Anda di halaman 1dari 10

Penerapan RAP untuk Meningkatkan Resiliensi Siswa Kelas X SMK N 1 Cerme, Gresik

PENERAPAN PROGRAM RAP (THE RESOURCEFUL ADOLESCENTS PROGRAMME) UNTUK


MENINGKATKAN RESILIENSI SISWA KELAS X TAHUN PELAJARAN 2014-2015
SMK N 1 CERME, GRESIK

Devitasari Fitriani
BK FIP Universitas Negeri Surabaya (e-mail : fitrianidevitasari@gmail.com)

Drs. Moch. Nursalim, M.Si.


BK FIP Universitas Negeri Surabaya

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan program RAP (the Resourcefull Adolescents
Programme) untuk meningkatkan resiliensi siswa kelas X tahun pelajaran 2014-2015 SMKN 1 Cerme, Gresik.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode penelitian eksperimen. Bentuk desain penelitian
digunakan dalam penelitian ini adalah one group pretest-post test design. Alat pengumpul data yang dipakai adalah
angket studi pendahuluan yang berisi daftar periksa keberisikoan siswa untuk mendapatkan data permasalahan
yang dialami siswa, serta angket resiliensi untuk mendapatkan data tingkat resiliensi siswa, dan dokumentasi
sebagai alat pelengkap. Subjek dalam penelitian ini adalah delapan siswa dari kelas X PTU-2 tahun pelajaran 2014-
2015 SMKN 1 Cerme, Gresik yang memiliki indikasi berisiko tinggi dan memiliki tingkat resiliensi rendah.
Teknik analisis data yang digunakan adalah statistik non parametik dengan menggunakan analisis uji
tanda. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai ρ = 0,004 lebih kecil dari α = 0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa
ada perbedaan tingkat resiliensi antara sebelum dan sesudah diberikan perlakuan program RAP (the Resourcefull
Adolescents Programme). Berdasarkan hasil perhitungan diatas mean pre-test sebesar 203,375 dan mean post-test
sebesar 241,625 dan selisih antara mean post-test dan pre-test adalah sebesar 38,25. Dengan demikian Hο ditolak
dan Ha diterima. Dan hipotesis penelitian ini yang berbunyi “Penerapan program RAP (the Resourceful
Adolescents Programme) dapat meningkatkan resiliensi siswa kelas X tahun pelajaran 2014-2015 SMKN 1 Cerme,
Gresik” dapat diterima. Sehingga disimpulkan bahwa penerapan program RAP (the Resourceful Adolescents
Programme) dapat meningkatkan resiliensi siswa kelas X tahun pelajaran 2014-2015 SMKN 1 Cerme, Gresik.

Kata kunci : penerapan, RAP (the Resourceful Adolescents Programme), Resiliensi

Abstract
The objective of this research is determine the implementation of the RAP (the resourcefull Adolescents
Programme) to improve the resilience of class X period of 2014-2015 State Vocational School 1 Cerme, Gresik.
This research is a quantitative research with experimental research methods. Forms of research design used in
this study is one group pretest-posttest design. Data collection tool used is a preliminary study questionnaire
containing checklists riskiness of students to get the data problems experienced by students, as well as the
resilience questionnaire to obtain data resiliency level students, and documentation as a complementary tool.
Subjects in this study were eight students of class X PTU-2 period of 2014-2015 State Vocational School 1 Cerme,
Gresik which has indications of high risk and have lower levels of resilience.
Data analysis technique used is non-parametric statistical analysis using the sign test. The analysis
showed that the value ρ = 0.004 is smaller than α = 0.05. So it can be concluded that there is a difference in the
level of resilience between before and after treatment RAP (the Resourcefull Adolescents Programme). Based on
the above calculation of the mean pre-test is 203,375 and and the mean post-test is 241,65, and the difference
between the mean pre-test and post-test is equal to 38,25 So that Hο rejected and Ha accepted. And this research
hypothesis that reads "The application of the RAP (the Resourceful Adolescents Programme) can improve the
resilience of class X period of 2014-2015 State Vocational School 1 Cerme, Gresik" acceptable. So that concluded
the implementation of the RAP (the Resourceful Adolescents Programme) can improve the resilience of class X
period of 2014-2015 State Vocational School 1 Cerme, Gresik.

Keywords :Implementation, , RAP (the Resourceful Adolescents Programme), Resilience

PENDAHULUAN pendidikan. Hal ini tentu menjadikan individu dalam dunia


pendidikan mengalami berbagai tantangan kesulitan
Isu globalisasi yang saat ini ada di Indonesia maupun masalah yang begitu kompleks. Individu
mencakup berbagai bidang, salah satunya dalam bidang

1
Penerapan RAP untuk Meningkatkan Resiliensi Siswa Kelas X SMK N 1 Cerme, Gresik

diharapkan memiliki berbagai keterampilan untuk dapat melanjutkan pendidikan dan menjadi anak putus sekolah.
membantunya dalam menghadapi berbagai tantangan Hal tersebut disebabkan beberapa hal, yang terbesar adalah
maupun masalah yang ada, salah satunya adalah karena alasan ekonomi. Menurutnya, 54 persen dari 1,5
keterampilan resiliensi. juta remaja tersebut terpaksa berhenti sekolah karena tidak
Resiliensi merupakan suatu kemampuan atau memiliki biaya.
kapasitas insani yang dimiliki seseorang, kelompok atau Selain permasalahan putus sekolah, permasalahan lain
masyarakat yang memungkinkannya untuk menghadapi, yang semakin marak yakni adanya kasus kekerasan yang
mencegah, meminimalkan dan bahkan menghilangkan dialami oleh siswa, maupun yang dilakukan oleh siswa
dampak-dampak yang merugikan dari kondisi yang tidak sendiri. Berdasarkan laporan, Anies R. Baswedan, PhD
menyenangkan, atau mengubah kondisi kehidupan yang yang dituliskan dalam website resmi kemendiknas
menyengsarakan menjadi sesuatu hal yang wajar untuk Kemendiknas.go.id, menyatakan bahwa, “Pendidikan
diatasi (Desmita, 2010). Indonesia saat ini berada pada posisi gawat, hal ini terbukti
Faktor yang mempengaruhi tingkat resiliensi individu. dengan semakin maraknya kekerasan fisik didalam
terdiri dari faktor protektif dan faktor resiko. Faktor lingkungan pendidikan yang menjadi berita yang tiada
protektif yakni aspek positif atau kelebihan yang terdapat henti. Begitu juga kekerasan fisik oleh ataupun terhadap
pada diri individu, sedangkan faktor risiko merupakan pelajar yang terjadi diluar sekolah. Tidak hanya kekerasan
aspek negatif atau segala keterbatasan yang ada didalam fisik saja, melainkan juga kekerasan seksual oleh ataupun
diri individu. Kedua faktor tersebut merujuk pada lima terhadap pelajar di luar sekolah. Kekerasan fisik bahkan
sumber yang ada pada individu, yakni bersumber dari diri juga terjadi di dalam lingkungan persekolahan. Dalam
individu sendiri, keluarga, teman sebaya, sekolah, dan penelusuran sementara kemendiknas, terdapat lebih dari
masyarakat dilingkungannya. 230 berita kekerasan anak atau pelajar di media selama
Bagi individu yang memiliki faktor resiko tinggi periode bulan Oktober-November 2014”.
dengan memiliki tingkat resiliensi yang tinggi, maka Kasus tawuran antar pelajar juga semakin tidak dapat
mereka akan berhasil menyesuaikan diri dengan kondisi- dikendalikan. Kenyataan yang sangat disayangkan lagi,
kondisi yang tidak menyenangkan, mampu yakni kasus kekerasan yang dilakukan secara berkelompok
mengembangkan kemampuan sosial maupun akademis ini cenderung lebih banyak melibatkan siswa SMK. Siswa
yang dimiliki ditengah berbagai kondisi yang tidak SMK yang seharusnya dipersiapkan untuk memasuki
menyenangkan dalam hidupnya. Sebaliknya apabila dunia kerja dengan dibekali berbagai keterampilan untuk
individu dengan faktor resiko tinggi dan memiliki tingkat memudahkannya memasuki industri kerja ini malah
resiliensi yang rendah, maka bukan tidak mungkin individu disibukkan dengan kasus tawuran. Menurut Lisanova,
akan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri Kepala Seksi SMK Dinas Pendidikan Kota Depok dalam
dengan kondisi yang ada di lingkungannya atau bahkan website Tempo.co. mencatatkan di Depok saja pada 2012
menemui kegagalan didalam hidupnya dengan tawuran menyebabkan satu siswa tewas dan tiga orang
menunjukkan perilaku negative dalam kehidupannya divonis 7 tahun penjara. Pada 2013, satu orang siswa
sehari-hari. dihukum penjara karena membunuh seorang siswa sebuah
Negara Indonesia merupakan negara mulikultural SMK. Sementara pada 2014, dua SMK di Depok kembali
yang terdiri dari berbagai kepulauan yang terbentang dari melakukan tawuran yang mengakibatkan korban satu
Sabang sampai Merauke, didalamnya terdapat berbagai orang meninggal, satu orang divonis penjara 2 bulan, dan
suku bangsa dengan beragam jenis ras, komunitas, bahasa, satu orang lainnya divonis lima tahun penjara.
agama, dan bahasa daerah yang berbeda-beda. Selain Tidak berhenti pada kasus tawuran saja, permasalahan
menjadi suatu kekayaan, hidup secara berdampingan pergaulan bebas lainnya juga sering melibatkan kalangan
ditengah beragam perbedaan yang ada tentunya menjadi pelajar. Permasalahan pergaulan bebas pada usia sekolah
potensi timbulnya berbagai persoalan pada masyarakat yang sering dikaitkan adalah kasus penyalahgunaan
Indonesia, salah satunya permasalahan adanya berbagai narkoba. Tercatat dalam website Beritajatim.com, menurut
konflik antar etnis, dan kelompok-kelompok tertentu. Deputi Pencegahan Badan Narkotika Nasional (BNN)
Dengan timbulnya perpecahan antar sesama bangsa, Yeppi Manafe dalam pidatonya pada saat acara Diseminasi
mengakibatkan dengan adanya permasalahan pokok di Informasi dalam rangka P4GN Bagi Kalangan Pelajar di
Indonesia yakni permasalahan pengangguran dan Auditorium Radio Republik Indonesia (RRI) Kota
kemiskinan. Ketimpangan tersebut tentunya juga memiliki Semarang dalam website Sindonews.com menyebutkan
dampak pada dunia pendidikan di Indonesia. tercatat dalam bahwa, Sebanyak 22 persen pengguna narkoba di
Kompas.com bahwa data Kementerian Pendidikan Indonesia berasal dari kalangan pelajar. Jumlah tersebut
Nasional (Kemdiknas) tahun 2009 menunjukkan bahwa menempati urutan kedua terbanyak setelah pekerja yang
terdapat sekitar 1,5 juta remaja di Indonesia tidak dapat menggunakan narkoba. Namun setelah kami dilakukan

2
Penerapan RAP untuk Meningkatkan Resiliensi Siswa Kelas X SMK N 1 Cerme, Gresik

penelusuran kembali, ternyata dari 70 persen pengguna di Angket tersebut merujuk pada lima sumber faktor
kalangan pekerja tersebut merupakan pemakai lanjutan, keberisikoan yakni bersumber dari dirinya sendiri,
artinya sejak menjadi pelajar mereka sudah menggunakan keluarga, teman sebaya, sekolah, dan masyarakat
narkoba. Biasanya, anak-anak remaja seringkali dilingkungannya. Angket tersebut terdapat dalam buku
menggunakan narkoba sebagai bentuk pelarian dari Bagaskorowati (2010). Angket tersebut disebarkan kepada
berbagai masalah. Selain itu, faktor dari luar juga sangat dua kelas pada jenjang kelas X, dan mendapatkan hasil
berpengaruh. bahwa dari kedua kelas tersebut sekitar 24,6% siswa
Kasus narkoba ini juga tidak luput dari keterlibatan memiliki hambatan didalam hidupnya yang tinggi. Faktor
pelajar SMK. Berdasarkan website republika.com, pada resiko yang lebih dominan yakni faktor yangberasal dari
bulan Maret 2015 Petugas Satlantas Polresta Medan faktor sekolah dan faktor keluarga.
menangkap dua pelajar SMK Negeri di Medan, karena Dengan semakin kompleksnya permasalahan yang
kedapatan menyimpan narkoba. Keduanya ditangkap saat dihadapi oleh siswa, sebagian siswa dapat mengatasi
razia sepeda motor. Beberapa bulan sebelumnya, Satuan tantangan yang ada dalam hidupnya dengan baik, tetapi
Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polres Lebak juga juga terdapat siswa yang tidak mampu bernegosiasi dengan
menangkap dua pemuda pemilik ganja salah satunya siswa tantangan yang mereka hadapi dengan baik yang kemudian
SMK di Rangkasbitung pada bulan Januari 2015. mengalami kegagalan dalam hidupnya dan mungkin
Banyaknya anak-anak yang terjebak kedalam pergaulan mengakibatkan kerugian emosional dan psikologis.
bebas yang salah, Mereka menjadikan narkoba sebagai Keadaan ini menyebabkan adanya berbagai tuntutan
bagian dari salah satu gaya hidup sehari-hari. dan stress yang semakin banyak dialami oleh siswa. Untuk
Berbagai kenyataan gejala sosial yang sudah mencegah dampak merugikan dari keberisikoan yang
dipaparkan diatas tentunya menjadikan siswa SMK berada dialami siswa, maka perlu dilakukan intervensi sesegera
dalam posisi yang mengkhawatirkan. Siswa SMK yang mungkin. Salah satu variabel yang dapat membantu siswa
seharusnya dipersiapkan untuk memasuki dunia kerja dalam menghadapi berbagai permasalahan, tuntutan, dan
dengan dibekali berbagai keterampilan untuk pengaruh negatif dari lingkungannya adalah resiliensi.
memudahkannya memasuki industri kerja ini harus Menurut Bagaskoro (2010), Resiliensi (daya lentur)
mengahadapi berbagai pengaruh negatif yang dapat adalah kemampuan atau kapasitas insani yang dimiliki
menjerumuskan dirinya sendiri pada tindakan yang seseorang, kelompok, atau masyarakat yang
melanggar hukum tersebut. Masa usia sekolah menengah memungkinkannya menghadapi, mencegah,
yang bertepatan dengan masa remaja nerupakan masa yang meminimalkan dan bahkan menghilangkan dampak-
dianggap rentan dengan pengaruh lingkungan sekitar. dampak yang merugikan dari kondisi-kondisi yang tidak
Menurut Santrock (2003) Remaja adalah masa menyenangkan (keberisikoan), atau bahkan mengubah
perkembangan transisi dari masa anak dan dewasa yang kondisi tersebut menjadi suatu hal yang wajar untuk
kira-kira memiliki rentan usia 10-13 tahun sampai kira-kira diatasi.
usia 18 sampai 22 tahun. Masa transisi inilah yang Juke (dalam Suwarjo, 2008), menyatakan bahwa Daya
seringkali menimbulkan banyak permasalahan apabila lentur (Resilience) merupakan kapasitas manusiawi yang
remaja tidak dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap dimiliki seseorang dan berguna untuk menghadapi,
lingkungan sekitarnya. Sedangkan menurut Albert memperkuat diri atau bahkan mengubah kondisi kehidupan
Bandura, (dalam Yusuf LN, 2011) menyatakan bahwa, yang tidak menyenangkan (traumatik) menjadi suatu hal
Pada masa ini remaja akan menentukan pandangan yang wajar untuk diatasi.
hidupnya sendiri berdasarkan hasil pengamatannya Pendapat lain dari Setyowati, dkk (2010), menyatakan
terhadap individu lain yang berada pada lingkungannya. bahwa Resiliensi adalah kemampuan individu dalam
Dalam hubungannya dengan sesama kelompok sebaya, mengatasi tantangan hidup serta mempertahankan
maka remaja akan berusaha meniru tingkah laku anggota kesehatan dan energi yang baik sehingga dapat
kelompok lainnya. Dengan kondisi lingkungan yang melanjutkan hidup secara sehat. Senada dengan pernyataan
memiliki banyak hambatan, maka tidak dapat dipungkiri diatas, Issacson (dalam Pasudewi, 2012) menyatakan
banyak remaja yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan bahwa resiliensi berarti kemampuan untuk mengatasi
lingkungannya tersebut akan menemui kegagalan dan kesulitan traumatis. Selain itu juga untuk merespon
menunjukkan perilaku-perilaku negative dalam tekanan hidup sehari-hari secara fleksibel.
kesehariannya. Desmita (2010) menyebutkan resiliensi sebagai suatu
Kondisi penuh permasalahan, tuntutan, dan pengaruh kemampuan atau kapasitas insani yang dimiliki seseorang,
negatif pada remaja ini juga dibuktikan melalui penyebaran kelompok atau masyarakat yang memungkinkannya untuk
angket daftar periksa faktor keberisikoan siswa yang menghadapi, mencegah, meminimalkan dan bahkan
ditujukan pada siswa kelas X SMK N 1 Cerme, Gresik. menghilangkan dampak-dampak yang merugikan dari

3
Penerapan RAP untuk Meningkatkan Resiliensi Siswa Kelas X SMK N 1 Cerme, Gresik

kondisi yang tidak menyenangkan, atau mengubah kondisi remaja, yang terdiri dari perasaan, sikap dan keyakinan
kehidupan yang menyengsarakan menjadi sesuatu hal yang pribadi.(3) Aku dapat/ I Can, berkaitan dengan apa saja
wajar untuk diatasi. yang dapat dilakukan oleh remaja yang berhubungan
Berdasarkan pendapat beberapa ahli diatas, maka dengan keterampilan-keterampilan sosial dan
peneliti mengadopsi pengertian mengenai resiliensi dari interpersonal.
Desmita (2010Individu yang memiliki tingkat resiliensi Resiliensi dalam diri individu dapat ditingkatkan
tinggi akan mampu mampu mengambil makna dari setiap melalui berbagai kegiatan. Salah satunya melalui program
tantangan dan kegagalan yang dialami, Serta mereka RAP (the Resourcefull Adolescent Porgram), merupakan
menggunakan pengalaman hidupnya tersebut untuk program yang dilakukan secara berkelompok yang
membangun cita-cita yang lebih tinggi. Individu yang mengadopsi pendekatan terfokus kekuatan. Program
memiliki resiliensi dalam dirinya ini bukan termasuk tipe berbasis kekuatan pada remaja ini didasarkan pada
orang pencari bahaya, melainkan individu ini tidak mudah pengenalan dan penguatan kekuatan-kekuatan personal
melarikan diri apabila mengahadapi resiko atau yang sudah ada dan mengembangkan keterampilan-
menghadapi situasi-situasi tidak menyenangkan dalam keterampilan dan sumber daya psikologis tambahan dalam
hidup. diri individu.
Menurut Garmezy, (dalam Setyowati, 2010) Program RAP pada awalnya dikembangkan pada
mengungkapkan faktor yang mempengaruhi resiliensi tahun 1997 dengan mengubah pengetahuan penanganan
didalam diri individu terbagi menjadi dua, yaitu faktor depresi menjadi sebuah intervensi preventif berbasis
risiko dan faktor protektif. Goldstein & Brooks (dalam sekolah. Program ini kemudian disahkan ditingkat
Hartuti & Mangunsong, 2009) menyatakan bahwa faktor Australian Commonwealth sebagai sebuah program untuk
risiko merupakan karakteristik yang terukur dalam suatu mencegah depresi pada remaja. Tujuan dari program ini
kelompok individu ataupun keadaan mereka yang dapat adalah untuk membangun berbagai sumber daya coping
memprediksi munculnya hasil yang tidak diinginkan. yang membantu perkembangan kemampuan remaja untuk
Merupakan hal-hal yang dapat menyebabkan dampak memelihara sense of self yang positif dan meregulasi emosi
buruk atau menyebabkan individu berisiko untuk dalam menghadapi berbagai perubahan perjuangan hidup
mengalami gangguan perkembangan atau gangguan sehari-hari dan peristiwa-peristiwa kehidupan yang sulit
psikologis. Hawkins (dalam Riana Bagaskorowati, 2010), pada masing-masing anggota kelompok.
membedakan faktor penyebab risiko berdasarkan wilayah Program RAP dilaksanakan dengan cara
(domain) yang bervariasi, yakni mencakup : (1) anak/ berkelompok. Pengertian Kelompok, menurut Stogdil,
individu, (2) teman sebaya, (3) keluarga, (4) sekolah dan dalam Hartinah (2009) merupakan sekumpulan orang yang
(5) masyarakat. Karakteristik dan pengaruh yang ada terdiri atas dua orang atau lebih yang melakukan interaksi
dalam setiap domain membentuk pengalaman individu satu dengan lainnya dalam suatu aturan yang saling
dalam kehidupannya. mempengaruhi pada setiap anggotanya. Dengan demikian,
Selain faktor risiko diatas, terdapat pula pencegah dari pada kelompok akan dijumpai berbagai persepsi, yakni
faktor keberisikoan. Pencegahan ini digambarkan sebagai adanya kebutuhan pada setiap anggota, interaksi, dan
sumber yang bersifat personal, sosial, dan institusional sosialisasi. Proses dalam kelompok akan menjadi semakin
yang membuat perkembangan anak menjadi berhasil dinamis dengan adanya keterlibatan seluruh anggota
(Garmezy & Router (1985), dalam Bagaskorowati (2010). kelompok. Dalam rangka mempermudah pelaksanaan
Senada dengan pendapat tersebut, Masten dan Coatswarth RAP, maka kelompok dalam program RAP memiliki jenis
dalam Setyowati (2010) menyatakan bahwa faktor homogen.
protektif merupakan faktor yang bersifat menunda, Menurut Gerldard (2012), RAP mengintegrasikan
meminimalkan, bahkan menetralisir hasil akhir yang elemen-elemen cognitive Behavioral Theraphy (CBT)
negative pada individu. dengan Interpersonal Theraphy (IPT) dan bermaksud
Pada dasarnya tiap individu memiliki kemampuan membantu remaja di bidang regulasi diri dan mengelola
untuk belajar menghadapi kondisi-kondisi yang tidak perubahan-perubahan harga diri siswa. Salah satu ciri khas
menyenangkan dalam hidupnya. Adapaun faktor-faktor dari program ini adalah lebih berkonsentrasi membangun
penting yang menjadi karakteristik atau sumber kekuatan daripada memperbaiki kekurangan yang ada pada
pembentukan resiliensi dalam diri individu menurut Riana diri individu.
Bagaskorowati (2010), adalah : (1) Aku punya / I Have, Komponen-komponen RAP dari CBT termasuk
berhubungan dengan pemaknaan remaja terhadap besarnya Cognitive Restructuring (self-talk positif), Stress
dukungan dan sumber daya yang diberikan oleh Management (regulasi diri dan relaksasi diri), dan Problem
lingkungan sosial terhadap dirinya. (2) Aku ini/ I Am, Solving. Selama beberapa dekade terakhir, Beck dan
berkaitan dengan kekuatan pribadi yang dimiliki oleh peneliti-peneliti lain di the Center for Cognitive Theraphy

4
Penerapan RAP untuk Meningkatkan Resiliensi Siswa Kelas X SMK N 1 Cerme, Gresik

telah memberikan bukti-bukti tentang keterkaitan antara Berdasarkan pada uraian diatas, kemudian
apa yang kita pikirkan dan bagaimana kita merasakan dilaksanakan penelitian dalam rangka melaksanakan
(Burns, 1980 dalam Gerldard 2012), sehingga Cognitive penerapan program RAP (the Resourceful Adolescents
Restruvcturing adalah komponen integral dari membangun Programme) untuk dapat meningkatkan resiliensi siswa
resiliensi. Stress management juga penting karena kelas X tahun pelajaran 2014-2015 SMKN 1 Cerme,
peristiwa kehidupan yang stressful meningkatkan risiko Gresik.
untuk berbagai masalah kesehatan mental dan cara
individu merespon stress dapat memberikan dampak METODE
signifikan pada penyesuaian diri dan psikopatologinya di Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan
masa mendatang (Garber, 2006 dalam Gerldard 2012). metode penelitian eksperimen. Bentuk desain penelitian
Terakhir, komponen Problem Solving dimasukkan karena yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah one group
orientasi pengentasan masalah yang positif dapat pretest-post test design, yaitu penelitian dengan observasi
mengurangi dampak keadaan kehidupan yang negative sebanyak dua kali yaitu sebelum dan sesudah diberikan
(d’Zurilla& Olivares, 1995: Werner, 1995 dalam dalam perlakuan. Dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan
Gerldrad 2012). skor resiliensi siswa dengan mengukur tingkat resiliensi
Komponen interpersonal (Klerman & Weissman, siswa sebelum diberikan perlakuan atau pre-test (01) dan
Mufson et al., dalam Gerldard 2012) dalam hal ini setelah diberikan perlakuan atau post-test (02). Perbedaan
mendorong partisipan untuk membangun dan antara 01 dan 02 merupakan efek dari perlakuan atau
mengandalkan pada jaringan dukungan sosial, maupun eksperimen. Penelitian ini dapat digambarkan melalui
mengembangkan keterampilan-keterampilan yang bagan sebagai berikut :
diperlukan untuk menghadapi transisi peran, konflik peran, Treatmen Post-Test
mencegah serta mengelola konflik. Keterampilan- Pre-Test 01
X O2
keterampilan yang dikembangkan didalam RAP termasuk
meningkatnya kemampuan untuk mengelola dan Keterangan:
mencegah konflik. Komponen-komponen interpersonal O1 = Tes awal sebelum pemberian perlakuan
dimasukkan dalam RAP karena hubungan merupakan X = Perlakuan menggunakan program RAP
salah satu sumber penting dalam hal kesejahteraan O2 = Tes Akhir setelah pemberian perlakuan
emosional yang memberikan konteks fungsional Kegiatan program RAP dilaksanakan dengan cara
mempengaruhi kebanyakan proses psikologis dasar (Reis mengibaratkan siswa membangun rumahnya dari batu
& Gable, 2005 dalam Gerldrad 2012). bata, bukan dari jerami atau ranting, dan karena kuat serta
RAP memfokuskan pada pengenalan dan pemanfaatan resilien, mampu menghadapi serigala jahat. Selama RAP
kekuatan-kekuatan yang sudah ada dan pengembangan partisipan mengembangkan “rumah RAP”nya sendiri
keterampilan dan sumber daya psikologis. RAP diambil dengan menysusun batu bata pribadinya, seperti batu bata
dari cerita anak, The Three Little Pigs (Tiga Babi Kecil). kekuatan pribadi, batu bata problem solving, dan
“Babi kecil yang resourceful” membangun rumahnya dari sebagainya.
batu bata, bukan dari jerami atau ranting, dan karena kuat Berdasarkan prosedur yang ada, program RAP
serta resilien, mampu menghadapi serigala jahat. Selama memiliki 11 sesi kegiatan yang dilaksanakan dalam lima
RAP partisipan mengembangkan “rumah RAP”nya sendiri kali pertemuan yang tiap pertemuannya berisi masing-
dengan menysusun batu bata pribadinya, seperti batu bata masing dua sampai tiga sesi yang ada dalam program RAP.
kekuatan pribadi, batu bata problem solving, dan Setiap kegiatan yang ada didalam RAP memiliki tujuan
sebagainya. untuk memfokuskan pada pengenalan dan pemanfaatan
RAP juga memperkenalkan siswa dengan konsep kekuatan-kekuatan yang sudah ada dan pengembangan
“Selfenometer”. Yakni skala sepuluh poin yang keterampilan dan sumber daya psikologis dalam diri siswa.
diintroduksikan kepada siswa untuk membantu memonitor Lokasi penelitian berada di SMK N 1 Cerme, Gresik.
secara regular tingkat harga diri mereka. Di awal dan akhir Alasan pemilihan karena karakteristik siswa SMK yang
setiap sesi, partisipan melingkari angka Selfenometer yang memiliki kompleksitas permasalahan ekonomi dan sosial
merepresentasikan bagaimana harga diri mereka saat itu. yang menjadikan siswa SMK memiliki indikator berisiko,
Selfenometer memiliki dua tujuan utama. Pertama, ia selain itu lokasi SMK N 1 Cerme yang berada di daerah,
meningkatkan kesadaran partisipan akan fluktuasi didalam sehingga kebanyakan siswa memiliki latar belakang
perasaan kesejahteraan dari hari ke hari dan dari situasi ke ekonomi dibawah rata-rata yang mengindikasikan
situasi. Kedua, ia menormalisasi pengalaman ini dan terjadinya berbagai kasus yang dilakukan siswa sesuai
mendorong partisipan untuk meyadari tentang harga dengan fenomena dan tujuan penelitian, serta Guru BK
dirinya.

5
Penerapan RAP untuk Meningkatkan Resiliensi Siswa Kelas X SMK N 1 Cerme, Gresik

belum pernah melaksanakan layanan yang bertujuan 𝑁 ∑𝑋𝑌−(∑𝑋)(∑𝑌)


rxy =
√{𝑁∑𝑋 2 –(∑𝑋 2 } {𝑁∑𝑌 2 −(∑𝑌)2 }
meningkatkan resiliensi siswa disekolah tersebut.
Menurut Arikunto (2010), Subjek penelitian keterangan:
merupakan subjek yang ditujukan untuk diteliti oleh rxy ;:koefisien korelasi X dan Y
peneliti atau subjek yang menjadi pusat perhatian atau ∑XY : jumlah hasil kali X dan Y
sasaran penelitian. Dalam penelitian ini, subjek penelitian ∑X : jumlah dari kuadrat X
adalah delapan siswa SMK N 1 Cerme, Gresik yang ∑Y : jumlah dari kuadrat Y
memiliki indikasi berisiko tinggi berdasarkan hasil analisis N : jumlah responden
daftar periksa faktor keberisikoan anak yang disusun oleh Setelah menguji validitas kemudian diuji reliabilitas.
Bagaskorowati (2010). Selain itu kedelapan siswa tersebut Menurut Sugiyono (2012) Reliabilitas berkenaan dengan
merupakan rekomendasi dari konselor sekolah. Siswa derajat konsistensi dan stabilitas data atau temuan..
dengan faktor keberisikoan tinggi dianggap rentan untuk Instrumen yang baik tidak akan bersifat tendensius
melakukan perilaku negative apabila tidak memiliki mengarahkan responden pada pilihan jawaban tertentu.
resiliensi didalam dirinya. Reliabilitas menunjuk pada keterandalan sesuatu, yang
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yakni artinya dapat dipercaya dan dapat diandalkan.
variabel bebas (independen) dan variabel terikat Dalam penelitian ini digunakan rumus reliabilitas
(dependen). Pada penelitian ini yang menjadi variabel Alpha. Berikut ini adalah langkah-langkah dalam
bebas adalah program RAP (the Resourcefull Adolescent menghitung reliabilitas instrumen untuk penelitian.
Programme). Sedangkan yang menjadi variabel terikat 1) Membuat tabel analisis butir soal, dengan asumsi
adalah resiliensi. bahwa angket telah dilakukan uji validitas.
Teknik pengumpulan data ini menggunakan dua kali 2) Menjumlahkan varian tiap butir soal kemudian
pengumpulan data yaitu melalui penyebaran angket. dijumlahkan. Sebelum menghitung 𝑟11 , terlebih
Langkah awal peneliti menyebarkan angket daftar periksa dahulu menghitung jumlah varian dengan
mengenai faktor keberisikoan anak yang terdapat dalam menjumlahkan skor varian tiap item ( ∑𝜎𝑏 2 ), dengan
buku Bagaskorowati (2010). Tujuannya adalah untuk rumus sebagai berikut :
mengetahui kondisi permasalahan siswa SMK N 1 Cerme, ∑(𝑋𝑏 )2
2 ∑𝑋𝑏 2 −
Gresik dan memiliih subjek penelitian. Setelah 𝜎𝑏 = 𝑁
𝑁
menemukan subjek penelitian, maka dilakukan penyebaran Keterangan :
angket resiliensi yang dikembangkan sendiri oleh peneliti 𝜎𝑏 2 = Skor varian item ke-
kepada subjek penelitian untuk mengukur tingkat resiliensi ∑𝑋𝑏 2
= Jumlah Kuadrat item ke-
siswa.pada saat sebelum diberikan perlakuan dan setelah ∑(𝑋𝑏 )2 = (Jumlah item ke−)2
diberikan perlakuan.
3) Menghitung varian total sistem.
Dalam penelitian ini digunakan angket “resiliensi”
Dengan rumus :
untuk memperoleh data tentang tingkat resiliensi siswa. ∑(𝑥)2
∑𝑥 2 − 𝑁
Instrumen peneitian yang akan dilaksanakan menggunakan 𝜎 2𝑡 =
𝑁
instrumen berupa angket. Menurut Azwar (2010), langkah- Keterangan :
langkah dalam menyusun instrumen penelitian berupa 𝜎 2 𝑡 = Varian Total
angket yang digunakan dalam proses penelitian adalah ∑𝑥 2 = Jumlah Kuadrat skor
sebagai berikut: (1) menentukan variabel penelitian; (2)
∑(𝑥)2 = (Jumlah skor)2
menentukan definisi operasional; (3) menentukan
4) Menghitung nilai Apha.
indikator; (4) menyusun kisi-kisi angket; (5) membuat
Dengan rumus :
butir-butir angket; (6) uji coba instrumen untik uji validitas
𝑘 ∑𝜎𝑏 2
dan reliabilitas. 𝑟11 = ( ) (1 − 2 )
𝑘−1 (𝜎 𝑡 )
Menurut Arikunto (2010), Validitas adalah keadaan
Keterangan :
yang menggambarkan tingkat instrumen yang
𝑟11 = reliabilitas instrumen
bersangkutan mampu mengukur apa yang diinginkan.
𝑘 = banyaknya butir pernyataan atau
Sebuah instrumen dikatakan valid apabila dapat
banyaknya soal
mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat.
∑𝜎𝑏 2 = jumlah varians butir
Untuk menguji validitas angket dalam penelitian ini
digunakan rumus Product Moment dengan angka kasar 𝜎 2𝑡 = varians total
yang sudah disederhanakan dari Karl Pearson dengan taraf Teknik analisis yang sesuai dengan rancangan dalam
signifikansi 5% yaitu: penelitian ini adalah statistik non parametrik, karena data
yang dianalisis berasal dari sejumlah subjek penelitian

6
Penerapan RAP untuk Meningkatkan Resiliensi Siswa Kelas X SMK N 1 Cerme, Gresik

yang relatif kecil. Dalam penelitian ini kondisi yang 3) Kategori rendah =X Mean- 1 SD
berlainan adalah resiliensi sebelum dan sesudah perlakuan Kategori rendah = (Mean – 1SD) ke bawah
berupa program RAP (the Resourceful Adolescent = 5,629 - 3,992
Programme) yang dilakukan secara berkelompok. = 1,637 Kebawah
Langkah-langkah dalam analisis data dengan Berdasarkan hasil penghitungan kategori yang
menggunakan uji tanda berdasarkan Raksoatmodjo tercantum diatas maka, dapat disajikan hasil pengolahan
(2007:148-149) adalah sebagai berikut: data dan penghitungan angket daftar periksa keberisikoan
1. Menentukan kriteria perbedaan. pada siswa kelas X PTU-1 dan PTU-2, kemudian diketahui
2. Menentukan hipotesis: 8 siswa dalam kategori sangat berisiko. Sehingga 8 siswa
HO = Tidak ada perbedaan skor yang signifikan tersebut dijadikan sebagai subyek penelitian. Hasil Pre-
antara sebelum dan sesudah penerapan program Test terhadap subyek penelitian dapat dilihat dalam tabel
RAP (the Resourceful Adolescent Programme) berikut ini:
Ha = Ada perbedaan tingkat kematangan karir siswa
Tabel 2.
antara sebelum dan sesudah penerapan program
Data Hasil Angket Pre-test Resiliensi Siswa
RAP (the Resourceful Adolescent Programme).
No. Skor Kategori
Kriteria tanda Subjek
Resiliensi Resiliensi
a. Tanda postif (+) menunjukkan resiliensi
1. JAP 202 Rendah
meningkat.
2. MEK 209 Rendah
b. Tanda negatif (-) menunjukkan resiliensi
3. MDG 182 Rendah
menurun.
4. MWP 206 Rendah
3. Menetapkan tingkat signifikan α=0,05.
5. RDA 215 Rendah
4. Membuat tabel kolom yang berisi kode subjek, hasil
pre-test (sebelum perlakuan) dan post-test (sesudah 6. RH 204 Rendah
perlakuan) dan menentukan tanda dari kematangan 7. RA 206 Rendah
karir. 8. YWK 203 Rendah
5. Menghitung frekuensi dari masing-masing tanda (+)
dan (-). “N” menunjukkan jumlah tanda positif dan Hasil skor angket Pre-test resiliensi di atas
tanda negative, “r” menunjukkan tanda negatif. menunjukkan kondisi awal sebelum subyek mendapatkan
6. Menentukan signifikasi dengan pertolongan tabel perlakuan. Hasil tersebut dapat digambarkan dengan grafik
probabilitas binomial. sebagai berikut:
7. Menentukan rumusan keputusan Skor Pre-Test
a. Terima Ho jika α ≤ peluang sampel ρ tabel ≥ α.
300
Tolak Ho dan terima H1 jika α>peluang sampel.
250
202 209 206 215 204 206 203
200 182

HASIL DAN PEMBAHASAN 150


Hasil Penelitian 100
Dari penyebaran angket daftar periksa keberisikoan 50
siswa, skor keberisikoan siswa dikelompokkan menjadi 3 0
kategori yaitu: tinggi, sedang, rendah. Kategori tersebut JAP MEK MDGMWP RDA RH RA YWK
diperoleh dari penghitungan Mean dan Standart Deviasi
Gambar Diagram 1
sebagai berikut:
Hasil Pre-test Resiensi Siswa
1) Kategori tinggi = Mean + 1 SD X
Setelah diberikan perlakuan dengan menggunakan
Kategori tinggi = (Mean + 1SD) ke atas program RAP (the Resourcefull Adolescent Programme)
= 5,629+ 3,992 yang dilakukan secara berkelompok pada 8 siswa yang
= 9,621 keatas memiliki keberisikoan tinggi dan resiliensi rendah,
2) Kategori sedang = Mean- 1 SD X Mean + 1 SD selanjutnya konselor memberikan angket post-test. Tujuan
Kategori sedang = Dari (Mean1SD) sampai (Mean diberikan post test adalah untuk mengetahui ada atau
1SD) tidaknya perubahan skor resiliensi pada siswa setelah
= (5,629 - 3,992)sampai (5,629+ 3,992) diberikan perlakuan dengan menggunakan program RAP
= 1,637 sampai 9,621 (the Resourcefull Adolescent Programme) yang dilakukan

7
Penerapan RAP untuk Meningkatkan Resiliensi Siswa Kelas X SMK N 1 Cerme, Gresik

secara berkelompok. Data yang diperoleh dari pemberian Rata-rata 203, 241,62
post test yaitu: 375 5
Tabel 3 Berdasarkan data di atas, diketahui bahwa yang
Data Hasil Post-test Resiliensi Siswa menunjukkan tanda positif (+) berjumlah 8 yang bertindak
No. Subyek Skor Kategori sebagai N (banyaknya pasangan yang menunjukkan
Resiliensi Resiliensi perbedaan) dan x (banyaknya tanda yang lebih sedikit)
1 JAP 248 Sedang berjumlah 0. Dengan melihat tabel tes binomial dengan
2 MEK 263 Tinggi ketentuan N = 8 dan x = 0 (z), maka diperoleh ρ
3 MDG 217 Rendah (kemungkinan harga di bawah Ho) = 0,004. Bila dalam
4 MWP 235 Sedang ketetapan α (taraf kesalahan) sebesar 5% adalah 0,05 maka
5 RDA 241 Sedang dapat disimpulkan bahwa harga 0,004 < 0,05,berdasarkan
hasil tersebut maka Hο ditolak dan Ha diterima. Setelah
6 RH 225 Sedang
diberi perlakuan dengan pemberian program RAP (the
7 RA 253 Sedang
Resourcefull Adolescent Programme) terdapat perbedaan
8 YWK 251 Sedang
skor antara pre-test dan post-test resiliensi siswa.
Hasil skor angket Post-test resiliensi siswa di atas
Selain itu, berdasarkan perhitungan diketahi rata-rata
dapat digambarkan dengan grafik sebagai berikut:
pre-test 203,375 dan rata-rata post-test 241,625. Sehingga
Skor Post-Test dapat dikatakan bahwa program RAP (the Resourcefull
300 263
Adolescent Programme) dapat meningkatkan resiliensi
248 241 253 251
235 225 siswa kelas X PTU-2 tahun pelajaran 2014-2015 SMKN 1
250 217
200 Cerme, Gresik. Sehingga dapat dikatakan bahwa hipotesis
150 yang diajukan dalam penelitian ini yang berbunyi
100 “Penerapan program RAP (the Resourceful Adolescents
50
Programme) dapat meningkatkan resiliensi siswa kelas X
0
JAP MEK MDG MWP RDA RH RA YWK tahun pelajaran 2014-2015 SMKN 1 Cerme, Gresik” dapat
diterima.
\ Adapun hasil perbedaan pre-test dan post-test yang
Gambar Diagram 2 digambarkan dalam grafik sebagai berikut:
Hasil Post-test Resiliensi Siswa
300
Teknik analisis yang digunakan statistik non 248
263 253 251
235 241 225
parametik dengan uji tanda atau sign test. Uji tanda ini 250 217206 215
202 209 204 206 203
digunakan untuk mengetahui perbedaan hasil pengukuran 200 182
awal dan pengukuran akhir. Kondisi berlainan yang
150 Skor pre-test
dimaksud dalam penelitian ini adalah skor resiliensi siswa
antara sebelum dan sesudah pemberian program RAP (the 100 Skor post-test
Resourcefull Adolescent Programme). Berikut adalah hasil 50
analisis skor angket yang diberikan pada siswa dengan 0
pengukuran Pre-test dan Post-test dapat dilihat dalam tabel
berikut ini:
Tabel 4 Gambar Diagram 3
Hasil Analisis Pre-test dan Post-test Data Hasil Pre-Test dan Post-Test
PEMBAHASAN
N Suby Pre- Post- Arah Tan Ket Penelitian eksperimen ini dilaksanakan di SMKN
o ek test test Perbeda da
1Cerme, Gresik. Penelitian ini dilaksanakan di kelas X
(XB) (XA) an
PTU-2 tahun pelajaran 2014-2015 SMKN 1 Cerme, Gresik
1 JAP 202 248 XA > XB + Meningkat
2 MEK 209 263 XA > XB + Meningkat
yang teridentifikasi memiliki tingkat keberisikoan tinggi
3 MDG 182 217 XA > XB + Meningkat dan resiliensi rendah. Tujuan dari penelitian ini adalah
4 MWP 206 235 XA > XB + Meningkat untuk mengetahui pengaruh penerapan program RAP (the
5 RDA 215 241 XA > XB + Meningkat Resourceful Adolescents Programme) untuk
6 RH 204 225 XA > XB + Meningkat meningkatkan resiliensi siswa kelas XPTU-2 tahun
7 RA 206 253 XA > XB + Meningkat pelajaran 2014-2015 SMK N 1 Cerme, Gresik.
8 YWK 203 251 XA > XB + Meningkat Berdasarkan hasil pre-test diperoleh 8 siswa dari kelas
XPTU-2 tahun pelajaran 2014-2015 SMK N 1 Cerme,

8
Penerapan RAP untuk Meningkatkan Resiliensi Siswa Kelas X SMK N 1 Cerme, Gresik

Gresik yang termasuk dalam kategori siswa yang Penelitian ini mengacu pada pendapat Miller&Daniel
mempunyai keberisikoan tinggi dan resiliensi rendah. dalam Geldard (2012) “Salah satu faktor kunci dalam
Selanjutnya, 8 siswa tersebut diberikan perlakuan dengan mengembangkan resiliensi adalah mengidentifikasi dan
memberikan program RAP (the Resourceful Adolescents mengembangkan kekuatan-kekuatan individu dan
Programme) agar resiliensi siswa meningkat. kekuatan-kekuatan di dalam seluruh sistem, seperti
Dari hasil pemberian perlakuan terdapat perbedaan keluarga, sekolah, masyarakat, dan sebagainya”.
perbedaan skor awal (pre-test) dengan skor akhir (post Pernyataan diatas kemudian dibuktikan melalui
test). Pada skor awal (pre-test), ke-8 siswa termasuk dalam penelitian dan mendapatkan hasil adanya perbedaan
kategori resiliensi yang rendah. Sedangkan pada skor akhir tingkat resiliensi siswa kelas X PTU-2 SMK N 1 Cerme,
(psot-test), 8 siswa ini mengalami peningkatan skor Gresik yang terlihat hasil analisis non parametric dengan
menjadi termasuk kedalam kategori resiliensi tinggi dan sign test, ada perubahan dari kedelapan siswa yang
sedang. awalnya memiliki tingkat resiliensi rendah menjadi
Berdasarkan hasil analisis menunjukkan tanda positif memiliki resiliensi yang lebih tinggi melalui hasil analisis
(+) berjumlah 8 yang bertindak sebagai N (banyaknya skor pre-test dan post-test.
pasangan yang menunjukkan perbedaan) dan x (banyaknya Secara garis besar kegiatan program RAP (the
tanda yang lebih sedikit) berjumlah 0. Dengan melihat Resourcefull Adsolescents Programme) yang diberikan
tabel tes binomial dengan ketentuan N = 8 dan x = 0 (z), kepada 8 siswa dengan tujuan untuk mengidentifikasi dan
maka diperoleh ρ (kemungkinan harga di bawah Ho) = menambah kekuatan-kekuatan yang ada didalam diri siswa
0,004. Bila dalam ketetapan α (taraf kesalahan) sebesar 5% yang dapat meningkatkan resiliensi siswa tersebut
adalah 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa harga 0,004 < memiliki beberapa manfaat yang penting bagi siswa,
0,05,berdasarkan hasil tersebut maka Hο ditolak dan Ha diantaranya yakni siswa lebih positive dalam menghadapi
diterima. Setelah diberi perlakuan dengan pemberian suatu permasalahan hidup yang dialami, siswa lebih
program RAP (the Resourcefull Adolescents Programme) mengetahui bagaimana cara menyelesaikan masalah tanpa
terdapat perbedaan skor antara pre-test dan post-test menyakiti orang lain, serta siswa juga lebih semangat
resiliensi siswa. untuk menjadi yang lebih baik lagi sehingga mampu
Selain itu, berdasarkan perhitungan pada tabel 4.4 mewujudkan cita-cita dirinya.
diketahi rata-rata pre-test 241,625 dan rata-rata post-test
203,375. Sehingga dapat dikatakan bahwa program RAP
(the Resourcefull Adolescents Programme) dapat PENUTUP
meningkatkan resiliensi siswa kelas X PTU-2 tahun Simpulan
pelajaran 2014-2015 SMK N 1 Cerme, Gresik. Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan
Secara keseluruhan siswa mampu mengikuti proses statistik non parametik uji tanda (pre-test, post-test)
kegiatan program RAP (the Resourcefull Adsolescents menunjukkan tanda (+) dengan diketahui N = 8 dan r = 0.
Programme) dengan baik, meskipun ada beberapa Harga tabel X dalam tabel binomial menunjukkan bahwa
hambatan yang dialami selama proses kegiatan untuk N = 8 diperoleh 𝜌 (kemungkinan harga di bawah H0)
berlangsung diantaranya adalah para siswa baru pertama = 0,004. Bila dalam ketetapan α (taraf kesalahan) sebesar
kali melakukan kegiatan kelompok program RAP (the 5% adalah 0,05, maka dapat dikatakan bahwa harga 0,004
Resourcefull Adsolescents Programme) karena < 0,05. Dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan tingkat
sebelumnya BK disekolah ini hanya melakukan bimbingan resiliensi siswa sebelum dan sesudah diberikan perlakuan.
klasikal di dalam kelas yang sifatnya adalah pemberian Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan
layanan informasi, sehingga ketika baru mulai kegiatan program RAP (the Resourceful Adolescents Programme)
secara berkelompok siswa masih bertanya-tanya mengenai dapat meningkatkan resiliensi siswa kelas X tahun
bagaimana proses berlangsungnya kegiatan kelompok ini. pelajaran 2014-2015 SMKN 1 Cerme, Gresik.
Kendala berikutnya adalah menghidupkan dinamika Saran
kelompok dalam kegiatan diskusi, beberapa siswa susah Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan, maka
untuk mengeluarkan pendapat dan tanggapannya, mereka ada beberapa saran yang bisa dipertimbangkan, sebagai
baru akan memberi tanggapan setelah benar-benar berikut:
diberikan waktu bicara dan dipersilahkan untuk bicara, 1. Bagi Sekolah
namun hal ini sudah diatasi yaitu dengan mengandalkan Dibutuhkan perhatian khusus pada siswa yang
dinamika kelompok yang ada, kemudian diberikan memiliki tingkat keberisikoan tinggi agar dapat
pancingan berupa pertanyaan yang berkaitan dengan tema berkembang secara optimal. Salah satunya melalui
kegiatan pada pertemuan awal sampai dengan akhir. berbagai kegiatan yang dapat melatih keterampilan
resiliensi didalam dirinya. Hal ini dilakukan untuk

9
Penerapan RAP untuk Meningkatkan Resiliensi Siswa Kelas X SMK N 1 Cerme, Gresik

menghindari siswa terjerumus kepada perilaku negative Foundation. (Online),


yang akhirnya dapat merugikan siswa sendiri dan pihak (http://resilnet.uiuc.edu/library/grotb95b.html.
Diakses pada 22 Desember 2014).
sekolah.
Reksoatmodjo, Tedjo N. 2007. Statistika untuk Pskologi
2. Bagi konselor sekolah dan Pendidikan. Bandung: Refika Aditama.
Diharapkan konselor sekolah lebih kreatif dan inovatif Santrock, John W. 2003. Adolescence (Perkembangan
dalam pelaksanaan kegiatan layanan bimbingan konseling, Remaja).Penerjemah Shinto B. Adelar danSherly
baik secara klasikal maupun secara kelompok. Sehingga Saragih.Jakarta : Erlangga.
siswa dapat lebih antusias dan memahami peranan Setyawan, Dhoni. 2011. “Ayo, Minimalkan Angka Remaja
Putus Sekolah!”.
Bimbingan Konseling disekolah yang bermanfaat dan
Kompas.com.(Online),(http://edukasi.kompas.com/re
menyenangkan bagi siswa. ad/2011/07/22/08363633/Ayo.Minimalkan.Angka.Re
3. Bagi peneliti lain maja.Putus.Sekolah. Diakses pada 21 Januari 2015).
Dapat dijadikan acuan bagi peneliti lain untuk dapat .Diakses pada 19 Maret 2015).
mengoptimalkan kegiatan rapport agar ketika kegiatan Setyowati, Ana. Hartati, Sri dan Sawitri, Dian Ratna. 2010.
berlangsung siswa dapat menciptakan keterbukaan serta “Hubungan Antara KecerdasanEmosionaldengan
Resiliensi pada SIswa Penghuni Rumah Damai”
antusiasme siswa selama kegiatan berlangsung, serta lebih
.Jurnal Psikologi Undip, (Online), Volum 7 No. 1,
memanajemen waktu kegiatan agar dapat melaksanakan April 2010,
kegiatan dengan terstruktur, sehingga dapat memperoleh http://eprints.undip.ac.id/24783/1/Jurnal_KE_dan_Re
manfaat yang maksimal dari kegiatan RAP yang siliensi.pdf. Diunduh pada 21 Desember 2014).
dilaksanakan. Atau mungkin juga dapat melakukan Tirta, Ilham. 2014. “Depok Kewalahan Tangani Siswa
penelitian dengan menggunakan media dan penerapan lain Tawuran”. Tempo.co. (Online),
yang lebih kreatif. (http://www.tempo.co/read/news/2014/09/19/064608
015/Depok-Kewalahan-Tangani-Siswa-Tawuran
Yusuf LN, Syamsu.2011. Psikologi Perkembangan Anak
dan Remaja. Bandung : Rosdakarya.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian (Suatu
Pendekatan Praktik). Edisi Revisi. Jakarta:
Rineka Cipta.
Azwar, Syaifuddin. 2012. Reliabilitas dan Validitas. Edisi
Keempat. Yogyakarta : PustakaBelajar.
Bagaskorowati, Riana. 2010. Anak Berisiko (Identifikasi,
Asesmen, Dan Intervensi Dini).Bogor :Ghalia
Indonesia.
Baswedan, Anis R. 2014. “Gawat Darurat Pendidikan di
Indonesia”. Laporan Disampaikandalamsilaturrahmi
Kementrian dengan Kepala Dinas, 1 Desember 2014.
(Online),
(http://psma.kemdikbud.go.id/home/index.php?page=
opini_detail&id=Mjgy. Diunduh pada 11 Januari
2015).
Budi. 2015. “Kepala BNN Paparkan Masalah Narkotika
Kepada Mahasiswa Asing”. Badan NarkotikaNasional
Republik Indonesia.(Online),
(http://www.bnn.go.id/portal/index.php/konten/detail/
humas/berita/12614/kepala-bnn-paparkan-masalah-
narkotika-kepada-mahasiswa-asing.Diakses pada 17
Maret 2015).
Desmita. 2010. Psikologi Perkembangan Peserta Didik.
Bandung : Remaja Rosdakarya.
Geldard, Kathryn. 2012. Konseling Remaja (Intervensi
Praktis bagi Remaja Berisiko).Alih bahasa:Helly
Prajitno Soetjipto, MA dan Drs. Sri Mulyanti
Soetjipto. Yogyakarta : Pustaka Belajar.
Grotberg, Edith H. 1995. Full text Publication “A Guide to
Promoting Resilience in Children:Strengthening the
Human Spirit”. The International Resilience
Projectfrom the Early Childhood Development:
Practice and Reflections seriesBernard Van Leer

10

Anda mungkin juga menyukai