Anda di halaman 1dari 6

Hubungan Antara Harga Diri Dengan Perilaku Pembelian Kompulsif Pada Mahasiswi Psikologi Universitas Negeri

Surabaya

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN PERILAKU PEMBELIAN KOMPULSIF PADA


MAHASISWI PSIKOLOGI UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

Hafinda Rachmadyah Islami


Jurusan Psikologi, FIP, Unesa, Email: hafindaislami@mhs.unesa.ac.id
Yohana Wuri Satwika
Jurusan Psikologi, FIP, Unesa, E-mail: yohanasatwika@unesa.ac.id

Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara harga diri dengan perilaku pembelian kompulsif pada
mahasiswi Psikologi Universitas Negeri Surabaya. Metode penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif
dengan subjek berjumlah 148 mahasiswi sebagai penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan teknik korelasi product moment untuk mencari hubungan antara kedua variabel. Hasil analisis
antara harga diri dengan perilaku pembelian kompulsif menunjukkan koefisien korelasi sebesar -0,557 (r=-
0,557) dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 (P < 0,05) artinya ada hubungan yang signifikan antara harga diri
dengan perilaku pembelian kompulsif. Semakin tinggi harga diri, maka semakin rendah perilaku pembelian
kompulsifnya, begitu pula sebaliknya, semakin rendah harga diri, maka semakin tinggi perilaku pembelian
kompulsifnya.
Kata Kunci: Harga Diri, Perilaku Pembelian Kompulsif, Mahasiswi

Abstract
The purpose of this study was to determine the relationship between self-esteem and compulsive buying
behaviour of collage student pshychology in State University of Negeri Surabaya. This research method using
quantitative research with subjects totaling 148 student Instrument used in this study is the scale of self-esteem
and compulsive buying scale. Data analysis techniques in this study using product moment correlation technique
to find the relationship between the two variables. The results of analysis between self-esteem with compulsive
buying behaviour indicates a correlation coefficient of -0,557 (r=-0,557) with a significant value of 0,000 (P <
0,05) means that there is a relationship between self-esteem with compulsive buying behaviour. The higher the
self-esteem, the lower the compulsive buying behaviour level of the student and vice versa.
Keywoards: Self-esteem, Compulsive Buying Behaviour, Student

PENDAHULUAN
Berbelanja merupakan aktivitas yang biasa begitu diperlukan melebihi kebutuhan dan sumber daya
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup seseorang. yang dimiliki. Perilaku ini dinamakan pembelian
Tidak sedikit seseorang tertarik berbelanja untuk nilai kompulsif. Perilaku pembelian kompulsif didefinisikan
ekonomis dan kegunaannya tetapi juga pada manfaat sebagai suatu kondisi dimana seseorang melakukan
psikologis yang didadapatkan, karena manfaat berbelanja aktivitas pembelian berulang sebagai akibat dari adanya
dapat digunakan sebagai usaha untuk melepaskan emosi- peristiwa yang tidak menyenangkan ataupun perasaan
emosi negatif ataupun usaha dalam membangun yang negatif (Faber dan O’Guinn, dalam Ekapaksi, 2016).
hubungan dengan orang lain (Dittmar, 2005). Orang yang melakukan pembelian secara kompulsif
Aktivitas berbelanja ini dipengaruhi oleh disebut compulsive buyer.
perkembangan perekonomian di Indonesia yang semakin Aspek perilaku pembelian kompulsif menurut
pesat. Hasil survei Nielsen tahun 2013 menempatkan Edward (1993) terdiri dari (1)Tendency to spend, yaitu
negara Indonesia adalah negara kedua di Asia yang lebih mengarah kepada kecenderungan individu untuk
memiliki penggila belanja diantara 58 Negara (Gerald, berbelanja dan membeli secara berlebihan atau yang
dalam Sari, 2016). Tidak heran jika penduduk Indonesia disebut dengan “periode dalam berbelanja”.
menjadi target sasaran dari berbagai perusahaaan di (2)Compulsion/drive to spend, yaitu dorongan yang
negara lain seperti Singapura, Malaysia, Hongkong, terdapat dalam diri individu, keasyikan, tindakan
Thailand dan negara-negara di Eropa karena dinilai kompulsi, dan impulsivitas dalam berbelanja dan pola
memiliki tingkat konsumsi yang tinggi (Soelaeman, membeli. (3)Feeling (joy) about shopping and spending,
dalam Kurnia, 2012). yaitu individu akan menikmati aktivitas berbelanja dan
Belanja sangat fenomenal ketika kegiatan pembelian yang dilakukan. (4)Dysfunctional spending,
tersebut menjadi sebuah perilaku adiktif, obsesi yang yaitu tingkat disfungsi lingkungan dari individu dan
mana dilakukan secara terus - menerus dengan melakukan akibat dari perilaku belanja individu yang bersangkutan.
pembelian akan item - item yang sesungguhnya tidak (5)Post-purchased guilt, yaitu terdapat perasaan

1
Volume 05. Nomor 01 (2018) : Character : Jurnal Psikologi Pendidikan

penyesalan dan rasa malu yang dialami setelah individu menyukai berbelanja dikarekanakan menilai dirinya
melakukan pembelian secara berlebihan. secara negatif , Jadi compulsive buyer lebih menginginkan
MÖnks (2006) menyatakan aspek perkembangan manfaat psikologis dan aktivitas belanja yang
masa remaja berlangsung antara usia 12-21 tahun. Remaja dilakukannya daripada nilai kegunaan produk itu sendiri.
awal 12-15 tahun, remaja pertengahan 15-18 tahun, dan Salah satu faktor internal penyebab perilaku
remaja akhir 18-21 tahun. Mahasiswi termasuk dalam pembelian kompulsif yaitu kepribadian. Kepribadian
remaja akhir dengan rentan usia antara (18-21 tahun). merupakan variabel yang banyak dikaji pada pembelian
Pada usia tersebut masih dalam perkembangan mencari kompulsif. Kepribadian yang berkaitan dan dianggap
jati diri dan menyesuaikan lingkungan sosial (Santrock, memiliki peran yang sangat penting dalam pembelian
2011). Papalia, dkk. (2008) menyebutkan karakteristik kompulsif adalah harga diri (Faber, dalam Kurnia, 2012).
khas yang dimiliki oleh remaja perempuan dapat dilihat Desarbo dan Edwars (Felicia, Rianda & sri, 2014)
dari perkembangannya secara fisik, perkembangan moral, menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi
pembentukan identitas diri, dan pembentukan kepribadian pembelian kompulsif adalah harga diri. Harga diri yang
yang berpengaruh terhadap perkembangan sosio- dijelaskan Desarbo dan Edwars (dalam Ekapaksi, 2016)
emosional. Hal ini yang membuat mereka membeli tidak adalah suatu penilaian terhadap diri sendiri dan tingkat
berdasarkan kebutuhan, tetapi lebih mengarah pada kepercayaan diri sendiri bahwa dirinya berharga, individu
pemenuhan kebutuhan psikologis. Artinya, berbelanja yang memiliki harga diri rendah akan memiliki
tidak hanya untuk mendapatkan produk yang dinginkan, kecenderungan untuk melakukan perilaku pembelian
melainkan berbelanja telah menjadi suatu aktivitas yang kompulsif.
sifatnya rekreasi sebagai kepuasan, seperti motif-motif Harga diri merupakan penilaian yang diberikan
sosial dan personal (Ekowati, 2009). seseorang terhadap dirinya sendiri yang dieskpresikan
Berdasarkan studi pendahuluan saat wawancara dalam sikap terhadap dirinya tersebut, apakah ia
dan observasi dengan mahasiswi psikologi UNESA menerima atau menolak dirinya (Coopersmith, 2006).
bahwa terdapat berbagai macam alasan yang dilakukan Mayoritas individu lebih menginginkan memiliki harga
mahasiswi untuk berbelanja, seperti keadaan bermasalah diri yang tinggi daripada harga diri yang rendah sehingga
dengan hubungan interpersonal, tidak dapat individu berusaha untuk meningkatkan harga dirinya
menyelesaikan tugas perkuliahan dengan mencari dengan berbagai cara, salah satunya juga dengan
kesenangan dengan produk yang telah dibeli, pembelian melakukan aktivitas yang belanja. Branden (2007) ada
tidak sekedar untuk kesenangan tetapi juga mengikuti dua dimensi dalam harga diri yaitu (1) Perasaan
trend masa kini dan meningkatkan harga diri. kompetensi pribadi atau kepercayaan diri (self confidence)
Studi awal bermula dari mahasiswi psikologi adalah rasa percaya diri dalam kemampuan seseorang
dikenal dengan mata kuliah yang diterima tentang untuk berpikir dan bertindak mengatasi masalah yang
perilaku manusia dan kejiwaan manusia. Hasil wawancara didasarkan pada tantangan dalam kehidupannya. (2)
dengan beberapa mahasiswi psikologi angkatan 2013- Perasaan nilai pribadi atau penghormatan diri (self
2016 UNESA, mengaku memanfaatkan pengetahuannya respect) adalah rasa percaya diri dengan seyakin-yakinnya
sebagai bentuk perilakunya baik secara disadari maupun akan menjadi sukses dan bahagia, menjadi orang yang
tidak disadari. Mereka melakukan aktivitas yang patut dihargai dan memiliki hak untuk mewujudkan
menyimpang dan sadar penuh dengan apa yang segala kebutuhan-kebutuhan dan ingin meraih segala yang
dilakukannya. Salah satu aktivitas yang sering disadari dicita-citakan dan menikmati hasil atas usahanya tersebut.
adalah bentuk pertahanan diri dengan melakukan aktivitas Menurut Baroon dan Byrne (2004) menyatakan
yang disenangi. Teori psikoanalisa mengatakan bahwa harga diri yang tinggi dapat melindungi seseorang
mekanisme pertahanan dapat melindungi diri dari dari stres dan emosi negatif serta memudahkan
kecemasan, perasaan negatif dan terhindar dari masalah penyesuaian diri. Semakin tinggi harga diri yang dimiliki
(Alwisol, 2014). Wawancara tersebut menemukan seseorang maka akan mampu untuk menghadapi masalah
mahasiswi banyak memilih mekanisme pertahanan personal dalam kehidupannya dan dapat segera bangkit
dengan memperlampiaskan aktivitas yang disenangi, dari kegagalan. Sebaliknya jika harga diri yang rendah
salah satunya dalam penelitian ini adalah belanja. dikarakteristikan dengan tingginya tingkat kecemasan,
Karakteristik individu yang memiliki depresi, dan stres dimana inividu ini cenderung untuk
kecenderungan perilaku pembelian kompulsif adalah menggunakan berbagai cara, seperti taktik pertahanan
pembelian produk bukan karena nilai kegunaannya, diri, agar dapat melupakan masalah personal dihidupnya
membeli dilakukan berulang tanpa mempertimbangkan daripada mengatasinya. Ketika muncul penilaian negatif
dampak negatif seperti berkurangnya keuangan, mengenai dirinya, individu akan mencari cara untuk
pembelian yang tidak bertujuan dan dilakukan secara tiba- mengubah penilaian tersebut dengan mencari dukungan
tiba, perilaku ini kurang dapat dikontrol karena dorongan eksternal yang di nilai memiliki kekuatan yang lebih besar
psikologis, seperti dorongan kuat untuk membeli secara dari diri mereka serta dapat memberikan rasa aman,
tiba-tiba, pembelian dilakukan karena menghilangkan kenyamanan, kesenangan, yang dalam penelitian ini
kekhawatiran dan ketakutan, dan perilaku ini yang adalah belanja. Aktivitas belanja diasosiasikan dengan
ditujukan untuk bentuk kompensasi terhadap perasaan berharga, kebahagiaan, serta kekuatan yang
permasalahan yang dihadapi (Krueger, dalam Effendi, secara langsung dapat memuaskan individu (Scherhorn,
2016). Hal ini menunjukkan individu yang cenderung dalam Kurnia, 2012).

2
Hubungan Antara Harga Diri Dengan Perilaku Pembelian Kompulsif Pada Mahasiswi Psikologi Universitas Negeri
Surabaya

Kegiatan membeli akan dipengaruhi oleh tingkat Service Solution) versi 21.0 for windows. Hasil uji
harga diri, dimana apabila meningkatkan harga diri normalitas diketahui bahwa nilai signifikansi terhadap
melalui pembelian produk sukses maka kebiasaan dalam variabel harga diri sebesar 0.140 dan nilai signifikansi
pembelian akan semakin kuat dan berujung pada terhadap variabel perilaku pembelian kompulsif sebesar
pembelian berulang yang pada akhirnya akan menjadi 0.071 memiliki distribusi data yang normal karena nilai
kebiasaan membeli yang kompulsif (Maisyaroh, 2016). signifikansi yang diperoleh dari masing-masing variabel
Dari fenomena tersebut maka peneliti tertarik lebih dari 0.05 (p > 0,05).
untuk mengetahui hubungan antara harga diri dengan Uji linieritas dilakukan untuk mengetahui apakah
perilaku pembelian kompulsif pada mahasiswi psikologi variabel bebas yaitu harga diri dan variabel terikat yaitu
Universitas Negeri Surabaya. perilaku pembelian kompulsif memiliki hubungan yang
linear ataukah tidak. Kriteria dalam menguji linearitas
METODE menurut Siregar (2013) yaitu data dapat dikatakan linear
Metode yang digunakan dalam penelitian ini apabila nilai linearity memiliki nilai signifikansi kurang
adalah kuantitatif dengan menggunakan metode korelasi dari 0,05 atau p < 0,05. Hasil uji linearitas diketahui nilai
product moment yang bertujuan untuk mengetahui signifikansi dari hubungan antara harga diri dengan
hubungan antara harga diri dengan perilaku pembelian perilaku pembelian kompulsif adalah 0.000 dengan
kompulsif pada mahasiswi Psikologi Universitas Negeri demikian angka tersebut menunjukkan bahwa hubungan
Surabaya. Rancangan penelitian ini dilakukan untuk antar variabel dapat dikatakan linier.
mengetahui ada tidaknya hubungan antara harga diri Uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan
dengan perilaku pembelian kompulsif pada mahasiswi korelasi product moment yang menggunakan bantuan
Psikologi Universitas Negeri Surabaya. program SPSS (Statistical Product and Service Solution)
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri versi 21.0 for windows, dan menunjukkan bahwa nilai r
berdasarkan objek dengan kualitas dan karakteristik sebesar -0.557 dan nilai p sebesar 0.000 (sig < 0.05),
tertentu yang telah ditetapkan peneliti untuk dipelajari dan sehingga dapat dikatakan bahwa kedua variabel memiliki
kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2016). Populasi hubungan yang signifikan. Hasil penelitian menunjukkan
dalam penelitian ini adalah mahasiswi Psikologi angkatan arah hubungan yang negatif yaitu bahwa semakin
2013-2016 berjumlah 240 mahasiswi. Penelitian ini meningkat nilai harga diri maka menurun nilai perilaku
menggunakan teknik Random Sampling. Random pembelian kompulsif, dan sebaliknya.
Sampling adalah teknik penentuan sampel semua individu
dalam populasi baik secara sendiri-sendiri atau bersama- PEMBAHASAN
sama diberi kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai Hasil penelitian menunjukkan bahwa tedapat
anggota sampel (Sugiyono, 2013). Pemilihan teknik hubungan yang signifikan antara harga diri dengan
sampling ini adalah peneliti ingin mengetahui secara perilaku pembelian kompulsif pada mahasiswi Psikologi
keseluruhan tingkat variabel harga diri dan perilaku Universitas Negeri Surabaya. Nilai signifikansi sebesar
pembelian kompulsif yang dimiliki oleh mahasiswi 0.000 (sig<0.05) dan arah hubungan yang bersifat negatif
Psikologi. Jumlah populasi tersebut ditemukan sampel dengan nilai koeifisien korelasi sebesar -0.557 yang
sebanyak 148 mahasiswi berdasarkan tabel Kretjie oleh artinya terdapat hubungan yang negatif antara kedua
Sugiyono (2016) dengan kesalahan sampling 5%. variabel, sehingga dapat dikatakan bahwa semakin tinggi
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini harga diri maka semakin rendah perilaku pembelian
menggunakan angket dari skala harga diri dan skala kompulsif pada mahasiswi Psikologi Universitas Negeri
perilaku pembelian komulsif. Cara pengisian angket yaitu Surabaya.
dengan tanda centang (√) pada setiap pernyataan. Teknik Sears, Freedman dan Peplau (2009) menyatakan
analisis data yang digunakan oleh peneliti adalah pearson harga diri sangat mempengaruhi perilaku membeli pada
product moment dengan bantuan program SPSS 21.0 for individu. Rasimin (dalam Ekapaksi, 2016) menjelaskan
Windows. individu menjadi menyukai perilaku membeli karena
adanya inferiority complex, yaitu perasaan kecil dan
HASIL rendah diri. Perilaku yang dilakukan ini adalah semata
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui untuk menutupi hal tersebut, sehingga individu cenderung
hubungan antara harga diri dengan perilaku pembelian untuk membeli barang yang mempunyai arti simbolik
kompulsif pada mahasiswi psikologi Universitas Negeri yang dapat meningkatkan harga dirinya.
Surabaya, berdasarkan hasil analisis data yang telah Perilaku pembelian kompulsif menurut Faber
dilakukan, dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang dan O’guin (dalam Ekapaksi, 2016) adalah suatu kondisi
signifikan antara harga diri dengan perilaku pembelian dimana seseorang melakukan aktivitas pembelian
kompulsif pada mahasiswi psikologi Universitas Negeri berulang sebagai akibat dari peristiwa yang tidak
Surabaya. menyenangkan ataupun perasaan negatif. Bukti
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui menunjukkan bahwa beberapa orang yang menggunakan
normal atau tidaknya distribusi data dari setiap variabel kebiasaan menghadiahi diri sendiri akan melakukan
penelitian. Uji normalitas pada penelitian ini pembelian kompulsif sebagai cara untuk mempengaruhi
menggunakan Test of Normality Kolmogorov-Smirnov atau mengatur suasana hati (Schiffman & Kanuk, 2004).
dengan bantuan program SPSS (Statistical Product and

3
Volume 05. Nomor 01 (2018) : Character : Jurnal Psikologi Pendidikan

Penyebab perilaku pembelian kompulsif terdapat yang lebih positif. Banyak cara yang dilakukan ketika
faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor seseorang menginginkan harga dirinya kembali positif,
yang muncul dari dalam diri seperti kepribadian dan salah satunya adalah dengan melakukan aktivitas yang
kepercayaan diri (Mowen dan Spears, dalam Usman, disenangi yang dalam penelitian ini adalah dengan
2016), sedangkan faktor eksternal adalah lingkungan aktivitas berbelanja. Belanja memiliki manfaat psikologis
sosial. Pada penelitian ini faktor yang mempengaruhi yang mampu melepas emosi negatif menjadi emosi yang
perilaku pembelian kompulsif adalah harga diri. Harga positif (Dittmar, 2005). Belanja digunakan sebagai
diri merupakan aspek dalam kepribadian sebagai salah kompensasi untuk meningkatkan penilaian diri lebih
satu penyebab perilaku pembelian kompulsif (Desarbo positif dan menghilangkan emosi negatif dalam diri.
dan Edwards (dalam, Felicia, Rianda dan Sri, 2014). Ketika belanja, rasa cemas, sedih, perasaan inferior yang
Menurut Edwards (1993) aspek perilaku dimiliki akan sedikit demi sedikit hilang dan digantikan
pembelian kompulsif ada lima, yaitu kecenderungan dengan perasaan senang serta mampu untuk melupakan
untuk mengeluarkan uang, dorongan dalam diri individu masalah-masalah dalam kehidupan sehari-harinya.
dalam berbelanja, perasanan bahagia ketika belanja, Perilaku belanja ini memberikan efek positif meskipun
pengeluaran yang tidak berfungsi semestinya, perasaan hanya bersifat sementara, yaitu yang membuat individu
menyesal ketika belanja. Hasil penelitian menunjukkan dapat memberikan perasaan bahagia ketika sedang
sebagian besar mahasiswi Psikologi Universitas Negeri berbelanja hal yang disukai. Perilaku belanja ini akan
Surabaya memiliki perilaku pembelian kompulsif dalam kembali dilakukan ketika individu merasa nyaman dengan
kategori sedang. Artinya mahasiswi cukup mampu dalam aktivitas belanja tersebut. Individu yang berhasil dapat
mengontrol perilaku belanja dan cukup mampu menahan merubah perasaan negatif menjadi positif dengan aktivitas
untuk tidak menggunakan pertahanan diri dan belanja, maka akan cenderung kembali melakukan
menggunakan bentuk kompensasi dalam mengatasi aktivitas belanja berulang yang disebut dengan perilaku
permasalahan dengan melakukan aktivitas yang disenangi pembelian kompulsif.
seperti belanja. Solomon (2007) menyatakan bahwa Pada penelitian ini, peneliti tertarik mahasiswi
individu yang kompulsif lebih cenderung melakukan sebagai subjek penelitian. Alasan pertama, berdasarkan
pembelian sebagai obat untuk ketegangan, kehawatiran, penelitian paling konsisten tentang perilaku pembelian
depresi, atau kebosanan. Mahasiswi Psikologi Universitas kompulsif oleh Dittmar (2005) ditemukan bahwa kondisi
Negeri Surabaya cukup mampu dalam meminimalisir sangat besar melakukan pembelian kompulsif adalah
kondisi psikologis dan keadaan yang ada pada dirinya perempuan. Kedua, mahasiswidalam tahap perkembangan
sehingga cukup mampu untuk tidak berperilaku remaja akhir,karakteristik remaja akhir masih dalam
pembelian kompulsif secara berlebihan dan masih dalam proses untuk mencari identitas diri dan status sosial
taraf kategori sedang. (Santrock, 2011). Karakteristik remaja yang sedang
Baroon dan Byrne (2004) mengatakan harga diri berproses untuk mencari identitas diri sering sekali
adalah evaluasi diri yang dibuat oleh setiap individu, yaitu menimbulkan masalah, termasuk dalam perilaku
sikap terhadap dirinya sendiri dalam rentan dimensi berbelanja, bahkan hingga kecenderungan perilaku
positif sampai negatif. Individu dengan harga diri rendah pembelian kompulsif. Menurut Mangestuti (2014), remaja
akan menilai dirinya secara negatif, sebaliknya jika mempunyai ciri mudah terpengaruh oleh rayuan penjual,
individu dengan harga diri tinggi akan menilai dirinya mudah terbujuk iklan terutama penampilan produk,
secara positif. Individu dengan harga diri tinggi memiliki kurang berpikir hemat, kurang realistis, romantis,
kemampuan dalam menghadapi permasalahan yang ada mengikuti trend dan impulsif. Kematangan emosi remaja
pada dirinya dan memahami kelebihan dan kekurangan akhir masih belum stabil sehingga munculnya berbagai
yang dimiliki, sedangkan harga diri yang rendah merasa gejala dalam perilaku membeli yang negatif dan tidak
tidak puas dengan dirinya, merasa inferior sehingga wajar. Pada remaja perilaku membeli tidak lagi dilakukan
memiliki kecenderungan secara mental untuk tertekan karena nilai guna produk, tetapi membeli dengan alasan
(Salmela-Aro & Nurmi, 2007; Trz, dalam Effendi, 2016). mengikuti trend, mencoba hal yang baru, motif sosial,
Menurut Branden (2007) aspek harga diri ada sehingga menjadi ajang pemborosan biaya dikarenakan
dua. Pertama, menunjukkan perasaan kompetensi pribadi belum memiliki penghasilan sendiri namun memiliki
atau kepercayaan diri, Kedua, perasaan nilai pribadi atau kecenderungan mengeluarkan uang yang cukup besar.
penghormatan diri. Hasil penelitian menunjukkan Individu yang terjebak dalam perilaku pembelian
sebagian besar mahasiswi Psikologi Universitas Negeri kompulsif maka akan dapat meningkatkan rasa percaya
Surabaya memiliki harga diri dalam kategori sedang. diri dan menaikkan harga diri sementara, namun dampak
Artinya mahasiswi cukup mampu dalam menilai dirinya negatif dapat memberikan penyesalan karena belum
secara positif, memiliki kepercayaan diri yang cukup memiliki penghasilan sendiri dan masih bergantung pada
baik, dan cukup mampu dalam menyelesaikan orangtua. Ketiga adalah berdasarkan faktor sosial. Faktor
permasalahan yang ada dalam dirinya dengan baik. sosial yang paling mempengaruhi mahasiswi adalah di
Baroon & Bryne (2004) mengatakan bahwa lingkungan kampus. Lingkungan kampus merupakan
memiliki harga diri yang tinggi adalah dambaan setiap faktor utama adanya keanekaragaman sosial dan budaya
individu, maka tidak jarang jika individu yang memiliki untuk bersosialiasi, dan seseorang diwajibkan untuk
harga diri rendah akan berusaha untuk mencari berbagai mampu beradaptasi agar dapat menyesuaikan diri dengan
macam cara untuk meningkatkan harga dirinya kearah lingkungannya. Mahasiswi memiliki potensi yang besar

4
Hubungan Antara Harga Diri Dengan Perilaku Pembelian Kompulsif Pada Mahasiswi Psikologi Universitas Negeri
Surabaya

untuk terus membiasakan dirinya berperilaku pembelian Saran


yang kompulsif, karena mahasiswi mulai mengikuti 1. Bagi Mahasiswi
pergaulan masyarakat kota yang mengarah pada a. Mahasiswi diharapkan dapat membedakan mana
kebutuhan hidup tingkat modern, seperti dalam hal kebutuhan dan mana keinginan.
penampilan, pembelian produk tertentu yang sedang b. Mahasiswi diharapkan dapat membuat daftar
trend, maupun aktivitas lainnya yang berdasarkan trend belanja sebelum pergi ke pusat perbelanjaan.
masa kini dan sesuai dengan gaya hidup mahasiswi Belilah barang-barang yang sudah tertera dalam
perkotaan. daftar belanja tersebut.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa c. Mahasiswi diharapkan dapat mengontrol diri
mahasiswi Psikologi memiliki harga diri dalam kategori dalam berbelanja, seperti membawa uang terbatas
sedang dan perilaku pembelian kompulsif kategori dan seperlunya, dan juga sebaiknya tidak belanja
sedang. Artinya mahasiswi yang memiliki tingkat harga sendirian namun bisa meminta tolong teman atau
diri yang sedang, maka kecenderungan untuk orang dekat untuk menemani agar dapat
melampiaskan penyelesaian permasalahan dalam mengontrol belanja yang berlebihan.
berbelanja akan dapat terminimalisir. Harga diri dalam d. Mahasiswi diharapkan dapat intropeksi diri seperti
kategori sedang ini tentunya akan tetap membuat individu menjadi pribadi yang menerima diri dengan segala
cenderung melakukan perilaku pembelian kompulsif, kelebihan dan kekurangannya.
namun dalam taraf perilaku pembelian kompulsif e. Mengembangkan diri dengan mengikuti kegiatan
kategori sedang. positif seperti berpartisipasi dalam kegiatan yang
Hasil uji product moment correlation harga diri dilakukan oleh lingkungan sekitar baik dikampus
dengan perilaku pembelian kompulsif masuk dalam maupun tempat tinggal. Hal ini dapat membangun
kategori sedang yaitu dengan nilai koefisien korelasi pribadi yang percaya diri & positif.
sebesar -0,557. Hasil yang tidak terlalu tinggi ini karena 2. Bagi Lembaga
pertama, peneliti ingin meneliti secara keseluruhan Lembaga diharapkan dapat
dengan menggunakan teknik random sampling kepada mengarahkan mahasiswi agar lebih
subjek untuk mengetahui tingkat kecenderungan perilaku bertanggungjawab dan memiliki perencanaan
pembelian kompulsif baik rendah, sedang, maupun tinggi belanja yang baik, serta pengendalian diri,
sehingga dapat memberikan gambaran pada peneliti sehingga lebih mengurangi potensi terjadinya
sejauh mana tingkatan kecenderungan perilaku pembelian kecenderungan perilaku pembelian kompulsif.
kompulsif yang dimiliki oleh mahasiswi dan pengaruhnya 3. Bagi Penelitian selanjutnya
pada variabel harga diri. Kedua adalah karena variabel Bagi peneliti selanjutnya dapat
harga diri bukanlah satu-satunya faktor yang berhubungan mengembangkan penelitian ini dengan
dengan perilaku pembelian kompulsif, faktor-faktor lain mempertimbangkan faktor-faktor lain yang
yang dapat berkontribusi dalam perilaku pembelian mempengaruhi perilaku pembelian kompulsif
kompulsif. Menurut Desarbo dan Edwards (dalam Felicia, individu. Faktor yang mempengaruhi perilaku
Rianda, dan Sri, 2014) bahwa perilaku pembelian pembelian kompulsif adlaah faktor internal dan
kompulsif dipengaruhi oleh Predispositional factors eksternal. penelitian ini hanya berfokus pada faktor
(Kecemasan, Perfeksionisme, Harga diri, Fantasi, internal yang mempengaruhi kematangan karir
Impulsivitas, Kompulsivitas umum, Dependence, individu terutama pada faktor harga diri. Faktor lain
Approval seeking, Locus of control, Depresi) dan yang dapat diteliti untuk mengembangkan penelitian
Circumstansial factors (Avoidance coping, Denial, ini antara lain; kecemasan, perfeksionisme, fantasi,
Isolation, matrealisme). impulsivitas, depresi, matrealisme. Bagi peneliti
Berdasarkan penjelasan diatas, bahwa penelitian selanjutnya dapat mengembangkan penelitian ini
ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Kurnia dengan populasi yang lebih luas dan kriteria
(2012) dan Ekapakasi (2016) bahwa harga diri pendidikan yang lebih bermacam-macam.
mempengaruhi perilaku pembelian kompulsif. Mahasiswi
yang memiliki harga diri yang tinggi maka memiliki DAFTAR PUSTAKA
perilaku pembelian kompulsif yang rendah, dan Alwisol (2014). Psikologi Kepribadian. Malang: UMM
sebaliknya. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan lebih Press
menggunakan variabel yang beragam terkait informasi Baron, R. A., & Byrne, D. (2004). Psikologi Sosial edisi
mengenai perilaku pembelian kompulsif. 10 jilid 1 . Jakarta: Penerbit Erlangga.
Branden, N. (2001). How to Raise Your self-Esteem, Kiat
PENUTUP Jitu Meningkatkan Harga Diri, Hermes (terj).
Simpulan Jakarta: Delaprasta
Berdasar hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan Branden, N. (2007). The Six Pillars of Self-Esteem, 6
bahwa ada hubungan antara harga diri dengan perilaku pillar/ Penghargaan Diri. Kuswanto (terj).
pembelian kompulsif pada mahasiswi Psikologi 2007. Semarang: Dahara Prize
Universitas Negeri Surabaya. Coopersmith, S. (2006). The Antecendence of Self Esteem.
San fransiscor: W.H. Freeman

5
Volume 05. Nomor 01 (2018) : Character : Jurnal Psikologi Pendidikan

Dittmar, H.(2005). “A New Look at, Compulsive Schifman, L. F., & Kanuk, L. L. (2007). Perilaku
Buying‟: Self-Discrepancies and Materialistic konsumen, edisi ketujuh. Jakarta; Penerbit PT
Values as Predictors of Compulsive Buying Indeks Kelompok Gramedia
Tendency.” Journal of Social and Clinical Sears, D. O., Shelley, E. T., dan Peplau, L. A.( 2009).
Psychology, 24(5): 832-859 Psikologi Sosial. Edisi 12. Jakarta : Prenada
Edwards, A. E. (1993). Develompent of A New Scale for Media Group
Measuring Compulsive Buying Behavior. Siregar, S. (2014). Statistika Parametrik untuk Penelitian
Financial Counseling and Planning, 4. Kuantitatif: Dilengkapi dengan Perhitungan
Michigan: Michigan University Dept. Manual dan Aplikasi SPSS Versi 17. Jakarta:
Effendi, U. (2016). Psikologi Konsumen. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Rajagrafindo Persada. Solomon, M. R. (2011). Consumer behavior. buying,
Ekapaksi, N. (2016). Pengaruh Konformitas Dan Harga having and being. 7th ed. Buying, Having and
Diri Terhadap Perilaku Pembelian Kompulsif Being. New Jersey: Pearsnon Prentice hall.
Aitem Fashion (Studi Pada Mahasiswi Fakultas Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif,
Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Kualitatif, dan R & d. Bandung: Afabeta
Mulawarman). Universitas Mulawarman
Samarinda. Psikoborneo, 2016,4(3) : 612-620.
ISSN 2477-2674, ejournal.psikologi.fisip-
73
unmul.ac.id.
Ekowati, T. (2009). Compulsive Buying : Tinjauan
pemasar dan psikolog. Jurnal Manajemen dan
Bisnis.
Felicia, F., Rianda, E., Sri, H. (2014). Kecenderungan
Pembelian Kompulsif: Peran Perfeksionisme
Dan Gaya Hidup Hedonistic. Fakultas
Psikologi Universitas Sumatera Utara.
www.jurnal.usu.ac.id/psikologia. ISSN: 285-
0327.
Ghufron. N & Risnawati, R.S. (2012). Teori-Teori
Psikologi. Jogjakarta : AR-Ruzz Media
Kurnia, L. (2012). Hubungan antara self esteem dan
compulsive buying pada wanita muda. Skripsi.
Jakarta: Universitas Indonesia.
Maisyaroh, S. (2016). Hubungan Harga Diri dan Gaya
Hidup Hedonis Terhadap Kecenderungan
Pembelian Kompulsif Pada Mahasiswa
Fakultas Ekonomi UIN Maliki Malang.
Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Islami
Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
Mangestuti, R. (2014). Model Pembelian Kompulsif Pada
Remaja. Disertasi. Fakultas Psikologi
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

MÖnks, F.J., Knoers, A. M. P., Haditono, S.R. (2006).


Psikologi Perkembangan: Pengantar Dalam
Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Papalia, Diane, aold, S.W.,Feldman, T. D. (2008).
Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana
Prenada Media Grup.
Santrock, J. W. (2011). Life-Span Development Thirtheent
Edition. By the McGraw-hill Companies,Inc.
Sari, R K. (2016) Kecenderungan Perilaku Compulsive
Buying (Pembelian Kompulsif) Pada Masa
Remaja Akhir Di Samarinda. eJournal
Psikologi, 4 (4) : 361 – 372 ISSN 2477-2674.
Sarlito W.S & Eko A. M. (2009). Psikologi Sosial.
Jakarta:Salemba Humanika .hlm.57

Anda mungkin juga menyukai