Anda di halaman 1dari 3

Lapindo Brantas Inc.

melakukan pengeboran gas melalui perusahaan kontraktor


pengeboran PT. Medici Citra Nusantara yang merupakan perusahaan afiliasi Bakrie Group.
Kontrak itu diperoleh Medici dengan tender dari Lapindo Brantas Inc. senilai US$ 24
juta.Namun dalam hal perijinannya telah terjadi kesimpangsiuran prosedur dimana
ada beberapa tingkatan ijin yang dimiliki oleh lapindo yaitu hak konsesi eksplorasi
Lapindo diberikan oleh pemerintah pusat dalam hal ini adalah Badan Pengelola
Minyak dan Gas (BP MIGAS), sementara ijin konsensinya diberikan oleh Pemerintah
Propinsi Jawa Timur sedangkan ijin kegiatan aktifitas dikeluarkan oleh Pemerintah
Daerah (Pemda) Kabupaten Sidoarjo yang memberikan keleluasaan kepada Lapindo
untuk melakukan aktivitasnya tanpa sadar bahwa Rencana Tata Ruang (RUTR)
Kabupaten Sidoarjo tidak sesuai dengan rencana eksplorasi dan eksploitasi tersebut.

Analisa Kasus

Lemabaga yang mempunyai wewenang menangani pengelolaan lingkungan hidup


secara keselurahan, ada dua tingkatan yaitu:
1. Lembaga yang mengelola lingkungan hidup di tingkat nasional, dan
2. Lembaga yang mengelola lingkungan hidup di tingkat daerah.
Wewenang kelembagaan ditingkat nasional ini diatur dalam ketentuan pasal 16 ayat
(1) UULH. Ketentuan ini mengandung arti bahwa wewenang pengelolaan lingkungan hidup
ditingkat nasional, berada ditangan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup
(MENKLH), yang mempunyai tugas pokok mengenai hal-hal yang berhubungan dengan
kependudukan dan pengelolaan lingkungan hidup. Serta mempunyai fungsi merumuskan
kebijaksanaan, membuat perencanaan dan mengkoordinasikan segala kegiatan di bidang
kependudukan dan lingkungan hidup.
Dari tugas dan fungsi yang harus dijalankan oleh MENKLH itu nyata terlihat
demikian luas lingkup tugas koordinasi yang menjadi tanggungjawab MENKLH. Hal mana
memerlukan kerjasama yang serasi dan terpadu dengan berbagai departemen dan lembaga
pemerintah non departemen, terutama dalam kaitan dengan kebijaksanaan nasional
pengelolaan lingkungan hidup secara sektoral.
Sebagai contoh koordinatifnya wewenang MENKLH dapat terlihat dalam Teknis
Kawasan Industri. Dalam hal ini ditegaskan kewajiban dari Perusahaan Kawasan Industri,
yang antara lain ditentukan keharusan membuat analisis dampak lingkungan (AMDAL) dan
membangun fasilitas pengelolahan limbah industri.
Sehubungan dengan ini, meskipun izin pendirian perusahaan kawasan industri berada
ditangan Menteri Perindustrian, namun dengan adanya kewajiban seperti yang disebutkan
diatas, paling tidak Menteri Perindustrian mengadakan koordinasi dengan MENKLH.
Demikian pula dalam hal perusahaan kawasan industri yang berlokasi di daerah,
membutuhkan lahan/tanah yang luas maka penetapan letak kawasan industri menjadi
wewenang Gubernur (setelah berkonsultasi dengan Bapedda) selaku pengelola di daerah.
Dalam kasus luapan lumpur Lapindo adalah salah satu contoh kebijakan
pembangunan yang dalam implementasinya telah terjadi pergeseran orientasi, yaitu kebijakan
pembangunan yang cenderung mengabaikan faktor kelestarian lingkungan atau suatu
kebijakan yang tidak memasukkan faktor lingkungan sebagai hal yang mutlak untuk
dipertimbangkan mulai dari tahap perencanaan sampai dengan tahap pelaksanaannya. Salah
satu contohnya adalah tidak ditepatinya kebijakan lingkungan yang seharusnya menjadi
bahan pertimbangan sebelum suatu perusahaan mendapatkan izin untuk melakukan usahanya.
Pertimbangan kebijakan lingkungan tersebut antara lain : jarak rumah penduduk dengan
lokasi eksplorasi, mentaati standar operasional prosedur teknik eksplorasi, dan keberlanjutan
lingkungan untuk masa yang akan datang. Dimana pemerintah juga harus melibatkan
masyarakat dalam mengambil keputusan dan kepentingan bersama yang harus diutamakan
dan didukung. Kegiatan eksplorasi harus mempertimbangkan lingkungan dan mendapat
izin Ordonansi Gangguan (HO–Hinder Ordonnantie).

Pemerintah yang berwenang memberikan surat izin pada suatu perindustrian


harus berdasarkan pada asas-asas umum pemerintahan yang layak, yaitu harus sesuai dengan
asas kebijaksanaan, asas kecermatan, asas penyelenggaraan kepentingan umum, dan asas
keseimbangan. Apabila pemerintah bertentangan dengan asas-asas ini, maka dapat
menimbulkan kerugian terutama terhadap masyarakat dan lingkungan.

Dapat kita lihat pada contoh kasus di atas dimana pemerintah tidak cermat dan
bijaksana dalam mengeluarkan surat perizinan pada PT. Lapindo, pemerintah dalam
mengeluarkan izin disini tidak melakukan peninjauan terlebih dahulu terhadap perindustrian
yang dibuat oleh PT. Lapindo. Sementara AMDAL menentukan adanya syarat-syarat suatu
perindustrian layak untuk beroperasi, tetapi pemerintah tidak menghiraukan syarat-syarat ini.
Jadi pemerintah dalam hal ini telah melanggar asas penyelenggaraan kepentingan umum yang
tidak melihat pada masyarakat.
Dalam kasus ini yang sangat dirugikan adalah masyarakat karena tidak sejalannya
pemerintah dengan asas-asas pemerintah yang layak. Semua dampak dari PT. Lapindo ini
mengarah pada masyarakat, seperti terendamnya pemukiman penduduk, pencemaran
lingkungan, dan sebagainya. Tetapi pemerintah malah dinilai lepas tangan dan tidak
bertanggung jawab atas kasus ini.

Anda mungkin juga menyukai