Anda di halaman 1dari 11

Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika dilihat dari Politik Hukum Pidana

Muhammad Syah Farrel1

1
Mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Lampung

Email : syahfarrel20@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini berjudul penanggulangan tindak pidana narkotika dilihat dari politik hukum
pidana. Penyalahgunaan narkotika merupakan tergolong dalam kejahatan luar biasa karena
memiliki dampak yang besar terhadap kehidupan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui
bagaimana upaya penanggulangan tindak pidana narkotika di indonesia. Dalam penelitian ini,
penulis mengemukakan bagaimana penerapan hukum pidana mengenai pengaturan tindak pidana
narkotika di indonesia dan bagaimana sistem hukum pidana mengenai pengaturan tindak pidana
narkotika di indonesia. Tulisan ini dibuat dengan metode penelitian yuridis normatif yaitu
dengan melakukan analisis terhadap permasalahan melalui pendekatan asas asas hukum serta
mengacu pada norma norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang undangan, buku
buku hukum, jurnal, pandangan pandangan ahli hukum yang berkaitan dengan materi yang
diteliti.

Kata kunci : Tindak Pidana Narkotika, Upaya Penanggulangan, Kebijakan Hukum Pidana

A. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu Negara yang termasuk Negara berkembang, dimana saat
ini Indonesia memasuki era Globalisasi. Era Globalisasi merupakan jaman dimana terdapat
penggabungan atau penyatuan antara Negara di dunia dimana adanya pertukaran pandangan
dunia, pemikiran, pengetahuan, produk dan berbagai aspek kebudayaan lainnya. Akan tetapi,
dibalik kemajuan yang di dapat di era globalisasi ini banyak halhal negatif pula yang didapat.
Salah satu faktor terjadinya dampak negatif di era gobalisasi ini yaitu penyalahgunaan narkotika.
mengakibatkan narkotika sangat mudah masuk ke berbagai daerah di Indonesia dan berbagai
strata sosial masyarakat.

Penegakan Hukum terhadap kejahatan Narkotika di Indonesia yang mana pemerintah


berperan selaku penyelenggara kehidupan bernegara perlu memberikan perlindungan dan
kesejahteraan masyarakat melalui berbagai kebijakan yang teragenda dalam program
pembangunan nasional. Kebijakan pemerintah ini tergabung dalam kebijakan sosial (social
policy). Salah satu bagian dari kebijakan sosial ini adalah kebijakan penegakan hukum (law
enforcement policy), termasuk di dalamnya kebijakan legislatif (legislative policy).Sedangkan
kebijakan penanggulangan kejahatan (criminal policy) itu sendiri merupakan bagianndari
kebijakan penegakan hukum (law enforcement policy)1

Soedjono Dirdjosisworo menyatakan bahwa narkotika atau yang diistilahkan sebagai


drug adalah zat yang memiiki ciri-ciri khusus. Narkotika diartikan sebagai sejenis zat, memiliki
ciri-ciri 3 tertentu bagi orang yang menggunakan dengan memasukan ke dalam tubuh.
Pengaruhnya yaitu timbulnya khayalan-khayalan, rangsangan semangat, halusinasi dan
pembiusan hilangnya rasa sakit. 2

Kecenderungan penyalahgunaan dan peredaran narkotika setiap tahun mengalami


peningkatan, hal ini telah menjadi ancaman bahaya yang serius terhadap berbagai aspek
kehidupan manusia, masyarakat dan bangsa. Penanggulangan tidak saja membutuhkan komitmen
dan kesanggupan semua pihak, tetapi juga aksi nyata semua jajaran pemerintah, pihak legislatif
baik pusat maupun di daerah dan partisipasi aktif seluruh lapisan masyarakat termasuk organisasi
non pemerintah (NGO) serta dunia usaha.

Jika dulu pemakai atau pengguna narkotika identik dengan para pemuda dan pemudi
berandalan yang berlatar belakang keluarga “broken home”, sekarang pengguna narkotika lebih
bervariasi. Bukan hanya pemuda dan pemudi, ada juga lansia, anak-anak, ibu rumah tangga,
tokoh masyarakat, polisi, politisi, penggangguran, ahli hukum, dokter, pemuka agama, aktris dan

1
Ayu riantini, melsa aryani putri. “Politik Hukum Dalam Kebijakan Hukum Pidana Dalam Pengaturan
Tindak Pidana Narkotika Di Indonesia“ Vol 1 No 2, 2019, h 79-84

2
Soedjono Dirdjosisworo, 1990, Hukum Narkotika Indonesia,PT Citra Aditya Bakti, Bandung, h.35
sebagainya. Kebanyakan pemakai narkotika hanya mengkonsumsi ganja, psikotropika atau
paling tinggi morfin. Sekarang jenis narkotika sudah bertambah banyak seperti ekstasi, shabu,
kokain, heroin (putaw). Kini bahkan ada heroin generasi baru dengan daya adikasi yang lebih
kuat. Reaksinya lebih cepat serta lebih berat. Peningkatan jenis dan kualitas narkotika membuat
dampak yang ditimbulkan semakin berbahaya.

Tujuan dari penulisan jurnal ini guna mengetahui bagaimana konsep kebijakan hukum
pidana dalam penanggulangan kejahatan dan mengetahui kebijakan apa saja yang ada dalam
hukum pidana terhadap pengaturan tindak pidana narkotika di indonesia sesuai dengan undang
undang narkotika yang berlaku

Metode Penelitian

Tulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif.
Penelitian hukum normatif berfokus pada inventarisasi hukum positif, asas asas dan doktrin
hukum, penemuan hukum dalam perkara in concreto, sistematika hukum, perbandingan hukum
dan sejarah hukum. Penulisan jurnal ini menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder. Bahan hukum primer berupa peraturan perundang undangan yang terkait dengan
permasalahan yang diangkat. Bahan hukum sekunder merupakan bahan yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti buku buku hukum, hasil penelitian, pendapat
para ahli atau pakar, serta jurnal hukum yang berkaitan dengan penelitian ini.

B. PEMBAHASAN

Konsep Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan Menurut Soedarto,


politik hukum adalah usaha untuk mewujudkan peraturan-peraturan yang baik dengan situasi dan
kondisi tertentu. Secara mendalam dikemukan juga bahwa politik hukum merupakan kebijakan
negara melalui alat-alat perlengkapannya yang berwenang menetapkan peraturan-peraturan yang
dikehendaki dan diperkirakan dapat digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung
dalam masyarakat untuk mencapai apa yang dicita-citakan. Berdasarkan pengertian tentang
politik hukum sebagaimana dikemukakan di atas, maka secara umum dapat ditarik kesimpulan
bahwa politik hukum pidana merupakan upaya menentukan ke arah mana pemberlakukan
hukum pidana Indonesia masa yang akan datang dengan melihat penegakannya saat ini. Hal
ini juga berkaitan dengan konseptualisasi hukum pidana yang paling baik untuk diterapkan.
A.Mulder juga menerangkan secara rinci tentang ruang lingkup politik hukum pidana yang
menurutnya bahwa politik hukum pidana adalah garis kebijakan untuk menentukan a) Seberapa
jauh ketentuan ketentuan pidana yang berlaku perlu dilakukan perubahan atau diperbaharui, b)
Apa yang dapat diperbuat untuk mencegah terjadinya kejahatan, c) Cara bagaimana
penyidikan, penuntutan, peradilan dan pelaksanaan pidana harus dilaksanakan.3

Menurut pasal 28H (1) Undang Undang Dasar 1945 “ Setiap orang berhak hidup
sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan
sehat serta berhak memperoleh pelayanan Kesehatan ” Rakyat indonesia tentunya berhak untuk
mendapatkan tempat tinggal dan mendapatkan lingkungan yang tidak terdapat narkotika.
Sebagaimana kita ketahui, narkotika dapat membuat kecanduan dan merusak tubuh serta
merusak kehidupan seorang manusia. Kehidupan manusia harus bersih dan bebas dari hal-hal
yang membuat kesehatan terganggu.

Kemudian diterjemahkan ke dalam undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika


yang mengatur, mengawasi dan menindak peredaran dan penyalahgunaan Narkotika. Narkotika
tidak saja membuat manusia kecanduan, akan tetapi dapat mengakibatkan meninggalnya
seseorang dengan cepat dan tidak wajar. Manusia sangat memerlukan tempat yang bersih dalam
lingkungannya dan tubuhnya sehat agar dapat melangsungkan kehidupannya. Penyalahgunaan
narkotika sudah disebut sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. Narkotika tentunya menjadi
musuh bangsa kita dalam hal mencetak generasi penerus bangsa yang sehat dan bebas dari
narkotika. 4

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintesis maupun semisintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi dan menghilangkan rasa nyeri, serta menimbulkan ketergantungan5

3
Ayu riantini, melsa aryani putri. “Politik Hukum Dalam Kebijakan Hukum Pidana Dalam Pengaturan
Tindak Pidana Narkotika Di Indonesia“ Vol 1 No 2, 2019, h 79-84

4
Undang Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika
5
Undang-undang No. 22 tahun 1997 Tentang Psikotropika Pasal 1.
Pasal 7 undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika yaitu “Narkotika hanya
dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi” Akan tetapi banyak masyarakat di dunia terutama di Indonesia
disalahgunakan pemakaiannnya. Bahkan peredaran narkotika sangat masif. Beredarnya narkotika
di Indonesia apabila ditinjau dari aspek yuridis adalah sah keberadaannya, Undang-Undang
Narkotika hanya melarang terhadap penggunaan narkotika tanpa izin oleh undang-undang yang
dimaksud. Sering sekali penggunaan narkotika bukan untuk kepentingan pengobatan dan ilmu
pengetahuan bila dilihat dari keadaan yang demikian dalam tataran empirisnya. Masyarakat
sering menggunakan narkotika dengan dosis yang besar sehingga dapat memabukkan dan
ketagihan. Oleh sebab itu, kejahatan narkotika dijadikan ajang bisnis yang menjanjikan dan
berkembang pesat, yang mana kegiatan ini berimbas pada rusaknya mental baik fisik maupun
psikis pemakai narkotika khususnya generasi muda. Penyalahgunaan narkotika sudah di lakukan
oleh semua elemen masyarakat. Dari pejabat penegak hukum, pejabat politik, pejabat swasta,
mahasiswa, anak-anak6

Pemberantasan tindak pidana narkotika melibatkan seluruh bangsa di dunia, namun


ternyata tingkat peredaran gelap narkotika sermakin tinggi dan merajalela. Beberapa indikasi
memperlihatkan bahwa kejahatan narkotika merupakan extraordinary crime. Pengertiannya
adalah sebagai suatu kejahatan yang sangat berdampak besar dan multi dimensional terhadap
sosial, budaya, ekonomi dan politik serta begitu dahsyatnya dampak negatif yang diakibatkan
oleh kejahatan ini. Untuk itu extraordinary punishment sangat diperlukan untuk jenis kejahatan
yang sangat luar biasa dewasa ini yang sudah terjadi di seluruh bangsa-bangsa di dunia ini ni
sebagai transnational crime.7

Penyakit masyarakat ini sudah menjadi masalah semua negara di dunia, sehingga
mayoritas anggota PBB telah menyepakati United Nation Convention Against the Delict Traffic
in Narcotics Drugs and Psychotropic Substances pada 1988. Konvensi 1988 yang bertujuan
memberantas perdagangan gelap narkotika dan psikotropika. Jika dilihat dari segi isi Konvensi

6
Undang Undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
7
A. Kadarmanta, Kejahatan narkotika: Extraordinary crime dan extraordinary punishment,
http://kejahatan-narkotika-extraordinary-crime.html
1988, muncul embrio dari upaya internasional untuk menanggulangi permasalahan organisasi
kejahatan transnasional yang antara lain dapat diidentifikasikan dengan aturan-aturan yang
menyangkut ekstradisi; bantuan hukum timbal balik; penanganan perdagangan gelap narkoba
melalui laut; controlled delivery; penguatan rezim anti pencucian uang (termasuk masalah
penyitaan dan perampasan hasil kejahatan narkoba); dan kriminalisasi diversi prekursor dan
pengawasan prekursor. Hal lain yang cukup mengesankan dalam perkembangan masalah
narkotika dunia adalah upaya untuk meningkatkan penanggulangan masalah narkotika bukan
hanya pada sisi ketersediaan (supply), tetapi juga dari sisi permintaan (demand).

Ditinjau dari aspek kepentingan nasional, konvensi ini dapat menjamin kepastian dan
keadilan hukum dalam upaya penegakan hukum peredaran gelap narkotika dan psikotropika
yang melibatkan para pelaku kejahatan lintas batas teritorial Indonesia. Disamping itu, untuk
kepentingan nasional khususnya kepentingan dalam negeri, akan diperoleh suatu kepastian dan
kemanfaatan dalam rangka pengaturan peredaran narkotika dan psikotropika untuk kepentingan
pengobatan dan ilmu pengetahuan. 8

Penggunaan narkotika sering dikaitkan dengan kejahatan, baik narkoba dianggap


memiliki pengaruh negatif dan menyebabkan penggunanya melakukan kejahatan. Kejahatan itu
pada dasarnya merupakan rumusan yang nisbi. Mustafa (2007 ) mengatakan bahwa yang disebut
kejahatan sebagai gejala sosial tidak semata-mata merupakan tindakan yang dilarang hukum,
tindakan yang merupakan kelaianan biologis maupun kelaianan psikologis, tetapi tindakan-
tindakan tersebut merugikan dan melanggar sentimen masyarakat. Jika kita mengacu pada
rumusan kejahatan sebagaimana yang dijelaskan oleh Mustafa, titik tekan penentuan apakah
suatu perilaku dianggap kejahatan atau tidak bukanlah menjadikan aturan formal sebagai acuan.9

8
Siswantoro Sunarso,Penegakan Hukum dalam kajian Sosiologis, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004,
hlm 1.

9
Mustafa, Muhammad, Krimonologi: Kajian Sosiologi terhadap Kriminalitas, Perilaku
menyimpang, dan Pelanggar Hukum, FISIP UI Press, 2007, hlm.17.
1. Upaya Penanggulangan Narkotika dilihat dari Politik Hukum Pidana

Politik atau kebijakan hukum pidana dapat dikatakan merupakan bagian dari kebijakan
penegakan hukum (law enforcement policy). Di samping itu, usaha penanggulangan kejahatan
lewat pembuatan undang-undang (hukum) pidana pada hakekatnya juga merupakan bagian
integral dari usaha perlindungan masyarakat (social welfare). Kebijakan hukum pidana menjadi
sangat wajar bila merupakan bagian integral dari kebijakan atau politik sosial (social policy).
Kebijakan politik telah mencakup social welfare policy dan social defence policy. Berdasarkan
uraian di atas, kebijakan hukum pidanapada hakekatnya merupakan usaha untuk mewujudkan
peraturan perundang-undangan pidana sesuai dengan keadaan pada waktu tertentu (ius
constitutum) dan masa mendatang (ius constituendum). Konsekuensi logisnya, kebijakan hukum
pidana identik dengan penal reform dalam arti sempit, karena sebagai suatu sistem, hukum terdiri
dari budaya (cultural), struktur (structural),dan substansi (substantive) hukum. Undang-undang
merupakan bagian dari substansi hukum, pembaharuan hukum pidana, disamping
memperbaharui perundang undangan, dan juga mencakup pembaharuan ide dasar dan ilmu
pidana.

Dalam buku Moch Sulman menjelaskan hakekat dalam upaya pencegahan tindak pidana
narkotika yaitu;

1. Penanaman disiplin melalui pembinaan pribadi dan kelompok

2. Pengendalian situasi khususnya menyangkut aspek budaya, ekonomi dan politik yang
cenderung dapat merangsang terjadinya penyalahgunaan narkotika

3. Pengawasan lingkungan untuk mengurangi atau meniadakan kesempatan penyalahgunaan


narkotika

4. Pembinaan atau bimbingan dari partisipasi masyarakat secara aktif untuk menghindari
penyalahgunaan tersebut dengan kegiatan positif.10

10
Anton sudanto, “Penerapan Hukum Pidana Narkotika Di Indonesia” h 1-25,
https://media.neliti.com/media/publications/217402-penerapan-hukum-pidana-narkotika-di-indo, diakses
tanggal 27 April 2022
Kebijakan hukum pidana terhadap pengaturan tindak pidana narkotika di Indonesia. Jenis
jenis perbuatan yang di larang dalam undang undang No.35 Tahun 2009 Ruang lingkup hukum
pidana mencakup tiga ketentuan yaitu tindak pidana, pertanggungjawaban, dan pemidanaan.
Ketentuan pidana yang terdapat dalam UU No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika dirumuskan
dalam Bab XV ketentuan pidana pasal 111 sampai dengan pasal 148. Dalam undang undang No.
35 Tahun 2009 tentang narkotika, terdapat empat kategorisasi tindakan melawan hukum yang
dilarang oleh undang-undang dan dapat diancam dengan sanksi pidana, yakni :12 a. Kategori
pertama, yakni perbuatan-perbuatan berupa memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan
narkotika dan prekursor narkotika (pasal 111 dan 112 untuk narkotika golongan I, pasal 117
untuk narkotika golongan II dan pasal 122 untuk narkotika golongan III serta pasal 129 huruf
(a)); politik hukum dalam undang undang narkotika, b. Kategori kedua, yakni perbuatan
perbuatan berupa memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan narkotika dan
precursor narkotika (Pasal 113 untuk narkotika golongan I, pasal 118 untuk narkotika golongan
II, dan pasal 123 untuk narkotika golongan III serta pasal 129 huruf(b)); c. Kategori ketiga, yakni
perbuatan perbuatan berupa menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi
perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan narkotika dan prekursor narkotika (Pasal
114 dan pasal 116 untuk narkotika golongan I, pasal 119 dan pasal 121 untuk narkotika golongan
II, pasal 124 dan pasal 126 untuk narkotika golongan III serta pasal 129 huruf (c)); d. Kategori
keempat, yakni perbuatan-perbuatan berupa membawa, mengirim, mengangkut atau mentransit
narkotika dan prekursor narkotika (pasal 115 untuk narkotika golongan I, pasal 120 untuk
narkotika golongan I dan pasal 125 untuk narkotika golongan III serta pasal 129 huruf (d)).
Undang undang No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika telah mengatur jenis jenis sanksi yang
diberikan pada tindak pidana narkotika yakni sebagaiberikut : a. Tindak pidana orang tua atau
wali dari pecandu narkotika yang belum cukup umur (pasal 128); b. Tindak pidana yang
dilakukan oleh korporasi (pasal 130); c.Tindak pidana bagi orang yang tidak melaporkan adanya
tindak pidana narkotika (pasal 131); d. Tindak pidana terhadap percobaan dan permufakatan
jahat melakukan tindak pidana narkotika dan prekursor (pasal 132); e. Tindak pidana bagi
menyuruh, memberi, membujuk, memaksa dengan kekerasan, tipu muslihat, membujuk anak
(pasal 133); f. Tindak pidana bagi pecandu narkotika yang tidak melaporkan diri (pasal 134); g.
Tindak pidana bagi pengurus industri farmasi yang tidak melaksanakan kewajiban (pasal 135);
h.Tindak pidana terhadap hasil hasil tindak pidana narkotika atau prekursor narkotika (pasal
137); i. Tindak pidana terhadap orang yang menghalangi atau mempersulit penyidikan,
penuntutan dan pemeriksaan perkara (pasal 138); j.Tindak pidana bagi nahkoda atau kapten
penerbang yang tidak melaksanakan ketentuan pasal 27 dan pasal 28 (pasal 139); k.Tindak
pidana bagi PPNS, penyidik polri, penyidik BNN yang tidak melaksanakan Ketentuan tentang
barang bukti (pasal 140); l.Tindak pidana bagi kepala kejaksaan negeri yang tidak melaksanakan
ketentuan pasal 91 ayat(1) (pasal 141); m.Tindak pidana bagi petugas laboratorium yang
memalsukan hasil pengujian (pasal 142); n.Tindak pidana bagi saksi yang memberikan
keterangan tidak benar (pasal 143); o.Tindak pidana bagi setiap orang yang melakukan
pengulangan tindak pidana (pasal 144); p.Tindak pidana yang dilakukan pimpinan rumah sakit,
pimpinan lembaga ilmu pengetahuan, pimpinan industri farmasi, dan pimpinan pedagang farmasi
(pasal 147)11

Penegakan hukum mempunyai sasaran agar orang taat kepada hukum. Ketaatan
masyarakat terhadap hukum disebabkan tiga hal, yakni: (1) takut berbuat dosa; (2) takut karena
kekuasaan dari pihak penguasa berkaitan dengan sifat hukum yang bersifat imperatif; (3) takut
karena malu berbuat jahat. Penegakan hukum dengan sarana non penal mempunyai sasaran dan
tujuan untuk kepentingan internalisasi13 . Keberadaan Undang-Undang Narkotika yakni
Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika merupakan suatu upaya politik hukum
pemerintah Indonesia terhadap penanggulangan tindak pidana narkotika. Pembentukan undang-
undang narkotika diharapkan dapat menanggulangi peredaran gelap dan penyalahgunaan
narkotika dengan menggunakan sarana hukum pidana atau penal

Badan Narkotika Nasional (BNN) menyatakan telah mengungkap berbagai macam


kejahatan narkoba. Menurut lembaga ini selama 2015, sebanyak 50.178 tersangka yang berhasil
ditangkap dengan jumlah kasus sebanyak 40.253 kasus. Untuk kategori Narkotika yang disita di
tahun 2015, terdiri dari ganja 23,2 ton, ekstasi 1.072.328 butir, sabu-sabu sebanyak 2,3 ton,
sementara untuk jenis heroin dan kokain jumlahnya tergolong sedikit. Pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan narkotika dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika
sangat diperlukan sehingga dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 perlu dibentuk Badan

11
Ayu riantini, melsa aryani putri. “Politik Hukum Dalam Kebijakan Hukum Pidana Dalam Pengaturan
Tindak Pidana Narkotika Di Indonesia“ Vol 1 No 2, 2019, h 79-84
Narkotika Nasional yang selanjutnya disebut dengan BNN. BNN merupakan lembaga
pemerintah nonkementerian yang berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab
kepada Presiden.

C. KESIMPULAN

Kebijakan hukum pidana adalah upaya penanggulangan kejahatan dengan menggunakan


sarana pidana. Sedangkan kebijakan non pidana adalah tindakan pencegahan sebelum terjadinya
kejahatan. Semua kebijakan tersebut mempunyai tujuan akhir yaitu perlindungan masyrakat
untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. kebijakan hukum pidana pada hakekatnya merupakan
usaha untuk mewujudkan peraturan perundangundangan pidana sesuai dengan keadaan pada
waktu tertentu (ius constitutum) dan masa mendatang (ius constituendum).

Keberadaan Undang-Undang Narkotika yakni Undang-Undang No. 35 Tahun 2009


tentang Narkotika merupakan suatu upaya politik hukum pemerintah Indonesia terhadap
penanggulangan tindak pidana narkotika. Pembentukan undang-undang narkotika diharapkan
dapat menanggulangi peredaran gelap dan penyalahgunaan narkotika dengan menggunakan
sarana hukum pidana atau penal.

DAFTAR PUSTAKA

Jurnal, Buku, Internet, Peraturan.

Ayu riantini, melsa aryani putri. “Politik Hukum Dalam Kebijakan Hukum Pidana Dalam
Pengaturan Tindak Pidana Narkotika Di Indonesia“ Vol 1 No 2, 2019, h 79-84

Anton sudanto, “Penerapan Hukum Pidana Narkotika Di Indonesia” h 1-25,


https://media.neliti.com/media/publications/217402-penerapan-hukum-pidana-narkotika-di-indo,
diakses tanggal 27 April 2022

Soedjono Dirdjosisworo, 1990, Hukum Narkotika Indonesia,PT Citra Aditya Bakti, Bandung,
h.35
Mustafa, Muhammad, Krimonologi: Kajian Sosiologi terhadap Kriminalitas, Perilaku
menyimpang, dan Pelanggar Hukum, FISIP UI Press, 2007, hlm.17.

Siswantoro Sunarso,Penegakan Hukum dalam kajian Sosiologis, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2004, hlm 1.

A. Kadarmanta, Kejahatan narkotika: Extraordinary crime dan extraordinary punishment,


http://kejahatan-narkotika-extraordinary-crime.html

Undang Undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

Undang Undang No 22 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Anda mungkin juga menyukai