Anda di halaman 1dari 12

Tindak Pidana Narkotika Dan Hukum Sebagai Kontrol Sosial

(Ashar Ramadhan Mappa B011181470)

ABSTRAK
Permasalahan tindak pidana narkotika merupakan sebuah permasalahan yang sangat rumit
diatasi sampai saat ini, juga merupakan salah satu kejahatan yang luar biasa. Permasalahan itu
terus mengahantui setiap kalangan masyarakat baik yang tua dan yang muda di seluruh bangsa-
bangsa di dunia. Penyalahgunaan narkotika memilik dampak yang sangat berbahaya contohnya
dapat merusak sistem kerja otak, fisik, emosi, kesehatan mental dan sikap dalam kehidupan
bermasyarakat. Sanksi terhadap pengedar maupun pemakai penyalahgunaan narkotika dapat
dikenakan hukuman yang berat sesuai ketentuan Undang-Undang yang berlaku. Undang-
undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika telah mengatur tentang tindak pidana
penyalahgunaan narkotika, hal ini bertujuan bahwa kejahatan ini dapat diberantas dengan
pemberlakuan sanksi pidana yang cukup berat kepada para pelaku maupun pihak-pihak lain
yang terlibat dalam tindak pidana narkotika. Kejahatan narkotika dapat dikenakan sanksi
pidanan penjara, pidana denda, pidana seumur hidup, dan sanksi lainnya. Namun, dalam
praktiknya hukuman yang dijatuhkan kepada para pihak yang terikat dengan penyalahgunaan
narkotika sering kali putusan pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa lebih ringan dari
ketentuan pidana minimum khusus yang telah diatur dalam undang-undang. Terkait makalah
ini, penulis menjelaskan bagaimana tindak pidana penyalahgunaan narkotika telah mengancam
masyarakat, memaparkan berbagai solusi pencegahan dan penanganan narkotika bertujuan
untuk mengetahui tindakan yang dapat dijatuhkan terhadap kejahatan penyalahgunaan narkotika
sebagai salah satu kejahatan transnasional dan untuk mengkaji kontrol sosial sebagai solusi
yang konkrit terhadap penyalahgunaan narkotika yang merajalela yang dapat membunuh
generasi bangsa.

Keyword : Penyalahgunaan, Narkotika, Kontrol

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Peredaran penyalahgunaan narkotika di dalam masyarakat Indonesia terbilang


cukup pesat. Berbagai pendapat para ahli yang menyebutkan Indonesia darurat narkoba.
Hal ini dapat menjadi parah karena semua lapisan masyarakat dapat dengan mudah
dipengaruhi oleh jaringan-jaringan pengedaran narkoba di berbagai tempat yang dapat
menjerumuskan siapa saja dari berbagai golongan. Mereka membujuk, merayu, dam
mengajak masyarakat untuk melakukan penyalahgunaan narkotika demi melakukan
kejahatan.

1
Narkotika pada dasarnya sangat dibutuhkan dan memounyai manfaat yang baik
di bidang kedokteran, ada beberapa obat golongan nerkotika yang diizinkan untuk
digunakan dalam pelayanan kesehatan, dengan indikasi atau kegunaan sebagai
analgesic. Obat golongan narkotika dapat digunakan sebagai pengurang rasa nyeri,
karena sifatnya yang berkairan dengan reseptor opoid yang ada di tubuh. Namun,
penggunaan narkotika di kalangan masyarakat banyak salah mengartikan penggunaan
narkotika sehingga menyebabkan hal yang negatif sehingga banyak memakan korban
dan merusak generasi penerus bangsa.

Kejahatan penyalahgunaan Narkotika merupakan kejahatan internasional


(International Crime) karena permasalahan narkotika ini bukan hanya terdapat di satu
atau beberapa negara saja tapi semua negara pasti memiliki permasalahan yang sama
terkait narkotika, peredaran narkotika yang berkaitan dari negara satu dan lainnya
sehingga dapat dikatan sebagai kejahatan yang terorganisir (Organize Crime).
Mempunyai jaringan yang luas, dan mempunyai organ di setiap daerah yang dapat
memuluskan keluar masuknya peredaran narkotika. Masifnya produksi dan peredaran
Narkotika di tengah-tengah masyarakat sudah tidak dapat terbendungkan lagi. Para
pengedar kini dengan mudah mempengaruhi para penegak hukum menjadi pengguna
dari pusaran hitam narkotika. Tidak sedikit dari pejabat di tiap daerah yang seharusnya
bekerja untuk rakyat tetapi terjerumus kedalam ganasnya narkoba.

Ketentuan perundang-undangan yang mengatur masalah narkotika telah disusun


dan diberlakukan, namun demikian kejahatan yang menyangkut narkotika ini belum
dapat diredakan. Kasus-kasus terakhir ini telah banyak bandar-bandar dan pengedar
narkoba tertangkap dan mendapat sanksi berat sampai hukuman mati yaitu tembak mati,
namun pelaku yang lain seperti tidak mengacuhkan bahkan lebih cenderung untuk
memperluas daerah operasinya. Hal ini menjadi sebuah tugas kita Bersama dalam
memerangi bahayanya penyalahgunaan narkotika untuk menyelamatkan kehidupan
bermasyarakat.

B. Rumusan Masalah
1) Apa fakor pesatnya peredaran penyelahgunaan narkotika ?
2) Mengapa masyarakat dari berbagai kalangan dapat terjerumus ke dalam
penyalahgunaan narkotika ?

2
3) Bagaimana peran hukum sebagai pengontrol dari penyalahgunaan narkotika ?

METODE PENELITIAN

Metode penelitian dalam penulisan ini dilakukan dengan pendekatan yuridis


normatif yaitu dengan melakukan analisis terhadap permasalahan melalui pendekatan
asas-asas hukum serta mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam
peraturan perundang-undangan. Dalam pennyusunan makalah ini melakukan beberapa
tahap diantaranya; pertama penelitian hukum normatif merupakan penelitian yang
ditujukan untuk mendapatkan hukum objektif (norma hukum), yaitu melakukan
penelitian terhadapat permasalahan hukum. Dan tahap yang kedua adalah penelitian
hukum normatif yaitu penelitian yang bertujuan untuk memperoleh hukum subyektif (
hak dan kewajiban)

Penulisan Jurnal ini menggunakan metode pengumpulan data yakni library


research (penelitian kepustakaan) yaitu penelitian yang dilakukan dengan menggunakan
data dari berbagai sumber bacaaan seperti peraturan perundang- undangan, buku-buku,
majalah, dan jurnal yang dinilai relevan dengan permasalahan yang akan dibahas
penulis dalam jurnal ini.

PEMBAHASAN

A. Tindak Pidana Narkotika

Tindak pidana narkotika merupakan salah satu tindak pidana khusus karena
tidak menggunakan KUHP sebagai dasar pengaturannya melainkan diatur dalam
undang-undang khusu di luar KUHP yaitu UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika. Narkotika atau Narkoba berdasarkan etimologi berasal dari bahasa inggris
yaitu narcose atau narcosis yang juga dalam bahasa Yunani berarti menidurkan atau
membiuskan. Narkotika merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang efeknya dapat berupa perubahan
perasaan, menghilangkan rasa nyeri, dan menimbulkan ketergantungan,yang dibedakan
ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini.1

1
Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

3
Narkotika digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan yaitu Narkotika Golongan I,
Narkotika Golongan II, dan Narkotika Golongan III. Penggolongan narkotika
berdasarkan Pasal 6 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009 antara lain:

a. Narkotika Golongan I, yaitu narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
b. Narkotika Golongan II, yaitu narkotika berkhasiat pengobatan digunakan
sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan.
c. Narkotika Golongan III, yaitu narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.

Perbuatan diluar kepentingan-kepentingan di atas merupakan kejahatan, mengingat


bahaya negatif yang dapat ditimbulkan dari penggunaan narkotika secara tidak sah tidak
hanya merugikan pelaku tindak pidana narkotika saja melainkan juga dapat merugikan
pihak lain. Oleh karena itu, setiap tindakan penyalahgunaan narkotika dalam bentuk
apapun yang bertentangan dengan UU No. 35 Tahun 2009 merupakan tindak pidana
narkotika yang dapat dikenakan sanksi pidana sesuai yang telah diatur dalam undang-
undang tersebut.2

Menurut psikiater Graham Blaine, sebab-sebab penyalahgunaan narkotika


adalah sebagai berikut3 :

a. untuk membuktikan keberanian dalam melakukan tindakan-tindakan


yang berbahaya dan mempunyai resiko;
b. untuk menantang suatu otoritas terhadap orangtua, guru, hukum atau
instansi berwenang;
c. untuk mempermudah penyaluran dan perbuatan seksual;

2
Wijayanti Puspita Dewi, Penjatuhan Pidana Penjara Atas Tindak Pidana Narkotika Oleh Hakim di
Bawah Ketentuan Minimum Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika,
2019, hal 60.
3
Hari i Sasangka,Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana (Bandung: Mandar Maju, 2011)

4
d. untuk melepaskan diri dari rasa kesepian dan ingin memperoleh
pengalaman-pengalaman emosional;
e. untuk berusaha agar dapat menemukan arti hidup;
f. untuk mengisi kekosongan dan mengisi perasaan bosan, karena kurang
kesibukan;
g. untuk menghilangkan rasa frustasi dan kegelisahan yang disebabkan oleh
problema yang tidak bisa diatasi dan jalan pikiran yang buntu, terutama
bagi mereka yang mempunyai kepribadian yang tidak harmonis;

Faktor penyebab seseorang dapat terjerumus kedalam lubang narkotika karena


memiliki faktor diantaranya, yaitu ;

a. Faktor Subversi

Dengan Jalan “memasyarakatkan” narkoba di negara yang jadi sasaran, maka


praktis penduduknya atau bangsa di negara yang bersangkutan akan berangsur-
angsur untuk melupakan kewajibannya sebagai warga negara, subversi seperti ini
biasanya tidak berdiri sendiri dan biasanya diikuti dengan subversi dalam bidang
kebudayaan, moral dan sosial.

b. Faktor Ekonomi

setiap pecandu narkoba setiap saat membutuhkan narkotika sebagai bagian dari
kebutuhan hidupnya yang cenderung dosisnya akan selalu bertambah,
dibandingkan dengan dengan beberapa barang dagangan lainnya, narkotika
adalah komoditi yang menguntungkan, meskipun ancaman dan resikonya cukup
berat.

c. Faktor Lingkungan

Lingkungan yang sudah mulai tercemar oleh kebiasaan Penyalahgunaan


narkotika dan obat keras, mudah sekali menyerap korban-korban baru di
sekitarnya. Lingkungan ini biasanya tercipta oleh upaya pedagang obat keras dan
narkotika sebagai agen atau kaki tangan sindikat narkotika. Ada juga yang
tercipta karena adanya pendatang baru ke dalam suatu lingkungan masyarakat
yang membawah barang terlarang yang disebabkan diantara rekannya yang
terdorong oleh rasa ingi tahu, ingin mencoba.

5
B. Penerapan Hukum Pidana Dalam Menanggulangi Kejahatan di Indonesia

Indonesia telah meratifikasi suatu konvensi tentang pemberantasan narkoba


bersama dengan mayoritas anggota PBB juga telah meratifikasi United Nation
Convention Against the Delict Traffic in Narcotics Drugs and Psychotropic Substances,
Konvensi 1988 ini bertujuan untuk memberantas perdagangan gelap narkotika dan
psikotropika. Permasalahaan organisasi kejahatan transnasional yang antara lain dapat
diidentifikasikan dengan aturan-aturan yang menyangkut ekstradisi; bantuan hukum
timbal balik; penanganan perdagangan gelap narkoba melalui laut; controlled delivery;
penguatan rezim anti pencucian uang (termasuk masalah penyitaan dan perampasan hasil
kejahatan narkoba); dan kriminalisasi diversi prekursor dan pengawasan prekursor.4

Upaya penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana pada hakekatnya juga


merupakan bagian dari usaha penegakan hukum (khususnya penegakan hukum pidana).
Politik atau kebijakan hukum pidana dapat dikatakan merupakan bagian dari kebijakan
penegakan hukum (law enforcement policy). Di samping itu, usaha penanggulangan
kejahatan lewat pembuatan undang-undang (hukum) pidana pada hakekatnya juga
merupakan bagian integral dari usaha perlindungan masyarakat (social welfare).
Kebijakan hukum pidana menjadi sangat wajar bila merupakan bagian integral dari
kebijakan atau politik sosial (social policy).

Dalam Undang-undang nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika diatur


mengenai perbuatan yang dilarang dan mencakup tiga ketentuan pidana,
pertanggungjawaban, dan pemidanaan. Ketentuan pidana yang terdapat dalam Undang-
undang 35 tahun 2009 tentang Narkotika dirumuskan dalam Bab XV Ketentuan pidana
Pasal 111 sampai dengan Pasal 1485, mengatur tentang kategorisasi Tindakan melawan
hukum yang dilarang oleh undang-undang dan dapat dikenakan sanksi pidana. Terdapat
tiga golongan jenis narkotika. Dalam Undang-Undang Narkotika juga mengenal
ancaman pidana minimal, namun ancaman pidana minimal ini dimaksudkan untuk
pemberatan hukum saja, bukan untk dikenakan perbuatan pokoknya. Ancaman pidana

4
Anton Sudanto, Penerapan Hukum Pidana Narkotika di Indonesia, Jakarta. Vol 8 No. 1, 2017. hal 140
5
Tim Redaksi Pustaka Yustisia, Perundangan Narkotika. (Jakarta,Pustaka Yustisia, 2012), hal 119-138.

6
minimal hanya dapat dikenakan apabila tindak pidananya didahului dengan
permufakatan jahat, dilakukan secara terorganisasi, dan dilakukan oleh korporasi 6

Berdasarkan pasal-pasal tersebut di atas menunjukkan bahwa sanksi yang diatur


dalam UU No. 35 Tahun 2009 memuat ketentuan minimum dan maksimum. Tindak
pidana narkotika merupakan salah satu kejahatan luar biasa (extraordinary crime)
sehingga perlu dilakukan pemberantasan secara luar biasa seperti pemberatan ancaman
sanksi pidana. Pengaturan pidana minimal khusus dalam UU No. 35 Tahun 2009
menimbulkan asumsi bahwa undang-undang itu bertujuan untuk memberikan hukuman
yang berat terhadap pelaku tindak pidana dalam memberantas tindak pidana narkotika.
Sedangkan pengaturan pidana maksimum khusus bertujuan untuk mencegah tindakan
hakim yang sewenang-wenang dalam menjatuhkan putusan pemidanaan agar tidak
melebihi batas yang telah ditentukan dalam undang-undang. Hal itu berarti hakim tidak
dapat menjatuhkan pidana melebihi ketentuan pidana maksimum khusus yang telah
diatur dalam undang-undang karena terdakwa juga harus mendapat perlindungan
hukum. Peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia sedikit banyak
dipengaruhi oleh kecenderungan internasional, dikembangkannya sanksi minimum
khusus untuk tindak pidana tertentu merupakan salah satu dari 7 (tujuh) kecenderungan
internasional. Kecenderungan internasional tersebut yaitu sebagai berikut:

1) Kecenderungan untuk mencari sanksi alternatif dari pidana kemerdekaan


(alternative sanction);
2) Dikembangkannya sanksi minimum khusus untuk tindak pidana tertentu;
3) Diaturnya sistem pidana kumulatif untuk tindak pidana tertentu;
4) Polarisasi pidana mati;
5) Dikembangkannya pidana terhadap korporasi;
6) Penggunaan sistem dua jalur (double track system);
7) Pengaturan secara khusus sistem pidana anak.7

C. Pengaturan sanksi terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana Narkotika

6
Gatot Supramono SH, Hukum Narkoba Indonesia, (Tegal, Penerbit Djambatan, 2001) hal 199.
7
Muladi, Hak Asasi Manusia, Politik, dan Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang, 2002, hlm. 15.

7
Setatus hukum anak sebagai pelaku tindak pidana penyalahguna Narkotika
bahwa anak berkedudukan atau bersetatus sebagai anak yang berkonflik dengan hukum
sebab anak tersebut berdasarkan hasil penyelidikan dan penyidikan telah diduga menjadi
pelaku tindak pidana penyalahguna narkotika. Anak juga dapat bersetatus sebagai korban
tindak pidana penyalahguna narkotika sesuai dengan Undang-Undang Nomor.11 Tahun
2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Pasal 1 ayat (4) karena anak dimanfaatkan
oleh oknum yang tidak bertanggungjawab baik itu dijadikan sebagai kurir, penjual
narkotika maupun dipaksa untuk memakai narkotika dan bahkan sudah menjadipecandu
narkotika sehinggadengan demikian dapat disebut sebagai korban penyalahguna
narkotika yang sangat berdampak negatif terhadap perkembangan dan pembinaan anak.

Pengaturan mengenai sanksi terhadap anak pelaku tindak pidana narkotika telah
diatur di dalam ketentuan peraturan-perundang-undangan dinataranya diatur di dalam
Undang-undang Nomor. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU
SPPA) Dalam Undang-Undang Nomor. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Peradilan Pidana Anak telah diatur mengenai pengatutran sanksi pidana bagi anak yang
melakukan tindak pidana atau dalam hal ini tindak pidana narkotika Narkotika yaitu
terdapat pada Pasal 69 sampai Pasal 83.

Pengaturan mengenai sanksi terhadap anak pelaku tindak pidana penyalahguna


Narkotikas selain berpedoman pada Undang-Undang Nomor. 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika, juga yang paling penting harus sesuai dengan ketentuan Undang-Undang
Nomor. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Undang-Undang
Nomor. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak sebagaimana yang disebut diatas.
Bahwa sanksi pidana yang dijatuhkan kepada anak yang melakukan tindak pidana
narkotika harus di sesuaikan dengan kondisi sosial dan hak-hak seorang anak dan sesuai
dengan Pasa 71 yang berupa Pidana peringatan, Pidana dengan syarat, Pembinaan di luar
lembaga, Pelayanan masyarakat, Pengawasan, Pelatihan kerja, Pembinaan dalam
lembaga dan Pidana tambahan terdiri atas; Perampasan keuntungan yang diperoleh dari
tindak pidana atau Pemenuhan kewajiban adat. Selain daripada itu setelah anak dijatuhi
sanksi pidana ataupun sanksi alternatif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undang maka seorang anak yang menjadi pelaku tindak pidana narkotika dalam

8
menjalani sanksi pidana atau eksekusi pidana para pihak yang terlibat dalam
pengeksekusian terhadap anak tersebut wajib mendapatkan perlakuan yang manusiawi.8

Peran serta masyarakat untuk ikut menjaga generasi muda dan anak-anak khusus
peran penting terdapat pada keluarga atau orang tua jika anaknya menjadi pelaku atau
korban maka orang tua dan keluarga diwajibkan untuk melaporkan anaknya kepada
Badan Narkotika Nasional setempat guna segera mendapatkan pertolongan dan
pengobatan melalui rehabilitasi.

Anak pelaku tindak pidana penyalahguna narkotika juga berhak memperoleh


perlindungan hukum. Perlindungan hukum oleh Negara/Pemerintah lebih ditekankan
pada unsur Negara/Pemerintah sebagai pemegang kedaulatan. Untuk itu, perlindungan
hukum yang diberikan oleh Negara/Pemerintah kepada warga negara dapat dilihat dalam
instrumen hukum dan kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah. Perlindungan yang
diberikan Pemerintah melalui peraturan perUndang undangan yang disebutkan diatas
merupakan perlindungan hukum preventif. Perlindungan hukum prventif yang diberikan
terhadap tenaga kerja anak dengan tujuan untuk menghindari terjadinya perbuatan-
perbuatan yang dapat merugikan anak dalam melakukan pekerjaannya, seperti yang
diatur dalam Undang undang Ketenagakerjaan diatur jenis pekerjaan yang tidak
diperbolehkan bagi anak, misalnya memperkerjakan anak sebagai budak, pelacur,
pengedar atau pekerjaan-pekerjaan lainnya yang dapat merugikan
sekaligusmembahayakan diri anak tersebut.

D. Langkah Dalam Menangani Kejahatan Narkotika

Pencegahan atau penanggulangan penyalahgunaan narkotika merupakan suatu


upaya yang ditempuh dalam rangka penegakan baik terhadap pemakaian, produksi
maupun peredaran gelap narkotika yang dapat dilakukan oleh setiap orang baik individu,
masyarakat dan negara9.

8
Abd. Bsid, Tindak Pidana Narkotika Yang Dilakukan Oleh Anak Dalam Perspektif Hukum Positif.
Malang, 2020, hal 471.
9
Hariyanto, Bayu P. (2018). Pencegahan Dan Pemberantasan Peredaran Narkoba Di Indonesia. Jurnal
Daulat Hukum, Vol.1, (No.1), pp.201-210

9
Pencegahan penyalahgunaan narkotika harus sesegera mungkin dilakukan
dengan tindakan yang bersifat antisipatif, meliputi pencegahan primer, pencegahan
skunder, dan pencegahan tersier, seperti berikut ini10:

a. Pencegahan Primer adalah pencegahan yang ditujukan kepada individu,


kelompok atau masyarakat luas yang belum terkena kasus penyalahgunaan
narkoba. Pencegahan diberikan dengan memberikan informasi dan pendidikan
meliputi kegiatan alternatif agar mereka terhindar dari penyalahgunaan narkoba
serta memperkuat kemampuannya untuk menolak.
b. Pencegahan Sekunder adalah pencegahan yang ditujukan kepada individu,
kelompok atau masyarakat luas yang rentan terhadap atau lebih menunjukkan
adanya kasus penyalahgunaan narkoba. Pencegahan ini dilakukan melalui jalur
pendidikan, konseling, dan pelatihan agar mereka berhenti, kemudian
melakukan kegiatan positif dan menjaga agar mereka tetap lebih mengutamakan
kesehatan.
c. Pencegahan Tersier adalah pencegahan yang ditujukan kepada mereka yang
sudah menjadi pengguna atau yang telah menderita ketergantungan. Pencegahan
dapat dilakukan melalui pelayanan medis, rehabilitasi, dan menjaga agar mereka
tidak kambuh dan sakaw.

Dalam upaya pencegahan terhadap tindak pidana narkotika negara Indonesia


juga melakukan hubungan bilateral dengan berbagai negara untuk memastikan bahwa
negara Indonesia aman dari bahaya narkotika Selain kerja sama secara bilateral, kerja
sama secara multilateral di antara negara-negara ASEAN juga perlu dilakukan untuk
memberantas penyelundupan dan perdagangan narkotika di wilayah regional Asia
Tenggara. Indonesia, Singapura dan Malaysia serta negara-negara lain, anggota ASEAN,
perlu meningkatkan kerja sama dalam memerangi bahaya ancaman narkoba

KESIMPULAN

• Tindak pidana narkotika merupakan salah satu tindak pidana khusus karena
tidak menggunakan KUHP sebagai dasar pengaturannya melainkan diatur dalam

10
Yusuf Apandi, Katakan Tidak Pada Narkoba (Bandung: Simbiosa Rekatama Mebia, 2012), hlm. 22.

10
undang-undang khusu di luar KUHP yaitu UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika. Narkotika merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang efeknya dapat berupa
perubahan perasaan, menghilangkan rasa nyeri, dan menimbulkan
ketergantungan,yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana
terlampir dalam undang-undang ini. Perbuatan kejahatan penyalahgunaan
Narkotika dapat menimbulkan efek negative bagi tubuh dan berdampak sangat
berbahaya. Penggunaan narkotika secara tidak sah tidak hanya merugikan pelaku
tindak pidana narkotika saja melainkan juga dapat merugikan pihak lain.
Penyalahgunaan Narkotika memiliki beberapa faktor yaitu untuk membuktikan
keberanian dalam melakukan Tindakan-tindakan berbahaya dan mempunyai
resiko, untuk menghilangkan rasa frustasi dan kegelisahan yang disebabkan oleh
problema yang tidak bisa diatasi dan jalan pikiran yang buntu, terutama bagi
mereka yang mempunyai kepribadian yang tidak harmonis.

• Tindakan Pidana terhadap pengaturan tindak pidana narkotika di Indonesia


meliputi tiga ketentuan pidana, pertanggungjawaban, dan pemidanaan.
Berdasarkan pasal-pasal tersebut di atas menunjukkan bahwa sanksi yang diatur
dalam UU No. 35 Tahun 2009 memuat ketentuan minimum dan maksimum.
Tindak pidana narkotika merupakan salah satu kejahatan luar biasa
(extraordinary crime) sehingga perlu dilakukan pemberantasan secara luar biasa
seperti pemberatan ancaman sanksi pidana. Pengaturan pidana minimal khusus
dalam UU No. 35 Tahun 2009 menimbulkan asumsi bahwa undang-undang itu
bertujuan untuk memberikan hukuman yang berat terhadap pelaku tindak pidana
dalam memberantas tindak pidana narkotika. Sedangkan pengaturan pidana
maksimum khusus bertujuan untuk mencegah tindakan hakim yang sewenang-
wenang dalam menjatuhkan putusan pemidanaan agar tidak melebihi batas yang
telah ditentukan dalam undang-undang.

• Pencegahan atau penanggulangan penyalahgunaan narkotika merupakan suatu


upaya yang ditempuh dalam rangka penegakan baik terhadap pemakaian,
produksi maupun peredaran gelap narkotika yang dapat dilakukan oleh setiap

11
orang baik individu, masyarakat dan negara. melakukan langkah langkah
Pencegahan yaitu Pencegahan penyalahgunaan narkotika harus sesegera
mungkin dilakukan dengan tindakan yang bersifat antisipatif, meliputi
pencegahan primer, pencegahan skunder, dan pencegahan tersier.

DAFTAR PUSTAKA

Buku-Buku
Gatot Supramono SH, Hukum Narkoba Indonesia, (Tegal, Penerbit Djambatan, 2001)
hal 199.
Hari i Sasangka,Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana (Bandung: Mandar
Maju, 2011)
Tim Redaksi Pustaka Yustisia, Perundangan Narkotika. (Jakarta,Pustaka Yustisia,
2012), hal 119-138.
Yusuf Apandi, Katakan Tidak Pada Narkoba (Bandung: Simbiosa Rekatama Mebia,
2012), hlm. 22.

Jurnal
Abd. Bsid, Tindak Pidana Narkotika Yang Dilakukan Oleh Anak Dalam Perspektif
Hukum Positif. Malang, 2020, hal 471.

Anton Sudanto, Penerapan Hukum Pidana Narkotika di Indonesia, Jakarta. Vol 8 No.
1, 2017. hal 140

Hariyanto, Bayu P. (2018). Pencegahan Dan Pemberantasan Peredaran Narkoba Di


Indonesia. Jurnal Daulat Hukum, Vol.1, (No.1), pp.201-210
Muladi, Hak Asasi Manusia, Politik, dan Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang, 2002, hlm. 15.
Wijayanti Puspita Dewi, Penjatuhan Pidana Penjara Atas Tindak Pidana Narkotika
Oleh Hakim di Bawah Ketentuan Minimum Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 Tentang Narkotika, 2019, hal 60.

Undang-Undang
Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

12

Anda mungkin juga menyukai