Anda di halaman 1dari 55

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Maraknya peredaran dan penyalahgunaan narkoba saat ini sangat

berpengaruh terhadap kehidupan di masyarakat Indonesia umumnya dan di

Kalimantan Selatan khususnya.Masalah penyalahgunaan narkotika telsah

menjadi masalah nasional dan internasional yang tidak pernah ada henti-

hentinya dibicarakan.Hampir setiap hari terdapat berita mengenai masalah

penyalahgunaan narkotika di media cetak maupun media

elektronik.Penyalahgunaan narkotika sangatlah merusak kehidupan seseorang

yang menggunakannya secara tidak baik. Narkotika dan psikotropika

merupakan dampak dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi , yang

pada dasarnya narkotika dan psikotropika digunakan untuk kepentingan

kesehatan dan tujuan ilmu pengetahuan. Narkotika dan psikotropika di satu

sisi sangat bermanfaat untuk terapi dan ilmu pengetahuan , namun di sisi lain

akan menimbulkan sindrom atau ketergantungan jika salah digunakan dan

tanpa pengawasan yang ketat dari pihak yang berwenang. Penyalahgunaan

narkotika dan psikotropika mendorong adanya peredaran gelap yang secara

otomatis akan meningkatkan jumlah orang yang menyalahgunakan narkotika.

Bahaya penyalahgunaan narkotika , juga merupakan bahaya yang sangat

buruk dampaknya, bukan saja bagi Indonesia , tetapi juga bagi umat manusia.

Korban-korban penyalahgunaan narkotika ini sebagian besar dari generasi

1
2

muda, yang berarti dampak negatif penyalahgunaan narkotika itu sangat serius

, karena secara langsung merusak generasi-generasi harapan bangsa di masa

akan datang.

Dampak yang sering terjadi di tengah masyarakat dari penyalahgunaan

narkotika antara lain :merusak hubungan kekeluargaan ,menurunkan

kemampuan belajar dan produktifitas kerja secara drastis , sulit membedakan

mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan buruk , perubahan perilaku ,

gangguan kesehatan , mempertinggi jumlah angka kriminalitas , dan tindak

kekerasan. Secara khusus peredaran gelap dan penyalahgunaan narkotika terus

diupayakan untuk dikurangi, walaupun faktanya di masyarakat persoalan

tersebut terus meningkat. Oleh sebab itu pemerintah Indonesia berupaya

mengatasi masalah peredaran gelap dan penyalahgunaan narkotika dengan

berbagai strategi. Salah satunya adalah menyiapkan perangkap hukum sebagai

panduan seluruh aparat dalam menangani masalah di atas.

Narkoba sudah tidak asing di telinga kita, akhirakhir ini, kata ini

sering sekali di ucapkan oleh masyarakat, baik itu di media maupun di warung

tempat orang kelas menengah kebawah berkumpul.Narkoba sudah merambah

kemana mana bahkan juga sudah merambah kepada penegak hukum itu

sendiri,ruang langkup narkoba tidak terbatas, seperti tidak mempunyai

dinding, narkoba bebas melanglang buana dia meresap dan mencengkeram

siapa saja yang tergoda olehnya. Narkoba dikonsumsi oleh orang dewasa,

remaja dan anakanak.Sementara pemberantasannya pun sangat sulit karena

luasnya jaringan peredaran narkoba serta peredaran yang bersifat tertutup dan
3

terputus, penyelidikan terhadap perkara narkoba sangat jarang yang bisa

menyentuh sampai pada tingkatan paling atas,palingpaling hanya menyentuh

pada tingkatan menengah, hal ini dikarenakan organisasi peredaran narkoba

sangatlah kuat untuk melindungi masingmasing anggotanya.

Bahwa kenyataannya banyak anggota TNI yang melakukan suatu tindak

pidana, salah satunya adalah penyalahgunaan Narkotika. Hukum Indonesia

mengatur bahwa tidak ada seorang warga negara yang kebal terhadap

hukum,meskipun tindak pidana tersebut dilakukan oleh warga sipil maupun

anggota Tentara Nasional Indonesia. Apabila Anggota Tentara Nasional

Indonesia melakukan suatu Tindak Pidana, maka akan tetap dipidana tanpa

ada keistimewaan apapun, mulai proses pemeriksaan,penyidikan dan

penuntutan sampai peradilan akan mengikuti hukum acara peradilan militer

sebagai mana diatur dalam UndangUndang Nomor 31 Tahun 1997 tentang

peradilan militer. TNI merupakan suatu sistem pertahanan negara dan

merupakan alat negara yang mempunyai tugas mempertahankan, melindungi,

dan mampu memelihra keutuhan serta kedaulatan negara serta TNI dapat

memberikan pengayoman terhadap masyarakat dan memberikan contoh untuk

tidak melakukan tindak pidana narkotika, dalam hal ini ketersediaan dan

penyalahgunaan obat telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia

Nomer 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

Setiap perbuatan atau tindakan TNI melanggar hukum, disiplin,

tata tertib yang dapat menurunkan martabat dan kewibawaan serta dapat pula

menimbulkan keresahan dalam masyarakat perlu dengan cepat diambil


4

tindakan hukum. Perkara tindak pidana apabila tidak segera diselesaikan

sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, akan sangat merugikan korban,

pelaku ( dalam hal ini prajurit itu sendiri ) maupun satuan secara 1 Hm Raul,

2002, Dampak Penyalahgunaan Narkotika Terhadap Remaja dan Kamtibnas,

Bp Dharma Bakti, hlm 55 umum dalam upaya pembinaan personel, oleh sebab

itu suatu perkara pidana harus segera diselesaikan. Untuk adanya perbuatan

pidana harus ada unsur-unsur :

1. Perbuatan (Manusia)
2. Yang memenuhirumusandalamUndang-undang (merupakansyaratformil)
3. Bersifatmelawanhukum.1

Selama ini apabila ada Prajurit TNI yang melakukan tindak pidana,

baik tindak pidana umum maupun tindak pidana militer sebagaimana terdapat

dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), diadili oleh

Peradilan Militer. Dalam ruang lingkup militer, perbuatan pelanggaran yang

dilakukan oleh prajurit militer telah diatur dalam peraturan perundang-

undangan yaitu :

1. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)


2. Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer (KUHPM)
3. Kitab Undang-undang Hukum Disiplin Militer (KUHDM)
4. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Militer

Di Indonesia khususnya di dalam tubuh TNI masih saja ada tindak

pidana yang seharusnya tidak perlu terjadi apabila seorang anggota TNI benar-

benar menghayati akan tugas dan tanggung jawab yang dibebankan oleh

negara kepadanya sesuai dengan Sapta Marga dan Sumpah Prajurit, anggota

1Sianturi, S.R., 1989, Asas-asasHukumPidana di Indonesia


danPenerapannya, Alumni AhaemPetehaem, Jakarta, Hlm. 55
5

TNI yang melakukan tindak pidana militer dengan melakukan tindak pidana

narkotika karena kurang memahami Sapta Marga dan Sumpah Prajurit.2

Di dalam Undang-Undang No 35 Tahun 2009 diatur mengenai proses

penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di persidangan yang diatur pada

Pasal 73 sampai dengan 103. Berbicara pemberantasan penyalahgunaan

narkotika proses penyidikan merupakan suatu langkah penentu, yakni untuk

pengumpulan alat bukti dan pada tahap penyidikan ini lah dapat di ketahui

status tersangka sebagai pemakai atau pengedar.

Menteri kesehatanpun mengeluarkan surat keputusan menkes nomor

381 dan 983 tentang bahan narkotik. Pada tahun 1971 diperkirakan terdapat

2000 sampai 3000 kasus ketergantungan obat di berbagai rumah sakit di

Indonesia. Tahun 1973 diperkirakan ada 5000 sampai 10.000 orang yang

tergantung pada narkoba3.

Tahun 1976 pemerintah mengeluarkan undang undang nomor 9 tahun

1976 mengenai narkotika, tetapi yang termasuk disini hanyalah ganja, opium,

kokain padahal kokain jarang muncul di Indonesia pada tahun 1996 Indonesia

meratifikasi konvensi PBB tentang psikotropika dengan UU nomor 8/1996,

dan tahun 1997 pemerintah juga meratifikasi konvensi PBB tentang

pemberantasan peredaran gelap narkotika dan psiktropika(Convention Againts

2http://ejournal.uajy.ac.id/4970/1/JURNAL%20ADAM%20PRASTISTO
%20JATI.pdfdiakses tanggal 29 Mei 2016

3SyaefurrahamAlBanjary.HitamPutihPolisiDalamMengungkapJaringanN
arkoba.PTIKPress.Jakarta :RestuAgung. hlm. 6
6

Illicit Traffic In Narcotic Drugs And Psikotropic Subtances 1998) dengan UU

nomor 7/1997.

Namun, menghadapi kenyataan demikian tentu tidaklah mudah,

dibutuhkan kerja keras dan keseriusan dari aparat penegak hukum untuk

menjawab tantangan tersebut, serta dibutuhkan juga keseriusan pemerintah

dalam menanggulanginya dengan membuat aturan-aturan yang mengatur

tindak pidana narkotika yang dapat memberikan efek jera kepada masyarakat.

Pada tahun 1997,pemerintah mengeluarkan dua Undangundang yakni

UU Narkotika nomor 22 tahun 1997 dan UU Nomor 5 tahun 1997 tentang

psikotropika, yang mengatur peredaran dan kejahatan narkotika, disertai

berbagai jenisjenis dan penggolongan narkoba. Kedua undangundang inilah

yang menjadi senjata andalan penegak hukum sampai dengan tahun 2009,

namun penerapan undang-undang ini dirasakurang dapat menanggulangi

peredaran narkoba yang semakin besar dan sepertinya sulit untuk di berantas,

hukuman yang ringan dianggap sebagai penyebab pokok susahnya

pemberantasan narkoba, bahkan dalam pameo narapidana Narkoba sering

disebutkan bahwa jika saat tertangkap seorang napi hanya sebagai kurir

narkoba maka begitu dia keluar lagi maka statusnya akan berubah menjadi

Bandar narkoba, pada akhirnya pada tahun 2009 pemerintah kembali

mengeluarkan undang-undang narkotika yakni undang-undang Nomor 35

Tahun 2009 Tentang Narkotika, undang-undang ini merupakan pengembangan

dari undang-undang nomor 22 tahun 1997 tentang narkotika dan undang-

undang nomor 5 tahun 1997 tentang psikotropika.


7

Dalam undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika yang

dulunya dalam undang-undang Psikotropika nomor 5 tahun 1997 gol I dan gol

II kemudian dimasukkan ke dalam golongan Narkotika gol I.

Dari hasil data di lapangan yang diteliti oleh penulis di DENPOM

Banjarmasin tercatat ada sebanyak 2 kasus perkara narkotika yang ditangani

oleh penyidik Denpom Banjarmasin sepanjang tahun 2014-2015.4

Berdasarkan uraian tersebut , penulis tertarik dan memilih judul dalam

skripsi ini : Penyidikan Tindak Pidana Narkotika Oleh Penyidik

DENPOM Banjarmasin

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka dapat

dirumuskan permasalahannya sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pelaksanaan penyidikan tindak pidana narkotika oleh

penyidik Denpom Banjarmasin?


2. Bagaimanakah kendala pelaksanaan penyidikan tindak pidana narkotika

oleh penyidik Denpom Banjarmasin?


C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Adapun tujuan dari dilaksanakannya penelitian skripsi ini adalah

sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pelaksanaan penyidikan tindak pidana narkotika oleh

penyidik Denpom Banjarmasin.


2. Untuk mengetahui kendala pelaksanaan penyidikan tindak pidana

narkotika oleh penyidik Denpom Banjarmasin.

4Sumber : Denpom Banjarmasin, tanggal 30 Mei 2016


8

Sedangkan dari penelitian Skripsi ini diharapkan membawa kegunaan

sebagai berikut :

1. Secara teoritis dapat memperkaya referensi ilmu hukum khususnya yang

berkaitan dengan pelaksanaan penyidikan tindak pidana narkotika oleh

penyidik Denpom Banjarmasin.


2. Untuk memberikan masukan bagi para penegak hukum tentang

pelaksanaan penyidikan tindak pidana narkotika oleh penyidik Denpom

Banjarmasin.
D. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan ini terdiri dari 4 (empat) pembahasan yang garis

besarnya sebagai berikut.

BAB I, berupa Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian dan sitematika penulisan.

BAB II (berupa tinjauan pustaka, menguraikan tentang tinjauan umum

tentang pelaksanaan penyidikan tindak pidana narkotika oleh penyidik

Denpom Banjarmasin.

BAB III, berupa metode penelitian, berisi tentang langkah-langkah

metode peneliti yang peneliti gunakan untuk mendukung dan sebagai

pedoman bagi peneliti dalam menyelesaikan penulisan hukum.

BAB IV, berupa pembahasan, berisi tentang penyajian data dan

pembahasan hasil penelitian yang sekaligus menjawab permasalahan tentang

pelaksanaan penyidikan tindak pidana narkotika oleh penyidik Denpom

Banjarmasin.
9

BAB V, berupa penutup, beridi tentang kesimpulan yang merupakan inti

dari penelitian serta saran-saran sebagai masukan bagi semua pihak yang

terkait dengan proses penelitian.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Narkotika, Jenis Narkotika, dan Tindak Pidana Narkotika

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

tanaman baik sitensis maupun semi sitensis maupun semi sintesis yang dapat

menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,

mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan

ketergantungan.

Narkotika merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat dan

diperlukan untuk pengobatan penyakit tertentu.Namun, jika disalah gunakan

atau digunakan tidak sesuai dengan standar pengobatan dapat menimbulkan

akibat yang sangat merugikan bagi perseorangan atau masyarakat khususnya

generasi muda. Hal ini akan lebih merugikan jika disertai dengan
11

penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika yang dapat mengakibatkan

bahaya yang lebih besar bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang

pada akhirnya akan dapat melemahkan ketahanan nasional.5

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

tanaman baik sitensis maupun semi sitensis maupun semi sintesis yang dapat

menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,

mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan

ketergantungan.

Narkotika merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat dan

diperlukan untuk pengobatan penyakit tertentu.Namun, jika disalahgunakan

atau digunakan tidak sesuai dengan standar pengobatan dapat menimbulkan

akibat yang sangat merugikan bagi perseorangan atau masyarakat khususnya

generasi muda. Hal ini akan lebih merugikan jika disertai dengan

penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika yang dapat mengakibatkan

bahaya yang lebih besar bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang

pada akhirnya akan dapat melemahkan ketahanan nasional.6

Yang dimakud narkotika dalam UU No. 35/2009 adalah tanaman

papever, opium mentah, opium masak, seperti candu, jicing, jicingko, opium

obat, morfina, tanaman koka, daun koka, kokaina mentah, kokaina, ekgonina,

tanaman ganja, damar ganja, garam-garam atau turunannya dari morfin dan

5http://karyatulisilmiah.com/pengertian-definisi-jenis-dan-golongan-
narkoba/diaksestanggal 05 April 2016

6http://karyatulisilmiah.com/pengertian-definisi-jenis-dan-golongan-
narkoba/ di aksestanggal 30 mei 2015
12

kokain. Bahan lain, baik alamiah, atau sitensis maupun semi sitensis yang

belum disebutkan yang dapat dipakai sebagai pengganti morfina atau kokaina

yang ditetapkan mentri kesehatan sebagai narkotika, apabila

penyalahgunaannya dapat menimbulkan akibat ketergantungan yang

merugikan, dan campuran-campuran atau sediaan-sediaan yang mengandung

garam-garam atau turunan-turunan dari morfina dan kokaina, atau bahan-

bahan lain yang alamiah atau olahan yang ditetapkan mentri kesehatan sebagai

narkotika.

Adapun yang dimakud narkotika dalam UU No. 35/2009 adalah

tanaman papever, opium mentah, opium masak, seperti candu, jicing, jicingko,

opium obat, morfina, tanaman koka, daun koka, kokaina mentah, kokaina,

ekgonina, tanaman ganja, damar ganja, garam-garam atau turunannya dari

morfin dan kokain. Bahan lain, baik alamiah, atau sitensis maupun semi

sitensis yang belum disebutkan yang dapat dipakai sebagai pengganti morfina

atau kokaina yang ditetapkan mentri kesehatan sebagai narkotika, apabila

penyalahgunaannya dapat menimbulkan akibat ketergantungan yang

merugikan, dan campuran-campuran atau sediaan-sediaan yang mengandung

garam-garam atau turunan-turunan dari morfina dan kokaina, atau bahan-

bahan lain yang alamiah atau olahan yang ditetapkan menteri kesehatan

sebagai narkotika.

Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

membagi narkotika menjadi tiga golongan, sesuai dengan Pasal 6:


13

(1) Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan

untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam

terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan

ketergantungan.

(2) Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan

digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/

atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai

potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.

(3) Narkotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan

banyak digunakan dalam terapi dan/ atau tujuan pengembangan ilmu

pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan

ketergantungan.

Ciri-ciri fisik pencandu narkotika antara lain:

1. Berat badan menurun secara drastis


2. Matanya terlihat cekung dan merah
3. Muka pucat dan bibir kehitam-hitaman
4. Tangan penuh dengan bintik-bintik merah seperti bekas gigitan nyamuk

dan ada tanda bekas luka sayatan


5. Terdapat goresan dan perubahan warna kulit di tempat bekas suntikan
6. Buang air kecil dan besar sering tidak lancer ,dan sembelit tau sakit perut

tanpa alasan yang jelas.

Ciri-ciri psikisnya dapat dilihat melalui tanda-tanda seperti:

1. Sangat sensitif dan cepat merasa bosan


2. Menunjukkan sikap membangkang jika dimarahi atau kena marah
14

3. Emosi naik turun dan tidak merasa ragu untuk memukul orang atau

berbicara kasar terhadap anggota keluarga


4. Nafsu makan tidak tentu
5. Malas

Tindak Pidana Narkotika

Pada dasarnya tindak Pidana Narkotika diatur dalam Bab XV Pasal 111

sampai dengan Pasal 148 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 yang

merupakan ketentuan khusus, walaupun tidak disebutkan dengan tegas dalam

Undang-Undang Narkotika bahwa tindak pidana yang diatur di dalamnya

adalah tindak kejahatan, akan tetapi tidak perlu disangksikan lagi bahwa

semua tindak pidana di dalam undang-undang tersebut merupakan kejahatan.

Alasannya, kalau narkotika hanya untuk pengobatan dan kepentingan ilmu

pengetahuan, maka apabila ada perbuatan diluar kepentingan-kepentingan

tersebut sudah merupakan kejahatan mengingat besarnya akibat yang

ditimbulkan dari pemakaian narkotika secara tidak sah sangat membahayakan

bagi jiwa manusia.7

Penggunaan narkotika secara legal hanya bagi kepetingan-kepentingan

pengobatan atau tujuan ilmu pengetahuan. Menteri Kesehatan dapat memberi

ijin lembaga ilmu pengetahuan dan atau lembaga pendidikan untuk membeli

atau menanam, menyimpan untuk memiliki atau untuk persediaan ataupun

menguasai tanaman papaver, koka dan ganja.8Dalam hal kebijakan

7Supramono, G. 2011. Hukum Narkotika Indonesia. Jakarta:


.Djambatan, hlm. 26.

8Ibid
15

kriminalisasi, perbuatan-perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana

dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, adalah

sebagai berikut:9

1. Menanam, memelihara, mempunyai dalam persediaan, memiliki,

menyimpan, atau menguasai narkotika (dalam bentuk tanaman atau bukan

tanaman) diatur dalam (Pasal 111 sampai dengan Pasal 112 Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika);


2. Memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika

golongan I (Pasal 113 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika);
3. Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi

perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika golongan

I (Pasal 114 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika).


4. Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika golongan I

(Pasal 115 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika);


5. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan

Narkotika golongan I terhadap orang lain atau memberikan narkotika

golongan I untuk digunakan orang lain (Pasal 116 Undang-Undang Nomor

35 Tahun 2009 tentang Narkotika);


6. Tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau

menyediakan narkotika golongan II (Pasal 117 Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2009 tentang Narkotika);


7. Tanpa hak atau melawan hukum Memproduksi, mengimpor, mengekspor,

atau menyalurkan Narkotika golongan II (Pasal 118 Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika);

9Ibid, hlm. 32
16

8. Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi

perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika golongan

II (Pasal 119 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika);


9. Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika golongan

II (Pasal 120 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika);


10. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan

Narkotika golongan II terhadap orang lain atau memberikan narkotika

golongan II untuk digunakan orang lain (Pasal 121 Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika);


11. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan,

menguasai, atau menyediakan Narkotika golongan III (Pasal 122 Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika);


12. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi,

mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika golongan III (Pasal

123 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika);


13. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk

dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli,

menukar, atau menyerahkan Narkotika dalam golongan III (Pasal 124

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika);


14. Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika golongan

III (Pasal 125 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika);


15. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan

Narkotika golongan III terhadap orang lain atau memberikan narkotika

golongan III untuk digunakan orang lain (Pasal 126);


16. Setiap penyalahguna : (Pasal 127 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun

2009 tentang Narkotika)


a. Narkotika golongan I bagi diri sendiri
b. Narkotika golongan II bagi diri sendiri
c. Narkotika golongan III bagi diri sendiri
17

17. Pecandu Narkotika yang belum cukup umur (Pasal 55 ayat 1 Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika) yang sengaja tidak

melapor (Pasal 128 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika);
18. Setiap orang tanpa hak melawan hukum : (Pasal 129 Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika)


a. Memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Prekursor

Narkotika untuk pembuatan Narkotika;


b. Memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Prekursor

Narkotika untuk pembuatan Narkotika;


c. Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi

perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan prekursor

Narkotika untuk pembuatan Narkotika;


d. Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito prekursor

Narkotika untuk pembuatan Narkotika.

Umumnya, jenis-jenis tindak pidana Narkotika dapat dibedakan

menjadi berikut ini:10

1. Tindak pidana yang menyangkut penyalahgunaan

Narkotika Tindak pidana penyalahgunaan Narkotika dibedakan menjadi

dua macam yaitu perbuatannya untuk orang lain dan untuk diri sendiri.

2. Tindak pidana yang menyangkut produksi dan jual beli Narkotika

Tindak pidana yang menyangkut produksi dan jual beli disini bukan hanya

dalam arti sempit, akan tetapi termasuk pula perbuatan ekspor impor dan

tukar menukar Narkotika

10Soedjono Dirjosisworo.2010. Hukum Narkotika Di Indonesia. Bandung: PT. Citra


Aditya Bakti. hlm, 34
18

3. Tindak pidana yang menyangkut pengangkutan Narkotika

Tindak pidana dalam arti luas termasuk perbuatan membawa, mengirim,

mengangkut, dan mentrasito Narkotika. Selain itu, ada juga tindak pidana

di bidang pengangkutan Narkotika yang khusus ditujukan kepada nahkoda

atau kapten penerbang karena tidak melaksanakan tugasnya dengan baik

sebagaimana diatur dalam Pasal 139 Undang-Undang Nomor 35 Tahun

2009 tentang Narkotika, berbunyi sebagai berikut:


Nakhoda atau kapten penerbang yang secara melawan hukum tidak

melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 atau Pasal

28 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling

lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit

Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak

Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

4. Tindak pidana yang menyangkut penguasaan Narkotika


5. Tindak pidana yang menyangkut tidak melaporkan pecandu Narkotika

Orang tua atau wali memiliki kewajiban untuk melaporkan pecandu

Narkotika. Karena jika kewajiban tersebut tidak dilakukan dapat

merupakan tindak pidana bagi orang tua atau wali dan pecandu yang

bersangkutan

6. Tindak pidana yang menyangkut label dan publikasi

Seperti yang diketahui bahwa pabrik obat diwajibkan mencantumkan label

pada kemasan Narkotika baik dalam bentuk obat maupun bahan baku

Narkotika (Pasal 45 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika). Kemudian untuk dapat dipublikasikan Pasal 46 Undang-


19

Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, syaratnya harus

dilakukan pada media cetak ilmiah kedokteran atau media cetak ilmiah

farmasi. Apabila tidak dilaksanakan dapat merupakan tindak pidana

7. Tindak pidana yang menyangkut penyitaan dan pemusnahan Narkotika

Barang yang ada hubungannya dengan tindak pidana dilakukan penyitaan

untuk dijadikan barang bukti perkara bersangkutan dan barang bukti

tersebut harus diajukan dalam persidangan. Status barang bukti ditentukan

dalam Putusan pengadilan. Apabila barang bukti tersebut terbukti

dipergunakan dalam tindak pidana maka harus ditetapkan dirampas untuk

dimusnahkan. Dalam tindak pidana Narkotika ada kemungkinan barang

bukti yang disita berupa tanaman yang jumlahnya sangat banyak, sehingga

tidak mungkin barang bukti tersebut diajukan kepersidangan semuanya.

Dalam hal ini, penyidik wajib membuat berita acara sehubungan dengan

tindakan penyelidikan berupa penyitaan, penyisihan, dan pemusnahan

kemudian dimasukkan dalam berkas perkara. Sehubungan dengan hal

tersebut, apabila penyidik tidak melaksanakan tugasnya dengan baik

merupakan tindak pidana.

8. Tindak pidana yang menyangkut pemanfaatan anak dibawah umur

Tindak pidana dibidang Narkotika tidak seluruhnya dilakukan oleh orang

dewasa, tetapi ada kalanya kejahatan ini dilakukan pula bersama-sama

dengan anak dibawah umur (belum genap 18 tahun usianya). Oleh karena

itu perbuatan memanfaatkan anak dibawah umur untuk melakukan

kegiatan Narkotika merupakan tindak pidana.


20

Didalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika,

telah diatur sedemikian rupa mengenai bentuk penyalahgunaan Narkotika,

misalnya dalam Pasal 114 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009

tentang Narkotika, menyatakan bahwa:

Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual,

menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar,

atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara

seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling

lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit

Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak

Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)

Larangan-larangan sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 114 Ayat

(1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, diatas

menunjukkan bahwa undang-undang menentukan semua perbuatan dengan

tanpa hak atau melawan hukum untuk menawarkan untuk dijual, menjual,

membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau

menyerahkan Narkotika Golongan I karena sangat membahayakan dan

berpengaruh terhadap meningkatnya kriminalitas. Apabila perbuatan-

perbuatan tersebut dilakukan oleh seseorang dengan tanpa hak, maka dapat

dikategorikan sebagai perbuatan penyalahgunaan Narkotika atau merupakan

suatu tindak pidana khusus yang dapat diancam dengan sanksi hukum yang

berat.
21

Ketentuan mengenai sanksi dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun

2009 tentang Narkotika, sangat besar. Sanksi pidana paling sedikit 4 (empat)

tahun penjara sampai 20 (dua puluh) tahun penjara bahkan pidana mati jika

memproduksi Narkotika golongan I lebih dari 1 (satu) atau 5 (lima) kilogram.

Denda yang dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

tentang Narkotika, tersebut berkisar antara Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah)

sampai dengan Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).

Pada ketentuan umum pasal 1 undang-undang nomor 35 tahun 2009

tentang narkotika disebutkan pengertian penyalahgunaan yaitu orang yang

menggunakan narkotika tanpa hak dan melawan hukum.

Sedangkan di dalam penjelas pasal 54 undang-undang nomor 35 tahun

2009 tentang narkotika yang dimaksud dengan korban penyalahgunaan

narkotika adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan narkotika karena

dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan /atau diancam untuk menggunakan

narkotika.Penyalahguna narkotika adalah orang yang menyalahgunakan

narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik

maupun psikis.11

Selain itu ketentuan umum pasal 1 undang-undang nomor 35 tahun

2009 tentang narkotika juga disebutkan pecandu narkotika adalah orang

yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dan dalam keadaan

ketergantungan pada narkotika baik secara fisik maupun psikis, dan

11BadanNarkotikaNasional .2012.Petunjuk TeknisRehabilitasi Non


KomunitasTerapeutikKomponenMasyarakat.Jakarta:BNN, hlm.20
22

ketergantungan pada narkotika adalah kondisi yang ditandai oleh

dorongan dorongan untuk menggunakan secara terus menerus dengan

takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila

penggunaannya dikurangi dan atau secara tiba- tiba.

B. Pengertian Penyidik dan Penyidikan

Dalam Pasal 1 butir 2 KUHAP disebutkan bahwa, Penyidikan adalah

serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur

dalam Undang-Undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang

dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna

menemukan tersangkanya. Apabila ketentuan Pasal tersebut diperhatikan

dapat disimpulkan beberapa pengertian dari penyidik yaitu serangkaian

tindakan penyidik yang dilakukan untuk mencari dan sekaligus

mengumpulkan bukti dari suatu tindak pidana. Bukti yang dikumpulkan

tersebut akan digunakan untuk mengungkap suatu tindak pidana yang

terjadi sehingga dapat diketahui pelaku dari tindak pidana yang

bersangkutan. Dalam kitab hukum pidana militer, pasal 1 ayat 16 Penyidikan

adalah serangkaian tindakan Penyidik Angkatan Bersenjata Republik

Indonesia dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini

untuk mencari serta mengumpulkan bukti-bukti yang dengan bukti itu

membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan

tersangkanya.
23

Dalam Hukum Acara Pidana Militer (HAPMIL) yang melakukan tugas

penyidikan adalah penyidik dan penyidik pembantu.

Penyidik adalah :

a. Atasan yang berhak menghukum;


b. Polisi Militer; dan
c. Oditur.

Sedangkan Penyidik Pembantu adalah :

a. Provos Tentara Nasional Angkatan Darat;


b. Provos Tentara Nasional Angkatan Laut;
c. Provos Tentara Nasional Angkatan Udara.12

Dalam praktek pelaksanaan pada tahap penyidikan, Ankum, Polisi

Militer (POM) dan Oditur adalah penyidik. Namun kewenangan penyidikan

yang ada pada Ankum tidak dilaksanakan sendiri, tetapi dilaksanakan oleh

penyidik Polisi Militer dan/atau Oditur dengan alasan Asas kesatuan Komando

dimana Komandan bertanggujawab penuh terhadap kesatuan dan anak

buahnya, kewenangan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana yang

dilakukan oleh bawahan yang berada dibawah wewenang komandonya

merupakan wewenang yang melekat pada Ankum, supaya dapat menentukan

nasib bawahan yang dimaksud dalam penyelesaian perkara pidana yang

pelaksanaannya dilimpahkan lepada penyidik Polisi Militer dan/atau Oditur,

sedangkan Penyidik Polisi Militer dan Oditur dalah salah seorang pejabat

yang mendapat pelimpahan wewenang dari Panglima selaku Ankum tertinggi

untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana yang dilakukan

prajurit.Tindak pidana yang dilakukan oleh subjek hukum pidana militer,

12Kitab Hukum Acara Pidana Militer,Yogyakarta,Pustaka Mahardika,


cetakan 2015,hlm.78
24

maka fungsi penyidikan juga berada pada Polisi Militer namun sebelum

melakukan penyidikan, maka penyidik melapor kepada oditur militer untuk

meminta petunjuk-petunjuk apakah tindakan tersangka termasuk suatu tindak

pidana atau hanya merupakan pelanggaran disiplin militer. Adapun ketentuan

tentang bagaimana pelaksanaan penyidikan di atur dalam Pasal 99 sampai

Pasal 121 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

Ditinjau dari perannya dalam fungsi penegakan hukum militer,

Komandan selaku Ankum adalah atasan yang oleh atau atas dasar Undang-

Undang Nomor 26 Tahun 1997 tentang Hukum Disiplin Prajurit diberi

kewenangan menjatuhkan hukuman disiplin kepada setiap Prajurit TNI yang

berada di bawah wewenang komandonya apabila Prajurit TNI tersebut

melakukan pelanggaran hukum disiplin. Dalam hal bentuk pelanggaran

hukum tersebut merupakan tindak pidana, maka Komandan-Komandan

tertentu yang berkedudukan setingkat Komandan Korem dapat bertindak

sebagai Perwira Penyerah Perkara atau Papera yang oleh undang-undang

diberi kewenangan menyerahkan perkara setelah mempertimbangkan saran

pendapat Oditur Militer.

Saran pendapat hukum dari Oditur Militer ini disampaikan kepada

Papera berdasarkan berita acara pemeriksaan hasil penyidikan Polisi Militer.

Peran Oditur Militer dalam proses Hukum Pidana Militer selain berkewajiban

menyusun berita acara pendapat kepada Papera untuk terangnya suatu perkara

pidana, juga bertindak selaku pejabat yang diberi wewenang untuk bertindak

sebagai penuntut umum dan sebagai pelaksana putusan atau penetapan


25

Pengadilan Militer. Oditur Militer juga dapat bertindak sebagai penyidik untuk

melakukan pemeriksaan tambahan guna melengkapihasil

pemeriksaan Penyidik Polisi Militer apabila dinilai belum lengkap. Apabila

Papera telah menerima berita acara pendapat dari Oditur Militer, selanjutnya

Papera dengan kewenangannya mempertimbangkan untuk menentukan

perkara pidana tersebut diserahkan kepada atau diselesaikan di Pengadilan

Militer.13

C. Kewenangan danTugas Detasemen

Detasemen merupakan satuan atau unit dalam militer atau polisi yang

dilepaskan dari unit yang lebih besar untuk fungsi tertentu atau tugas tertentu

baik secara permanen maupun sementara. Detasemen dalam militer biasanya

merupakan unit yang lebih kecil dari batalion. Istilah ini juga sering digunakan

untuk merujuk pada unit yang dapat ditugaskan ke basis yang berbeda dari

unit induk. Ada beberapa pengertian detasemen yang digunakan dalam TNI,

yakni:

Satuan tetap yang berkekuatan kurang lebih sebesar Peleton hingga Kompi

yang dibentuk untuk tugas-tugas tertentu. Contoh: Detasemen Intel

(Denintel) Kostrad, Detasemen Jala Mengkara, Detasemen 88, Detasemen

Polisi Militer dan Detasemen I sd VI Komando Pasukan Katak. Untuk

kategori ini komandannya, perwira berpangkat Mayor atau Letkol.

13Wawancara pribadi, Bpk. Obe.J. Manase,SH, Kepala Oditur Militer


Banjarmasin
26

Satuan tetap yang berkekuatan lebih kecil dari batalyon dan merupakan

satuan kecabangan tertentu. Contoh: Detasemen Kavaleri, Detasemen

Rudal, Detasemen Zeni. Untuk kategori ini komandannya, perwira

berpangkat Kapten atau Mayor.


Satuan yang bertugas untuk organisasi kemarkasan tingkat Komando

Utama ke atas,yang memiliki tugas pokok menyelenggarakan pelayanan

markas yang meliputi perawatan, pemeliharaan, urusan dalam, protokoler

dan pengamanan markas. Contoh: Detasemen Markas (Denma) Markas

Besar Angkatan Darat, Denma Mabes TNI, dan Denma Makodam.

Komandannya biasanya berpangkat Kolonel (untuk Mabes), atau Letkol

(untuk Makodam).

Tugas pokok detasemen adalah menegakkan negara dan keutuhan

wilayah darat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan

Pancasila dan UUD 1945 serta melindungi segenap bangsa Indonesia dan

seluruh tumpah darah Indonesia di wilayah daratan dari segala ancaman dan

gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Dalam melaksanakan tugas

pokok tersebut menyelenggarakan fungsi-fungsi yang meliputi fungsi utama,

fungsi organik militer, fungsi organik pembinaan, fungsi teknis militer, fungsi

teknis militer khusus dan fungsi khusus. Polisi Militer Angkatan Darat

merupakan salah satu fungsi teknis militer umum yang berperan

menyelenggarakan bantuan administrasi kepada satuan-satuan jajaran sebagai

perwujudan dan pembinaan melalui penyelenggaraan fungsi-fungsi Polisi

Militer.
27

Berdasarkan Surat Keputusan Kasad Nomor : Kep / 49 / XII / 2006

tanggal 29 Desember 2006, Polisi Militer TNI Angkatan Darat

menyelenggarakan fungsi sebagai berikut :

a. Fungsi Organik Pembinaan Kecabangan.


Menyelenggarakan segala usaha, pekerjaan dan kegiatan yang berkenaan

dengan penentuan kebijakan pembinaan organisasi, kesiapan satuan,

penelitian dan pengembangan, pengembangan sistem dan prosedur

pembinaan tradisi corps untuk mewujudkan kemampuan kesatuan Polisi

Militer Angkatan Darat.


b. Pembinaan Pendidikan dan Latihan.
Menyelenggarakan segala usaha, pekerjaan dan kegiatan yang berkenaan

dengan penyelenggaraan Pendidikan dan Latihan dilingkungan

Kecabangan Polisi Militer, Pembinaan Provost Satuan dilingkungan TNI

Angkatan Darat.
c. Fungsi Utama Penyelidikan Kriminal dan Pengamanan Fisik.
Meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan yang berkenaan dengan

Pembinaan dan Operasional Penyelidikan Kriminal dan Pengamanan

Fisik. Pemeliharaan Ketertiban Militer. Meliputi segala usaha, pekerjaan

dan kegiatan yang berkenaan dengan Pembinaan dan Operasional

Pembeliharaan, Penegakkan Disiplin, Hukum dan Tata Tertib,

Pengendalian Lalu Lintas Militer dan pengurusan Surat Ijin Mengemudi

TNI Angkatan Darat serta Pengawalan Protokoler Kenegaraan.

Penyidikan. Meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan yang berkenaan

dengan Pembinaan dan Operasional Penyidikan Perkara Pidana, serta

penyelenggaraan Laboratorium Kriminalistik.


d. Pengurusan Tahanan Militer.
28

Meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan yang berkenaan dengan

pembinaan dan pengurusan tahanan dan instalasi tahanan militer,

pengurusan tahanan operasi militer, tahanan keadaan bahaya, tawanan

perang serta interniran perang.

D. Pengertian Tentara

TNI diatur dalam Bab XII Pasal 30 UUD 1945 tentang Pertahanan dan

Keamanan Negara yang berisi mengenai perbedaan tugas dan kewenangan

masing-masing untuk menjamin perwujudan demokrasi dan tegaknya rule of

law. Presiden sebagai Panglima Tertinggi atas ketiga angkatan tentara yakni

AD, AL dan AU sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 10 UUD 1945.

Menurut ketentuan Pasal 10 UUD 1945, cukup diadakan jabatan Kepala Staf

AD, AL dan AU serta Kepala Staf Gabungan yang tunduk pada otoritas

Presiden sebagai Panglima Tertinggi. Namun, dalam Pasal 30 UUD 1945

ketiga angkatan tentara tersebut bergabung dalam satu kesatuan Tentara

Nasional Indonesia (TNI). Dalam konsep organisasi, dianggap perlua adanya

Panglima TNI yang tersendiri sebagai lanjutan dari jabatan Panglima ABRI

yang ada pada masa Orde Baru.

Sesudah reformasi nasional, diadakan pemisahan yang tegas antara

kedudukan dan peran TNI dan Polri, sehingga ABRI ditiadakan. Pemisahan

tersebut ditetapkan dengan Tap MPR No. VI/ MPR/ 2000 tentang pemisahan

TNI dan POLRI, serta Tap MPR No. VII/ MPR/ 2000 tentang peran TNI dan

POLRI. Berdasarkan hal itu, pada tahun 2002 diundangkan UU No. 2 Tahun
29

2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, serta UU No.3 Tahun

2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4169).

Tahun 2004 dibentuk UU khusus tentang TNI. RUU tentang TNI itu

disetujui bersama oleh DPR dan Presiden pada rapat paripurna DPR 30

September 2004. RUU tersebut disahkan dan diundangkan menjadi UU No.

34 Tahun 2004 pada tanggal 19 Oktober 2004. Berdasarkan UU tentang TNI

ini, jelas ditentukan bahwa TNI terdiri atas AD, AL dan AU. Masing-masing

angkatan dipimpin oleh Kepala Staf Angkatan.

Sesuai ketentuan Pasal 2 UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI tersebut,

TNI adalah:

a. Tentara Rakyat: anggotanya berasal dari WNI;


b. Tentara Pejuang: tentara yang berjuang menegakkan NKRI dan tidak

mengenal menyerah dalm melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya;


c. Tentara Nasional: tentara kebangsaan Indonesia yang bertugas demi

kepentingan Negara di atas kepentingan daerah, suku, ras, dan golongan

agama;
d. Tentara Profesional: tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara

baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin

kesejahteraannya, serta mengikuti kebijakan politik Negara yang

menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, HAM, ketentuan hukum

nasional, dan hukum nasional yang telah diratifikasi.

Bab III tentang Kedudukan, Pasal 3 ayat (1) menentukan bahwa dalam

pengerahan dan penggunaan kekuatan militer, TNI berkedudukan di bawah


30

Presiden, ayat (2)-nya menentukan bahwa dalam kebijakan dan strategi

pertahanan serta dukungan administrasi, TNI di bawah koordinasi departemen

pertahanan. Pasal 4 ayat (1) mengatur bahwa TNI terdiri atas TNI AD, TNI

AL, dan TNI AU yang melaksanakan tugasnya secara matra atau gabungan di

bawah pimpinan Panglima. Tiap-tiap angkatan sebagaiman dimaksud pada

ayat (1) ditegaskan ayat (2)-nya mempunyai kedudukan yang sama dan

sederajat.

Bab IV diatur pula tentang peran, fungsi dan tugas TNI. Pasal 5, TNI

berperan sebagai alat Negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan

tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik Negara. Pasal 6 ayat (1)

mengenai fungsi TNI, yakni sebagai berikut:

a. Penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata

dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, dan

keselamatan bangsa;
b. Penindak terhadap setiap bentuk ancaman sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf a;


c. Pemulih terhadap kondisi keamanan Negara yang terganggu akibat

kekacauan kemanan. (2) dalam melaksanakan fungsi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), TNI merupakan komponen utama system

pertahanan Negara.

Rincian tugas TNI diatur dalam Pasal 7 ayat (1), yaitu TNI bertugas

untuk menegakkan kedaulatan Negara, mempertahankan keutuhan wilayah

NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945, serta
31

melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman

dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan Negara.

Tugas pokok TNI (Pasal 7 ayat (2)):

(a) Operasi militer untuk perang;


(b) Operasi militer selain perang, yaitu untuk:
1. Mengatasi gerakan sparatis bersenjata;
2. Mengatasi pemberontakan bersenjata;
3. Mengatasi aksi terorisme;
4. Mengamankan wilayah perbatasan;
5. Mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis;
6. Melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik

luar negeri;
7. Mengamankan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya;
8. Memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya

secara dini sesuai dengan pertahanan semesta;


9. Membantu tugas pemerintah di daerah;
10. Membantu Kepolisian NRI dalam rangka tugas keamanan dan

ketertiban masyarakat yang diatur dalam Undang-undang;


11. Membantu mengamankan tamu Negara setingkat kepala Negara dan

perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di Indonesia;


12. Membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan

pemberian bantuan kemanusiaan;


13. Membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (SAR);
14. Membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan

terhadap pembajakan, perompakan, dan penyelundupan.

Postur dan organisasi TNI diatur dalam Bab V UU No.34 Tahun 2004.

Pasal 11 ayat (1) dan (2), ditegaskan bahwa postur TNI dibangun dan

dipersiapkan sebagai bagian dari postur pertahanan Negara untuk mengatasi

setiap ancaman bersenjata. Mengenai organisasi dijelaskan dalam Pasal 12 s/d

16, TNI terdiri atas Markas Besar TNI AD, AL, dan AU yang terdiri atas unsur

pimpinan, pembantu pimpinan, pelayanan, badan pelaksana pusat, dan


32

komando utama operasi. Markas besar angkatan juga terdiri atas unsur

pimpinan, pembantu pimpinan, pelayanan, badan pelaksana pusat, dan

komando utama pembinaan. Pasal 13 UU No. 34 Tahun 2004 ditentukan

bahwa TNI dipimpin oleh seorang Panglima. Panglima diangkat dan

diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan

Rakyat. Pengangkatan dan pemberhentian Panglima dilakukan berdasarkan

kepentingan organisasi TNI. Jabatan Panglima dapat dijabat secara bergantian

oleh Perwira Tinggi aktif dari tiap-tiap Angkatan yang sedang atau pernah

menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan.

Menurut ketentuan Pasal 13 ayat (10), Tata cara pengangkatan dan

pemberhentian Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat

(4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9), diatur lebih lanjut dengan

keputusan Presiden. Selanjutnya, ditentukan pula dalam Pasal 14 ayat (1)

Angkatan dipimpin oleh seorang Kepala Staf Angkatan dan berkedudukan di

bawah Panglima serta bertanggung jawab kepada Panglima. Kepala Staf

Angkatan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Panglima.

Menurut Pasal 14 ayat (4), tata cara pengangkatan dan pemberhentian Kepala

Staf Angkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan

keputusan Presiden.

Pasal 15 UU TNI berisi aturan tugas dan kewajiban panglima, yakni:

1. memimpin TNI;
2. melaksanakan kebijakan pertahanan negara;
3. menyelenggarakan strategi militer dan melaksanakan operasi militer;
4. mengembangkan doktrin TNI;
33

5. menyelenggarakan penggunaan kekuatan TNI bagi kepentingan operasi

militer;
6. menyelenggarakan pembinaan kekuatan TNI serta memelihara kesiagaan

operasional;
7. memberikan pertimbangan kepada Menteri Pertahanan dalam hal

penetapan kebijakan pertahanan negara;


8. memberikan pertimbangan kepada Menteri Pertahanan dalam hal

penetapan kebijakan pemenuhan kebutuhan TNI dan komponen

pertahanan lainnya;
9. memberikan pertimbangan kepada Menteri Pertahanan dalam menyusun

dan melaksanakan perencanaan strategis pengelolaan sumber daya

nasional untuk kepentingan pertahanan negara;


10. menggunakan komponen cadangan setelah dimobilisasi bagi kepentingan

operasi militer;
11. menggunakan komponen pendukung yang telah disiapkan bagi

kepentingan operasi militer; serta


12. melaksanakan tugas dan kewajiban lain sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Adalah jenis Penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian hukum

empiris, yakni penelitian yang memperoleh data dengan cara wawancara

langsung dengan pihak Denpom Banjarmasin.


36

B. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat Deskriptif analitis, yaitu dengan menggambarkan

atau memaparkan dan menjelaskan suatu keadaan di dasarkan pada gejala-

gejala serta fakta-fakta yang diperoleh. Selanjutnya data yang telah siteliti

tersebut disusun dan dilkarifikasi sesuai bentuk, isi, rumusan yang terkandung

didalamnya sehingga menemukan rumusan dan jawaban dari pokok

permasalahan.

C. Jenis Data

Jenis bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

(1) Data primer, diperoleh secara langsung dari lokasi penelitian yaitu dengan

wawancara langsung dengan penyidik di Denpom Banjarmasin.


(2) Data sekunder, yaitu berupa data yang diperoleh dari bahan-bahan hukum,

yaitu :
Bahan hukum primer
a. UndangUndang Dasar 1945
b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

(KUHAP).
c. UndangUndang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
d. 35
UndangUndang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
e. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Militer (KUHPM)
f. Kitab Undang-undang Hukum Disiplin Militer (KUHDM)

Bahan hukum sekunder atau bahan hukum penunjang, mencakup:

a. Bahan-bahan yang memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan

terhadap bahan hukum primer dan sekunder contohnya kamus,

ensiklopedia, dll.
37

b. Bahan-bahan primer, sekunder, tertier (penunjang) diluar hukum,

misalnya yang berasal dari bidang : sosiologi, filsafat, dan lain

sebagainya untuk melengkapi ataupun menunjang data penelitian.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik dan pengumpulan data yang dilakukan adalah :

1. Teknikwawancara

Dalam pengumpulan data untuk penelitian ini dikumpulkan

beberapa sumber yang berkenaan dengan jenis data ,yaitu melalui

wawancara responden maupun pemberi informasi pada DENPOM

Banjarmasin guna mengetahui pengamatan tentang masalah yang

diangkat penulis ,dan guna mengetahui pendapat serta saran yang

mungkin mereka kemukakan untuk memecah masalah tersebut.

2. Teknik observasi

Teknik pengumpulan data ini bertujuan untuk meneliti

obyek penelitian yaitu DENPOM Banjarmasin.


38

BAB IV

ANALISIS PEMBAHASAN MASALAH

A.Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1.Letak Geografis DENPOM VI/2 Mulawarman Banjarmasin

Detasemen Polisi Militer Angkatan Darat VI/2 Banjarmasin yang berlokasi

di JL Gatot Subroto kelurahan Kebun Bunga Banjarmasin Kalimantan


39

Selatan. Dilihat dari daerah kewilayahan pengawasan Detasemen Polisi

MiliterVI/2Mulawarman Banjarmasin seluruh daratan Propinsi Kalimantan

Selatan. Secara geografis wilayah pengawasan Detasemen Polisi militer

Angkatan Darat VI/2 Mulawarna Banjarmasin Propinsi Kaliamantan Selatan

terletak : 114 19 13BB dan 16 33 38 BT serta 1 21 49 LU dan 4 10 14

LS. Dengan batas wilayah sebelah baratPropinsi Kalimantan Tengah, sebelah

Timur Selat Makasar, sebelah Utara Propinsi Kalimantan Timur, sebelah

selatan LautJawa. Terdiri dari dua bagian daratan yang berada di pulau

Kalimantan Selatan yaitu pulau laut, pulau sebuku dan pulau-pulau kecil

lainnya. Luas wilayah 37.530,52 Km2, dengan kondisi wilayah Kalimantan

Selatan yang demikian untuk pelaksanaan tugas pengawasan terhadap seluruh

TNI-AD merupakan permasalahan tersendiri dibandingkan dengan jumlah

personel Polisi Militer Angkatan Darat Mulawarman Banjaramsin, sarana dan

prasarana yang ada di satuan DENPOM VI/2 Mulawarman Banjarmasin.

Dalam pelaksanaan tugasnya didukung tiga satuan Subdenpom yaitu

Subdenpom VI/2-1 kandangan, Subdenpom VI/2-2 Banjarbaru, dan

Subdenpom VI/2-3 Batulicin.Markas Detasemen Polisi Militer Angkatan

Darat VI/2 Mulawarman Banjarmasin yang bertempat di Jl.Gatot Subroto

38 Selatan sejak tahun 2000 dengan luas


kelurahan Kebun Bunga Kalimantan

bangunan 29,80m x 46m = 1.370,8m2, Sedangkan luas tanah 1626 m2

dengan status tanah milik TNI-AD.

2.Sejarah Detasemen Polisi Militer AD Mulawarman Banjarmasin.


40

Detasemen Polisi Militer Mulawarman dulunya adalah Pomdam X

Lambung Mangkurat dibentuk dan didirikan pada tahun 1950 yang lokasi

markasnya di Jln. A Yani Kandangan yang sekarang dijadikan rumah Dinas

Wakil Bupati Hulu Sungai Selatan Dan Bank Kalsel cabang Kandangan

tepatnya disebelah barat Markas Kodim 1003/Kandangan. Selanjutnya pada

tahun 1985 seiring dengan adanya LikuidasiKodam X/Lambung Mangkurat

maka Detasemen Polisi Militer X /1 Banua lima berubah statusnya menjadi

Denpom VI/2 Pomdam VI Tanjungpura (tahun 2010 menjadi Pomdam

VI/Mulawarman) yang membawahi wilayah hukum Kodim 1001/Amuntai,

Kodim 1002/Barabai, Kodim 1003/Kandangan dan Kodim 1008/Tanjung

serta Kodim 1010/Rantau yang luas wilayahnya mencakup 6 Kabupaten yaitu

Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, dan

Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Tanjung, Kabupaten Balangan

serta Kabupaten Tapin. Maka pada saat itu resmi status sebagai Detasemen

Polisi Militer Anggakatn Darat VI/2 Mulawarman di Banjarmasin yang

bermarkas di Jl A Yani tepatnya di samping Stadion LambungMangkurat

sekarang. Pada tahun 2000 Markas Detasemen Polisi Militer Angkatan Darat

Mulawarman Banjarmasin dikarenakan adanya peristiwa kebakaran pada

DENPOM VI/2 Mulawarman Banjarmasin yang ada di Km 5,5 waktu itu.

Maka Sejak itu Markas DENPOM Angkatan Darat Mulawarman Banjarmasin

dipindah ke Jl Gatot Subroto kelurahan Kebun Bunga yang bertempat hingga

sekarang. Markas Detasemen Polisi Militer saat ini sudah mampu untuk

melaksanakan Bagian/fungsi Polisi Militer karena gedung sudah dilengkapi


41

dengan sarana dan prasarana yang cukup lengkap dengan ruangan tersendiri

seperti ruang penyidikan, tahanan, persenjataan, garasi, perpustakaan,

mushola dll.Dengan tersedianya sarana dan prasarana tersebut diharapkan

dapat meningkatkan semangat serta moril personilPrajurit Detasemen Polisi

Militer Angkatan Darat Mulawarman Banjarmasin dalam melaksanakan tugas

menegakkan hukum dengan disiplin, tata tertib baik di lingkungan dan

khususnya bagi kepentingan satuan Polisi Militer dengan berbekal

profesionalisme dan semangat pantang mundur.

3.Lambang dan Gagasan Polisi Militer Angkatan Darat

Tentara sangat kental dengan tradisi dan kedekatannya dengan nilai-nilai

patriotiktergambar dengan jelas pada lambang-lambang yang menjadi simbol

sebuah satuan. Hal tersebut dapat dilihat pada beberapa satuan (corps) TNI-

AD banyak yang mengambil sosok seorang tokoh sebagai panutan di dalam

menjalankan tugasnya. Satuan atau CorpsPolisi Militer menjadikan sosok

tokoh Gajah Mada sebagai sumber inspirasi dan panutan dalam menjalankan

tugas mengabdi pada bangsa dan negara. Pemaknaan ketokohan Gajah Mada

yang mengabdi pada tiga raja tanpa cacat ini menjadikan pilihan bagi

pimpinan Corps Polisi Militer dengan menjalankan tradisi gerak jalan 50 Km

sebagai bagian untuk menghayati heroiknya pengabdian Gajah Mada.Gajah

Mada seorang rakyat biasa dengan karakternya yang kuat hingga dapat

menjadi pembantu raja yang sangat handal. Maha Patih Gajah Mada dengan

semangat dan keyakinannya untuk mempersatukan Nusantara. Semangat

juang dan sifat-sifat yang dimiliki oleh maha patih Gajah Mada itulah yang
42

diharapkandan terbias kepada seluruh Prajurit Polisi Militer. Pada tahun 1350

raja Majapahit Maharejasa Jaya wisnu wardhana melantik Gajah Mada

sebagai Maha Patih Amangkubumi dan pada momentum inilah sang maha

patih mengucapkan janji baktinya sambil mengacungkan kerisnya bernama

Surya Panuluh, sumpah janjinya yang dikenal dengan Sumpah Palapa yang

bermakna ia baru akan menikamti palapa atau rempah-rempah yang diartikan

kenikmatan duniawi jika telah berhasil menaklukkan Nusantara. Sungguh

sangat besar usaha dan semangat juang Maha Patih Gajah Mada untuk

mewujudkan janjinya. Banyak sifat dan sikap yang bisa diambil dari sosok

Gajah Mada sebagaimana sifat-sifat Gajah Mada yang digunakan sebagai

gagasan Panca Dharma Corps Polisi Militer Angkatan Darat.

1.Sifat Kesatria

2.Sifat Bijaksana

3.Pantang Mundur

4.Kebesaran Hati

5.Kejujuran

Sifat-sifat tersebut yang diharapkan agar selalu tertanam dan

terpatri dalam setiap diri Prajurit Polisi Militer dalam mengemban tugas

yangpenuh tantangan.Detasemen Polisi Militer (DENPOM) Angkatan

Darat merupakan satuan pelaksana Pomdam VI/Mulawarman yang

bertanggung jawab dalam kegiatan dibidang penyelengaraan fungsi Polisi


43

Militer di lingkungan wilayah hukum Korem 101/ Antasari dan membantu

pimpinan TNI AD dalam menegakkan hukum, disiplin dan tata tertib bagi

kepentingan TNI-AD. Dalam melaksanakan tugasnya, Komandan PM-AD

dibantu oleh satu Wakil Komandan yang dijabat seorang yang berpangkat

Mayor Cpm dan satu kepala urusan, tiga perwira dandua komandan satuan

pelaksana.

4.Visi dan Misi Detasemen Polisi Militer Angkatan Darat

Visi

PolisiMiliteryangdisiplin,Solid,Profesiaonal,tangguh,berwawasan kebangsaan

dan dicintai rakyat, mampu mewujudkan TNI AD yang disiplin, taat, dan

menjunjungtinggi Hak Asasi Manusia.

Misi

1. Meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan di lingkungan keluarga besar

Polisi Militer Anggkatan Darat melalui kegiatan dalam hubungan

kelompok yang bermanfaat bagi satuan/corps.


2. Meningkatkan kemampuan prajurit Polisi Militer Angkatan Darat melalui

pendidikan, latihan secara bertingkat, bertahap dan berlanjut serta

penugasan yang berjenjang dan bervariasi.


3. Melaksanakan dan mengamalkan Sapta Marga, Sumpah Prajurit, Delapan

Wajib TNI dan Panca Darma Corps secara konsisten dan berlanjut.
44

B. Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana Narkotika Oleh Penyidik

Denpom Banjarmasin

Berikut daftar nama Penyidik dalam Tindak pidana narkotika Oleh

Penyidik Denpom Banjarmasin:

N NAMA PANGKAT, NRP JABATAN KET


O KORPS
1. Y.PHandoko Kapten Cpn 2193012214067 Dansatlakidik Ketua
3 Denpom VI/2 Tim
Bjm

2. Agung Dwi Lettu Cpm 11120026111188 Wadansatlakidi Wakil


Prakoso k Denpom VI/2 Ketua
Bjm

3. Budi Lettu Cpm 2198021004047 Danunit Riska 2 Anggot


Karyawan 7 Satlakidik a
Denpom VI/2
Bjm

4. Haryanto Lettu Cpm 2198008886067 Danunit Riska 1 Anggot


7 Satlakidik a
Denpom VI/2
Bjm
5. Ngadiono Pelda 2194004350077 Bariska Anggot
45

3 Satlakidik a
Denpom VI/2
Bjm

6. Hairul Pelda 2196016972067 Bariska Anggot


4 Satlakidik a
Denpom VI/2
Bjm

7. Anang Serka 3196012862057 Bariska Anggot


Gunaryo 5 Denpom VI/2 a
Bjm

8. Anugrah Serka 2105026146058 Bariska Anggot


Israel 6 Denpom VI/2 a
Bjm

Keterkaitan tugas dan tanggung jawab antara polisi dan masyarakat

sering dikumandangkan dalam pelbagai rapat kerja internal Kepolisian bahwa

Polisi tidak akan berhasil dalam menanggulangi kejahatan tanpa bantuan dan

partisipasi masyarakat. Tampaknya lebih banyak merupakan slogan atau

diwujudkan secara konsisten, baik oleh pihak Polisi maupun pihak

masyarakat. Peranan Polisi Militer Angkatan Darat dalam menanggulangi

tindak pidana penyalahgunaan narkotika khususnya di kalangan militer

Angkatan Darat yaitu sebagai penyidik perkara dan pencegahan tindak pidana.

Polisi Militer sebagai Penyidik dalam melakukan penyidikan terhadap suatu

tindak pidana memiliki wewenang :

a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang terjadinya

suatu peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana,


b. melakukan tindakan pertama pada saat dan di tempat kejadian,
c. mencari keterangan dan barang bukti,
46

d. menyuruh berhenti seseorang yang diduga sebagai Tersangka dan

memeriksa tanda pengenalnya,


e. melakukan penangkapan, penggeledahan, penyitaan, dan

pemeriksaan surat-surat;
f. mengambil sidik jari dan memotret seseorang,
g. memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai

Tersangka atau Saksi,


h. meminta bantuan pemeriksaan seorang ahli atau mendatangkan

orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan

pemeriksaan perkara,
i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung

jawab.
j. melaksanakan perintah Atasan yang Berhak Menghukum untuk

melakukan penahanan Tersangka, dan


k. melaporkan hasil pelaksanaan penyidikan kepada Atasan yang

Berhak Menghukum.

Kegiatan penyidikan pada umumnya ditunjukan terhadap perkara yang

jelas tersangka dan korbannya, tetapi kegiatan tersebut juga dapat dilakukan

terhadap perkara yang masih kurang jelas yang perlu dibuktikan lebih lanjut

dengan cara pengamatan dan penjejakan.

Di dalam undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tidak membedakan

pengertian penyelidik, penyelidikan, penyidik dan penyidikan, karena

telah diatur dalam hukum acara pidana umum. Dalam pemeriksaan perkara

pidana militer, penyelidikan dilakukan oleh AtasanYang Berhak Menghukum

(ANKUM) melalui bagian I (intel) tiap-tiap kesatuan dan Polisi Militer.


47

Kekuasaan Komandan meliputi dua hal/macam wewenang, yaitu

wewenang lazimnya disebut hak komando dan wewenang hak menghukum.

Hak komando ini meliputi tiga halyaitu :

1.Mengarahkan (directing);

2.Mengkoordinir (coordinating);

3.Mengendalikan (control)

Hak Komando daripada Komandan diperolehnya dari delegasi yang

berasal dari pucuk pimpinan Angkatan Bersenjata, sedangkan hak untuk

menghukum anak buahnya diatur dalam undang-undang.Komandan harus

dapat mengarahkan, mengkoordinir, dan mengendalikan tugasnya dengan

sempurna, karena apabila salah satu wewenang tersebut tidak ada maka

ketentraman ketertiban pasukan akan kacau, karena berarti salah satu

wewenang itu berada dipihak lain dengan kata lain adanya turut campur pihak

luar terhadap keutuhan suatu pasukan. Oleh karena itu wewenang itu tidak

boleh lepas dari wewenang seorang komandan, agar dapat memelihara disiplin

pasukannya dan untuk dapat melaksanakan tugas pokoknya dengan baik.

Seorang komandan guna kepentingan taktik dan strategi militer, maka ia bebas

mengambil tindakan berdasarkan keadaan medan, alat peralatan (logistik)

kekuatan sasaran, dan sebagainya. Tidak demikian halnya dalam bidang

hukum, para komandan harus menjalankan ketentuan undang-undang

sebagaimana yang telah ditentukan bukan sebagaimana yang dikehendakinya.


48

Oleh karena itu, seorang komandan harus mengetahui ketentuan-

ketentuan tersebut terutama batas-batas kewenangannya. Para komandan

militer selaku atasan yang berhak menghukum, wajib melakukan pemeriksaan

permulaan atas seorang militer bawahannya yang diduga melakukan suatu

tindak pidana.

Pemeriksaan pendahuluan terdiri dari dua bagian yaitu yang bersifat

pengusutan, dan yang bersifat penuntutan.Tugas wewenang pejabat penuntut

yaitu oditur militer, sedangkan yang dimaksud dengan pengusutan adalah

istilah penyidikan yang merupakan sesuatu perbuatan pejabat pengusut yang

bersifat mengusut atau membuat terang suatu peristiwa apabila ada dugaan

bahwa telah terjadi suatu tindak pidana yang telah dilakukan seorang

tersangka. Mengusut atau menyelidiki tentang tindak pidana, mencari bukti

untuk memperoleh keyakinan tentang peristiwa yang sesungguhnya telah

terjadi.

Berkaitan dengan penyidikan tindak pidana narkotika di lingkungan

TNI-AD, selama tahun 2014-2015 terdapat 2 kasus narkotika yang disidik

oleh Denpom Banjarmasin.

Tersangka yang tertangkap tangan oleh penyidik denpom dalam

penyalahgunaan narkotika yaitu : Praka Sugiat yang bertugas di Ta Hartib

Satlak Denpom Banjarmasin yang tertangkap pada tanggal 06 Juli 2014 dan

Sertu Didit Prasetyo yang bertugas di Ba Caraka Ur Um Secaba Rindam

VI/Mlw tertangkap pada tanggal 01 Desember 2014.14

14Wawancara pribadi , Bpk Ngadiono ,Statlak Idik Denpom


Banjarmasin
49

Penangkapan ini dilakukan di rumah tersangka atas laporan dari

masyarakat sekitar yang merasa terganggu oleh keributan yang dilakukan

anggota tersebut. Keributan tersebut membuat tetangga di sekitar merasa resah

lalu melaporkan hal tersebut kepada Denpom Banjarmasin. 15

Setelah mendapatkan perintah penyidikan dari Ankum kedua tersangka,

maka dilakukan pemeriksaan tersangka dan saksi dilakukan oleh penyidik

untuk memperoleh keterangan-keterangan tentang suatu kasus

penyalahgunaan narkotika.

Pemanggilan kepada saksi yang menjadi penyidik Denpom yang

menanagkap dilakukan dengan surat panggilan yang dialamatkan kepada

Ankumnya dengan permohonan supaya diperintahkan kepada yang

bersangkutan untuk memenuhi panggilan, sedangkan Pemanggilan kepada

saksi bukan anggota TNI, dalam hal ini anggota keluarga tersangka dilakukan

dengan surat panggilan kepada yang bersangkutan di tempat tinggalnya.

Setelah dilakukan pemeriksaan, tersangka dikenakan penahanan selama 20

hari atas perintah Ankum, Ankum yang berwenang menahan tersangka paling

lama 220 hari dan dengan surat keputusan. Sedangkan tempat penahan anan

terhadap 2 tersangka di rumah tahanan militerDenpom Banjarmasin. Apabila

diperlukan untuk kepentingan penyidikkan papera berwenang memperpanjang

penahanan untuk setiap kali paling lama 30 hari dengan surat keputusan paling

lama 180 hari.

15 Wawancara pribadi , Bpk Ngadiono ,Staklak Idik Denpom


Banjarmasin
50

Syarat Penahanan.

1)Terdapat bukti yang cukup dan dikhawatirkan tersangka akan melarikan

diri, merusak atau menghilangkan barang bukti atau mengulangi melakukan

tindak pidana atau membuat keonaran.

2)Tersangka disangka melakukan tindak pidana dan percobaan atau

bantuan yang diancam pidana penjara 3 bulan atau lebih.

Penyidik sesudah selesai melakukan penyidikan wajib menyerahkan

berkas perkara kepada Ankum, Papera, dan aslinya kepada oditur. Papera

dapat menghentikan penyidikan dengan surat keputusan berdasarkan pendapat

hukum oditur.

Berdasarkan hasil wawancara, kasus narkotika merupakan bagian dari

tujuh pelanggaran berat TNI yang sudah pasti mendapat hukuman tambahan

berupa pemecatan tidak secara hormat. Selama ini kasus narkotikayang

dilaporkan maupun tertangkap tangan oleh Polisi Militer saat melakukan razia

yakni sebagai pengkonsumsi mengatakan bahwa penyalahgunaan narkotika

oleh oknum TNI merusak moral bangsa apalagi karena seorang TNI yang

harus menjadi panutan masyarakat harus bersih dari perbuatan pidana. Maka

penjatuhan hukuman tambahan berupapemecatan yang dilakukan untuk

anggota TNI bukanhanya Angkatan Darat, baik Angkatan Laut maupun

Angkatan Udara juga memberikan hukuman tambahan berupa pemecatan

tidak dengan hormat. Diharapkan dengan penjatuhan hukuman tambahan

berupa pemecetan mampu mengurungkan niat oknum anggota TNI Angkatan


51

Darat untuk mengkonsumsi narkotika. Memberikan efek jera terhadap anggota

TNI Angkatan Darat yang terlibat dalam menyalahgunakan narkotika dan

menjadi pelajaran untuk anggota TNI Angkatan Darat lainnya.

Tersangka yang tertangkap tangan oleh penyidik denpom dalam

penyalahgunaan narkotika yaitu : Praka Sugiat yang bertugas di Ta Hartib

Satlak Denpom Banjarmasin yang tertangkap pada tanggal 06 Juli 2014 dan

Sertu Didit Prasetyo yang bertugas di Ba Caraka Ur Um Secaba Rindam

VI/Mlw tertangkap pada tanggal 01 Desember 2014. Tertangkap tangan

berbeda dengan penangkapan, berdasarkan pasal 1 angka 17 Penangkapan

adalah suatu tindakan Penyidik Angkatan Bersenjata Republik Indonesia

berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa

apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan

dan/atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-

undang ini sedangkan tertangkap tangan berdasarka pasal 1 angka 13 adalah

Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seseorang pada waktu sedang

melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak

pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai

sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya

ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan

tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut

melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu.


52

Penangkapan tersangka diluar daerah hukum Ankumnya dapat

dilakukan oleh penyidik setempat di tempat tersangka dilaporkan berdasarkan

permintaan penyidik yang perkaranya dengan surat perintah.

Perintah penangkapan berdasarkan bukti permulaan yang cukup dan

dilakukan paling lama 1 hari.

Pelaksanaan penangkapan dilakukan oleh penyidik, atau POM atau

anggota ankum yang bersangkutan dengan memperlihatkan surat perintah

penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka, alasan penangkapan,

uraian singkat perkara, dan tempat ia diperiksa.

Laporan yaitu pemberitahuan tentang peristiwa terjadinya suatu

kejahatan, laporan tersebut dilakukan oleh setiap orang, selain itu ada pula

Pengaduan yaitu permintaan dari seseorang yang berhak mengadu supaya

perbuatan itu diperiksa, dan diadili.Orang yang berhak mengadu itu adalah

orang tertentu yang ada sangkut pautnya dengan tindak pidana yang terjadi

yaitu pada umumnya adalah orang yang menderita akibat perbuatan tindak

pidana itu. Pengaduan menjadi syarat penuntutan, karena perbuatan itu baru

dapat dituntut apabila ada pengaduan yang memenuhi syarat-syarat yang telah

ditentukan. Laporan Polisi harus memuat :

a.Keterangan yang jelas tempat dan waktu kejadian

b.Uraian kejadian

c.Akibat Kejadian (misal mati, luka-luka, kekerasan, atau kehilangan barang).

d.Nama, Umur, Pekerjaan, serta alamat tersangka dan saksi.


53

Sedangkan Syarat Laporan Polisi harus berisi :

1)Kejadian yang dilaporkan harus merupakan tindak pidana

2)Fakta perbuatan tersangka harus memenuhi unsur-unsur tindak pidana

sebagaimana diatur dan diancam dengan pidana dalam perundang-undangan

pidana.

3)Tersangka adalah seorang atau lebih yang pada waktu melakukan tindak

pidana adalah anggota Tentara Nasional Indonesia.

Penangkapan ini dilakukan di rumah tersangka atas laporan dari

masyarakat sekitar yang merasa terganggu oleh keributan yang dilakukan

anggota tersebut. Keributan tersebut membuat tetangga di sekitar merasa resah

lalu melaporkan hal tersebut kepada Denpom Banjarmasin.

Pelaksanaan penangkapan dilakukan oleh penyidik, atau POM atau

anggota ankum yang bersangkutan dengan memperlihatkan surat perintah

penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka, alasan penangkapan,

uraian singkat perkara, dan tempat ia diperiksa. Dalam hal tertangkap tangan,

penangkapan tanpa surat perintah, dengan keentuan harus segera menyerahkan

tersangka dan bukti kepada penyidik. Tembusan surat perintah diberikan

keluarganya dan penyidik segera melaporkan hal itu kepada ankumnya.16

16Wawancara pribadi, Bpk Anang Gunaryo,Statlak Idik, Denpom


Banjarmasin
54

C.Kendala pelaksanaan penyidikan tindak pidana narkotika oleh

penyidik Denpom Banjarmasin

Kendala yang ditemukan Polisi Militer dalam menanggulangi

tindak pidana penyalahgunaan narkotika yaitu sarana. Polisi Militer hanya

memiliki satu Laboratorium Forensik yang terdapat di kota Jakarta.

Membutuhkan waktu yang cukup lama apabila harus menungguhasil

laboratorium sehingga Polisi Militer menggunakan Laboratorium Forensik

milik Polda Kalsel untuk mengetahui hasil tes urine yang menunjukkan

mengkonsumsi narkotika. Kurangnya personil bagian penyelidikan sehingga

bekerjasama dengan kepolisian sat narkoba untuk mengkoordinasi apabila

adanya keterlibatan anggota TNI dalam penyalahgunaan Narkotika.

Berdasarkan hasil wawancara dengan penyidik denpom banjarmasin

pada tahun 2014 terdapat 2 kasus narkotika, laporan dari masyarakat maupun

yang ditemukan pada saat Polisi Militer melakukan opersi aktif atau razia

yang dilakukan, sedangkan pada tahun 2015 tidak terdapat kasus narkotika.

Perkembangan daerah di setiap Provinsi di Indonesia terutama daerah

perkotaan dan sekitarnya, berdampak bukan hanya peningkatan arus

urbanisasi semata-mata tetapi juga berdampak pada perubahan struktur

masyarakat.

Perubahan dimaksud adalah perubahan dari struktur masyarakat desa ke

arah struktur masyarakatkota yang ditandai dengan perubahan pandangan

hidup tradisional menjadi modern. Perubahan pandangan dimaksud dengan

adanya perubahan pola pikir menjadi lebih rasional. Perubahan dari pola
55

kehidupan yang bergantung pada alam menjadi pola kehidupan yang ikut

menentukan dan mengaturalam.Perubahan tersebut belum diikuti dengan

perubahan mekanisme kerja aparat Polisi terhadap penanggulangan kejahatan.

Menurut penyidik denpom banjarmasin, keterlibatan oknum TNI

Angkatan Darat ini akibat dari pengaruh lokasi. Dan oknum ini juga

berdomisili diluar satuan sehingga pengaruh lokasi menjadi faktor keterlibatan

oknum TNI Angkatan Darat melakukan penyalahgunaan narkotika. Faktor

lokasi merupakan salah satu penyebab beredar luasnya barang narkotika

tersebut. Mengingat kota Banjarmasin sebagai ibukota Provinsi Kalimantan

Selatan yang mana menjadi jembatan penghubung antar kota, kabupaten,

maupun provinsi, sehingga menjadi wilayah peredaran yang sangat strategis,

ditunjang dengan keberadaan tempat-tempat hiburan malam.Bukan hanya hal

itu saja, tetapi faktor ekonomi juga menunjang penyalahgunaan narkotika,

sebab transaksi narkotika tidak akan terjadi jika tidak memiliki uang berlebih.

Para pelaku pengedar narkotika sebagian besar hidup dibawah garis

kemiskinan, hal ini dimanfaatkan oleh para bandar besar narkotika yang

mempunyai modal dengan menjanjikan keuntungan upah yang besar bagi para

pengedar.

Maka banyak dari individu maupun kelompok dengan alasan guna

memperbaiki tingkat taraf kehidupan ekonomi mereka, karena bentuk

perdagangan obat-obatan terlarang tersebut dapat menghasilkan keuntungan

yang berlipat ganda tanpa harus kerja keras sehingga mengundang keinginan

yang besar melakukan berbagai macam penyelendupan agar keuntungan yang


56

diperoleh mampu mengatasi kesulitan ekonomi tanpa harus memandang siapa

saja yang ditawarkan narkotika tersebut.

Upaya-upaya yang dilakukan untuk menanggulangi tindak pidana

penyalahgunaan narkotika yaitu melakukan penyuluhan hukum oleh Kumdam

(Hukum Kodam), dan Polisi Militer di setiap satuan khusunya Angkatan Darat

guna mengetahui apabila menyalahgunakan narkotika maka hukuman khusus

diberikan yaitu pemecatan sehingga dengan adanya pemecatan secara tidak

hormat menghindari terjadinya penyalahgunaan narkotika oleh TNI Angkatan

Darat.Di setiap satuan TNI Angkatan Darat selalu mengadakan bintal

(pembinaan mental) berupa kegiatan kerohanian atau keagamaan.

BAB V

PENUTUP

A.Kesimpulan

1.Berdasarkan hasil wawancara, kasus narkotika merupakan bagian dari

tujuh pelanggaran berat TNI yang sudah pasti mendapat hukuman

tambahan berupa pemecatan secara tidak hormat. Selama ini kasus

narkotika yang dilaporkan maupun tertangkap tangan oleh Polisi Militer

saat ada laporan dari masyarakat setempat yakni sebagai pengkonsumsi


54

mengatakan bahwa penyalahgunaan narkotika oleh oknum TNI. Selama

tahun 2014-2015 terdapat 2 kasus penyalahgunaan narkotika yang

dilakukan oleh anggota TNI Angkatan Darat. Penyidik Denpom

Banjarmasin sudah melaksanakan wewenang sesuai dengan Undang-

undang Nomor 31 Tahun1997 yaitu sebagai penyidik perkara pidana.

2. Kendala yang ditemukan Polisi Militer dalam menanggulangi tindak

pidana penyalahgunaan narkotika yaitu :

a. Polisi Militer hanya memiliki satu Laboratorium Forensik yang

terdapat di kota Jakarta.

59
b. Membutuhkan waktu yang cukup lama apabila harus

menungguhasil laboratorium sehingga Polisi Militer menggunakan

Laboratorium Forensik milik Polda Kalsel untuk mengetahui hasil

tes urine yang menunjukkan mengkonsumsi narkotika.


58
c. Kurangnya personil bagian penyelidikan sehingga bekerjasama

dengan kepolisian sat narkoba untuk mengkoordinasi apabila

adanya keterlibatan anggota TNI dalam penyalahgunaan Narkotika.

B. Saran

1.Dalam pelaksanaan penyidikan tindak pidana narkotika oleh penyidik Denpom

Banjarmasin bahwa guna menunjang penegakan hukum khususnya terhadap

tindak pidana penyalahgunaan narkotika di lingkungan TNIAngkatan Darat yaitu

perlu adanya fasilitas yang cukup untuk membuktikan seseorang


55

menyalahgunakan narkotika tanpa harus menggunakan fasilitas instansi lain. Juga

menambahkan jumlah personil di bagian penyelidikan sehingga informasi

keterlibatan anggota TNI Angkatan Darat mudah diketahui. Selalu mengadakan

operasi aktif atau razia yang digelar secara mendadak sehingga Polisi Militer lebih

banyak menemukan tindak pidana yang dilakukan dengan adanya laporan dari

masyarakat dibandingkan operasi aktif atau razia yang telah dijadwalkan

sebelumnya.

2. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan penyidikan tindak pidana narkotika

oleh penyidik Denpom Banjarmasin dapat ditanggulangi dengan berbagai upaya

yaitu melakukan penyuluhan hukum oleh Kumdam (Hukum Kodam), dan Polisi
60

Militer di setiap satuan khusunya Angkatan Darat guna mengetahui apabila

menyalahgunakan narkotika maka hukuman khusus diberikan yaitu pemecatan

sehingga dengan adanya pemecatan secara tidak hormat menghindari terjadinya

penyalahgunaan narkotika oleh TNI Angkatan Darat.Di setiap satuan TNI

Angkatan Darat selalu mengadakan bintal (pembinaan mental) berupa kegiatan

kerohanian atau keagamaan.

Anda mungkin juga menyukai