Anda di halaman 1dari 9

PENDAHULUAN

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, mutilasi berarti proses atau

tindakan memotong-motong (biasanya) tubuh manusia atau hewan. Sedangkan dalam

kamus Merriam Webster, mutilate : an act or instance of destroying, removing, or

severely damaging a limb or other body part of a person or animal. Dalam kamus

Oxford Learners Dictionaries mutilasi berarti: to damage somebody’s body severely,

especially by cutting or tearing off part of it.

Dari semua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa mutilasi merupakan

tindakan memotong-motong, mencabik-cabik bagian tubuh manusia atau hewan

sehingga menyebabkan kerusakan yang luar biasa.

Definisi bayi adalah individu yang berusia 0-12 bulan yang ditandai dengan

pertumbuhan dan perkembangan yang cepat disertai dengan perubahan dalam

kebutuhan zat gizi (Wong, 2003). Menurut WHO, bayi (infant) : is a child younger than

one year of age. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 26 th. 2014,

bayi adalah anak yang berusia 0-11 bulan.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa, mutilasi bayi adalah tindakan

memotong-motong menjadi beberapa bagian, mencabik-cabik tubuh individu (anak)

yang berusia 0-12 bulan. Oleh karena itu pembahasan dalam ulasan kasus ini, dibatasi

hanya pada kasus mutilasi pada individu yang berusia sampai dengan 12 bulan.

TINJAUAN PUSTAKA
Karena kondisi pembelajaran dilakukan secara jarak jauh, dan penulis kesulitan

untuk mendapatkan bahan referensi karena perpustakaan belum dibuka. Maka penulis

mencari referensi secara daring.

Berdasarkan jenisnya mutilasi terbagi menjadi mutilasi defensif dan ofensif (Karl,

Rand, dan Brinkman, 2000). Mutilasi defensif, digambarkan sebagai

pemotongan/pemisahan anggota badan, dengan tujuan untuk menghilangkan jejak

setelah pembunuhan terjadi. Motif pelaku, adalah untuk menghilangkan barang bukti,

dan menghalangi proses indentifikasi tubuh korban. Mutilasi ofensif, adalah mutilasi

yang dilakukan kepada korban dalam kondisi irasional yaitu dalam keadaan mengamuk,

“frenzied state of minds”.

Seorang ibu banyak mengalami masalah emosi di masa nifas (post partum)

sementara ia menyesuaian diri menjadi seorang ibu. Gangguan emosi atau kejiwaan

selepas melahirkan meliputi :

a) Post partum Blues

Seorang wanita yang baru melahirkan dapat mengalami perubahan emosi

secara tiba-tiba/mendadak, merasa sedih, menangis tanpa henti tanpa sebab,

kehilangan nafsu makan, tak tenang, gundah dan kesepian (Sujiyatin, dkk,

2010).

Jika Postpartum Blues tidak kunjung reda maka akan berkembamg

menjadi Postpartum Depression. Bentuk yang paling hebat, jika Postpartum


Depression tidak tertangani dengan baik maka akan berkembang menjadi

Postpartum Psychosis. (Marshall, 2004).

b. Postpartum Depression

Sekitar 10% wanita yang baru melahirkan mengalami gejala postpartum

depression. Gejala postpartum depression meliputi, sering merasa letih, mudah

putus asa, panik, depresi, panic, tidak tertarik melakukan hubungan seksual, sulit

tidur walaupun lelah, pikiran obsesif dan tidak terkontrol, mempunyai rasa

bersalah terhadap sesuatu. (Jhaquin, 2010).

c. Postpartum Psychosis/Psikosis (PPP)

Gangguan jiwa yang serius, yang timbul karena penyebab organik atau

fungsional/emosional dan menunjukkan gangguan kemampuan berpikir, bereaksi

secara emosional meningkat. Psikosis merupakan gangguan kepribadian yang

menyebabkan ketidakmampuan menilai realita dengan fantasi dirinya. (Rukiyah,

2010).

PPP dapat datang secara tiba-tiba dan mempengaruhi perilaku

penderitanya. Seorang ibu yang menderita PPP dapat secara tiba-tiba menyakiti

bayinya dengan keji, dan sesaat kemudian menangis histeris, menyesali

perbuatannya, karena tidak sadar dengan apa yang telah dilakukannya.

Gejala yang umum terjadi pada penderita PPP biasanya :


 Halusinasi. Mendengar suara-suara atau bisikan-bisikan, yang

sebenarnya tidak ada.

 Mood swing. Perubahan kondisi jiwa secara mendadak, misalnya dari

senang menjadi sedih atau sebaliknya. Perubahan mood ini terjadi secara

tiba-tiba tanpa alasan.

 Maniak. Terobsesi pada hal-hal tertentu. Misalnya memersihkan rumah

tengah malam, berkebun pada dini hari.

 Kebingungan. Tidak mengenali lingkungan, kerabat, diri sendiri, atau lupa

dengan kondisi sekarang.

 Fantasi. Tidak bisa membedakan mana hal yang nyata dan mana yang

bukan (khayalan).
PEMBAHASAN

A. Ringkasan Kasus

Warga Kelurahan Cengkareng Barat, Kecamatan Cengkareng, Jakarta

Barat, pada Oktober 2016 digegerkan karena kasus mutilasi bayi yang dlakukan

oleh salah seorang warganya.

Mutmainah seorang wanita yang berusia 28 tahun, isteri seorang polisi

diamankan pihak berwajib karena memutilasi bayi laki-lakinya yang berusia 12

bulan di rumahnya. Saat ditemukan warga, bocah laki-laki tersebut sudah

meninggal dengan kondisi terpotong-potong di atas kasur dan darah yang sudah

mengering. Juga ditemukan potongan tubuh korban berupa telinga dan alat

genital di atas piring. Pelaku yang merupakan ibu kandung korban, saat warga

masuk ke rumahnya berada di samping mayat bayi malang tersebut, tanpa

busana. Warga yang mencoba berkomunikasi dengan Mutmainah, tidak

mendapatkan respon berarti. Ia hanya diam, dan termenung. Dan meletakkan

jari telunjukya di bibir, yang berarti jangan bersuara.

B. Fakta dan Latar yang Berkaitan dengan Kasus

1. Mutmainah seorang ibu rumah tangga berusia 28 tahun, memiliki dua

orang anak dan istri dari seorang polisi.

2. Mutmainah membunuh dan memutilasi bayi laki-lakinya di rumah

kontrakannya. Sebagian anggota tubuh bayinya dipotong, yaitu telinga

dan alat genitalnya dan diletakan di atas piring.


3. Warga yang masuk kerumahnya, mendapati sang bayi sudah terbunuh

dan sebagian anggota tubuhnya termutilasi. Mutmainah dalam keadaaan

tidak berpakaian dan tidak memberikan respon atas pertanyaan warga.

4. Berdasarkan penuturan orang tua, pelaku memiliki perkawinan yang tidak

harmonis dengan suaminya. Sang suami memilki watak yang keras dan

kurang peduli pada keluarga.

5. Tetangga yang sudah kenal lama dengan pelaku, menilai pelaku berubah

setelah menikah. Cenderung tertutup dan tidak memilki banyak teman di

lingkungan tempat tinggalnya.

6. Suami pelaku menyadari ada yang berubah dengan istrinya beberapa hari

belakangan sejak sebelum kasus pembunuhan dan mutilasi terjadi. Ia

sering mengigau, marah-marah tanpa alasan jelas dan kerap

berhalusinasi.

C. Analisa Medis Terhadap Pelaku

1. Pelaku memiliki masalah di dalam keluarganya yang dirasakan cukup

berat, yaitu dengan suaminya.

2. Mutmainah mengalami depresi yang biasa dialami oleh ibu yang baru

melahirkan, diperparah dengan masalah yang dihadapinya dengan sang

suami.
3. Tidak ada ibu normal yang akan tega membunuh bayinya, apalagi

memutilasinya kecuali jika kondisi kejiwaan sang ibu tidak sehat. Dalam

kasus ini penulis menilai kondisi kejiwaan pelaku sangat terganggu.

4. Dari ciri-ciri yang disampaikan oleh tetangga dan suami, penulis menilai

pelaku mengalami postpartum psychosis, sehingga ia bisa melakukan

perbuatan keji, membunuh dan memutilasi bayinya sendiri.

5. Pelaku tidak sadar dengan apa yang dilakukannya.

D. Analisa Etis dan Hukum

1. Melakukan pembunuhan dan mutilasi bertentangan dengan Deklarasi

Universal Hak Asasi Manusia, PBB, pasal. 3. Setiap orang berhak atas

kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai individu. Dan pasal 5,

Tidak seorangpun boleh disiksa dan diperlakukan dengan kejam,

diperlakukan atau dihukum secara tidak manusiawi atau dihina.

2. Pelaku melanggar sumber hukum tertinggi di Indonesia, yaitu

UndangUndang Dasar 1945 pasal 28A yang berbunyi, “Setiap orang

berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan

kehidupannya.”

3. Melanggar Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Pasal 338, yaitu dengan

sengaja menghilangkan nyawa manusia.

4. Bertentangan dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 25 tahun

2004, bagian konsideran, bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan


hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari

kekerasan.
PENUTUP

Kesimpulan

Dari uraian di atas penulis menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Mutilasi bayi dilakukan untuk menghilangkan atau mengaburkan jejak kejahatan

pelakunya. Sehingga jejak kejahatan dapat ditutupi, dan terhindar dari jerat

hukum.

2. Mutilasi bayi acapkali dilakukan oleh orang terdekat dengan korban, yang

seharusnya memiliki kedekatan batin dengan korban, yaitu ibu kandung korban

sendri.

3. Dalam kasus mutilasi bayi di Cengkareng, Jakarta Barat, yang menjadi dorongan

atau penyebab kasus ini adalah kondisi kejiwaan pelaku. Pelaku mutilasi

mengalami depresi yang berkepanjangan diikuti dengan gangguan postpartum

Psikosis.

Anda mungkin juga menyukai