KRIMINALISTIK.
A. PENDAHULUAN
I. Umum.
Mencari dan mendapatkan Bukti untuk kepentingan peradilan bukanlah hal
yang mudah, disisi lain bukti tersebut merupakan fakta kebenaran materil guna
pengadilan menentukan dapat tidaknya orang yang diajukan dipersidangan
tersebut dijatuhi hukuman yang adil, dengan mempertimbangakan kepentingan
terdakwa dan kepentingan Pubblik. Sehingga diperlukan proses (dou Process)
dengan bantuan Kriminalistik dalam mencari dan mendapatkan barang bukti
dengan melalui proses penyelidikan dan penyidikan secara ilmiah.
Dalam mengungkap peristiwa kejahatan atau Tindak Pidana, Penyidik untuk
dapat mengungkap fakta yang terjadi di tempat kejadian perkara memerlukan
bantuan ilmu ilmu lainnya selain kemampuan teknis dan taktis dalam olah Tempat
kejadian, sering kali bukti yang akan jadi fakta fakta ( bukti ) tidak dengan mudah
diketahui dalam kondisi normal, sehingga diperlukan intrument lain sesuai disiplin
ilmu yang sinergi dan relevan dengan tindak pidana dan jenis kejahatan yang
ditemukan di tempat kejadian. Rangkaian upaya dan tindakan yang ilakukan
penyidik itulah yang disebut Kriminalistik sebagai suatu pengetahuan mengungkap
fakta kejahatan untuk mendapatkan kebenaran materil.
Dengan fakta – fakta ( alat bukti ) ini yang akan dijadikan sarana penyidik
menetapkan tersangka, kejaksaan selaku penuntut mengajukan terdakwa ke
pengadilan dan hakim menjatuhkan hukuman.
Ragam pendapat memberikan difinisi tentang apa itu kriminalistik ?, tetapi
umumnya disebutkan bahwa kriminalistik adalah Pengetahuan dalam menyelidiki
kejahatan dengan menggunakan ilmu ilmu lain seperti fisika seperti ilmu alam, ilmu
kimia, ilmu biologi dan ilmu matematika atau ilmu lainnya yang relevan dengan
peristiwakejahatan yang ditemukan di tempat kejadian perkara
1
II. Difinisi kriminalisitik.
Kriminalistik, beberapa pendapat pakar seperti :
1. Menurut Prof. Dr. W.M.F. Noach, menyebutkan : 1)
a. Kriminalistik adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai
masalah teknik, sebagai alat untuk mengadakan penyidikan kejahatan seara
teknis dengan menggunakan alam, kimia, sidik jari, ilmu racun, dan lain-lain;
b. Kriminologi dalam arti luas adalah kriminologi dalam arti sempit ditambah
dengan kriminalistik.
2. Menurut Drs. A. Gumilang menyebutkan : Kriminalistik adalah teknik dan taktik
untuk membuat terang suatu perkara kejahatan dengan menggunakan ilmu – ilmu
modern.
3. Menurut Frederick Cunliffe dan Peter B. Piazza, menyatakan :
a. Kriminalistik adalah suatu ilmu yang menggunakan metode pengamatan,
pengarahan dan analisis ilmiah untuk memperoleh dan mengungkap bukti
nyata;
b. Ilmu kriminalistik adalah penggunaan metode pengamatan dan analisis ilmiah
untuk mengungkap dan menafsirkan bukti fisik.
4. Dalam buku tangan Kriminalistik Polri, dirumuskan :
a. Kriminalistik adalah ilmu pengetahuan dalam menyelidiki suatu kejahatan
dengan menggunakan pengetahuan fisika, kimia, ilmu alam, matematika, dan
sebagainya;
b. Ilmu pengetahuan yang menentukan terjadi atau tidak terjadinya suatu
kejahatan dengan mencari ( menyidik ) pelakunya dengan menggunakan ilmu
alam, kimia, ilmu racun, penyakit jiwa, dan lain-lain.
5. Menurut pengertian Drs. Rusly ZA Nasution SH. MH., kriminalistik adalah suatu
pengetahuan dan keterampilan teknis dan taktis untuk membuat terangnya suatu
perkara dengan menggunakan ilmu pengetahuan tertentu sesuai dengan jenis
tindak pidana yang terjadi.
6. Menurut Handbook ( penyidik dari BKA Jerman ) memberikan divinisiKriminalistik
adalah Ilmu pengetahuan dalam menyelidiki kejahatan untuk mengetahui terjadinya
kejahatan dengan mencari pelaku dengan bantuan ilmu lain. Kriminalistik adalah
2
ilmu pengetahuan untuk menetukan terjadinya kejahatan dalam proses penyidikan
guna membuat terang kejahatan atau tindak pidana yang terjadi dan menemukan
pembuatnya (dader) dengan mempergunakan cara ilmu pengetahuan alam, dengan
mengesampingkan cara-cara lainnya yang dipergunakan oleh ilmu kedokteran
kehakiman (sekarang ilmu kedokteran forensik), ilmu racun kehakiman (sekarang
toksikologi forensik) dan ilmu penyakit jiwa kehakiman (ilmu psikologi forensik).
(dari buku “Dasar-dasar pokok penyidikan kejahatan”).
3
membuktikan telah terjadinya suatu tindak pidana ( kejahatan ), siapa
pelakunya, bagaimana kejahatan itu terjadi dan bagaimana tersangka/pelaku
dapat ditangkap.
4
1. Penyiapan peralatan untuk penyidikan kejahatan.
2. Pengamatan Bekas-bekas Peristiwa. Adapun bekas-bekas peristiwa pada
pokoknya meliputi dua macam yaitu:
3. Bekas-bekas Psychologis atau Psychis, yaitu berupa penampungan kesan-kesan
yang didapat oleh panca indra dari pihak-pihak yang bersangkutan dalam
peristiwa, seperti misalnya penglihatan para saksi, ingatan si korban bila tidak
meninggal, penglihatan yang dihubungkan dengan teori oleh para ahli dan lain-
lain. (bukti-bukti ini bisa diawetkan dengan tape recorder, foto, dilukis dan
sebagainya).
4. Bekas-bekas kebendaan atau materiil, atau juga dikenal dengan saksi mati, yaitu
misalnya mayat, bagian-bagian tubuh, luka-luka pada korban atau orang lain,
bercak-bercak darah, senjata/alat yang dipergunakan dan lain-lain.
5. Kemudian dengan perangkaian data berdasarkan bekas-bekas yang ada,
diusahakan disusun jalannya kejadian atau peristiwa, yang dalam perkara pidana
dinamakan reconstructive, yang selama atau sesudah pelukisan kembali kejadian
pengejaran pelaku atau yang dicurigai, berlangsung sampai pelaku kejahatan
tertangkap, atau menyerahkan diri.
Diketahui adanya Tindak Pidana / kejahatan, dapat melalui
pemberitahuan peristiwa / laporan atau diketahui langsung petugas. Bila
keadaan memungkinkan, pemberitahuan dilakukan per telepon atau alat
komunikasi lainnya diera saat ini bisa melalui media internet, Whats aff, dan lain
lain, bila tidak mungkin karena tempatnya terpencil maka pemberitahuan
dilakukan dengan cara baik lisan atau tertulis (tetapi harus ringkas dan jelas).
Mengenai pemberitahuan kepada siapa-siapa pemberitahuan itu disampaikan
biasanya telah ditetapkan sesuai yuridiksi hukum kepolisian setempat; dan bila
hal-hal tertentu memerlukan guna kepentingan sikorban perlu bantuan dokter,
hal ini dapat pula dilakukan.
a. Tindakan-tindakan pemberitahuan ini biasanya sejalan dengan usaha-usaha
memberikan kepada sikorban dengan pemberitahuan kepada pihak-pihak
yang dianggap dapat menolong, terutama kepada dokter terdekat.
b. mengadakan penutupan dan penjagaan di tempat kejahatan.
5
c. mengadakan pemeriksaan di tempat peristiwa.
d. memahami petunjuk untuk mendapatkan tanda-tanda bekas secara teratur.
e. ringkasan mengenai rangkaian tindakan petugas penyidik setelah berada di
tempat peristiwa Hakekat misi dalam penyidikan perkara kejahatan adalah
untuk menjernihkan persoalan, sehinggadapat dikejar pelakunya dan
menghidarkan orang yang tidak bersalah dari tindakan hukumyang tidak
seharusnya.disinilah peran dari kriminalistik untuk membantu penyidikan
sehingga dapat menegakkan hukum karena kriminalistik memberikan
pengetahuan tentang teknik kriminil dan taktik kriminil. Dalam kriminalistik
untuk menangani sebuah tindak pidana kekerasan atau pembunuhan maka
ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyidikan yaitu
1) Tanda-tanda kematian,
2) Waktu kematian.
3) Usaha-usaha untuk mengenali mayat.
4) Hal-hal mengenai orang yang dicari sehubungan dengan adanya korban.
5) Pemeriksaan terhadap bekas-bekas di TKP
6
berdasarkan undang – undang yaitu Undang – Undang RI No. 8 tahun 1981 tentang
KUHAP dan Undang – Undang RI No. 73 Tahun 1958 dan No. 27 Tahun 1999 tentang
KUHP.
2. Dengan Ilmu – Ilmu lainnya :
Dalam menentukan keberhasilan kriminalistik diperlukan kontribusi ilmu – ilmu
pendukung diantaranya :
a. Ilmu Alam
b. Ilmu Kimia
c. Ilmu Fisika
d. Ilmu Hukum
e. Ilmu Kedokteran Kehaikan
f. Ilmu Forensik ( racun )
g. Ilmu Balistik ( senjata api )
h. Ilmu Matematika
i. Ilmu Sosial ( sosiologi )
j. Ilmu Ekonomi
k. Ilmu Psikologi
Kriminalistik (Kriminalistics) adalah subdivisi dari ilmu forensik yang menganalisa
dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan bukti-bukti biologis, bukti
jejak, bukti cetakan (seperti sidik jari, jejak sepatu, dan jejak ban mobil), controlled
substances (zat-zat kimia yang dilarang oleh pemerintah karena bisa menimbulkan potensi
penyalahgunaan atau ketagihan), ilmu balistik (pemeriksaan senjata api) dan bukti-bukti
lainnya yang ditemukan pada TKP. Biasanya, bukti-bukti tersebut diproses didalam sebuah
laboratorium (crime lab).
Digital Forensik yang juga dikenal dengan nama Computer Forensic adalah salah
satu subdivisi dari ilmu forensik yang melakukan pemeriksaan dan menganalisa bukti legal
yang ditemui pada komputer dan media penyimpanan digital, misalnya seperti flash disk,
hard disk, CD-ROM, pesan email, gambar, atau bahkan sederetan paket atau informasi yang
berpindah dalam suatu jaringan computer
7
a. Tujuan dari kriminalistik adalah mengungkap suatu kejadian atau tindak
pidana melalui upaya menemukan kebenaran, memeriksa dan menguji
pelakunya dan mengajukannya ke pengadilan untuk memperoleh putusan
yang tetap menurut hukum dan perundang – undangan.
b. Obyek Kriminalistik, Obyek dari kriminalistik adalah kenyataan dan
kemungkinan kejahatan atau tindak pidana dengan memperhatikan
adanya “Tujuh kah”, yaitu :
1) Siapa kah ( pelaku/korban/saksi )
2) Apa kah yang telah dilakukan ( kejahatan atau tindak pidana )
3) Dimana kah ( tempat kejadian )
4) Dengan apa kah ( peralatan yang digunakan )
5) Mengapa kah ( motif dari perbuatan )
6) Bagaimana kah ( modus atau cara )
7) Bilamana kah ( waktu terjadinya )
Di negara – negara Eropa dikenal dengan istilah “7 – W”, yaitu : Who, What,
Why, When, With, What time dan Where.
8
penyelidikan penyidikan. Disinilah peranan ilmu kriminalistik termasuk
laboratorium kriminil, dengan penggunaan metode pengamatan, pengarahan
dan analisa ilmiah untuk mengungkap dan menafsirkan bukti fisik nyaa.
Karena hampir segala sesuatu bisa menjadi bukti fisik nyata, penyelidikan
ilmiah dapat dipedomani banyak bidang ilmu yang berbeda, atas dasar ini
tidak ada salahnya bagi seorang ahli kejahatan untuk menjadi generalis
ilmiah, rasa ingin tahu untuk mempelajari pengetahuan dasar dari disiplin
ilmu lain. Dengan arti kata lebih luas bahwa kriminalistik dapat bermanfaat
dan berkontribusi tidak hanya semata-mata untuk lingkup kriminal saja
tetapi juga berguna bagi konteks/masalah lain seperti bidang kesehatan,
obat dan makanan, industri, dokumen, kedokteran ( DNA ), sidik jari untuk
kependudukan dan imigrasi, dan ilmu pengetahuan lain-lain dan atau
sebaliknya.
Orang Belanda mengatakan “Appel Volt noet ver van de boom”,
sedangkan orang Indonesia memberi istilah, bahwa “Buah jatuh tidak jauh
dari pohonnya”. Hal ini dapat diartikan sebagai faktor keturunan yaitu
apabila sang ayah/ibu ( orang tua ) berpembawaan jahat, sang anak juga
cenderung jahat. Apa benar seperti itu?
I. Umum.
Dalam suatu negara hukum, penegakkan hukum ( law enforcement ) menjadi
salah satu syarat yang harus dilaksanakan dan dipenuhi sebagai konsekuensi dan
konsistensi terwujudnya “supremasi hukum ( supremacy of law )“. Negara Indonesia
adalah Negara Hukum ditegaskan dalam Undang – Undang Dasar 1945 setelah
perubahan ( amandemen ) ketiga, pasal 1 ayat ( 3 ) “Negara Indonesia berdasar atas
hukum ( rechsstaat ) tidak berdasar atas kekuasaan belaka ( machstaat )”. Suatu
usaha terwujudnya supremasi hukum, adanya penegakkan hukum yang dimaknai
sebagai suatu proses untuk mewujudkan tegaknya hukum.
9
Terkadang kita sering terjebak dalam proses penegakan hukum, dengan
aliran normatif dogmatig penegakan hukum yang kaku hanya mempedomani apa
itu hukum, bagaimana implementasinya , sebagian memandang hukum ya apa yang
ada dalam undang undang. Anggapan ini sudah tidak sejalan dengan kondisi
harapan masyarakat yang pemikirannya telah berkembang lebih luas, bahwa
aplikasi penegakan hukum untuk mengatasi dan menyelesaikan masalah yang
terjadi diantaranya ( lebih responsif). Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukkan
oleh Satjipto Rahardjo, dalam bukunya penegakan hukum progresif, Hukum itu
bukan suatu yang statis,steril,tetapiinstitut yang secara dinamis bekerja untuk
memberi keadilan kepada bangsanya. Maka terjadilah interaksi dinamis antara
hukum dengan keadaan sosial, disekitar hukumitu dan tantangan situasi luar biasa
pun dijawab cara luar biasa pula1
Secara teoritis perkembangan politik hukum, efektifitas berlakunya hukum
dipengaruhi oleh antara lain “ struktur hukum “ yang meliputi lembaga – lembaga
hukum, “substansi atau materi hukum“ dan “kultur hukum“, disamping juga
dipengaruhi oleh “sistem hukum” dalam suatu negara termasuk di dalamnya
“sarana prasarana, komitmen dan profesionalisme hukum”. Di dalam penegakkan
hukum di Indonesia, struktur hukum meliputi lembaga – lembaga yang terkait dan
berperan dalam ( Sistem Peradilan ) penegakkan hukum ( penyidik, penuntut,
pengadilan, pembela ), substansi hukum meliputi peraturan perundang – undangan
yang mengatur tentang tindak pidana dan dan perdata ( formil dan materil ), kultur
hukum berkaitan dengan kekuatan berlakunya hukum termasuk kesadaran dan
ketaatan masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang – undangan, dan
sistem hukum berkaitan erat dengan penegakkan hukum di Negara Kesatuan
Republik Indonesia ( sarana prasarana, komitmen dan profesional ), melalui
kewenangan POLRI melakukan penyelidikan dan penyidikan tidak pidana,
pembuktian dalam proses penegakan hukum.
10
I. Umum.
Tanggungjawab petugas polisi umum dan atau penyidik sesampainya di Tempat Kejadian
Perkara ( TKP ) adalah menjaga tempat kejadian dari gangguan kerusakan. Orang – orang
yang mmasuk ke tempat kejadian setelah kejahatan akan mungkin berkontaminasi dengan
mencemarkan jejak si penjahat. Kemampuan ahli kriminal memproses bukti fisik yang
berguna bagi penyidik “bergantung kepada proses pengumpulan dan pembungkusan bukti
berguna bagi penyidik “bergantung kepada proses pengumpulan dan pembungkusan bukti
pada TKP dan kondisi penerimaannya”. Pada TKP yang penting diperhatikan adalah
lokasi/ruangan/tempat/wilayah dimana kejahatan terjadi, tempat ini harus betul-betul
dilindungi selama masa pencarian.
1. Kegiatan tindakan Penanganan Tempat Kejadian Perkara ( TKP )
Implemtasi tindakan pertama di tkp dapat dibagi dalam 2 (dua) tahap, yaitu :
a. Tindakan Pertama di TKP ( TPTKP ) adalah suatu tindakan kepolisian yang harus
dilakukan segera setelah terjadinya suatu tindak pidana/kejahatan untuk :
b. Melakukan pertolongan/perlindungan kepada korban/anggota masyarakat.
c. Melakukan penutupan dan pengamanan TKP ( memasang garis polisi ) agar TKP
tidak berubah ( status quo ) dari keadaan semula.
d. Melindungi TKP dan barang bukti yang diperlukan tidak hilang/rusak/berubah
letaknya/terjadi penambahan atau pengurangan.
e. Memperoleh keterangan dan fakta sebagai bahan penyidikan lebih lanjut ( olah TKP )
dalam menjajaki/menentukan pelaku, korban, saksi – saksi, barang bukti, modus
operandi dan alat – alat yang dipergunakan dalam perkara itu.
f. TKP dan bukti yang ditemukan di dalamnya dicatat dengan berbagai cara seperti
pemotretan, sketsa, dan catatan penyidik; setelah bukti itu dicatat kemudian harus
dikumpulkan dan dibungkus dan disimpan untuk pemeriksaan Laboratorium dan
penyajian di pengadilan.
11
Pengolahan tkp adalah suatu tindakan atau kegiatan – kegiatan setelah TPTKP
dilakukan dengan maksud untuk :
a. Mencari dan mengumpulkan barang bukti, saksi yang belum diperoleh oleh
petugas TPTKP.
b. Menganalisis dan mengevaluasi petunjuk – petunjuk, keterangan – keterangan,
bukti serta identitas tersangka menurut teori “Bukti Segi Tiga” guna memberi
arah terhadap penyidikan ( hubungan keterkaitan antara “korban” – “barang
bukti” dan “pelaku/tersangka” ).
c. Penyimpanan dan penyerahan untuk pemeriksaan ilmiah Laboratorium
Kriminalistik.
3. Tempat Kejadian Perkara ( TKP ),
Dimaksud dengan TKP itu sendiri adalah :
a. Setiap tempat dimana diduga telah terjadi suatu tindak pidana dan/atau suatu
tempat ditemukannya barang bukti.
b. Merupakan salah satu sumber keterangan yang penting dan bukti – bukti yang
dapat menunjukkan/membuktikan adanya hubungan antara korban, pelaku,
barang bukti dan TKP itu sendiri.
c. Dari hubungan tersebut diusahakan untuk dapat diungkapan pokok – pokok
masalah ( obyek kriminalistik ), sebagai berikut :
1) Benarkah telah terjadi suatu tindak pidana dan tindak pidana apa yang telah
terjadi? Misalnya pembunuhan, pembakaran dan lain-lain.
2) Bagaimanakah tindak pidana itu dilakukan? Misalnya menusuk dengan
benda tajam ( keris ), memukul kepala dengan benda kerasa, dan lain – lain
modus operandi.
3) Siapa yang melakukan tindak pidana itu ( si Amir, si Polan, dll. ) – tersangka.
4) Dengan apa dilakukan? Misalnya dengan pisau, dengan tembakan, dan lain –
lain.
5) Mengapa tindak pidana itu dilakukan? Misalnya karena balas dendam,
cemburu, sakit hati ( motif ).
6) Dimana dilakukan? Misalnya di sebuah gudang milik si Polan, alamat Jl. X No.
10 Rt/Rw, Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten/Kota ( tempat/locus delicti ).
12
7) Bilamana dilakukan? Misalnya pada hari Senin/tanggal/bulan/tahun, pukul
24.00 WIB/malam hari.
d. Tindakan Pertama di Tempat Kejadian Perkara ( TKP )
Tindakan pertama di TKP dapat dilakukan oleh :
1) Petugas Polri yang datang pertama di TKP. Dalam hal situasi tempat kejadian
tindak pidana masih membahayakan keamanan baik terhadap korban
maupun masyarakat di sekitarnya, wajib mengambil tindakan untuk
memberikan perlindungan dan pertolongan. Dalam hal korban luka
berat/ringan/pingsan, diberikan pertolongan sesuai dengan
petunjuk/ketentuan PPPK atau pertolongan Dokter/kirim ke Rumah Sakit
terdekat, setelah terlebih dahulu mencatat identitas korban dan menandai
letak korban.
2) Apabila korban dalam keadaan kritis ( gawat ), selain dicatat identitasnya,
usahakan untuk mendapatkan keterangan, petunjuk serta identitas pelaku
dan lain – lain.
3) Dalam hal korban mati, dijaga tetap pada posisinya semula dan jangan sekali
– sekali menyentuh korban, kecuali untuk mengetahui apakah korban sudah
benar – benar meninggal dan menunggu sampai datangnya
Pamapta/Petugas Polri dari kesatuan terdekat.
4) Dalam hal korban mati yang dapat mengganggu lalu – lintas umum, korban
( mayat ) dapat dipindahkan dengan memberi tanda letak mayat terlebih
dahulu.
e. Pamapta/ Kepala Sentral pelayanan Kepolisian terpadu ( SPKT ).
Setelah menerima pemberitahuan/laporan tentang terjadinya tindak pidana, KA
SPKT beserta anggotanya segera datang ke Tempat Kejadian Perkara untuk
memimpin dan mengendalikan tindakan kegiatan yang dilakukan, sebagai
berikut :
1) tindakan pertama di Tempat Kejadian Perkara, yang dilakukan adalah:
a) Menyempurnakan penutupan dan pengamatan Tempat Kejadian
Perkara ( mempertahankan status quo ) dan bilama perlu meminta
bantuan unsur – unsur Samapta lainnya.
13
b) Membuat tanda – tanda yang perlu di TKP ( tanda bekas sidik jadi atau
kaki ).
2) Menggeledah dan menyita barang – barang yang terdapat pada tersangka.
3) Mengamankan tersangka/pelaku, saksi, korban dan menjaga agar barang
bukti tetap pada tempatnya.
4) Memisahkan satu sama lain orang – orang yang berada di TKP yang baru
saja terjadi dengan maksud agar tidak saling mempengaruhi, sehingga
menyulitkan dalam mendapatkan keterangan yang sebenarnya
( obyektif ).
5) Mencari, mengumpulkan saksi – saksi dan mencatat identitasnya serta
diperintahkan untuk tetap tinggal di tempat yang ditentukan guna diminta
keterangannya.
6) Atas nama Komandan Kesatuan selaku penyidik, membuat dan
menandatangani permintaan Visum et Repertum ( VR ).
7) Memberitahukan keluarga.
8) Membuat sketsa kasar ( tanda skala ) dan catatan kejadian sebagai bahan
untuk pembuatan sketsa yang sempurna, juga Laporan Polisi ( LP ) dan
Berita Acara Pemeriksaan ( BAP ) di TKP.
f. Apabila belum diadakan tindakan pertama di TKP, tindakan – tindakan
kegiatan yang dilakukan adalah :
1) Melakukan pertolongan pertama kepada korban ( PPPK ).
2) Dalam keadaan luka berat/ringan/pingsan, usahakan pertolongan menurut
petunjuk PPPK atau kirim ke Dokter/Rumah Sakit terdekat, setelah terlebih
dahulu dicatat identitasnya dan menandai letak korban.
3) Dalam keadaan kritis ( gawat ), selain dicatat identitasnya, usahakan
mendapatkan keterangan, petunjuk dan identitas pelaku dari korban
tersebut ataupun dari saksi mata. Jika masih ada tanda – tanda kehidupan
pada korban usahakan penyelamatan korban.
4) Dalam keadaan korban mati, dijaga agar tetap pada posisinya semula dan
jangan sekali – kali menyentuh terlalu banyak atas diri korban ( mayat ),
kecuali untuk mengetahui apakah korban sudah benar – benar meninggal.
14
5) Dalam hal koran mati yang dapat mengganggu lalu lintas umum, korban
( mayat ) dapat dipindahkan dengan memberi tanda garis, letak mayat
sebelum dipindahkan terlebih dahulu.
6) Bila korban diduga mati, Pamapta harus meraba nadi, memeriksa pernafasan
dan suhu badan sehingga yakin bahwa korban benar – benar telah
meninggal.
7) Menutup dan mengamankan TKP pertahankan status quo ( posisi semula )
dan bilamana perlu meminta bantuan unsur – unsur Samapta lainnya,
dengan melakukan tindakan – tindakan kegiatan :
g. Membuat batas di TKP dengan tali atau alat lain dimulai dari jalan yang
diperkirakan merupakan arah masuknya pelaku, melingkar kesekitar letak
korban atau tempat yang dapat diperkirakan merupakan arah keluarnya pelaku
meninggalkan TKP dan memberikan tanda arah keluar masuknya pelaku.
h. Membuat tanda di TKP tentang hal – hal yang perlu dilakukannya ( tanda
berkas sidik jari atau kaki ).
i. Mengamankan tersangka/pelaku dan saksi serta mengumpulkannya pada
tempat diluar batas yang telah dibuat.
j. Memisahkan satu sama lain orang – orang yang ada di TKP dan melarang
satu sama lain membicarakan perkara yang baru saja terjadi, dengan maksud
agar tidak saling mempengaruhi, sehingga menyulitkan dalam mendapatkan
keterangan yang sebenarnya ( obyektif ).
k. Mencari dan mengumpulkan saksi – saksi serta serta mencatat identitasnya
dan diperintahkan untuk tinggal di tempat di luar batas – batas yang dibuat,
guna diminta keterangannya.
l. Mengamankan semua barang bukti.
m. Membuat dan menandatangani permintaan Visum et Repertum ( VR ).
n. Memberitahukan keluarga korban.
o. Membuat sketsa kasar dan catatan kejadian sebagai bahan Laporan Polisi.
15
Reserse penyidik setelah menerima pemberitahuan dari Pamaota atau
memonitor adanya suatu tindak pidana di suatu tempat, dengan mempersiapkan
segala sesuatunya segera datang ke TKP bersama unsur Bantuan Teknis
Kriminalistik ( Labkrim, Identifikasi, dan Dokter bila ada ), untuk melakukan
pengolahan TKP. TKP harus dicari agar untuk melokalisir benda bukti fisik nyata
yang dapat menghubungkan si penjahat dengan kejahatannya, dalam arti proses
olah TKP tidak hanya semata-mata menemukan bukti. Setiap apa yang
ditemukannya barang dan lokasi tempatnya benda harus dihubungkan dengan TKP
secara keseluruhan. Proses pencatatan dilaksanakan sedemikian rupa sehingga
dapat menjadi dasar bagi kesaksian penyidik di pengadilan. TKP dan bukti diproses
olah dengan berbagai tindakan – tindakan kegiatan sebagai berikut :
a. Pengamatan umum ( General observation ).Melakukan pengamatan yang
diarahkan terhadap hal – hal/obyek – obyek antara lain :
1) Jalan masuk/keluarnya pelaku.
2) Adanya kejanggalan – kejanggalan yang didapati di TKP dan sekitarnya.
3) Keadaan cuaca waktu kejadian.
4) Alat – alat yang mungkin dipergunakan/ditinggalkan oleh si pelaku, tanda –
tanda/bekas perlawanan/kekerasan.
Hasil daripada pengamatan tersebut dimaksudkan untuk dapat memperkirakan
modus operandi, motif, waktu kejadian dan menentukan langkah – langkah
mana yang harus didahulukan ( prioritas tindakan ).
b. Pemotretan Dokumentasi ( unsur bantuan Identifikasi ),
Tidak ada yang dapat melebihi fotografi / potret dalam merekam rincian
dari suatu kejadian yang akurat dan merupakan bentuk laporan pembuktian
yang dapat memberikan kesan begitu kuat di pengadilan dan lebih dapat
membangkitkan ingatan penyidik atau petugas spesialis fotografi/dokumentasi.
Pemotretan TKP harus diambil berdasarkan apa yang boleh dicantumkan untuk
pengadilan, harus menggambarkan kejadian secara cermat dan tidak ada
pemutar balikan atau trik kamera.
c. Pemotretan harus dilakukan dengan maksud :
16
1) Untuk mengabadikan situasi TKP termasuk korban dan barang bukti lain
pada saat diketemukan sebelum dipindahkan.
2) Untuk dapat memberikan gambaran nyata tentang situasi dan kondisi TKP.
3) Untuk membantu melengkapi kekurangan – kekurangan dalam pencatatan
dan pembuatan sketsa.
d. Obyek Pemotretan
1) TKP secara keseluruhan dari berbagai sudut sesuai pemotretan kriminil.
2) Detail/close-up terhadap setiap obyek dalam TKP yang diperlukan untuk
penyidikan ( digunakan skla/penggaris, dapat dilakukan bersama dengan
penanganan barang bukti ).
e. Catatan penjelasan pemotretan yang memuat :
1) Hari, tanggal, bulan, tahun dan jam pemotretan.
2) Merk dan type kamera, lensa dan film.
3) Speed kamera dan diafragma.
4) Sumber cahaya.
5) ilter yang digunakan.
6) Jarak kamera terhadap obyek ( dilengkapi sketsa kasar TKP yang memuat
letak kamera dan obyek yang dipotret ),
7) Tinggi kamera.
8) Nama, pangkat, Nrp/Nip yang melakukan pemotretan.
5. Pembuatan Sketsa
Sketsa menggambarkan pemandangan keseluruhan dari TKP atau bagian
TKP dan menunjukkan hubungan jarak yang sebenarnya antara obyek. Pada sketsa
penyidik dapat menggambarkan unsur yang terpenting dari TKP dan meninggalkan
yang kurang perlu. Sketsa melengkapi dan menyempurnakan hasil rekaman
fotografi yang tidak dapat secara akurat menggambarkan dimensi. Jika TKP sangat
sulit dan membingungkan, penyidik dapat membuat beberapa sketsa
menggambarkan aspek yang berbeda. Semua dimensi yang berkaitan dengan TKP
seperti panjangnya dinding, jarak dari pintu atau jendela ke dinding dan besarnya
obyek bukti fisik nyata juga diukur dan ditunjukkan pada sketsa.
17
a. Sketsa harus dibuat dengan maksud untuk :
b. Menggambarkan TKP seteliti dan secermat mungkin.
c. Sebagai bahan untuk mengadakan rekonstruksi jika diperlukan.
1) Sebagai lampiran Berita Acara Pemeriksaan di Tempat Kejadian Perkara.
2) Pembuatan sketsa dilakukan sebagai berikut :
a) Mempergunakan kertas berukuran ( kertas militer )
b) Menentukan tanda/arah utama kompas.
c) Dibuat dengan skala dan jarak yang terukur dari obyek ke titik yang
permanen.
d. Untuk setiap obyek diberi tanda dengan huruf balok dan dijelaskan pada
keterangan gambar.
e. Mengukur dimensi jarak benda – benda bergerak dengan cara menghubungkan
2 ( dua ) titik pada benda – benda tidak bergerak yang dipergunakan sebagai
patokan.
f. Untuk otentikasi sketsa dituliskan/dicantumkan : ( nama pembuat, tanggal
waktu pembuatan, peristiwa, dimana alamat lokasi kejadian ).
I. Penanganan Korban.
1. Penanganan korban meninggal dunia ( Mati )
Terhadap Koban Manusia yang sudah meninggal langkah langkah kriminalistik
dalam proses olah TKP dilakkan :
a. pemotretan mayat menurut letak dan posisiny secara umum maupun close
up yang dilakukan dari berbagai arah sesuai urut urutan pemotretan sesuai
Sop dalam olah tkp. Ditujukan pada bagian badan yang ada tanda tanda
mencurigakan berupa jejak jejak atau bekas bekas benturan benda keras,
sajam, senjata api, atau lain lain yang diketahui ada pada tubuh korban yang
telah meninggal dunia.
b. Meneliti dan mengamankan bukti bukti yang berhubungan dengan korban
( mayat ) yang terdapat pada tubuh korban atau yang melekat dan terdapat
18
pada pakaian korban dengan memperhatikan tanda tanda mati karena
pembunuhan, tenggelam, keracunan, terbakar, gantung diri /bunuh diri atau
karena sebab sebab lainnnya.
c. Memenfaatkan bantuan teknis dokter yang didatangkan dengan
menanyakan hal hal :
1) Jangka waktu / tenggang waktu telah berapa lama kematian
berdasarkan tanda tanda pengamanatan tanda tanda kematian antara
lain ; kaku mayat, lebam mayat, dan tanda tanda tanda pembusukan.
2) Cara kematian ( mode or manner of death )
3) Sebab sebab kematian korba ( couse of death )
4) Kemungkinan adanya perubahan posisi mayat pada waktu diperiksa,
5) Dibandingkan dengan posisi semula pada saat terjadinya kematian.
6) Memberitan tanda garispada letak dan posisi mayat sebelum dikirim
ke Rumah sakit.
7) Setelah diambil sidik jarinya segera dikirim ke Rumah sakit untuk
dimintakan Visem et repertum dengan terlebih dahulu diberi label
pada ibu jari kakinya atau pada bagian tubuh lainnya . pengambilan
sidik jari berikut identitasnya bila diketahui, dapat dilakukan di tkp
atau dirumah sakit.
19
Mengumpulkan keterangan dari para saksi:
a. Melakukan interview atau wawancara dengan mengajukan kepada
orang orang atau pihak pihak yang diperkirakan / didga
mengetahui,melihat, mendengar sehubungan dengan kejadian
tersebut.
b. Berdasarkan keterangan keterangan yang didapat dari asil interview
yang dilakukan dapat diperoleh beberapa saksi yang dapat
digolongankan mana saksi yang diduga keras terlibat, dan mana
mana yang tidak terlibat.
c. Melakukan pemeriksaan singkat terhadap golongan saksi yang
diduga keras dalam tindak pidana yang terjadi guna mendapatkan
keterangan dan petunjuk lebih lanjut.
d. Melakukan peperiksaan terhadap korban, keadaan korban,
penampilan korban, sikap korban, atau dibawa ke Rumah sakit /
puskesmas untuk dimintakan Visem et repertum.
20
III. Penanganan Barang Bukti.
9. Hal hal yang perlu diperhatikan dalam penganan barang bukti,:
a. Setiap terjadi kontak phisik anatara dua objek akan selalu terjadi
perpindahan material dari masing masin objek, waaupun besar jumlahnya
mungkin sangat kecil atau sedikit sekali karenanya pelaku akan
meninggalkan jejak atau bekas di tkp. Dan pada tubuh korban.
b. Angkin jarang atau tidak wajar, suatu barang ditempat kejadian mangkin
tinggi nilainnya sebagai barang bukti,
c. Barang barang yang umum terdapat ditkp akan mempunyai nilai inggi
sebagai barang bukti bila terdapat karakteristik yang tidak umum dari
barang tersebut,
d. Harus selalu beranggapan bahwa barang yang tidak bearti bagi kita,
mungkin sangat berharga sebagai barang bukti bagi ahli.
e. Barang barang yang dikumpulkan, apabila diperoleh secara bersama sama
dan sebanyak mungkin macamnya serta dhubungkan satu sama lain dapat
menghasilkan bukti yang berharga,
f. Setelaj bukti itu dicatat harus dikumpulkan dibungkusdan disimpan untuk
pemeriksaan labotorium kriminal yang ada di Puslabfor dan penyajian di
pengadilan oleh Jaksa pada tahap penuntutan.
10. Pencarian barang bukti.
Pencarian barang bukti diawali di temapt kejadian erkara ( TKP ) dan
sekitarnya. Secara keseluruhan apabila perlu,dengan disertai
penggeledahanbadan, dilksanakan secara teliti cermat dan tekun. Hal yang perlu
dijaga adalahpencari hanya mencari dan mencatat lokasi barang bukti tanpan
menyentuhnya, diikuti ada petugas utama dengan pembantuny mengumpulkan
dan membungkus suatu bukti.
21
bukti tergantung kepada posisi dan sifat tempat kejadian perkara ( TKP )serta
jumlah penyidik yang ikut serta.
Pencarian barang bukti dapat dilakukan dengan metode sebagai berikut
( yang aplikasi dilapangan disesuaikan dengan sifat dan kondisi tkp ) .
menjelajahi tempat kejadian dengan cara masing masing berderet berjajar urut
urut kebelakang ( satu didepan yang lain dibelakang ) dengan jarak tertentu
disesuaikan dengan kondisi tkp kemudian dari suatu ttik bergerak membentuk
spiral berputar dari arah luar ke arah dalam . metode cocok diterapkan untuk
lokasi pencaraian yang lapang bersemak atau berhutan
b. Metode zone.
22
Aplikasi dilapangan enggunakan metode zone ini dengan cara
lokasi dibagi 4 bagian dan setiap bagian dibagi 4 lagi sehingga
tergambar setiap kotak 1/16 bagian setiap kotak ditunjuk 2 sampai
dengan 4 orang petugas masing masing berdampangan satu dengan
yang lain menjelajah atau menggeledahnya. Metode ini baik untuk
tempat tertutup / rumah.
c. Metode Strip dan metode strip ganda ( strip Methode and double
strip methode.
23
d. Metode Roda ( Wheel Methode )
24
a. Pengambilan dan pengumpulan barang bukti tkp tidak pidana
pembongkaran disertai perusakan :
1) Pada jalur masuk ( bekas ban kendaraan, bekas kaki /sepatu /sandal,
ceceran puntung rokok / bungkus rokok atau benda benda lain yang
ditemukan sepanjang jalur masuk).
2) Pada Jalur Pinu atau Jendela ( Sidik jari, bekas kaki, bekas alat ,
perkakas pembongkar ( linggis, oben dll, rambut )
3) Dalam tkp ( sidik jari, bekas kaki, barang yang tertinggal diduga milik
pelaku, bekas gigitan pada sisa makanan/ buah buahan, darah, dan
benda benda asing lainnya yang ada disekitar tkp sesuai jenis
perbuatan)
4) Pada korban mati ( darah, pakaian korban, bekas bekas perlawanan
seperti rambut, , hasil goresan kuku, serat an, luka luka atau cidera
pada korban, benda benda asing yang ada ditubuh, bekas gigitan,
pengabilan sidik jari)
5) Pada pelaku / Orang yang dicurigai, (darah, pakaian, sepatu, sandal, (
termasuk tanag atau rumput yang melekat pada sandal /sepatu ),
sidik jari, bekas cakaran, rambut bekas bekas luka, kendaraan
tersangka, alat alat, atau instrument yang ada aitannya dengan
peristiwa /kejadian )
25
d) Jejak kaki/ sepatu / sandal, puntuk rokok.
2) Di Tempat kejadian perkara ( TKP ):
a) Bekas atau sisa bahan bakar, seperti seperti minyak tanah,
bensin, solar, tiner, bahan peldak, dll.
b) Bekas / sisa obat pembakar seperti korek apai , detonator/ fuse
c) Potongan kawat listrik yang sambungannya tidak sempurna,
sekerng dan zakering.
d) Sambungan pipa gas /klep pengaan yang bocor,
e) Gas sisa atau residu / hasil bakar,
Sisa kompor, lampu /obat nyamuk dll.
c. Tindak pidana nakotika. /obat bius. Dan atau obat obat berbahaya.
1) pada korban :
a) bahan / obat obatan yang diduga narkotika, baik jenis maupun
wujudnya.
b) obat obat yang diduga berbahaya ( Psikotropika / obat
tergolong daftar G.
c) alat instrument yang diduga digunakan untk mengunakan
narkotika ( jarum suntik, eleminium foil, Bonk dll.
d) Bekas bekas suntikan.
2) Ditempat kejadian perkara ( TKP )
a) bahan / obat obatan yang diduga narkotika, baik jenis
maupun wujudnya,
b) obat obat yang diduga berbahaya ( Psikotropika / obat
tergolong daftar G.
c) alat instrument yang diduga digunakan untk mengunakan
narkotika ( jarum suntik, eleminium foil, Bonk dll.
26
d) Bekas bekas bungkus / sampul obat.
e. Kejahatan Susila.
1) Pada korban :
a) Noda darah, sperma.
b) Rambut,serat pakaian,
c) Pakaian termsasuk pakaian dalam,
d) Bekas bekas perlawanan seperti benda benda yang melekat dikuku
korban /tangan
2) Ditempat kejadian perkara.
a) Noda darah, sperma.
b) Sidik jari, bekas kaki,
c) Rambut serat pakaian,
d) Rumput, tanah yang tercecer,
e) Barang barang yang tertinggal dari pelaku seperti sapu tangan, kertas
kertas puntung rokok atau benda benda lainnya.
f) Bekas bekas perlawanan.
3) Pada tersangka:
27
a) Noda darah, sperma, rambut,
b) Pakaian yang dicurigai,
c) Rokok/ korek apai atau benda lain yang ada pada tersangka,bekas
bekas perlawanan korban.
d) Rumput / tanah atau bekas yang melakat pada sepatu atau sandal.
e) Sidik jari atau jejak cetakan kaki / sepatu /sandal.
28
3. Pengambilan dan pembungkusan barang bukti.
a. Jenis senjata tajam ( pisau ) yang di duga ada sidik jari.
1) Menggunakan tali yang dkaitkan pada ujung pisau, atau dapat diangkat
dengan menggunakan ibu jari dan telunjuk, jangan sekali kali
menggemgamnya.
2) Letakan diatassehelai karton tebal, ikat dengan kawat yang halus atau
benang yang kuat
3) Memasukan pisau yang telah terkat pada karton tersebutkedalam
kotak yang sesuai sehngga tidak dapa bergeser,
4) Bungkus segel dan beri lebel untuk keentingan pemeriksaan
identifikasi,
29
1) Gunakan kaos tangan tipis plastik, Ambil dengan hati hatu deng ibu jari
dan jari telunjuk pada kedua ujung anak peluru tersebut dan jangan
sampai menambah goresan.
2) Jika ditemukan lebih satu peluru pishkan satu dengan yang laian,
bungkus satu persatu dengan terlebih dahuludibalut dengan kapas,
d. Selongsong peluru,
Karena untuk kepentingan pembuktian kelongsong peluru utamanya,
maka cara mengambilnya dengan memegang leher selongsong bagian
atas dengan menggunakan ujung ibujari dan telunjuk,
30
senjatanya.dengan menggunakan alas sapu tangan dan jangan merusak
atau menghilangkan sidikjari yang mungkin terdapat pada senjatanya
4) Bungkus ; segel dan di beri lebel.
h. Pakaian sikorban.
1) Dibungkus tersendiri terutama bila ada lobang peluru, sobek karena
pisau, noda darah, sperma pada pakain tersebut,
2) Bungkus, segel dan beri lebel.
i. Dokumen atau surat.
1) Semua dokumen yang ada hubungannya dengan tindak pidanadan
yang disita harus dijaga keasliannya.
2) Jangan sampai terjadi kerusakan keruskan yang ditimbulkan akibat
kecerobohan car mengambil, mengumpulkan dan menyimpannya,
3) Lipatlah sesuai lipatan aslinya,
4) Jangan mengadakan coretan coretan pada dokumen tersebut.
5) Jika hendak memberi tanda tau kode berikan pada sampul dimana
dkumen tersebu di simpan.
6) Simpanlah dkumen dalam sampul /amplop cellopane.
7) Bungkus diikat dan beri lebel.
j. Pengakhiran TKP.
a. Pengolahaan tkp dianggap cukup.
dapat diakhiri jika penyidik sudah dapat menjawab `` ya``atas pertanyaan
pertanyaan sebagai berikut :
31
1) Apakah semua barang bukti yang ditemukan telah dapat
dikumpulkan dalam jumlah yang maksimal.
2) Apakah pembunkusan barang bukti telah sesuai dengan petunjuk
yang ada.
3) Apakah dalam tindakan tindakan yang dilakukan cukup ke hati
hatian, dan cermat,
4) Apakah pemotretan pemotreatan dan skema yang dibuat telaj cukup
untuk menggambarkan keadaan yang sebenarnnya ( rekontruksi)
5) Apakah keterangan keterangan saksi dan tersangka jawaban atas
pertanyaan sudah memperatikan jawaban atas pertanyaan 7 kah.
32
E. PERAN INAFIS DALAM MENDUKUNG PENYIDIKAN
I. Umum.
Fungsi Inafis sebagai salah satu unsur bantuan teknis, hanya merupakan
subsistem dari system olah TKP menunjang jalannya penyidikan, karena masih
banyak unsur lain yang terlibat dalam penanganan maupun pengolahan TKP. Untuk
itu perlu adanya mekasnisme yang jelas dan baku bagaimana urut-urutan tindakan
dalam proses pengolahan TKP.
Diantara sekian banyak kasus yang terungkap, pegungkapannya berawal dari
diketemukannya bukti-bukti di tempat kejadian perkara demikian sebaliknya
kegagalan atau belum terungakapnya kasus-kasus tersebut, sebagian juga
diakibatkan oleh rusaknya tempat kejadian perkara, sehingga tidak dapat
diketemukan adanya barang bukti.
Untuk mendapatkan bukti material yang dapat dijadikan alat bukti yang syah
sesuai dengan pasal 183 dan 184 KUHAP, diantaranya sidik jari latent (salah satu alat
bukti yang merupakan porsi identifikasi) berdasarkan hasil pengolahan TKP, maka
diperlukan adanya TKP yang utuh/asli (Status Quo) dalam arti tidak rusak oleh
manusia, hewan maupun alam, untuk mendapatkan TKP yang masih utuh dan stus
quo tersebut maka TKP perlu diamankan, sebelum diolah oleh team olah TKP, guna
mendapatkan bukti-bukti mateeril yang dapat dijadikan alat bukti dan pada proses
olah TKP inilah terlihat adanya keterkaitan antara identifikasi dengan TKP.
1. Kondisi Personel.
a. Kekuatan Personel
Mengusulkan untuk mendapatkan penambahan personil secara bertahap
untuk memenuhi kekurangan sesuai dengan DSPP yang ada. Disamping
secara kwantitas tersebut diharapkan personil yang didapatkan juga
memiliki kwalitas yang tinggi baik kwalitas mental maupun kwalitas
intelektual dan dedikasi kerja yang tinggi. Mengusulkan anggota untuk
mengikuti pendidikan kejuruan baik dasar maupun lanjutan khususnya
bagi anggota yang bertugas di fungsi Inafis.
33
Menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, simulasi dan atau berupa
coaching clinik dengan perbandingan antara teori dengan praktek adalah
30 - 70 sehingga peserta didik akan lebih banyak kesempatan untuk
melakukan dengan melakukan maka mereka akan lebih cepat untuk
memahami.
Melaksanakan pelatihan anggota dalam rangka memelihara
pengetahuan maupun keterampilan yang dimiliki baik secara bersama
maupun yang bersifat perorangan yang dilaksanakan langsung antara
anggota dengan Pimpinan dengan metode asistensi baik terhadap
masalah/kasus yang ditangani mapun masalah-masalah lain yang
berkaitan dengan bidang tugasnya.
Mengusulkan/memberikan rekomendasi kepada anggota yang dinilai
perstasi kerjanya baik untuk mendapatkan promosi jabatan yang lebih
baik/meningkat. Pemenuhan terhadap hak-hak anggota termasuk
pemberian ganjaran dan hukuman dalam rangka pemeliharaan disiplin
anggota.(reward and funishment) Memberikan penilaian kepada anggota
melalui catatan didalam lock book masing-masing anggota tentang
kecakapannya didalam menangani bidang tugasnya.
34
1) Melakukan pengamatan umum.
2) Melakukan pengamatan khusus terhadap korban dan barang bukti lain di
TKP diikuti oleh Ka Team TPTKP.
3) Melaksanakan APP awal mengenai :
4) Gambaran mengenai hasil pengamatan umum dan khusus.
5) Pembagian sasaran tugas dan penugasan.
6) Menentukan cara bertindak
7) Menentukan police line apakah perlu dirubah.
8) Pembuatan Posko olah TKP
9) Pemotretan secara umum terhadap keaslian TKP
10)Pemotretan empat arah dimulai dari sisi depan TKP berputar searah
jarum jam.
11)Pemotretan dilakukan terhadap korban dan barang bukti secara umum
dari empat susut TKP serah jarum jam.
12)Pemotretan terhadap korban dan barang bukti secara close up.
13)Pemotretan selalui disertai dengan pencatatan.
14)Pemotretan selalu menggunakan jalan setapak.
15)Pencarian barang bukti obyektif dan pembuatan silhuet.
16)Terhadap korban, alat kejahatan, jejak dan barang yang ditinggalkan
tersangka.
17)Metodhe yang digunakan sesuai dengan situasi dan kondisi TKP.
18)Pencarian barang bukti dilakukan dengan cermat dan teliti.
19)Penemuan barang bukti selalui ditandai :
20)Bendera kecil/nomor bertiang pada lokasi rumput dan tanah basah.
21)Silhuet pada landasan yang bisa ditandai dan diberi nomor.
22)Penomoran barang bukti dilakukan sesuai dengan urutan yang benar
Mulai dari korban nomo1, luka korban nomor 2, kemudian jejak dan
barang bukti lain nmor selanjutnya. Penomoran dilakukan searah jarum
jam.
35
a) Secara umum dilakukan dari empat sudut searah jarum jam
terhadap korban maupun barang bukti yang ada di TKP.
b) Secara khusus terhadap ;
1) Korban dilaksanakan mulai dari arah kepala berputar
serah jarum jam.
2) Luka korban, dilakukan secara close up dengan
menggunakan pembanding berupa coin untuk luka bulat,
meteran untuk luka sayat/bacok.
3) Barang bukti da njejak lain yang kecil mengggunakan
pembanding coin. Yang besar diukur dengan
menggunakan meteran/mistar/penggaris.
4) Sidik jari latent yang telah ditandai dan diberi nomor
sebelum diangkat terlabih dahulu di photo close up.
5) Pemotretan selalui ditandai dengan pencatatan data
fotografi dan disaksikan oleh 2 orang saksi.
6) Pengukuran dan pembuatan sketsa.
7) pengukuran.
8) Pengukuran terhadap luas TKP.
9) Pengukuran dilaksanakan mulai dari korban kemudian
kepada barang bukti dan jejak yang terdekat dengan
korban.
10)Pengukuran dilakukan dengan metode dua titik
tetap/system koordinat.
11)Hasil pengukuran dicantumkan dalam sketsa.
12)Pembuatan sketsa.
13)Sketsa dibuat secara umum dan khusus
14)Sektsa dibuat pada kertas millimeter blok
15) Pada sektsa dicantumkan :
a) Kop.
b) Judul.
c) Skala.
36
d) Arah utara dan panah.
e) Gambar sketsa sesuai dengan ketentuan (pintu
terbuka/tertutup, mobil/motor dan sebagainya).
f) Ukuran-ukuran ditandai dengan garis terputus
menggunakan tinta merah.
g) Barang bukti dan jejak ditanda dengan penomoran
di TKP.
h) Penggambaran jalan keluar masuk tersangka.
i) Dicantumkan keterangan gambar, keterangan
tentang kasus, dan waktu kejadian, identitas
pembuat dan waktu pembuatan serta tanda tangan.
37
h) Pelabelan dan pengelakan korban. ( Laki-laki di ibu
jari kaki kanan, Perempuan di ibu jari kaki kiri )
i) Pengangkatan korban sesuai dengan ketentuan,Oleh
tiga orang petugas. ( Dari satu sisi. Dibawa hati-hati
tertib tidak menginjak jejak dan barang bukti)
j) Korban mati langsung dibawa kerumah sakit untuk
di visum dan diotopsy.
k) Sebelum korban diangkat ditandai dulu dengan
spidol atau kapur.
38
g) Barang bukti diangkat dan dimasukan plastic yang
telah diberi nomor dan dibawa ke meja posko secara
berurutan.
h) Barang bukti dikelompokan sesuai dengan urutan
nomor pada meja posko Olah TKP.
i) Barang bukti dibungkus disegel dan dilak sesuai
dengan ketentuan.
j) Pengangkatan barang bukti dan jejak disaksikan
oleh dua orang saksi yang dicantumkan dan Berita
Acara pengangkaan barang bukti dan jejak.
39
(2) Dan team mempertimbangkan apakah police line
dapat dibuka/belum.
40
b. Dengan pemenuhan angaran tersebut diharapkan akan dapat memberikan
motivasi anggota untuk berlomba dapat menyelesaikan tugasnya dengan
baik.
c. Meningkatkan kesejahteraan anggota guna untuk meningkatkan kinerja
anggota agar lebih giat dan teliti serta tidak memikirkan hal-hallain
sehingga anggota dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik dan tenang.
4. Koordinasi.
a. Antar Satuan Fungsi
Dalam pelaksananaan tugas penanganan olah TKP sangat di perlukan
adanya koordinasi antar fungsi dimana petugas olah TKP sangat
memerlukan fungsi lainnya guna tercapainya hasil yang maksimal dalam
penanganan TKP, yaitu terjalinya koordinasi yang baik dan harmonis
sesuai dengan HTCK antara fungsi Sabhara yang melakukan pengamanan
secara terbuka terhadap keaslian TKP (status quo) serta pengamanan
terhadap saksi dan barang bukti dan bila ada tersangkanya, fungsi
Reskrim untuk melaksanakan wawancara atau interogasi terhadap saksi
yang ditemukan di TKP, fungsi intel untuk melakukan penyelidikan
terhahdap saksi atau tersangka bila kemungkinan masih berada di TKP,
fungsi Binamitra untuk melakukan penerangan/penyuluhan terhadap
masyarakat disekitar TKP untuk membantu petugas dalam melakukan
penanganan olah TKP, fungsi lantas membantu mengatur lalulintas apabila
TKP tersebut berada disekitar jalan umum. Serta satuan fungsi bantuan
teknis lain yang mempunyai peranan dalam kegiatan olah TKP ( Labfor,
Dokpol, Satwa, Gegana)
b. Antar Instansi
Dalam melakukan olah TKP diperlukan adanya koordinasi antar instansi
yaitu memerlukan adanya bantuan dari instansi lain guna tercapainya
hasil olah TKP yang maksimal seperti dengan pihak pemerintahan
setempat (RT/RW, Lurah atau Camat) dan dengan instansi lain yang
41
mendukung penyelidikan terhadap saksi dan barang bukti. Dan yang
terutama peran serta masyarakat akan pentinganya pengolahan TKP.
42