Anda di halaman 1dari 42

BAB VII

KRIMINALISTIK.

A. PENDAHULUAN

I. Umum.
Mencari dan mendapatkan Bukti untuk kepentingan peradilan bukanlah hal
yang mudah, disisi lain bukti tersebut merupakan fakta kebenaran materil guna
pengadilan menentukan dapat tidaknya orang yang diajukan dipersidangan
tersebut dijatuhi hukuman yang adil, dengan mempertimbangakan kepentingan
terdakwa dan kepentingan Pubblik. Sehingga diperlukan proses (dou Process)
dengan bantuan Kriminalistik dalam mencari dan mendapatkan barang bukti
dengan melalui proses penyelidikan dan penyidikan secara ilmiah.
Dalam mengungkap peristiwa kejahatan atau Tindak Pidana, Penyidik untuk
dapat mengungkap fakta yang terjadi di tempat kejadian perkara memerlukan
bantuan ilmu ilmu lainnya selain kemampuan teknis dan taktis dalam olah Tempat
kejadian, sering kali bukti yang akan jadi fakta fakta ( bukti ) tidak dengan mudah
diketahui dalam kondisi normal, sehingga diperlukan intrument lain sesuai disiplin
ilmu yang sinergi dan relevan dengan tindak pidana dan jenis kejahatan yang
ditemukan di tempat kejadian. Rangkaian upaya dan tindakan yang ilakukan
penyidik itulah yang disebut Kriminalistik sebagai suatu pengetahuan mengungkap
fakta kejahatan untuk mendapatkan kebenaran materil.
Dengan fakta – fakta ( alat bukti ) ini yang akan dijadikan sarana penyidik
menetapkan tersangka, kejaksaan selaku penuntut mengajukan terdakwa ke
pengadilan dan hakim menjatuhkan hukuman.
Ragam pendapat memberikan difinisi tentang apa itu kriminalistik ?, tetapi
umumnya disebutkan bahwa kriminalistik adalah Pengetahuan dalam menyelidiki
kejahatan dengan menggunakan ilmu ilmu lain seperti fisika seperti ilmu alam, ilmu
kimia, ilmu biologi dan ilmu matematika atau ilmu lainnya yang relevan dengan
peristiwakejahatan yang ditemukan di tempat kejadian perkara

1
II. Difinisi kriminalisitik.
Kriminalistik, beberapa pendapat pakar seperti :
1. Menurut Prof. Dr. W.M.F. Noach, menyebutkan : 1)
a. Kriminalistik adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai
masalah teknik, sebagai alat untuk mengadakan penyidikan kejahatan seara
teknis dengan menggunakan alam, kimia, sidik jari, ilmu racun, dan lain-lain;
b. Kriminologi dalam arti luas adalah kriminologi dalam arti sempit ditambah
dengan kriminalistik.
2. Menurut Drs. A. Gumilang menyebutkan : Kriminalistik adalah teknik dan taktik
untuk membuat terang suatu perkara kejahatan dengan menggunakan ilmu – ilmu
modern.
3. Menurut Frederick Cunliffe dan Peter B. Piazza, menyatakan :
a. Kriminalistik adalah suatu ilmu yang menggunakan metode pengamatan,
pengarahan dan analisis ilmiah untuk memperoleh dan mengungkap bukti
nyata;
b. Ilmu kriminalistik adalah penggunaan metode pengamatan dan analisis ilmiah
untuk mengungkap dan menafsirkan bukti fisik.
4. Dalam buku tangan Kriminalistik Polri, dirumuskan :
a. Kriminalistik adalah ilmu pengetahuan dalam menyelidiki suatu kejahatan
dengan menggunakan pengetahuan fisika, kimia, ilmu alam, matematika, dan
sebagainya;
b. Ilmu pengetahuan yang menentukan terjadi atau tidak terjadinya suatu
kejahatan dengan mencari ( menyidik ) pelakunya dengan menggunakan ilmu
alam, kimia, ilmu racun, penyakit jiwa, dan lain-lain.
5. Menurut pengertian Drs. Rusly ZA Nasution SH. MH., kriminalistik adalah suatu
pengetahuan dan keterampilan teknis dan taktis untuk membuat terangnya suatu
perkara dengan menggunakan ilmu pengetahuan tertentu sesuai dengan jenis
tindak pidana yang terjadi.
6. Menurut Handbook ( penyidik dari BKA Jerman ) memberikan divinisiKriminalistik
adalah Ilmu pengetahuan dalam menyelidiki kejahatan untuk mengetahui terjadinya
kejahatan dengan mencari pelaku dengan bantuan ilmu lain. Kriminalistik adalah

2
ilmu pengetahuan untuk menetukan terjadinya kejahatan dalam proses penyidikan
guna membuat terang kejahatan atau tindak pidana yang terjadi dan menemukan
pembuatnya (dader) dengan mempergunakan cara ilmu pengetahuan alam, dengan
mengesampingkan cara-cara lainnya yang dipergunakan oleh ilmu kedokteran
kehakiman (sekarang ilmu kedokteran forensik), ilmu racun kehakiman (sekarang
toksikologi forensik) dan ilmu penyakit jiwa kehakiman (ilmu psikologi forensik).
(dari buku “Dasar-dasar pokok penyidikan kejahatan”).

7. Dilingkungan Polri ( Badan Reserse kriminal ) menyebutkan bahwa kriminalistik


diartikan sebagai, Ilmu pengetahuan untuk menentukan terjadi atau tidak
terjadinya suatu peristiwa kejahatan dan menyidik pembuatnya dengan ilmu alam
Mengenyampingkan cara lain yang digunakan oleh:
a. Ilmu kedokteran kehakiman.
b. Ilmu racun kehakiman,
c. Ilmu penyakit jiwa kehakiman.
8. Menurut R Soesilo dan M karyadi memberikan penjelasan bahwa kriminalitik
merupakan disiplin ilmu yang masih muda. Merupakan Ilmu-ilmu pengetahuan
yang dipakai untuk pengungkapan suatu perkara pidana menggunakan ilmu-ilmu
bantu tersebut seperti .
a. Ilmu Daktiloskopi; yakni ilmu yang berkaitan dengan sidik jari manusia
b. Sinyalemen; yakni ilmu tentang ciri-ciri manusia
c. Ilmu kedokteran forensik; yakni ilmu kedoteran yang bermanfaat untuk
kepentingan Pengadilan.
d. Toksikologi forensik; yakni ilmu yang menerangkan tentang racun untuk
kepentingan Pengadilan
Perbedaan dan persamaan pengertian, bahwa :
a. Perumusan definisi kriminalistik, sebagaimana juga definisi ilmu – ilmu yang
lain selalu berbeda dan jumlahnya sama banyaknya dengan para pakar yang
merumuskan definisi termaksud,
b. Rumusan yang berbeda-beda itu, terdapat pula hakekat persamaan, yaitu
mengenai tugas dan sasaran kriminalistik untuk menyelidiki, menyidik dan

3
membuktikan telah terjadinya suatu tindak pidana ( kejahatan ), siapa
pelakunya, bagaimana kejahatan itu terjadi dan bagaimana tersangka/pelaku
dapat ditangkap.

III. Peran Kriminalistik dalam Peradilan  

Peran kriminalistik adalah membantu peradilan dalam usaha menegakan


hukum mengungkap fakta – fakata kebenaran materil dan keadilan sejati, dalam
memenuhi tuntutan masyarakat “hukumlah yang tumpuhan harapan untuk
menentukan seseorang bersalah dan/ atau bebaskan serta memberikan
perlindungan hukum terhadap korban, saksi maupun terdakwa. Mengingat
perkembangan masyarakat yang semakin maju maka perkembangan kejahatan akan
makin bervariasi maka metode yang digunakan dalam kriminalistik dalam crime
detection seyogyanya dapat selalu mengatasi  teknik yang digunakan dalam setiap
pola kejahatan. Seperti yang dinyatakan oleh Marwan Goenadi suatu hal yang harus
selalu diingat ialah, baik banyaknya kejahatan maupun macamnya kejahatan itu
mencermikan type masyarakat dimana kejahatan itu terjadi dan susunan
masyarakat mempengaruhi bentuknya  kepolisian serta teknik yang dipergunakan
kejahatan dan kepolisian adalah dua bentuk yang selalu ada dalam kehidupan
masyarakat.
Mengikuti proses penyidikan dengan benar demi terciptanya suatu
kebenaran materiil Menghindarkan kesalahan dan penyelewengan penyidikan,
terutama pada perkara yang besar dan mengundang opinimasyarakat.Dapat
bertindak jujur sebagai calon hakim, jaksa dan penasihat hukum sehingga dapat
mendudukan perkara secara benar.
Langkah-langkah awal yang harus diperhatikan oleh petugas penyidik.
(terutama pihak kepolisian dan polisi militer, di beberapa Negara bisa dilakukan
oleh unsur-unsur lain bersama dengan polisi, katakanlah oleh para detektif). Bila
seorang petugas penyidik mendengar ada terjadi peristiwa kejahatan di suatu
tempat tertentu, maka langkah-langkah yang harus diambil adalah:

4
1. Penyiapan peralatan untuk penyidikan kejahatan.
2. Pengamatan Bekas-bekas Peristiwa. Adapun bekas-bekas peristiwa pada
pokoknya meliputi dua macam yaitu:
3.  Bekas-bekas Psychologis atau Psychis, yaitu berupa penampungan kesan-kesan
yang didapat oleh panca indra dari pihak-pihak yang bersangkutan dalam
peristiwa, seperti misalnya penglihatan para saksi, ingatan si korban bila tidak
meninggal, penglihatan yang dihubungkan dengan teori oleh para ahli dan lain-
lain. (bukti-bukti ini bisa diawetkan dengan tape recorder, foto, dilukis dan
sebagainya).
4.  Bekas-bekas kebendaan atau materiil, atau juga dikenal dengan saksi mati, yaitu
misalnya mayat, bagian-bagian tubuh, luka-luka pada korban atau orang lain,
bercak-bercak darah, senjata/alat yang dipergunakan dan lain-lain.
5. Kemudian dengan perangkaian data berdasarkan bekas-bekas yang ada,
diusahakan disusun jalannya kejadian atau peristiwa, yang dalam perkara pidana
dinamakan reconstructive, yang selama atau sesudah pelukisan kembali kejadian
pengejaran pelaku atau yang dicurigai, berlangsung sampai pelaku kejahatan
tertangkap, atau menyerahkan diri.
Diketahui adanya Tindak Pidana / kejahatan, dapat melalui
pemberitahuan peristiwa / laporan atau diketahui langsung petugas. Bila
keadaan memungkinkan, pemberitahuan dilakukan per telepon atau alat
komunikasi lainnya diera saat ini bisa melalui media internet, Whats aff, dan lain
lain, bila tidak mungkin karena tempatnya terpencil maka pemberitahuan
dilakukan dengan cara baik lisan atau tertulis (tetapi harus ringkas dan jelas).
Mengenai pemberitahuan kepada siapa-siapa pemberitahuan itu disampaikan
biasanya telah ditetapkan sesuai yuridiksi hukum kepolisian setempat; dan bila
hal-hal tertentu memerlukan guna kepentingan sikorban perlu bantuan dokter,
hal ini dapat pula dilakukan.
a. Tindakan-tindakan pemberitahuan ini biasanya sejalan dengan usaha-usaha
memberikan kepada sikorban dengan pemberitahuan kepada pihak-pihak
yang dianggap dapat menolong, terutama kepada dokter terdekat.
b. mengadakan penutupan dan penjagaan di tempat kejahatan.

5
c. mengadakan pemeriksaan di tempat peristiwa.
d. memahami petunjuk untuk mendapatkan tanda-tanda bekas secara teratur.
e. ringkasan mengenai  rangkaian tindakan petugas penyidik setelah berada di
tempat peristiwa Hakekat misi dalam penyidikan perkara kejahatan adalah
untuk menjernihkan persoalan, sehinggadapat dikejar pelakunya  dan
menghidarkan orang yang tidak bersalah dari tindakan hukumyang tidak
seharusnya.disinilah peran dari kriminalistik untuk  membantu penyidikan
sehingga dapat menegakkan hukum karena kriminalistik memberikan
pengetahuan tentang teknik kriminil dan taktik kriminil. Dalam kriminalistik
untuk menangani sebuah tindak pidana kekerasan atau pembunuhan maka
ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyidikan yaitu
1) Tanda-tanda kematian,
2) Waktu kematian.
3) Usaha-usaha untuk mengenali mayat.
4) Hal-hal mengenai orang yang dicari sehubungan dengan adanya korban.
5) Pemeriksaan terhadap bekas-bekas di TKP

IV. Hubungan Kriminalistik dengan Ilmu – Ilmu lainnya


1 Dengan Kriminologi
a. Kriminologi dalam arti luas adalah kriminologi dalam arti sempit ditambah
dengan kriminalistik ( menurut W. E Noach dalam Soesilo, 1976 )
b. Kriminologi dalam arti sempit adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari
bentuk – bentuk penjelmaan/perwujudan/nyatam sebab – sebab dan akibat –
akibat dari kriminalitas/kejahatan dan perbuatan – perbuatan buruk
( menurut W. E Noach dalam Soesilo, 1976 ).Dengan Undang – Undang RI No. 8
Tahun 1981 tentang KUHAP dan Undang – Undang RI No. 1 Tahun 1946
diperbaharui Undang – Undang RI No. 73 Tahun 1958 dan Undang – Undang RI
No. 27 Tahun 1999 tentang KUHP.
Sebagai konsekuensi penyidikan dan pembuktian secara ilmiah, kriminalistik mau
tidak mau harus bersandar kepada ketentuan yuridis formil dan meteriil dalam arti
kriminalistik sebagai ilmu pengetahuan teknis dan taktis penyidikan harus

6
berdasarkan undang – undang yaitu Undang – Undang RI No. 8 tahun 1981 tentang
KUHAP dan Undang – Undang RI No. 73 Tahun 1958 dan No. 27 Tahun 1999 tentang
KUHP.
2. Dengan Ilmu – Ilmu lainnya :
Dalam menentukan keberhasilan kriminalistik diperlukan kontribusi ilmu – ilmu
pendukung diantaranya :
a. Ilmu Alam
b. Ilmu Kimia
c. Ilmu Fisika
d. Ilmu Hukum
e. Ilmu Kedokteran Kehaikan
f. Ilmu Forensik ( racun )
g. Ilmu Balistik ( senjata api )
h. Ilmu Matematika
i. Ilmu Sosial ( sosiologi )
j. Ilmu Ekonomi
k. Ilmu Psikologi
Kriminalistik (Kriminalistics) adalah subdivisi dari ilmu forensik yang menganalisa
dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan bukti-bukti biologis, bukti
jejak, bukti cetakan (seperti sidik jari, jejak sepatu, dan jejak ban mobil), controlled
substances (zat-zat kimia yang dilarang oleh pemerintah karena bisa menimbulkan potensi
penyalahgunaan atau ketagihan), ilmu balistik (pemeriksaan senjata api) dan bukti-bukti
lainnya yang ditemukan pada TKP. Biasanya, bukti-bukti tersebut diproses didalam sebuah
laboratorium (crime lab).
Digital Forensik yang juga dikenal dengan nama Computer Forensic adalah salah
satu subdivisi dari ilmu forensik yang melakukan pemeriksaan dan menganalisa bukti legal
yang ditemui pada komputer dan media penyimpanan digital, misalnya seperti flash disk,
hard disk, CD-ROM, pesan email, gambar, atau bahkan sederetan paket atau informasi yang
berpindah dalam suatu jaringan computer

V. Tujuan, Obyek, Metode Kriminalistik

7
a. Tujuan dari kriminalistik adalah mengungkap suatu kejadian atau tindak
pidana melalui upaya menemukan kebenaran, memeriksa dan menguji
pelakunya dan mengajukannya ke pengadilan untuk memperoleh putusan
yang tetap menurut hukum dan perundang – undangan.
b. Obyek Kriminalistik, Obyek dari kriminalistik adalah kenyataan dan
kemungkinan kejahatan atau tindak pidana dengan memperhatikan
adanya “Tujuh kah”, yaitu :
1) Siapa kah ( pelaku/korban/saksi )
2) Apa kah yang telah dilakukan ( kejahatan atau tindak pidana )
3) Dimana kah ( tempat kejadian )
4) Dengan apa kah ( peralatan yang digunakan )
5) Mengapa kah ( motif dari perbuatan )
6) Bagaimana kah ( modus atau cara )
7) Bilamana kah ( waktu terjadinya )
Di negara – negara Eropa dikenal dengan istilah “7 – W”, yaitu : Who, What,
Why, When, With, What time dan Where.

c. Metode kriminalistik adalah upaya menemukan melalui pencarian yang


sistematis ( tertib, teratur, terurut, terukur ) dan terencana untuk :
1) Mencari,
2) Menemukan
3) Meneliti/memeriksa.
4) Menganalisa/menilai dan menilai kembali
5) Menguji suatu kebenaran
Terhadap jalannya rekonstruksi ( reka ulang ) harus secara sistematis dan
kebenaran rekonstruksi harus dapat dibuktikan dengan berorientasi pada
pengetahuan syllogistik yaitu, pengetahuan tentang cara menyimpulkan dan
membuktikan suatu perkara ( logis = masuk akal = cukup nalar )
d. Peranan Kriminalistik, Tidak seperti pembuktian dari kesaksian manusia,
bukti fisik nyata tidak pernah berbohong, mengelak atau lupa, tetapi untuk
dapat digunakan kepentngannya harus dimengerti dan berkaitan dengan

8
penyelidikan penyidikan. Disinilah peranan ilmu kriminalistik termasuk
laboratorium kriminil, dengan penggunaan metode pengamatan, pengarahan
dan analisa ilmiah untuk mengungkap dan menafsirkan bukti fisik nyaa.
Karena hampir segala sesuatu bisa menjadi bukti fisik nyata, penyelidikan
ilmiah dapat dipedomani banyak bidang ilmu yang berbeda, atas dasar ini
tidak ada salahnya bagi seorang ahli kejahatan untuk menjadi generalis
ilmiah, rasa ingin tahu untuk mempelajari pengetahuan dasar dari disiplin
ilmu lain. Dengan arti kata lebih luas bahwa kriminalistik dapat bermanfaat
dan berkontribusi tidak hanya semata-mata untuk lingkup kriminal saja
tetapi juga berguna bagi konteks/masalah lain seperti bidang kesehatan,
obat dan makanan, industri, dokumen, kedokteran ( DNA ), sidik jari untuk
kependudukan dan imigrasi, dan ilmu pengetahuan lain-lain dan atau
sebaliknya.
Orang Belanda mengatakan “Appel Volt noet ver van de boom”,
sedangkan orang Indonesia memberi istilah, bahwa “Buah jatuh tidak jauh
dari pohonnya”. Hal ini dapat diartikan sebagai faktor keturunan yaitu
apabila sang ayah/ibu ( orang tua ) berpembawaan jahat, sang anak juga
cenderung jahat. Apa benar seperti itu?

A. HAKEKAT PENEGAKKAN HUKUM

I. Umum.
Dalam suatu negara hukum, penegakkan hukum ( law enforcement ) menjadi
salah satu syarat yang harus dilaksanakan dan dipenuhi sebagai konsekuensi dan
konsistensi terwujudnya “supremasi hukum ( supremacy of law )“. Negara Indonesia
adalah Negara Hukum ditegaskan dalam Undang – Undang Dasar 1945 setelah
perubahan ( amandemen ) ketiga, pasal 1 ayat ( 3 ) “Negara Indonesia berdasar atas
hukum ( rechsstaat ) tidak berdasar atas kekuasaan belaka ( machstaat )”. Suatu
usaha terwujudnya supremasi hukum, adanya penegakkan hukum yang dimaknai
sebagai suatu proses untuk mewujudkan tegaknya hukum.

9
Terkadang kita sering terjebak dalam proses penegakan hukum, dengan
aliran normatif dogmatig penegakan hukum yang kaku hanya mempedomani apa
itu hukum, bagaimana implementasinya , sebagian memandang hukum ya apa yang
ada dalam undang undang. Anggapan ini sudah tidak sejalan dengan kondisi
harapan masyarakat yang pemikirannya telah berkembang lebih luas, bahwa
aplikasi penegakan hukum untuk mengatasi dan menyelesaikan masalah yang
terjadi diantaranya ( lebih responsif). Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukkan
oleh Satjipto Rahardjo, dalam bukunya penegakan hukum progresif, Hukum itu
bukan suatu yang statis,steril,tetapiinstitut yang secara dinamis bekerja untuk
memberi keadilan kepada bangsanya. Maka terjadilah interaksi dinamis antara
hukum dengan keadaan sosial, disekitar hukumitu dan tantangan situasi luar biasa
pun dijawab cara luar biasa pula1
Secara teoritis perkembangan politik hukum, efektifitas berlakunya hukum
dipengaruhi oleh antara lain “ struktur hukum “ yang meliputi lembaga – lembaga
hukum, “substansi atau materi hukum“ dan “kultur hukum“, disamping juga
dipengaruhi oleh “sistem hukum” dalam suatu negara termasuk di dalamnya
“sarana prasarana, komitmen dan profesionalisme hukum”. Di dalam penegakkan
hukum di Indonesia, struktur hukum meliputi lembaga – lembaga yang terkait dan
berperan dalam ( Sistem Peradilan ) penegakkan hukum ( penyidik, penuntut,
pengadilan, pembela ), substansi hukum meliputi peraturan perundang – undangan
yang mengatur tentang tindak pidana dan dan perdata ( formil dan materil ), kultur
hukum berkaitan dengan kekuatan berlakunya hukum termasuk kesadaran dan
ketaatan masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang – undangan, dan
sistem hukum berkaitan erat dengan penegakkan hukum di Negara Kesatuan
Republik Indonesia ( sarana prasarana, komitmen dan profesional ), melalui
kewenangan POLRI melakukan penyelidikan dan penyidikan tidak pidana,
pembuktian dalam proses penegakan hukum.

C. PENANGANAN TEMPAT KEJADIAN PERKARA

10
I. Umum.
Tanggungjawab petugas polisi umum dan atau penyidik sesampainya di Tempat Kejadian
Perkara ( TKP ) adalah menjaga tempat kejadian dari gangguan kerusakan. Orang – orang
yang mmasuk ke tempat kejadian setelah kejahatan akan mungkin berkontaminasi dengan
mencemarkan jejak si penjahat. Kemampuan ahli kriminal memproses bukti fisik yang
berguna bagi penyidik “bergantung kepada proses pengumpulan dan pembungkusan bukti
berguna bagi penyidik “bergantung kepada proses pengumpulan dan pembungkusan bukti
pada TKP dan kondisi penerimaannya”. Pada TKP yang penting diperhatikan adalah
lokasi/ruangan/tempat/wilayah dimana kejahatan terjadi, tempat ini harus betul-betul
dilindungi selama masa pencarian.
1. Kegiatan tindakan Penanganan Tempat Kejadian Perkara ( TKP )
Implemtasi tindakan pertama di tkp dapat dibagi dalam 2 (dua) tahap, yaitu :
a. Tindakan Pertama di TKP ( TPTKP ) adalah suatu tindakan kepolisian yang harus
dilakukan segera setelah terjadinya suatu tindak pidana/kejahatan untuk :
b. Melakukan pertolongan/perlindungan kepada korban/anggota masyarakat.
c. Melakukan penutupan dan pengamanan TKP ( memasang garis polisi ) agar TKP
tidak berubah ( status quo ) dari keadaan semula.
d. Melindungi TKP dan barang bukti yang diperlukan tidak hilang/rusak/berubah
letaknya/terjadi penambahan atau pengurangan.
e. Memperoleh keterangan dan fakta sebagai bahan penyidikan lebih lanjut ( olah TKP )
dalam menjajaki/menentukan pelaku, korban, saksi – saksi, barang bukti, modus
operandi dan alat – alat yang dipergunakan dalam perkara itu.
f. TKP dan bukti yang ditemukan di dalamnya dicatat dengan berbagai cara seperti
pemotretan, sketsa, dan catatan penyidik; setelah bukti itu dicatat kemudian harus
dikumpulkan dan dibungkus dan disimpan untuk pemeriksaan Laboratorium dan
penyajian di pengadilan.

2. Pengolahan ( olah ) TKP ( crime scene processing )

11
Pengolahan tkp adalah suatu tindakan atau kegiatan – kegiatan setelah TPTKP
dilakukan dengan maksud untuk :
a. Mencari dan mengumpulkan barang bukti, saksi yang belum diperoleh oleh
petugas TPTKP.
b. Menganalisis dan mengevaluasi petunjuk – petunjuk, keterangan – keterangan,
bukti serta identitas tersangka menurut teori “Bukti Segi Tiga” guna memberi
arah terhadap penyidikan ( hubungan keterkaitan antara “korban” – “barang
bukti” dan “pelaku/tersangka” ).
c. Penyimpanan dan penyerahan untuk pemeriksaan ilmiah Laboratorium
Kriminalistik.
3. Tempat Kejadian Perkara ( TKP ),
Dimaksud dengan TKP itu sendiri adalah :
a. Setiap tempat dimana diduga telah terjadi suatu tindak pidana dan/atau suatu
tempat ditemukannya barang bukti.
b. Merupakan salah satu sumber keterangan yang penting dan bukti – bukti yang
dapat menunjukkan/membuktikan adanya hubungan antara korban, pelaku,
barang bukti dan TKP itu sendiri.
c. Dari hubungan tersebut diusahakan untuk dapat diungkapan pokok – pokok
masalah ( obyek kriminalistik ), sebagai berikut :
1) Benarkah telah terjadi suatu tindak pidana dan tindak pidana apa yang telah
terjadi? Misalnya pembunuhan, pembakaran dan lain-lain.
2) Bagaimanakah tindak pidana itu dilakukan? Misalnya menusuk dengan
benda tajam ( keris ), memukul kepala dengan benda kerasa, dan lain – lain
modus operandi.
3) Siapa yang melakukan tindak pidana itu ( si Amir, si Polan, dll. ) – tersangka.
4) Dengan apa dilakukan? Misalnya dengan pisau, dengan tembakan, dan lain –
lain.
5) Mengapa tindak pidana itu dilakukan? Misalnya karena balas dendam,
cemburu, sakit hati ( motif ).
6) Dimana dilakukan? Misalnya di sebuah gudang milik si Polan, alamat Jl. X No.
10 Rt/Rw, Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten/Kota ( tempat/locus delicti ).

12
7) Bilamana dilakukan? Misalnya pada hari Senin/tanggal/bulan/tahun, pukul
24.00 WIB/malam hari.
d. Tindakan Pertama di Tempat Kejadian Perkara ( TKP )
Tindakan pertama di TKP dapat dilakukan oleh :
1) Petugas Polri yang datang pertama di TKP. Dalam hal situasi tempat kejadian
tindak pidana masih membahayakan keamanan baik terhadap korban
maupun masyarakat di sekitarnya, wajib mengambil tindakan untuk
memberikan perlindungan dan pertolongan. Dalam hal korban luka
berat/ringan/pingsan, diberikan pertolongan sesuai dengan
petunjuk/ketentuan PPPK atau pertolongan Dokter/kirim ke Rumah Sakit
terdekat, setelah terlebih dahulu mencatat identitas korban dan menandai
letak korban.
2) Apabila korban dalam keadaan kritis ( gawat ), selain dicatat identitasnya,
usahakan untuk mendapatkan keterangan, petunjuk serta identitas pelaku
dan lain – lain.
3) Dalam hal korban mati, dijaga tetap pada posisinya semula dan jangan sekali
– sekali menyentuh korban, kecuali untuk mengetahui apakah korban sudah
benar – benar meninggal dan menunggu sampai datangnya
Pamapta/Petugas Polri dari kesatuan terdekat.
4) Dalam hal korban mati yang dapat mengganggu lalu – lintas umum, korban
( mayat ) dapat dipindahkan dengan memberi tanda letak mayat terlebih
dahulu.
e. Pamapta/ Kepala Sentral pelayanan Kepolisian terpadu ( SPKT ).
Setelah menerima pemberitahuan/laporan tentang terjadinya tindak pidana, KA
SPKT beserta anggotanya segera datang ke Tempat Kejadian Perkara untuk
memimpin dan mengendalikan tindakan kegiatan yang dilakukan, sebagai
berikut :
1) tindakan pertama di Tempat Kejadian Perkara, yang dilakukan adalah:
a) Menyempurnakan penutupan dan pengamatan Tempat Kejadian
Perkara ( mempertahankan status quo ) dan bilama perlu meminta
bantuan unsur – unsur Samapta lainnya.

13
b) Membuat tanda – tanda yang perlu di TKP ( tanda bekas sidik jadi atau
kaki ).
2) Menggeledah dan menyita barang – barang yang terdapat pada tersangka.
3) Mengamankan tersangka/pelaku, saksi, korban dan menjaga agar barang
bukti tetap pada tempatnya.
4) Memisahkan satu sama lain orang – orang yang berada di TKP yang baru
saja terjadi dengan maksud agar tidak saling mempengaruhi, sehingga
menyulitkan dalam mendapatkan keterangan yang sebenarnya
( obyektif ).
5) Mencari, mengumpulkan saksi – saksi dan mencatat identitasnya serta
diperintahkan untuk tetap tinggal di tempat yang ditentukan guna diminta
keterangannya.
6) Atas nama Komandan Kesatuan selaku penyidik, membuat dan
menandatangani permintaan Visum et Repertum ( VR ).
7) Memberitahukan keluarga.
8) Membuat sketsa kasar ( tanda skala ) dan catatan kejadian sebagai bahan
untuk pembuatan sketsa yang sempurna, juga Laporan Polisi ( LP ) dan
Berita Acara Pemeriksaan ( BAP ) di TKP.
f. Apabila belum diadakan tindakan pertama di TKP, tindakan – tindakan
kegiatan yang dilakukan adalah :
1) Melakukan pertolongan pertama kepada korban ( PPPK ).
2) Dalam keadaan luka berat/ringan/pingsan, usahakan pertolongan menurut
petunjuk PPPK atau kirim ke Dokter/Rumah Sakit terdekat, setelah terlebih
dahulu dicatat identitasnya dan menandai letak korban.
3) Dalam keadaan kritis ( gawat ), selain dicatat identitasnya, usahakan
mendapatkan keterangan, petunjuk dan identitas pelaku dari korban
tersebut ataupun dari saksi mata. Jika masih ada tanda – tanda kehidupan
pada korban usahakan penyelamatan korban.
4) Dalam keadaan korban mati, dijaga agar tetap pada posisinya semula dan
jangan sekali – kali menyentuh terlalu banyak atas diri korban ( mayat ),
kecuali untuk mengetahui apakah korban sudah benar – benar meninggal.

14
5) Dalam hal koran mati yang dapat mengganggu lalu lintas umum, korban
( mayat ) dapat dipindahkan dengan memberi tanda garis, letak mayat
sebelum dipindahkan terlebih dahulu.
6) Bila korban diduga mati, Pamapta harus meraba nadi, memeriksa pernafasan
dan suhu badan sehingga yakin bahwa korban benar – benar telah
meninggal.
7) Menutup dan mengamankan TKP pertahankan status quo ( posisi semula )
dan bilamana perlu meminta bantuan unsur – unsur Samapta lainnya,
dengan melakukan tindakan – tindakan kegiatan :
g. Membuat batas di TKP dengan tali atau alat lain dimulai dari jalan yang
diperkirakan merupakan arah masuknya pelaku, melingkar kesekitar letak
korban atau tempat yang dapat diperkirakan merupakan arah keluarnya pelaku
meninggalkan TKP dan memberikan tanda arah keluar masuknya pelaku.
h. Membuat tanda di TKP tentang hal – hal yang perlu dilakukannya ( tanda
berkas sidik jari atau kaki ).
i. Mengamankan tersangka/pelaku dan saksi serta mengumpulkannya pada
tempat diluar batas yang telah dibuat.
j. Memisahkan satu sama lain orang – orang yang ada di TKP dan melarang
satu sama lain membicarakan perkara yang baru saja terjadi, dengan maksud
agar tidak saling mempengaruhi, sehingga menyulitkan dalam mendapatkan
keterangan yang sebenarnya ( obyektif ).
k. Mencari dan mengumpulkan saksi – saksi serta serta mencatat identitasnya
dan diperintahkan untuk tinggal di tempat di luar batas – batas yang dibuat,
guna diminta keterangannya.
l. Mengamankan semua barang bukti.
m. Membuat dan menandatangani permintaan Visum et Repertum ( VR ).
n. Memberitahukan keluarga korban.
o. Membuat sketsa kasar dan catatan kejadian sebagai bahan Laporan Polisi.

4. Pengolahan Tempat Kejadian Perkara ( TKP )

15
Reserse penyidik setelah menerima pemberitahuan dari Pamaota atau
memonitor adanya suatu tindak pidana di suatu tempat, dengan mempersiapkan
segala sesuatunya segera datang ke TKP bersama unsur Bantuan Teknis
Kriminalistik ( Labkrim, Identifikasi, dan Dokter bila ada ), untuk melakukan
pengolahan TKP. TKP harus dicari agar untuk melokalisir benda bukti fisik nyata
yang dapat menghubungkan si penjahat dengan kejahatannya, dalam arti proses
olah TKP tidak hanya semata-mata menemukan bukti. Setiap apa yang
ditemukannya barang dan lokasi tempatnya benda harus dihubungkan dengan TKP
secara keseluruhan. Proses pencatatan dilaksanakan sedemikian rupa sehingga
dapat menjadi dasar bagi kesaksian penyidik di pengadilan. TKP dan bukti diproses
olah dengan berbagai tindakan – tindakan kegiatan sebagai berikut :
a. Pengamatan umum ( General observation ).Melakukan pengamatan yang
diarahkan terhadap hal – hal/obyek – obyek antara lain :
1) Jalan masuk/keluarnya pelaku.
2) Adanya kejanggalan – kejanggalan yang didapati di TKP dan sekitarnya.
3) Keadaan cuaca waktu kejadian.
4) Alat – alat yang mungkin dipergunakan/ditinggalkan oleh si pelaku, tanda –
tanda/bekas perlawanan/kekerasan.
Hasil daripada pengamatan tersebut dimaksudkan untuk dapat memperkirakan
modus operandi, motif, waktu kejadian dan menentukan langkah – langkah
mana yang harus didahulukan ( prioritas tindakan ).
b. Pemotretan Dokumentasi ( unsur bantuan Identifikasi ),
Tidak ada yang dapat melebihi fotografi / potret dalam merekam rincian
dari suatu kejadian yang akurat dan merupakan bentuk laporan pembuktian
yang dapat memberikan kesan begitu kuat di pengadilan dan lebih dapat
membangkitkan ingatan penyidik atau petugas spesialis fotografi/dokumentasi.
Pemotretan TKP harus diambil berdasarkan apa yang boleh dicantumkan untuk
pengadilan, harus menggambarkan kejadian secara cermat dan tidak ada
pemutar balikan atau trik kamera.
c. Pemotretan harus dilakukan dengan maksud :

16
1) Untuk mengabadikan situasi TKP termasuk korban dan barang bukti lain
pada saat diketemukan sebelum dipindahkan.
2) Untuk dapat memberikan gambaran nyata tentang situasi dan kondisi TKP.
3) Untuk membantu melengkapi kekurangan – kekurangan dalam pencatatan
dan pembuatan sketsa.
d. Obyek Pemotretan
1) TKP secara keseluruhan dari berbagai sudut sesuai pemotretan kriminil.
2) Detail/close-up terhadap setiap obyek dalam TKP yang diperlukan untuk
penyidikan ( digunakan skla/penggaris, dapat dilakukan bersama dengan
penanganan barang bukti ).
e. Catatan penjelasan pemotretan yang memuat :
1) Hari, tanggal, bulan, tahun dan jam pemotretan.
2) Merk dan type kamera, lensa dan film.
3) Speed kamera dan diafragma.
4) Sumber cahaya.
5) ilter yang digunakan.
6) Jarak kamera terhadap obyek ( dilengkapi sketsa kasar TKP yang memuat
letak kamera dan obyek yang dipotret ),
7) Tinggi kamera.
8) Nama, pangkat, Nrp/Nip yang melakukan pemotretan.

5. Pembuatan Sketsa
Sketsa menggambarkan pemandangan keseluruhan dari TKP atau bagian
TKP dan menunjukkan hubungan jarak yang sebenarnya antara obyek. Pada sketsa
penyidik dapat menggambarkan unsur yang terpenting dari TKP dan meninggalkan
yang kurang perlu. Sketsa melengkapi dan menyempurnakan hasil rekaman
fotografi yang tidak dapat secara akurat menggambarkan dimensi. Jika TKP sangat
sulit dan membingungkan, penyidik dapat membuat beberapa sketsa
menggambarkan aspek yang berbeda. Semua dimensi yang berkaitan dengan TKP
seperti panjangnya dinding, jarak dari pintu atau jendela ke dinding dan besarnya
obyek bukti fisik nyata juga diukur dan ditunjukkan pada sketsa.

17
a. Sketsa harus dibuat dengan maksud untuk :
b. Menggambarkan TKP seteliti dan secermat mungkin.
c. Sebagai bahan untuk mengadakan rekonstruksi jika diperlukan.
1) Sebagai lampiran Berita Acara Pemeriksaan di Tempat Kejadian Perkara.
2) Pembuatan sketsa dilakukan sebagai berikut :
a) Mempergunakan kertas berukuran ( kertas militer )
b) Menentukan tanda/arah utama kompas.
c) Dibuat dengan skala dan jarak yang terukur dari obyek ke titik yang
permanen.
d. Untuk setiap obyek diberi tanda dengan huruf balok dan dijelaskan pada
keterangan gambar.
e. Mengukur dimensi jarak benda – benda bergerak dengan cara menghubungkan
2 ( dua ) titik pada benda – benda tidak bergerak yang dipergunakan sebagai
patokan.
f. Untuk otentikasi sketsa dituliskan/dicantumkan : ( nama pembuat, tanggal
waktu pembuatan, peristiwa, dimana alamat lokasi kejadian ).

D. PENANGANAN KORBAN, PELAKU DAN BARANG BUKTI.

I. Penanganan Korban.
1. Penanganan korban meninggal dunia ( Mati )
Terhadap Koban Manusia yang sudah meninggal langkah langkah kriminalistik
dalam proses olah TKP dilakkan :
a. pemotretan mayat menurut letak dan posisiny secara umum maupun close
up yang dilakukan dari berbagai arah sesuai urut urutan pemotretan sesuai
Sop dalam olah tkp. Ditujukan pada bagian badan yang ada tanda tanda
mencurigakan berupa jejak jejak atau bekas bekas benturan benda keras,
sajam, senjata api, atau lain lain yang diketahui ada pada tubuh korban yang
telah meninggal dunia.
b. Meneliti dan mengamankan bukti bukti yang berhubungan dengan korban
( mayat ) yang terdapat pada tubuh korban atau yang melekat dan terdapat

18
pada pakaian korban dengan memperhatikan tanda tanda mati karena
pembunuhan, tenggelam, keracunan, terbakar, gantung diri /bunuh diri atau
karena sebab sebab lainnnya.
c. Memenfaatkan bantuan teknis dokter yang didatangkan dengan
menanyakan hal hal :
1) Jangka waktu / tenggang waktu telah berapa lama kematian
berdasarkan tanda tanda pengamanatan tanda tanda kematian antara
lain ; kaku mayat, lebam mayat, dan tanda tanda tanda pembusukan.
2) Cara kematian ( mode or manner of death )
3) Sebab sebab kematian korba ( couse of death )
4) Kemungkinan adanya perubahan posisi mayat pada waktu diperiksa,
5) Dibandingkan dengan posisi semula pada saat terjadinya kematian.
6) Memberitan tanda garispada letak dan posisi mayat sebelum dikirim
ke Rumah sakit.
7) Setelah diambil sidik jarinya segera dikirim ke Rumah sakit untuk
dimintakan Visem et repertum dengan terlebih dahulu diberi label
pada ibu jari kakinya atau pada bagian tubuh lainnya . pengambilan
sidik jari berikut identitasnya bila diketahui, dapat dilakukan di tkp
atau dirumah sakit.

2. Penanganan korban yang masih hidup.


Terhadap korban yang masih hidup upaya yang segera perlu dilakukan
adalah guna penyelamatan dan pertolongan korban dengan melakukan
segera berikan pertongan PPPK,
a. Bawa ke Rumah sakit atau puskesman terdekat, Beritahukan
keluarganya bilamana identitas diketahui atau korban dapat ditanya.
b. Berikan pengamanan dan perlindungan,
c. Dengan memperhatikan kondisi korban upayakan dapat di mintai
keterangan di tanya tentang apa yang terjadi sebelumnya dan siapa
yang melakukannya.
3. Penanganan Saksi,

19
Mengumpulkan keterangan dari para saksi:
a. Melakukan interview atau wawancara dengan mengajukan kepada
orang orang atau pihak pihak yang diperkirakan / didga
mengetahui,melihat, mendengar sehubungan dengan kejadian
tersebut.
b. Berdasarkan keterangan keterangan yang didapat dari asil interview
yang dilakukan dapat diperoleh beberapa saksi yang dapat
digolongankan mana saksi yang diduga keras terlibat, dan mana
mana yang tidak terlibat.
c. Melakukan pemeriksaan singkat terhadap golongan saksi yang
diduga keras dalam tindak pidana yang terjadi guna mendapatkan
keterangan dan petunjuk lebih lanjut.
d. Melakukan peperiksaan terhadap korban, keadaan korban,
penampilan korban, sikap korban, atau dibawa ke Rumah sakit /
puskesmas untuk dimintakan Visem et repertum.

II. Penanganan Pelaku.


1. Tindakan yang perlu dilakukan terhadap Pelaku.
2. Pemeriksaan dan penggeledahan badan pelaku guna meneliti ada tidak benda
benda yang ada pada korban terkait barang bukti.
3. Memeriksa identitas atau tanda pemgenal pelaku
4. menyita benda atau barang barang yang ada pada pelaku.
5. Memilah milah barang atau benda yang ada pada pelaku termasuk barang milik
pelaku atau ada hubungan dengan kejadian.
6. Melakukan pemeriksaan singkat, untuk memperoleh keterangan sementara
mengenal hal – hal yang dilakukan sendiri maupun keterlibatan orang lain
terkait dengan kejadian.
7. Di amankan dengan di borgol bilamana dinyakini akan melarikan diri atau
membahayakan.
8. Segera dibawa ke tempat yang aman atau dibawah ke Kantor Polisi terdekat
guna pemeriksaan lebih lanjut.

20
III. Penanganan Barang Bukti.
9. Hal hal yang perlu diperhatikan dalam penganan barang bukti,:
a. Setiap terjadi kontak phisik anatara dua objek akan selalu terjadi
perpindahan material dari masing masin objek, waaupun besar jumlahnya
mungkin sangat kecil atau sedikit sekali karenanya pelaku akan
meninggalkan jejak atau bekas di tkp. Dan pada tubuh korban.
b. Angkin jarang atau tidak wajar, suatu barang ditempat kejadian mangkin
tinggi nilainnya sebagai barang bukti,
c. Barang barang yang umum terdapat ditkp akan mempunyai nilai inggi
sebagai barang bukti bila terdapat karakteristik yang tidak umum dari
barang tersebut,
d. Harus selalu beranggapan bahwa barang yang tidak bearti bagi kita,
mungkin sangat berharga sebagai barang bukti bagi ahli.
e. Barang barang yang dikumpulkan, apabila diperoleh secara bersama sama
dan sebanyak mungkin macamnya serta dhubungkan satu sama lain dapat
menghasilkan bukti yang berharga,
f. Setelaj bukti itu dicatat harus dikumpulkan dibungkusdan disimpan untuk
pemeriksaan labotorium kriminal yang ada di Puslabfor dan penyajian di
pengadilan oleh Jaksa pada tahap penuntutan.
10. Pencarian barang bukti.
Pencarian barang bukti diawali di temapt kejadian erkara ( TKP ) dan
sekitarnya. Secara keseluruhan apabila perlu,dengan disertai
penggeledahanbadan, dilksanakan secara teliti cermat dan tekun. Hal yang perlu
dijaga adalahpencari hanya mencari dan mencatat lokasi barang bukti tanpan
menyentuhnya, diikuti ada petugas utama dengan pembantuny mengumpulkan
dan membungkus suatu bukti.

11. Metode pencarian barang bukti.


Pencarian barang bukti harus dilakukan secara efisien dan siistematis yang
meliputi seluruh tempat tanpa menggandakan uhasa metode pencarian barang

21
bukti tergantung kepada posisi dan sifat tempat kejadian perkara ( TKP )serta
jumlah penyidik yang ikut serta.
Pencarian barang bukti dapat dilakukan dengan metode sebagai berikut
( yang aplikasi dilapangan disesuaikan dengan sifat dan kondisi tkp ) .

a. Metode spiral ( Spiral Methode )


pencarian barang bukti di tkp dilakukan oleh tiga orang atau lebih

menjelajahi tempat kejadian dengan cara masing masing berderet berjajar urut
urut kebelakang ( satu didepan yang lain dibelakang ) dengan jarak tertentu
disesuaikan dengan kondisi tkp kemudian dari suatu ttik bergerak membentuk
spiral berputar dari arah luar ke arah dalam . metode cocok diterapkan untuk
lokasi pencaraian yang lapang bersemak atau berhutan

b. Metode zone.

22
Aplikasi dilapangan enggunakan metode zone ini dengan cara
lokasi dibagi 4 bagian dan setiap bagian dibagi 4 lagi sehingga
tergambar setiap kotak 1/16 bagian setiap kotak ditunjuk 2 sampai
dengan 4 orang petugas masing masing berdampangan satu dengan
yang lain menjelajah atau menggeledahnya. Metode ini baik untuk
tempat tertutup / rumah.

c. Metode Strip dan metode strip ganda ( strip Methode and double
strip methode.

Aplikasi dlapangan beberapa orang petugas masing masing


berdampngan satu dengan lain dalam jarak yang sama dan tertentu
(sejajar ) kemudian bergerak serentak dari sisi lebar yang satu ke sisi
yang lain ditempat kejadian perkara pabila dalam gerakan tersebut
sampai diujung sisi lebar yang lain maka masing masing berputar
kearah semula.metode ini cocok untuk medan lereng / bukit.

23
d. Metode Roda ( Wheel Methode )

Aplikasi dilapangan metode ini dilakukan dengan cara eberapa


orang petugas bergerak bersama sama ke arah dimulai dari titik
tengah temapat kejadian, dimana masing masing petugas
menujunarah sasarannya sendiri sendiri sehingga merupakan arah
delapan penjuru angan . metode ini cocok untuk tkp ruangan ( Hall)

12. pengambilan barang bukti dan pengumpulan barang bukti


pengambilan dan pengumpulan barang bukti harus dilakukan oleh
penyidik yang mumpuni dan pembantunya dalam olah tkp dengan cara yang
benar disesuaikan terhadapberbagai jenis / bentuk /macam / barang / alat
bukti yang akan diambil / dikumpulksn ysng dibutuhkn / diprerlukan dapat
berupa benda padat benda cair, dan gas penyidik dilengkapi dengan kaca
pembesar, senter, jepitan, atau tang penjepit, yang biasa ataupun yang berlapis
karet, alat lat standar oleh tkp pisau lipat dll, selama proses pengumpulan dan
pengambilan menggunakan sarung tangan kain atau karet untuk menghindari
keracunan bukti. Setiap barang bukti yang dikumpulkan dan diambil dicatat,
dibungkus dan disimpan untuk pemeriksaan laboratorium forensik ( bilamana
diperlukan ) dan guna penyajian barang bukti oleh Jaksa di pengadilan.

24
a. Pengambilan dan pengumpulan barang bukti tkp tidak pidana
pembongkaran disertai perusakan :
1) Pada jalur masuk ( bekas ban kendaraan, bekas kaki /sepatu /sandal,
ceceran puntung rokok / bungkus rokok atau benda benda lain yang
ditemukan sepanjang jalur masuk).
2) Pada Jalur Pinu atau Jendela ( Sidik jari, bekas kaki, bekas alat ,
perkakas pembongkar ( linggis, oben dll, rambut )
3) Dalam tkp ( sidik jari, bekas kaki, barang yang tertinggal diduga milik
pelaku, bekas gigitan pada sisa makanan/ buah buahan, darah, dan
benda benda asing lainnya yang ada disekitar tkp sesuai jenis
perbuatan)
4) Pada korban mati ( darah, pakaian korban, bekas bekas perlawanan
seperti rambut, , hasil goresan kuku, serat an, luka luka atau cidera
pada korban, benda benda asing yang ada ditubuh, bekas gigitan,
pengabilan sidik jari)
5) Pada pelaku / Orang yang dicurigai, (darah, pakaian, sepatu, sandal, (
termasuk tanag atau rumput yang melekat pada sandal /sepatu ),
sidik jari, bekas cakaran, rambut bekas bekas luka, kendaraan
tersangka, alat alat, atau instrument yang ada aitannya dengan
peristiwa /kejadian )

b. Pembakaran dan atau kebakaran.


Pembakara ( Kebakaran yang disengaja ), kebakaran karena kelalaian,
barang bukti yang dikumpukan / diambil antara lain :
1) Dijaluar mendekat / keluar ;
a) Ceceran bahan bakar seperti minyak tanah, bensin, solar, tiner,
dll.
b) Ceceran alat pembakar seperti orek api, kayu, kain, lilin, kardud
atau kertas dll.
c) Cecran tempat bahan bakar, kaleng, jerigen, plastik botol kaca,
dll.

25
d) Jejak kaki/ sepatu / sandal, puntuk rokok.
2) Di Tempat kejadian perkara ( TKP ):
a) Bekas atau sisa bahan bakar, seperti seperti minyak tanah,
bensin, solar, tiner, bahan peldak, dll.
b) Bekas / sisa obat pembakar seperti korek apai , detonator/ fuse
c) Potongan kawat listrik yang sambungannya tidak sempurna,
sekerng dan zakering.
d) Sambungan pipa gas /klep pengaan yang bocor,
e) Gas sisa atau residu / hasil bakar,
Sisa kompor, lampu /obat nyamuk dll.

3) Ternagka. ( bekas / sisa bahan akar, residu alat


pembakar,cetakan tapak kaki/ sepatu, sandal, rokok )

c. Tindak pidana nakotika. /obat bius. Dan atau obat obat berbahaya.
1) pada korban :
a) bahan / obat obatan yang diduga narkotika, baik jenis maupun
wujudnya.
b) obat obat yang diduga berbahaya ( Psikotropika / obat
tergolong daftar G.
c) alat instrument yang diduga digunakan untk mengunakan
narkotika ( jarum suntik, eleminium foil, Bonk dll.
d) Bekas bekas suntikan.
2) Ditempat kejadian perkara ( TKP )
a) bahan / obat obatan yang diduga narkotika, baik jenis
maupun wujudnya,
b) obat obat yang diduga berbahaya ( Psikotropika / obat
tergolong daftar G.
c) alat instrument yang diduga digunakan untk mengunakan
narkotika ( jarum suntik, eleminium foil, Bonk dll.

26
d) Bekas bekas bungkus / sampul obat.

d. Kasus yang berhubungan dengan racun :


1) Pada Korban :
a) Muntahan,
b) data kesehatan ( Medical history ) yang dari dokter / Rumah Sakit.
c) obat obat /racun (yang terdapat pada badan atau pakaian )
2) Di Tempat kejadian perkara.
a) obat obatan berbahaya ( daftar G)
b) sisa makanan atau minuman
c) sisa racun ( racun tikus atau racun serangga)
d) desinfektan ( karbol /lisoy.
3) Pada Tersangka obat obat berbahaya dan sisa racun )

e. Kejahatan Susila.
1) Pada korban :
a) Noda darah, sperma.
b) Rambut,serat pakaian,
c) Pakaian termsasuk pakaian dalam,
d) Bekas bekas perlawanan seperti benda benda yang melekat dikuku
korban /tangan
2) Ditempat kejadian perkara.
a) Noda darah, sperma.
b) Sidik jari, bekas kaki,
c) Rambut serat pakaian,
d) Rumput, tanah yang tercecer,
e) Barang barang yang tertinggal dari pelaku seperti sapu tangan, kertas
kertas puntung rokok atau benda benda lainnya.
f) Bekas bekas perlawanan.
3) Pada tersangka:

27
a) Noda darah, sperma, rambut,
b) Pakaian yang dicurigai,
c) Rokok/ korek apai atau benda lain yang ada pada tersangka,bekas
bekas perlawanan korban.
d) Rumput / tanah atau bekas yang melakat pada sepatu atau sandal.
e) Sidik jari atau jejak cetakan kaki / sepatu /sandal.

f. Tindak Pidana Pemalsuan Surat , Ditempat kejadian perkara:


1) Alat alat tulis ( Komputer, mesin model lama, )
2) Bekas bekas karbon, siasa tinta,
3) Perangkat computer, CPU, Printer dll.
4) Cap stempel
5) Alat alat cetak.
6) Benda benda atau intrument lain yang patut diduga ada kaitan dengan
pemalsuan surat,
g. Kecelakaan Lalu lintas :
1) Pada korban ( termasuk kendaraan miliknya )
a) Benda atau barang yang terpisah dari kendaraan bermotor lawan,
seperti cat mobil, minyk oli, dan rem, pecahan kaca, bekas bau pada
pakaian,
b) Pakaian korban.

2) Di tempat kejadian perkara (TKP)


a) Bekas rem,jejak lain dari kendaraan,
b) Cat mobil, minyak oli, pecahan kaca,
c) Pecahan pecahan kaca lainnya dari kendaraan bermotor.
d) pada kendaraan yang di curigai, barang barang yang terpisah dari
korban,atau kendaraannya, seperti serta pakaian, darah, bekas
kerusakan yang baru terjadi, contoh cat mobil, minyak oli, an rem serta
kaca. Pengambilan dan pembungkusan Barang Bukti .

28
3. Pengambilan dan pembungkusan barang bukti.
a. Jenis senjata tajam ( pisau ) yang di duga ada sidik jari.
1) Menggunakan tali yang dkaitkan pada ujung pisau, atau dapat diangkat
dengan menggunakan ibu jari dan telunjuk, jangan sekali kali
menggemgamnya.
2) Letakan diatassehelai karton tebal, ikat dengan kawat yang halus atau
benang yang kuat
3) Memasukan pisau yang telah terkat pada karton tersebutkedalam
kotak yang sesuai sehngga tidak dapa bergeser,
4) Bungkus segel dan beri lebel untuk keentingan pemeriksaan
identifikasi,

b. Senjata api yang diperkirakaan ada sidik jari,


1) Pungutlah senjata api teersebut dengan menggunakan ujung ibu jari
dan jari elunjuk pada bagian pelindung penarik, kemudian angkat
perlahan lahan,
2) Letakan senjata apai tersebut pada seelai karton teal. Bagian pemegang
dan pangkal larasnya,
3) Apabila pada ujung laras senjata api didapat bekas bekas yang antara
lain mesiu, noda darah, sobekan kain, rambut, maka itu harus dijaga
jangan sampai usak atau hilang.
4) Pada ujung laras hendaknya ditutup dengan kertas atau diikat atau
agar tidak kemasukan kotoran.
5) Memasukan senjata apai pada sebuah kotak yang sesuai agar tidak
dapat bergeser geser.
6) Kemudian tutup lebel dan diberi lebel.

c. Anak peluru / proyektil.

29
1) Gunakan kaos tangan tipis plastik, Ambil dengan hati hatu deng ibu jari
dan jari telunjuk pada kedua ujung anak peluru tersebut dan jangan
sampai menambah goresan.
2) Jika ditemukan lebih satu peluru pishkan satu dengan yang laian,
bungkus satu persatu dengan terlebih dahuludibalut dengan kapas,

d. Selongsong peluru,
Karena untuk kepentingan pembuktian kelongsong peluru utamanya,
maka cara mengambilnya dengan memegang leher selongsong bagian
atas dengan menggunakan ujung ibujari dan telunjuk,

e. Mesiu atau serbuk,


1) / menghilangkan sidik jari yng mungkin Jika masih terdapat dalam
magazen tersebut harus dikeluarkan dari senjatanya, dengan
menggunakan alas sapu tangan dan jangan merusak terdapat pada
senjatanya.
2) Setelah kering ( padat kembali ) buka farafin dan masukan kedalam
kantong plastik yang bersih dan segel.
3) Bungkus, segel, dan beri lebel.

f. Peluru yang belum terpakai,


1) Sama dengn anak peluru dan kelongsong.
2) Jika masih terdapat dalam silinder anak peluru, supaya dibiarkan dan
jangan dikeluarkan dari senjatanya.
3) Jika masih terdapa dalam magazen tersebut harus dikeluarkan dari
senjatanya, dengan menggunakan alas saputangan dan jangan merusak
/ menghilangkan sidik jari yang mungkin terdapat pada

30
senjatanya.dengan menggunakan alas sapu tangan dan jangan merusak
atau menghilangkan sidikjari yang mungkin terdapat pada senjatanya
4) Bungkus ; segel dan di beri lebel.

g. Pecahan logam peluru,


1) Membungkus secara terpisah baik menurut jenisnya, waktu maupun
tempat diketemukannya.
2) Pengambilan dan pembungkus seperti mengambil anak peluru,
3) Bungkus ; segel dan di beri lebel.

h. Pakaian sikorban.
1) Dibungkus tersendiri terutama bila ada lobang peluru, sobek karena
pisau, noda darah, sperma pada pakain tersebut,
2) Bungkus, segel dan beri lebel.
i. Dokumen atau surat.
1) Semua dokumen yang ada hubungannya dengan tindak pidanadan
yang disita harus dijaga keasliannya.
2) Jangan sampai terjadi kerusakan keruskan yang ditimbulkan akibat
kecerobohan car mengambil, mengumpulkan dan menyimpannya,
3) Lipatlah sesuai lipatan aslinya,
4) Jangan mengadakan coretan coretan pada dokumen tersebut.
5) Jika hendak memberi tanda tau kode berikan pada sampul dimana
dkumen tersebu di simpan.
6) Simpanlah dkumen dalam sampul /amplop cellopane.
7) Bungkus diikat dan beri lebel.

j. Pengakhiran TKP.
a. Pengolahaan tkp dianggap cukup.
dapat diakhiri jika penyidik sudah dapat menjawab `` ya``atas pertanyaan
pertanyaan sebagai berikut :

31
1) Apakah semua barang bukti yang ditemukan telah dapat
dikumpulkan dalam jumlah yang maksimal.
2) Apakah pembunkusan barang bukti telah sesuai dengan petunjuk
yang ada.
3) Apakah dalam tindakan tindakan yang dilakukan cukup ke hati
hatian, dan cermat,
4) Apakah pemotretan pemotreatan dan skema yang dibuat telaj cukup
untuk menggambarkan keadaan yang sebenarnnya ( rekontruksi)
5) Apakah keterangan keterangan saksi dan tersangka jawaban atas
pertanyaan sudah memperatikan jawaban atas pertanyaan 7 kah.

k. Pembukaan / pembebasan TKP


a. Pembukaan oleh Ka team Penanganan TKP KSPKT, setelah mendapat
pemberitahuan dari unit olah tkp bahwa pengolaan telah selesai.
b. Pembukaan oleh Reskrim dalam hal reskrim masih memerlukan waktu
pengolahan pembukaan atau pembebasan tkp oleh reskrim.
l. Pembuatan berita acara pemeriksaan ditempat kejadian perkara,
Berita acara pemeriksaan ditempat kejadian perkara adalah merupakan :
a. Hasil tindakan pertama di tkp ,
b. Pertanggungan jawab atas pelaksanaan tgasoleh Ka SPKT
c. Bahan dan petunjuk bagi penyidik selanjutnya.
d. Bahan evaluasi bagi atasan
Berita acara ditempat kejadian perkara ,dibuat Ka SPKT atau Ka tim
penanganan tkp yang ditunjuk memuat segala sesuatu serta langkah
langkah yang telah dilakukan pada tidakan pertama di TKP, catatan
penyidik atau penyidik pembantu mengawali untuk menuju laoran tertulis
akhir, digunakan untuk menghubungkan secara kronologs tindakan
penyidk di TKP, memberikan keterangan verbal, dari pengamatan dan
pemeriksaan barang bukti petugas serta memperlihatkan foto dan sketsa.

32
E. PERAN INAFIS DALAM MENDUKUNG PENYIDIKAN

I. Umum.
Fungsi Inafis sebagai salah satu unsur bantuan teknis, hanya merupakan
subsistem dari system olah TKP menunjang jalannya penyidikan, karena masih
banyak unsur lain yang terlibat dalam penanganan maupun pengolahan TKP. Untuk
itu perlu adanya mekasnisme yang jelas dan baku bagaimana urut-urutan tindakan
dalam proses pengolahan TKP.
Diantara sekian banyak kasus yang terungkap, pegungkapannya berawal dari
diketemukannya bukti-bukti di tempat kejadian perkara demikian sebaliknya
kegagalan atau belum terungakapnya kasus-kasus tersebut, sebagian juga
diakibatkan oleh rusaknya tempat kejadian perkara, sehingga tidak dapat
diketemukan adanya barang bukti.
Untuk mendapatkan bukti material yang dapat dijadikan alat bukti yang syah
sesuai dengan pasal 183 dan 184 KUHAP, diantaranya sidik jari latent (salah satu alat
bukti yang merupakan porsi identifikasi) berdasarkan hasil pengolahan TKP, maka
diperlukan adanya TKP yang utuh/asli (Status Quo) dalam arti tidak rusak oleh
manusia, hewan maupun alam, untuk mendapatkan TKP yang masih utuh dan stus
quo tersebut maka TKP perlu diamankan, sebelum diolah oleh team olah TKP, guna
mendapatkan bukti-bukti mateeril yang dapat dijadikan alat bukti dan pada proses
olah TKP inilah terlihat adanya keterkaitan antara identifikasi dengan TKP.
1. Kondisi Personel.
a. Kekuatan Personel
Mengusulkan untuk mendapatkan penambahan personil secara bertahap
untuk memenuhi kekurangan sesuai dengan DSPP yang ada. Disamping
secara kwantitas tersebut diharapkan personil yang didapatkan juga
memiliki kwalitas yang tinggi baik kwalitas mental maupun kwalitas
intelektual dan dedikasi kerja yang tinggi. Mengusulkan anggota untuk
mengikuti pendidikan kejuruan baik dasar maupun lanjutan khususnya
bagi anggota yang bertugas di fungsi Inafis.

33
Menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, simulasi dan atau berupa
coaching clinik dengan perbandingan antara teori dengan praktek adalah
30 - 70 sehingga peserta didik akan lebih banyak kesempatan untuk
melakukan dengan melakukan maka mereka akan lebih cepat untuk
memahami.
Melaksanakan pelatihan anggota dalam rangka memelihara
pengetahuan maupun keterampilan yang dimiliki baik secara bersama
maupun yang bersifat perorangan yang dilaksanakan langsung antara
anggota dengan Pimpinan dengan metode asistensi baik terhadap
masalah/kasus yang ditangani mapun masalah-masalah lain yang
berkaitan dengan bidang tugasnya.
Mengusulkan/memberikan rekomendasi kepada anggota yang dinilai
perstasi kerjanya baik untuk mendapatkan promosi jabatan yang lebih
baik/meningkat. Pemenuhan terhadap hak-hak anggota termasuk
pemberian ganjaran dan hukuman dalam rangka pemeliharaan disiplin
anggota.(reward and funishment) Memberikan penilaian kepada anggota
melalui catatan didalam lock book masing-masing anggota tentang
kecakapannya didalam menangani bidang tugasnya.

b. Kemampuan (Penguasaan) Olah TKP.


Sesuai dengan tugas pokok Inafis adalah sebagai Bantuan teknis
satuan fungsi Polri unit Inafis diharapkan memiliki kemampuan personel
dalam melaksanakan tugas pokok fungsi identifikasi sesuai dengan job
description yang meliputi, kemampuan pengambilan sidik jari, kemampuan
melakukan pemotretan, dan kemampuan melaksanakan administrasi
Identifikasi serta kemampuan sebagai tenaga bantuan teknis satuan fungsi
Polri.
Petugas Inafis dalam pelaksanaan tugas untuk mengungkap suatu
tindak pidana yang terjadi berpedoman pada kemampuan masing-masing
personel, yang diantaranya personel Inafis diharapkan untuk mempunyai
kemampuan (penguasan) meliputi :

34
1) Melakukan pengamatan umum.
2) Melakukan pengamatan khusus terhadap korban dan barang bukti lain di
TKP diikuti oleh Ka Team TPTKP.
3) Melaksanakan APP awal mengenai :
4) Gambaran mengenai hasil pengamatan umum dan khusus.
5) Pembagian sasaran tugas dan penugasan.
6) Menentukan cara bertindak
7) Menentukan police line apakah perlu dirubah.
8) Pembuatan Posko olah TKP
9) Pemotretan secara umum terhadap keaslian TKP
10)Pemotretan empat arah dimulai dari sisi depan TKP berputar searah
jarum jam.
11)Pemotretan dilakukan terhadap korban dan barang bukti secara umum
dari empat susut TKP serah jarum jam.
12)Pemotretan terhadap korban dan barang bukti secara close up.
13)Pemotretan selalui disertai dengan pencatatan.
14)Pemotretan selalu menggunakan jalan setapak.
15)Pencarian barang bukti obyektif dan pembuatan silhuet.
16)Terhadap korban, alat kejahatan, jejak dan barang yang ditinggalkan
tersangka.
17)Metodhe yang digunakan sesuai dengan situasi dan kondisi TKP.
18)Pencarian barang bukti dilakukan dengan cermat dan teliti.
19)Penemuan barang bukti selalui ditandai :
20)Bendera kecil/nomor bertiang pada lokasi rumput dan tanah basah.
21)Silhuet pada landasan yang bisa ditandai dan diberi nomor.
22)Penomoran barang bukti dilakukan sesuai dengan urutan yang benar
Mulai dari korban nomo1, luka korban nomor 2, kemudian jejak dan
barang bukti lain nmor selanjutnya. Penomoran dilakukan searah jarum
jam.

c. Pemotretan setelah diberi nomor;

35
a) Secara umum dilakukan dari empat sudut searah jarum jam
terhadap korban maupun barang bukti yang ada di TKP.
b) Secara khusus terhadap ;
1) Korban dilaksanakan mulai dari arah kepala berputar
serah jarum jam.
2) Luka korban, dilakukan secara close up dengan
menggunakan pembanding berupa coin untuk luka bulat,
meteran untuk luka sayat/bacok.
3) Barang bukti da njejak lain yang kecil mengggunakan
pembanding coin. Yang besar diukur dengan
menggunakan meteran/mistar/penggaris.
4) Sidik jari latent yang telah ditandai dan diberi nomor
sebelum diangkat terlabih dahulu di photo close up.
5) Pemotretan selalui ditandai dengan pencatatan data
fotografi dan disaksikan oleh 2 orang saksi.
6) Pengukuran dan pembuatan sketsa.
7) pengukuran.
8) Pengukuran terhadap luas TKP.
9) Pengukuran dilaksanakan mulai dari korban kemudian
kepada barang bukti dan jejak yang terdekat dengan
korban.
10)Pengukuran dilakukan dengan metode dua titik
tetap/system koordinat.
11)Hasil pengukuran dicantumkan dalam sketsa.
12)Pembuatan sketsa.
13)Sketsa dibuat secara umum dan khusus
14)Sektsa dibuat pada kertas millimeter blok
15) Pada sektsa dicantumkan :
a) Kop.
b) Judul.
c) Skala.

36
d) Arah utara dan panah.
e) Gambar sketsa sesuai dengan ketentuan (pintu
terbuka/tertutup, mobil/motor dan sebagainya).
f) Ukuran-ukuran ditandai dengan garis terputus
menggunakan tinta merah.
g) Barang bukti dan jejak ditanda dengan penomoran
di TKP.
h) Penggambaran jalan keluar masuk tersangka.
i) Dicantumkan keterangan gambar, keterangan
tentang kasus, dan waktu kejadian, identitas
pembuat dan waktu pembuatan serta tanda tangan.

d. Penanganan korban mati.


1) Pengambilan sidik jari korban dengan benar :
a) Menggunaan sendok mayat.
b) Menggunakan balnko AK 23 yang dipotong–potong
sesuai dengan peruntukann posisi jari.
c) Cara pengambilan sidik jari tidak double.
d) Hasil pengambilan sidik jari ditempel pada blanko
AK 23 yang lengkap.
e) Pengisian cirri-ciri korban pada balnkop AK 23.
f) Pengambilan sidik jari disaksikan oleh dua orang
saksi.
g) Pengambilan identitas korban pada pakaian dan
pencatatan cirri korban yang terlihat pada balnko
AK 23.

37
h) Pelabelan dan pengelakan korban. ( Laki-laki di ibu
jari kaki kanan, Perempuan di ibu jari kaki kiri )
i) Pengangkatan korban sesuai dengan ketentuan,Oleh
tiga orang petugas. ( Dari satu sisi. Dibawa hati-hati
tertib tidak menginjak jejak dan barang bukti)
j) Korban mati langsung dibawa kerumah sakit untuk
di visum dan diotopsy.
k) Sebelum korban diangkat ditandai dulu dengan
spidol atau kapur.

2) Pengumpulan barang bukti lain.


a) Barang bukti diangkat dan dikumpulkan sesuai
dengan nomor/urutan.
b) Barang bukti berupa alat kejahatan diangkat seusi
dengan ketentuan :
c) Pistol diangkat dengan menggunakan benang yang
diikat pada pelindung penarik.
d) Pisau diangkat dengan menggunakan benar yang
diikatkan pada pangkal pisau.
e) Obeng diangkat dengan menggunakan benar yang
diikatkan pada pangkal obeng. Dlsb.
f) Barang bukti jejak diangkat sesuai ketentuan :
(1) Darah basah dengan menggunakan pipet
dimasukan toples kecil dan diberi ciline.
(2) Darah basah dengan cara dihisap dengan kain
kasa dikeringkan dan diangin-anginkan
dimasukan toples.
(3) Darah kering dengan menggunakan silet/alat
pengerik dimasukan toples kecil.
(4) Rambut diangkat dengan menggunakan pinset
dimasukan dalam amplop kecil.

38
g) Barang bukti diangkat dan dimasukan plastic yang
telah diberi nomor dan dibawa ke meja posko secara
berurutan.
h) Barang bukti dikelompokan sesuai dengan urutan
nomor pada meja posko Olah TKP.
i) Barang bukti dibungkus disegel dan dilak sesuai
dengan ketentuan.
j) Pengangkatan barang bukti dan jejak disaksikan
oleh dua orang saksi yang dicantumkan dan Berita
Acara pengangkaan barang bukti dan jejak.

3) Pengangkatan sidik jari laten sesuai dengan ketentuan;


a) Menggunakan lifter.
b) Pada blanko sidik jari latent dicantumkan
(2) nama, waktu pengambilan, kasus, posisi sidik jari
secara sketsa,
(3) Blanko ditanda tangani oleh petugas dan oleh dua
orang saksi
c) Pengangkatan nomor dilaksanakan pada saat police line
dibuka.
d) Pemotretan secara umum terhadap bekas barang bukti.
e) Pengamanan dan pemotretan barang bukti yang
terkumpul pada meja posko olah TKP.
f) Wawancara terhadap saksi-saksi di TKP dilakukan oleh
petugas yang ditentukan.
g) APP akhir dilakukan oleh’ Danteam melakukan
konsolidasi tentang hasil-hasil yang didapatkan oleh
masing-masing petugas.
(1) Dan team mengecek kelengkpan hasil penugasan;
jumlah barang bukti dan photo.

39
(2) Dan team mempertimbangkan apakah police line
dapat dibuka/belum.

Dan juga anggota Inafis diharapkan setiap pengakhiran pelaksanaan


pengolahan TKP dapat melaksanakan pembuatan administrasi
penyidikan yang lengkap dan benar sesuai dengan petunjuk dan
peraturan yang berlaku.

e. Hasil Yang Dicapai.


Dengan telah terpenuhinya faktor-faktor pendukung tersebut diatas
hasil yang dicapai dalam pelaksanaan tugas fungsi Inafis dalam
penanganan olah TKP mengalami peningkatan dalam penyelesaian
perkara dikarenakan dengan adanya bukti-bukti materil yang cukup guna
mendukung proses penyidikan sehingga memperoleh hasil yang maksimal
sehingga membuat terang suatu tindak pidana dan dapat ditemukan siapa
yang menjadi pelakunya, sehingga dapat diajukan ke penuntut umum.

2. Sarana dan Prasarana.


a. Melakukan perawatan/pemeliharaan terhadap seluruh materil yang
dimilik dalam rangka memperpanjang usia pakai dan agar selalu dalam
keaadaan siap pakai.
b. Mengusulkan untuk menghapuskan materil yang sudah tidak layak pakai
dan lewat waktu.
c. Mengadakan materil secara swadaya guna menunjang pelaksanaan tugas-
tugas operasional.
d. Pembuatan data base sidik jari yang dihimpun dari seluruh warga
masyarakat kota Bandung baik itu pemohon SKCK, SIM atau pemohon KTP
juga termasuk sidik jari tersangka.
3. Anggaran.
a. Secara bertahap dukungan anggaran dinaikan sehingga dapat menunjang
pelaksanaan operasional.

40
b. Dengan pemenuhan angaran tersebut diharapkan akan dapat memberikan
motivasi anggota untuk berlomba dapat menyelesaikan tugasnya dengan
baik.
c. Meningkatkan kesejahteraan anggota guna untuk meningkatkan kinerja
anggota agar lebih giat dan teliti serta tidak memikirkan hal-hallain
sehingga anggota dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik dan tenang.
4. Koordinasi.
a. Antar Satuan Fungsi
Dalam pelaksananaan tugas penanganan olah TKP sangat di perlukan
adanya koordinasi antar fungsi dimana petugas olah TKP sangat
memerlukan fungsi lainnya guna tercapainya hasil yang maksimal dalam
penanganan TKP, yaitu terjalinya koordinasi yang baik dan harmonis
sesuai dengan HTCK antara fungsi Sabhara yang melakukan pengamanan
secara terbuka terhadap keaslian TKP (status quo) serta pengamanan
terhadap saksi dan barang bukti dan bila ada tersangkanya, fungsi
Reskrim untuk melaksanakan wawancara atau interogasi terhadap saksi
yang ditemukan di TKP, fungsi intel untuk melakukan penyelidikan
terhahdap saksi atau tersangka bila kemungkinan masih berada di TKP,
fungsi Binamitra untuk melakukan penerangan/penyuluhan terhadap
masyarakat disekitar TKP untuk membantu petugas dalam melakukan
penanganan olah TKP, fungsi lantas membantu mengatur lalulintas apabila
TKP tersebut berada disekitar jalan umum. Serta satuan fungsi bantuan
teknis lain yang mempunyai peranan dalam kegiatan olah TKP ( Labfor,
Dokpol, Satwa, Gegana)

b. Antar Instansi
Dalam melakukan olah TKP diperlukan adanya koordinasi antar instansi
yaitu memerlukan adanya bantuan dari instansi lain guna tercapainya
hasil olah TKP yang maksimal seperti dengan pihak pemerintahan
setempat (RT/RW, Lurah atau Camat) dan dengan instansi lain yang

41
mendukung penyelidikan terhadap saksi dan barang bukti. Dan yang
terutama peran serta masyarakat akan pentinganya pengolahan TKP.

5. Pengawasan dan Pengendalian.


Dalam melakukan penanganan olah TKP perlu adanya pengawasan dan
pengendalian dari pimpinan agar supaya hasil olah TKP berguna untuk
kepentingan penyidikan dan dapat mengungkap tidak pidana apa yang terjadi
serta dapat ditemukan siapa pelakunya.
Dalam pelaksanaan olah TKP penyidik/petugas olah TKP bertanggungjawab
secara tuntas atas tindakan yang dilakukannya berdasarkan kewenangan dan
keahliannya yang dimilikinya dan berdasarkan atas peraturan perundang
undangan. Tanggung jawab penyidik selaku petugas olah TKP secara hirarkis
terikat menurut garis komandonya, garis lurus fungsional dalam rangka
pelaksanaan tugas baik diminta ataupun tidak kesatuan pada kesatuan atas
dapat memback up kesatuan pada kesatuan bawahnya secara hirarkis menurut
kebutuhan.

42

Anda mungkin juga menyukai