih.dahulu atau.voorbedachte.raad seperti yang

terdapat.di dalam kejahatan.pembunuhan.menurut Pasal 340 KUHP.

5) Perasaan.takut.yang.antara.lain.terdapat.di dalam rumusan tindak

pidana.menurut.Pasal.308 KUHP.

b. Unsur.Objektif

1) Sifat.melawan.hukum;

2)Kualitas.dari.pelaku, misalnya seorang.pegawai negeri.sipil.melakukan

kejahatan yang.diatur dalam pasal 415.KUHP;

3) Kausalitas, .yaitu.hubungan antara suatu.tindakan sebagai penyebab

dengan.kenyataan.sebagai akibat.20

B. Tinjauan Umum Tentang Anak

1. Pengertian Anak dan Anak Nakal

Dimana anak.adalah.karunia Tuhan Yang.Maha Esa, yang harus dijaga

karena dalam dirinya.melekat harkat, martabat.dan hak-hak sebagai manusia yang

harus dijunjung tinggi. Anak merupakan.masa depan.bangsa dan.generasi penerus

cita-cita bangsa, .sehingga.setiap anak berhak atas kelangsungan.hidup, .tumbuh,

dan berkembang, .berpartisipasi serta.berhak atas.perlindungan dari tindak

kekerasan.dan diskriminasi.serta hak sipil dan hak kebebasan.21

20)
.Hartanti. Tindak Pidana Korupsi Edisi Ke-2, Jakarta, sinar grafika. 2008. Hlm .7

21)
Poerwadarminta.WJS, Op.Cit. hlm.11.

26
Dimana pengertian. anak secara khusus dapat diartikan menurut Undang-

Undang Nomor 23 .Tahun 2002 tentang. Perlindungan anak Pasal 1 ayat (1),

bahwa dimaksud. dengan .anak adalah seseorang yang belum. berusia 18 (delapan

belas) .tahun, termasuk. anak yang masih dalam kandungan. Anak sebagai

generasi penerus dan .masa depan bangsa perlu dipersiapkan sejak dini melalui

pemenuhan hak-haknya yakni hak.untuk hidup, tumbuh.berkembang dan

berpartisipasi.secara.wajar sesuai harkat dan.martabat.kemanusiaan, serta

mendapat.perlindungan.dari kekerasan dan.diskriminasi.

Pengertian anak menurut beberapa peraturan.perundang-undangan.adalah

sebagai berikut :

a. Kitab.Undang-Undang.Hukum.Pidana

Pengertian.kedudukan.ana. dalam hukum pidana diletakkan dalam

pengertian.seorang.anak yang belum dewasa, sebagai.orang yang mempunyai

hak-hak.khusus dan perlu.mendapatkan perlindungan menurut ketentuan

hukum yang berlaku. .Pengertian anak dalam.hukum pidan. menimbulkan

aspek hukum positif terhadap.proses.normalisasi.anak dari.perilaku

menyimpang untuk membentuk kepribadian dan tanggung jawab.yang.pada

akhirnya anak tersebut berhak.atas.kesejahteraan.yang layak.

b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Anak.menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan.Anak.terdapat dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal.1 ngka 1

menyebutkan bahwa “ Anak.adalah seseorang yang belum.berusia.18 (delapan

belas) tahun, .termasuk anak .masih dalam.kandungan”.

26
c.Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Menurut UU Nomor 11 Tahun 2012, Anak yang menjadi korban tindak pidana

anak yang selanjutnya disebut.sebagai.anak korban adalah anak yang belum

berusia 18 (delapan.belas) .tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental,dan/atau

kerugian. . yang disebabkan.oleh tindak pidana.

d. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,

terdapat dalam Bab.I Ketentuan Umum Pasal 1.angka 5.menyebutkan “anak

adalah.setiap manusia.yang berusia 18 (delapan belas) tahun dan belum

menikah, termasuk anak.yang masih dalam. apabila hal tersebut adalah demi

kepentingannya”.

e. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak

terdapat dalam Bab.I Ketentuan Umum Pasal 1 angka 2 menyebutkan “anak

adalah.seseorang yang belum mencapat usia 21 (dua puluh satu) tahun dan

belum pernah kawin.

Pengertian.Anak Nakal.menurut Pasal I ayat (2) Undang-Undang Nomor 3

Tahun 1997 adalah :

a. Anak.yang.melakukan tindak pidana.

b. Anak.yang.melakukan perbuatan yang dinyatakan.terlarang.bagi anak

baik menurut.Undang-Undang maupun menurut. . hakim lain yang hidup

dan berlaku.dalam.masyarakat .bersangkutan.

27
2. Hak.dan. . Anak

Hak.anak merupakan dari hak asasi manusia yang wajib dijamin,

dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan

negara. Setiap anak.berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan secara fisik

maupun mental dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan. Menurut Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2002.tentang perlindungan anak, hak-hak anak diatur

dalam 4 sampai Pasal 18, dan pada Pasal 19 telah diatur tentang kewajiban anak.

Hak-hak anak.dalam proses peradilan pidana merupakan suatu hasil interaksi yang

saling terkait dan mempengaruhi dengan yang lainnya. Aspek mental,fisik,sosial,

.ekonomi merupakan faktor yang harus ikut diperhatikan dalam

pengembangan.hak-hak. Untuk mendapatkan suatu keadilan diperlukan adanya

keseimbangan antara hak dan kewajiban. Demikian juga halnya dengan

pelaksanaan hak.dan kewajiban bagi anak.yang.menjadi.korban dari.tindak pidana

perlu mendapatkan bantuan dan perlindungan hukum agar tercapai suatur keadilan

yang diharapkan.22

Pembahasan tentang hak dan kewajiban anak dalam.Undang-undang

Perlindungan.Anak Nomor.23 tahun 2002.terdapat pada Bab III, dari pasal 4

sampai pasal 19. Hak.anak dalam UU tersebut meliputi :

1. Setiap.anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan

berpartisipasi secara wajar sesuai.dengan.harkat dan martabat

kemanusiaan, .serta mendapat perlindungan.dari.kekerasan dan.diskriminasi

(Pasal 4).

2. Setiap anak berhak.atas suatu.nama sebagai identitas diri dan status

kewarganegaraan. (Pasal.5).

28
www.alumniuntag2012.blogspot.com, Hak dan kewajiban korban, diakses pada 25 April 2017,
22)

pukul 15.00 WIB

29
3. Setiap. . berhak untuk beribadah menurut agamanya, .berpikir, .dan

berekspresi sesuai dengan.tingkat.kecerdasan dan usianya, dalam.bimbingan

orang.tua (Pasal.6).

4. (1) .Setiap.anak.berhak untuk mengetahui orang.tuanya, .dibesarkan, dan

diasuh.oleh .tuanya.sendiri.

(2) .Dalam.hal.karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin

tumbuh kembang anak, atau.anak.dalam.keadaan terlantar maka anak

tersebut berhak.diasuh.atau.diangkat sebagai anak asuh atau anak.angkat

oleh orang.lain.sesuai.dengan ketentuan peraturan.perundang-undangan

yang berlaku. (Pasal.7).

5. Setiap.anak.berhak.memperoleh pelayanan kesehatan.dan.jaminan.sosial

sesuai dengan.kebutuhan.fisik, mental, .spiritual.dan sosial (Pasal.8).

6. (1) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam

rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan

minat dan bakatnya.

(2) .Selain hak.anak sebagaimana dimaksud.dalam ayat. (1), khusus bagi

anak yang.menyandang.cacat juga berhak memperoleh.pendidikan luar

biasa, .sedangkan bagi anak.yang memiliki.keunggulan .berhak

mendapatkan.pendidikan khusus. (Pasal.9).

(3).Setiap.anak.berhak menyatakan dan

didengar.pendapatnya, .menerima, mencari.dan.memberikan informasi

sesuai.dengan.tingkat kecerdasan.dan usianya.demi pengembangan

dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan (Pasal 10).

7. Setiap anak.berhak untu. .beristirahat dan.memanfaatkan waktu luang,

bergaul.dengan.anak yang sebaya, .bermain, berekreasi, dan.berkreasi sesuai


30
dengan.minat, bakat.dan tingkat kecerdasannya.demi pengembangan.diri

(Pasal.11).

8. Setiap.anak.yang.menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi,

bantuan sosial.dan pemeliharaan taraf.kesejahteraan.sosial (Pasal.12).

9. .Setiap.anak.selama dalam pengasuhan orang tua, .wali, .atau pihak.lain

mana pun.yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat

perlindungan.dari.perlakuan :

a. Diskriminasi;

b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;

c. Penelantaran;

d. Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;

e. Ketidakadilan; dan

10. Dalam.hal.orang tua, wali atau pengasuh.anak.melakukan segala.bentuk

perlakuan.sebagaimana.dimaksud dalam ayat. (1), .maka pelaku.dikenakan

pemberatan.hukuman. (Pasal.13).

11. Setiap.anak.berhak.untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, .kecuali.jika

ada alasan.dan aturan.hukum yang sah menunjukkan.bahwa.pemisahan itu

adalah.demi.kepentingan terbaik bagi anak dan.merupakan.pertimbangan

terakhir. (Pasal.14).

12. Setiap.anak.berhak.untuk.memperoleh perlindungan.dari :

a. Penyalahgunaan.dalam.kegiatan.politik;

b. Pelibatan.dalam.sengketa.bersenjata;

c. Pelibatan.dalam.kerusuhan.sosial;

d. Pelibatan.dalam.peristiwa yang mengandung unsur.kekerasan;

e. Pelibatan.dalam.peperangan (Pasal.15).

31
13. (1) Setiap.anak berhak memperoleh.perlindungan dari sasaran

penganiayaan, .penyiksaan, .atau penjatuhan hukuman yang.tidak

manusiawi.

(2) Setiap.anak.berhak.untuk memperoleh kebebasan.sesuai.dengan.hukum.

(3) Penangkapan, .penahanan, atau tindak.pidana .anak hanya dilakukan

apabila sesuai.dengan hukum .berlaku dan hanya dapat dilakukan.sebagai

upaya.terakhir. (Pasal.16).

14. (1) .Setiap.anak.yang dirampas kebebasannya.berhak.untuk :

a. Mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya

dipisahkan dari.orang.dewasa;

b. Memperoleh.bantuan.hukum atau bantuan lainnya secara.efektif dalam

setiap.tahapan upaya.hukum.yang berlaku ;

c. Membela.diri.dan/atau memperoleh keadilan di depan.pengadilan.anak

yang objektif.dan tidak memihak dalam sidang.tertutup untuk.umum

(Pasal.17).

(2) Setiap.anak.yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang

berhadapan.dengan.hukum.berhak dirahasiakan (Pasal.17).

15. Setiap.anak.yang menjadi korban .pelaku tindak pidana berhak

mendapatkan.bantuan hukum dan bantuan lainnya. (Pasal.18).

16. Setiap.anak.berkewajiban untuk :

a. Menghormati.orang.tua, wali, dan guru;

b. Mencintai.keluarga, .masyarakat .dan menyayangi teman;

c. Mencintai.tanah air, bangsa dan negara;

d. Menunaikan.ibadah.sesuai dengan.ajaran agamanya dan

e. Melaksanakan.etika.dan akhlak yang.mulia. (Pasal.19)

32
C. Tinjauan.Umum Tentang Tujuan Sistem Peradilan. Anak

1. Pengertian.Sistem.Peradilan Pidana.Anak

Sistem.peradilan.pidana anak adalah keseluruhan.proses.penyelesaian

perkara.anak.yang berhadapan dengan hukum, mulai

dari.tahap.penyelidikan sampai.dengan.tahap pembimbingan setelah

menjalani.pidana. Hal.ini.diatur dalam Pasal 1.angka 1 Undang-

Undang.Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Peradilan pidana anak masih dibawah ruang lingkup.peradilan umum.

.Secara intern dilingkungan. peradilan .umum dapat ditunjuk hakim yang

khusus .yang. mengadili .perkara-perkara .pidana .anak.

Istilah. sistem peradilan pidana anak merupakan terjemahan.dari

istilah The.Juvenile.Justice System, yaitu suatu istilah yang .digunakan.

dalam .sejumlah institusi .yang tergabung. dalam pengadilan, yang meliputi

polisi, . jaksa .penuntut umum .dan .penasehat hukum, lembaga

.pengawasan, pusat-pusat.penahanan anak, dan. fasilitas .pembinaan

anak. .Dalam kata sistem peradilan pidana anak, terdapat istilah

“sistem.peradilan pidana” dan istilah anak. Kata “anak” .dalam frasa

“peradilan.pidana.anak” mesti dicantumkan karena untuk

membedakan.dengan sistem peradilan.pidana.dewasa.

Peradilan.pidana anak. .melibatkan anak dalam proses hukum sebagai

subyek tindak .pidana dengan tidak mengabaikan masa. depan .anak

tersebut, . dan menegakkan .wibawa hukum sebagai. pengayom, pelindung

serta. menciptakan iklim .yang tertib untuk memperoleh. keadilan.

Perlakuan yang harus .diterapkan oleh .aparat penegak .hukum harus

33
menempatkan anak pada. kedudukan khusus dengan .memperhatikan

.kepentingan terbaik bagi anak khususnya secara biologis, psikologis. dan.

sosial anak.

2. .Tujuan Sistem. Peradilan Pidana. Anak

Gordon. .Bazemore menyatakan .bahwa tujuan sistem peradilan.

pidana anak (SPPA) .berbeda-beda, tergantung pada .paradigma. sistem

.peradilan. pidana anak .yang dianut. Terdapat tiga paradigma .peradilan

anak .yang terkanal, .yakni paradigma. pembinaan individual, . paradigma

retributif, dan .paradigma restoratif.

a. Tujuan SPPA dengan Paradigma Pembinaan Individual

Pada .tujuan .dengan paradigma pembinaan .individual yang

dipentingkan .adalah .penekanan pada permasalahan yang. dihadapi

pelaku, .bukan .pada perbuatan/kerugian yang .diakibatkan. Penjatuhan

sanksi dalam .sistem peradilan pidana anak. dengan .paradigma

.pembinaan .individual, adalah tidak relevan, insidental dan secara umum

tidak layak. .Pencapaian. tujuan sanksi ditonjolkan .pada. indikator. hal-hal

yang. berhubungan .dengan apakah pelaku perlu diidentifikasi. Fokus

utama .untuk .pengidentifikasi pelaku dan pengembangan pendekatan

positif untuk .mengoreksi .masalah. Menurut. sistem peradilan pidana anak

dengan .paradigma .pembinaan individual, maka segi perlindungan

masyarakat. secara. langsung bukan bagian dari fungsi peradilan anak.

b. Tujuan .SPPA. dengan .Paradigma .Retributif

Pada .tujuan dengan paradigma retributif .penjatuhan sanksi

tercapai. dilihat. dengan kenyataan .apakah pelaku. telah dijatuhi pidana

dan dengan .pemidanaan yang tepat, . pasti, .setimpal serta adil. Bentuk

34
pemidanaan .berupa penyekapan, .pengawasan. elektronik, . sanksi punitif,

denda .berupa .uang. Untuk .menciptakan perlindungan. masyarakat

dilakukan. dengan .pengawasan sebagai strategi terbaik. . Keberhasilan

perlindungan. masyarakat .dengan dilihat pada keadaan apakah pelaku

telah ditahan, .apakah .residivis berkurang dengan pencegahan. atau

penahanan.

c. Tujuan .SPPA. dengan Paradigma. Restoratif

Di .dalam mencapai tujuan penjatuhan sanksi, .maka diikutsertakan

korban untuk .berhak aktif terlibat dalam proses. peradilan. Indikator

pencapaian tujuan .penjatuhan sanksi tercapai dengan .dilihat pada. apakah

korban .telah direstorasi, kepuasan. korban, besar ganti rugi, kesadaran

pelaku .atas perbuatannya, jumlah .kesepakatan perbaikan yang dibuat,

kualitas pelayanan kerja dan keseluruhan proses yang terjadi. Bentuk-

bentuk sanksi. yaitu restitusi, .mediasi pelaku korban, . pelayanan korban,

restorasi masyarakat, .pelayanan langsung pada .korban .atau denda

.restoratif.

.Peradilan .pidana anak bertujuan memberikan yang paling baik

bagi anak, tanpa mengorbankan .kepentingan masyarakat dan penegakan

keadilan. Peradilan. pidana anak bertugas dan .berwenang .memeriksa,

memutus .dan .menyelesaikan perkara anak sebagaimana diatur dalam

peraturan .perundang-undangan yang .berlaku. Peradilan anak

diselenggarakan .dengan. tujuan untuk mendidik kembali danv

memperbaiki. sikap .dan perilaku anak, .sehingga ia. dapat. meninggalkan

perilaku .buruknya yang selama ini telah dilakukannya. Perlindungan anak

yang diusahakan dengan .memberikan. bimbingan dan .pendidikan. dalam

35
rangka. rehabilitas. dan resosialisasi menjadi landasan. peradilan. Pidana.

36
Peradilan .tidak hanya. mengutamakan penjatuhan.pidana saja, .melainkan

juga perlindungan .bagi masa. depan anak, merupakan .sasaran yang. dicapai oleh

Peradilan .pidana anak. . Filsafat peradilan pidana anak adalah untuk

mewujudkan .kesejahteraan anak, sehingga terdapat hubungan .yang erat .antara

Peradilan .Pidana. Anak dengan Undang-undang Nomor. 4 Tahun 1979. tentang

Kesejahteraan. Anak.

Peradilan. pidana .anak hendaknya memberi pengayoman, .bimbingan,

pendidikan .melalui putusan. yang dijatuhkan. Aspek .perlindungan anak dalam

Peradilan. Pidana Anak ditinjau. dari segi psikologis .yang bertujuan. agar anak

terhindar .dari kekerasan, ketelantaran, .penganiayaan, tertekan, .perlakuan .tidak

senonoh .dan kecemasan. .Untuk mewujudkan hal tersebut. perlu adanya. hukum

yang .melandasi, menjadi pedoman .dan sarana .tercapainya .kesejahteraan dan

kepastian .hukum guna menjamin perlakuan. maupun tindakan yang diambil

terhadap. anak.

D. Tinjauan. Umum .Konsep Restorative .Justice

1. Pengertian .Restorative. Justice

a. Tony .Marshall

Menyatakan. bahwa restorative justice adalah. sebuah proses. dimana

semua .pihak .yang berkepentingan terhadap suatu tindak pidana tertentu

turut terlibat .untuk .bersama-sama mencari .pemecahan dan. sekaligus

mencari .penyelesaian .dalam mengahadapi. kejadian setalah. timbulnya

tindak pidana. tersebut serta bagaimana mengatasi implikasinya dimasa

datang.

37
b. .Umbreit

Menjelaskan. bahwa keadilan .restorative adalah sebuah tanggapan

terhadap .tindak pidana yang. berpusatkan pada korban, . pelaku. tindak

pidana, .keluarga-keluarga. mereka dan para perwakilan dari .masyarakat

untuk .menangani .kerusakan dan kerugian yang. diakibatkan. oleh tindak

pidana.

c. Sarre

Keadilan .restorative adalah berkaitan dengan .bagaimana membangun

kembali .hubungan. setelah terjadi tindak pidana, bukannya. membangun

tembok. pemisah antara para pelaku tindak .pidana .dengan .masyarakat

mereka. yang .merupakan hallmark (tanda/karakteristik) .dari sistem

peradila.n pidana .modern.

d. Undang.-.Undang

Dalam .Undang-undang Nomor 11. Tahun 2012 Pasal 1 ayat 6 dijelaskan

bahwa. keadilan. restorative adalah penyelesaian .perkara tindak. pidana

dengan melibatkan, .korban, keluarga .pelaku/korban, dam pihak.lain yang

terkait untuk .bersama-sama. mencari penyelesaian .yang adil dengan

menekankan .pemulihan kembali .pada keadaan semula, dan. bukan

pembalasan.

2. Prinsip-Prinsip .Umum Pendekatan .Restorative

Beberapa prinsip-prinsip yang .berlaku secara universal .yang melekat

dalam. konsep pendekatan .restoratif dalam menyelesaikan. tindak pidana

antara lain :

38
a. Prinsip. Penyelesaian yang .Adil (Due Process)

Dalam .setiap sistem peradilan pidana. di seluruh. negara, .kepada

tersangka. selalu diberikan hak. untuk mengetahui. terlebih dahulu

tentang .prosedural-prosedural perlindungan .tertentu ketika .dihadapkan

pada penuntutan .atau penghukuman. Proses .peradilan (Due .Process)

haruslah .dianggap sebagai bentuk .perlindungan untuk .memberi

keseimbangan .bagi kekuasaan negara. untuk menahan, . menuntut, . dan

melaksanakan. hukuman dari suatu .putusan. penghukuman.

Diantara. proteksi-proteksi .yang .diidentifikasi yang. telah diterima

secara internasional .dan termasuk sebagai. gagasan .Due Process.

adalah hak untuk .diduga tak .bersalah (presumption .of innocence) .dan

hak untuk .mendapatkan .persidangan yang adil (fair) serta. hak untuk

mendapatkan .bantuan. penasihat .hukum.

Dalam .penyelesaian. restorative batas proses formal .selalu

diberikan .bagi .tersangka setiap saat, baik selama. dan. setelah

.restorative agak hak tersangka .mendapatkan .pengadilan yang fair tetap

terjaga. Namun demikian jika tersangka. diharuskan untuk .melepaskan

haknya dan .memilih. untuk berpartisipasi dalam sebuah proses restoratif

maka kepada tersangka .harus .diberi tahu implikasi .keputusannya

memilih intervensi .restoratif. .Sebaliknya bila dalam putusan

penyelesaian .melalui restoratif pelaku. tidak dapat .memenuhi putusan

karena dianggap .mengurangi hak. atau membebani .tersangka terlalu

berat maka kepada .pelaku diberi


39
perlindungan tambahan, tersangka dapat. diperbolehkan .untuk

melakukan .banding terhadap. perjanjian apapun. yang. dicapai. dalam

proses .restorative berdasarkan alasan tidak bersalah.

b. Perlindungan .yang. setara

Dalam .proses .penyelesaian tindak pidana. melalui .pendekatan

restoratif keadilan .harus timbul dari suatu .proses. saling memahami

akan makna .dan tujuan .keadilan itu, tanpa memandang. suku, .jenis

kelamin, agama, . asal bangsa dan .kedudukan. sosial lainnya.

Terdapat. keraguan tentang. kemampuan .sistem pendekatan

restoratif dalam .penyelesaian suatu masalah dan memberikan . “rasa

keadilan” diantara .para partisipan .yang berbeda-beda, karena dapat saja

salah satu pihak mempunyai kelebihan kekuatan ekonomi, intelektual,

politik .atau bahkan fisik. Sehingga .akan terjadi .suatu ketidaksetaraan

diantara. para pihak yang .berpartisipasi dalam. suatu proses. restorative.

Menurut Wright, ada tiga cara untuk mengkompensasi

ketidaksetaraan yang dapat diimplementasikan. Pertama, mediator dapat

mendukung pihak yang lemah dalam proses restoratif. Misalnya,

mediator dapat membantu partisipan yang kurang pandai berbicara

mengungkapkan perasaan, pikiran dan emosi. Kedua, penasihat hukum

dapat memberi nasihat para pihak yang mempunyai daya tawar menawar

lemah untuk tidak menerima suatu perjanjian yang tidak setara atau yang

40
dihasilkan. dengan cara. yang tidak fair. Ketiga, .kasus-kasus. tertentu

bisa ditolak.

Maxwell. dan Marrison .menunjukkan bahwa .proses restoratif

mempunyai .potensi untuk .menjadi lebih. responsif terhadap keragaman

kultural dalam memberikan keadilan. dibandingkan sistem peradilan

pidana pada .umumnya.

c. Hak-Hak .Korban

Dalam .penyelesaian suatu .masalah melalui. pendekatan .restoratif,

hak-hak korban. perlu mendapat .perhatian karena korban .adalah pihak

yang berkepentingan .yang seharusnya .mempunyai kedudukan (hukum)

dalam proses .penyelesaiannya. Pada .sistem peradilan pidana .pada

umumnya .ditenggarai bahwa korban. tidak menerima .perlindungan

yang setara. dari pemegang wewenang .sistem peradilan .pidana,

sehingga kepentingan. yang hakiki dari korban .sering terabaikan .dan

kalaupun. ini ada hanya sekedar pemenuhan. sistem administrasi. atau

manajemen. peradilan .pidana.

Rowland .berpendapat bahwa .kepentingan-kepentingan. korban

sering .bersimpangan dengan .kepentingan-kepentingan. negara. Para

pendukung. terhadap konsep perlindungan. bagi hak-hak. korban .juga

berpandangan .adalah. tidak adil. bagi korban bila negara .lebih

mengindahkan. kebutuhan-kebutuhan .material, psikologi, hukum, .bagi

pelaku. sementara negara tidak .memberikan tanggung .jawabnya .atas

kehidupan. yang layak. bagi .korban.

41
d. .Proposionalitas

Gagasan .fairness di dalam sistem. restoratif .didasarkan .pada

konsensus .persetujuan yang memberikan alternatif .dalam menyelesaikan

masalah sedangkan. pengertian proporsionalitas adalah .berkaitan dengan

lingkup. kesamaan .sanksi-sanksi penderitaan yang .harus dikarenakan

pada pelanggar .yang melakukan pelanggaran. Dalam peradilan. pidana

pada .umumnya, proporsionalitas dianggap. telah terpenuhi bila telah

memenuhi suatu perasaan keadilan .retributif (keseimbangan timbal balik

antara punish dan reward). .Sedangkan dalam .pendekatan vrestoratif dapat

memberlakukan sanksi-sanksi yang tidak .sebanding tehadap pelanggar

yang melakukan .pelanggaran yang sama. .Beberapa korban mungkin

hanya menginnginkan. suatu permintaan yang bersahaja, .sementara

korban korban .lainnya .mungkin mengharapkan restorasi. penuh dari

pelanggar.

e. Praduga Tak Bersalah

Dalam. peradilan pidana pada umumnya, . negara memiliki beban

pembuktian untuk membuktikan kesalahan tersangka. Sejak dan sampai

beban pembuktian ini .dilakukan, tersangka harus dianggap tidak bersalah.

Berbeda halnya dalam proses restoratif, yang mensyaratkan suatu

pengakuan .bersalah merupakan syarat dapat dilanjutkannya lingkaran

penyelesaian.

Dalam .proses-proses restoratif, hak-hak tersangka mengenai

praduga tak bersalah dapat dikompromikan dengan cara, yaitu tersangka

memiliki .hak untuk .melakukan .terminasi .proses. restoratif .dan menolak


42
proses pengakuan .bahwa ia bersalah, .dan selanjutnya memilih opsi

proses formal di mana kesalahan harus dibuktikan, atau tersangka dapat

memperoleh hak .untuk banding ke .pengadilan dan semua .perjanjian

yang disepakati .dalam proses restoratif .dinyatakan tidak .mempunyai

kekuatan. mengikat.

f. Hak Bantuan. Konsultasi atau .Penasihat. Hukum

Dalam proses restorative, .advokat atau penasihat hukum memiliki

peran yang sangat strategis untuk membangun. kemampuan pelanggar

dalam melindungi .haknya vis a vis bantuan penasihat hukum. Dalam

semua tahapan .proses informal .yang restoratif, tersangka. dapat diberi

informasi melalui. bantuan penasihat .hukum mengenai. hak dan

kewajibannya .yang dapat dipergunakan sebagai pertimbangan .dalam

membuat. keputusan.

Namun. demikian, sekali .tersangka memilih untuk berpartisipasi

dalam sebuah proses restoratif, ia seharusnya bertindak .dan berbicara atas

namanya sendiri. .Posisi-posisi .mereka yang mengizinkan .pengacara

mewakili. partiaipan-partisipan dalam. semua titik tahapan. selama proses

restoratif, .akan menghancurkan banyak .manfaat yang diharapkan .dari

“perjumpaan”(encounter),seperti komunikasi langsung dan. pengungkapan

perasaan. dan .pembuatan. keputusan kolektif .proaktif.

43
DAFTAR.PUSTAKA

Buku

Adami.Chazawi, 2010, Pelajaran Hukum.Pidana.Bagian 1, RajaGrafindo Persada,

Jakarta

Andi.Hamzah, 1994, Asas-Asas.Hukum.Pidana, Rineka Cipta, Jakarta

Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar.Metode Penelitian.Hukum, PT Raja


Grafindo, Jakarta
Bambang Waluyo, 2002, Penelitian.Hukum Dalam.Praktek, Sinar Grafika, Jakarta

Darwan.Prinst, 1997, Hukum Anak. Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Jakarta

Dwidja Priyatno, 2009, .Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, Refika


Aditama, Bandung
Emaliana.Krisnawati, 2005, Aspek Hukum.Perlindungan.Anak, CV Utomo, Bandung

Evi.Hartanti, 2005, Tindak.Pidana.Korupsi, Ed kedua, Sinar Grafika, Semarang

Irzal .Rias, 2009, Bahan Kuliah Delik-Delik Dalam KUHP, Padang: Bagian Pidana
Fakultas.Hukum Universitas Andalas
Lilik Mulyadi, 2014, Wajah.Sistem.Peradilan Pidana Anak Indonesia, PT. Alumni,

Bandung

Marlina, 2009, Peradilan.Pidana Anak d Indonesia: .Pengembangan.Konsep Diversi


dan.Restorative Justice, Bandung: PT Refika.Aditama
M. .Nasir Jamil, 2013, Anak Bukan.untuk.Dihukum, Sinar Grafika, Jakarta

Hadi.Sopeno , 2009, “Perlindungan.Huku. Anak”, Jakarta

42
Soejono.Soekanto, 2010, Pengantar.Penelitian.Hukum, Universitas.Indonesia,

Jakarta,

Sri.Widowati.Wiratmo Soekito, 1983, Anak.dan.Wanita dalam.Hukum. .LP3ES,

Jakarta

Zainudin.Ali, 2009, Metode.Penelitian.Hukum, Jakarta, .Sinar.Grafika

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar.Negara Republik.Indonesia.Tahun 1945

Undang-Undang.Hukum.Pidana

Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Undang-Undang Nomor.11 Tahun 2012 tentang Sistem.Peradilan.Pidana.Anak

Undang-Undang Nomor.23 Tahun 2002 Tentang.Perlindungan.Anak

Undang-Undang Nomor.3 Tahun 1997 Tentang.Pengadilan.Anak

Undang-Undang Nomor.39 Tahun 1999 tentang Hak.Asasi.Manusia

Sumber.Lainnya

www.alumniuntag2012.blogspot.com,

Sofia-psy.staff.ugm.ac.id/files/remaja_dan_permasalahannya.doc

file://PenerapanRestorativeJusticedalamSistemPeradilanPidanaAnakdiIndonesia.html
, Peradilan Pidana Anak di Indonesia

www.kpai.go.id/artikel/menuju-restorative-justice-dalam-sistem-peradilan-anak/

www.hukumonline.com/.../pendekatan-irestorative-justice-i-dalam-sistem-pidana-
indonesia

43

Anda mungkin juga menyukai