Tugas Teori dan Proses Dosen : Ir. Dedy S Bratakusumah BE, MURP, M.Sc, PhD.
Perencanaan
1.2. Tujuan
Penelitian ini bertujuan menganalisis perbedaan UU Cipta Kerja dengan UU Nomor
26 Tahun 2007 serta dampak perubahannya.
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
3.3. Perbedaan dan Persamaan dari UU No. 6 Tahun 2023 Tentang Cipta Kerja dengan
UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang terkait Tata Ruang
Undang-Undang Cipta Kerja dan Undang-Undang Penataan Ruang dari segi tata
ruang, memiliki tujuan yang berbeda. Pada Undang-Undang Cipta Kerja (UU No. 6 Tahun
2023), dibentuk dengan tujuan utamanya mendorong percepatan dan perluasan investasi serta
pertumbuhan ekonomi. Sedangkan Undang-Undang Penataan Ruang (UU No. 26 Tahun
2007), dibentuk dengan tujuan memastikan pembangunan di Indonesia sesuai dengan
prinsip-prinsip berkelanjutan.
Selain dari segi tujuan, perbedaan lain yang mencolok dari kedua Undang-Undang
tersebut diantaranya dari segi perizinan, rencana rinci tata ruang, ketetapan pelestarian
lingkungan, sistem tata ruang, dan sentralisasi. Dari segi perizinan, izin pemanfaatan ruang
yang ada dalam Undang-Undang Penataan Ruang disederhanakan di Undang-Undang Cipta
Kerja menjadi ketentuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR). Kemudian dari
segi rencana rinci tata ruang, dalam Undang-Undang Penataan Ruang yang sebelumnya
terdiri atas tiga rencana, namun dalam dalam Undang-Undang Cipta Kerja disederhanakan
menjadi dua rencana rinci tata ruang. Selanjutnya pada ketetapan pelestarian lingkungan,
dimana dalam Undang-Undang Penataan Ruang, ditetapkan kawasan hutan paling sedikit 30
(tiga puluh) persen dari luas daerah aliran sungai, sedangkan dalam Undang-Undang Cipta
Kerja, luas Kawasan hutan tidak didasarkan pada luasan aliran sungai. Dari segi sistem tata
ruang, sistem tata ruang dalam Undang-Undang Penataan Ruang disederhanakan dalam
Undang-Undang Cipta Kerja. Dimana dalam Undang-Undang Penataan Ruang, rencana tata
ruang kawasan strategis dapat dibentuk di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.
Namun pasca disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja, yang berwenang mendesain
kawasan strategis hanyalah pemerintah pusat. Terakhir sentralisasi, dalam Undang-Undang
Cipta Kerja diciptakan/dibuat sentralisasi penataan ruang. Dimana, selain persetujuan
kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah
juga dapat mengambil alih penetapan rencana tata ruang wilayah provinsi dan
kabupaten/kota. Dengan catatan provinsi dan kabupaten/kota terlambat menetapkan rencana
tata ruang mereka dalam waktu yang sudah ditentukan (UU No. 6 Tahun 2023 & UU No. 26
Tahun 2007).
Selain perbedaan terdapat beberapa persamaan antara Undang-Undang Cipta Kerja
dengan Undang-Undang Penataan Ruang. Adapun beberapa diantaranya yaitu definisi tata
ruang dan hierarki rencana umum tata ruang. Dari segi definisi, Undang-Undang Cipta Kerja
dan Undang-Undang Penataan Ruang sama-sama mendefinisikan tata ruang sebagai wujud
struktur ruang dan pola ruang. Kemudian dari segi hierarki rencana umum tata ruang,
dalam Undang-Undang Cipta Kerja dan Undang-Undang Penataan Ruang, rencana umum
tata ruang sama-sama terdiri dari Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata
Ruang Wilayah provinsi, dan Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten dan Rencana Tata
Ruang Wilayah kota (UU No. 6 Tahun 2023 & UU No. 26 Tahun 2007).
3.6. Studi Kasus Perencanaan Strategis Nasional (PSN) Ibu Kota Negara (IKN)
4.2. Saran
Dampak negatif UU Cipta Kerja terhadap tata ruang di Indonesia dapat diatasi dengan
beberapa hal, seperti meningkatkan peran serta pemerintah daerah dan masyarakat dalam
proses perencanaan tata ruang. Selain itu, penegakan hukum terhadap pemanfaatan ruang
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dapat diperkuat dengan memberi sanksi dan
meningkatkan pengawasan. Selain itu, sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai
pentingnya tata ruang dapat ditingkatkan. Selanjutnya, diperlukan kajian lebih lanjut
mengenai dampak dari perubahan UU Cipta Kerja terhadap tata ruang di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA