Anda di halaman 1dari 14

Awalia Herminasari (2011-031)

Nastiti Naresthi R. (2011-297)


Elda Nabiela Muthia (2011-338)

INTERAKSI KELUARGA PADA


REMAJA
PENDERITA SKIZOFRENIA :
TINJAUAN PSIKOKULTURAL
JAWA

LATAR BELAKANG DAN TUJUAN


Keluarga merupakan lembaga sosial pertama dan terpenting bagi seorang
anak untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Oleh karena itu, peran keluarga
sangatlah menentukan proses perkembangan seorang anak. Bagaimanakah
pengaruh keluarga terhadap perkembangan Skizofrenia pada remaja?
Kemudian bagaimanakah interaksi antaranggota keluarga pada remaja yang
mengalami Skizofrenia? Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
dinamika keluarga dari remaja yang mengalami Skizofrenia dan memberikan
gambaran tentang pengaruh keluarga terhadap perkembangan gangguan
Skizofrenia pada remaja di budaya Jawa.
Oleh karena itu, orang tua harus melakukan pensosialisasian nilai secara
komunikatif, berkesinambungan, dan konsisten terhadap anak. Selain itu, orang
tua harus mengerti kebutuhan anak untuk bersosialisasi dengan lingkungan dan
mengaktualisasikan diri dengan menyalurkan minatnya (melakukan katarsis dan
selfregulation).
Apabila keadaan ini tercapai, maka akan tercipta perbaikan suasana di
lingkungan keluarga, sehingga anak akan merasa nyaman di rumahnya sendiri.
Keadaan tersebut sangat mendukung proses pertumbuhan dan ketahanan
mental pada diri anak, sehingga munculnya Skizofrenia di lingkungan keluarga
dapat dicegah.

SUBJEK

3 orang remaja akhir (18-21 tahun),


didiagnosis mengidap skizofrenia,
berdomisili di Jawa Tengah, dan
memiliki orang tua yang berasal dari
suku jawa, tinggal dirumah dan dirawat
keluarga. sedang subjek partisipam
yang dibutuhkan adalah orang
yangvtinggal bersama dan mengenal
subjek dengan baik.

METODE PENELITIAN

menggunakan metode pendekatan studi kasus, dengan


teknik sebagai berikut:
1. wawancara untuk mendapatkan informasi-informasi
yang dibutuhkan seperti latar belakang, pola asuh,
perkembangan kasus skizofrenia subjek dan informasi
personal lainnya
2. observasi tindakan-tindakan yang dilakukan subjek
serta orang tua
3. dokumen atau rekap kasus dari psikiater yang
menanganinya.

Analisis Data

A. Mengatur informasi yang sudah dikumpulkan


Melakukan transkripsi (pemindahan hasil wawancara kedalam bentuk
tulisan)
B. Membaca dengan teliti informasi yang sudah diatur
Membaca ulang dengan teliti semua informasi, guna memeriksa ulang
informasi
C. Deskripsi analisis kasus
Uraian deskripsi :
Masa Kanak-Kanak dan Menjelang Remaja
Masa Remaja Menjelang Gangguan
Pada Saat Mengalami Gangguan
Keadaan Keluarga Setelah Subjek Mengalami Gangguan
D. Agregasi kategori
Pengelompokan informasi ke dalam beberapa kategori
E. Pola-pola kategori
Penyatuan ke dalam tema-tema tertentu
F. Interpretasi
Melakukan deskripsi analisis menyeluruh

Nilai Jawa

Sistem Religi dan Kepercayaan


Di alam pikirannya, orang Jawa percaya kepada suatu kekuatan
yang melebihi segal kekuatan di mana saja yang pernah dikenal,
yaitu kasekten dan makhluk-makhlu halus yang menempati alam di
sekitar mereka. Menurut kepercayaan, masing-masin makhluk
halus tersebut dapat mendatangkan kesuksesan, kebahagiaan,
ketentraman, keselamatan, tetapi sebaliknya bisa pula
menimbulkan gangguan pikiran, gangguan kesehatan, bahkan
kematian (Kodiran, dalam Koentjaraningrat, 2004, h. 347). Murphy
(dalam Matsumoto, 2004, h. 210) menyatakan bahwa pada budaya
yang lebih banyak percaya terhadap intervensi supranatural,
memiliki kecenderungan lebih tinggi mengalami gangguan
kejiwaan. Adanya kepercayaan terhadap magis atau mistik yang
berlebihan pada masyarakat Jawa, dapat dimungkinkan prevalensi
Skizofrenia di budaya Jawa akan cenderung tinggi.

Sistem Pergaulan Masyarakat Jawa


Menurut Greetz (dalam Suseno, 2001, h. 38) ada dua
kaidah yang paling menentukan dalam pola pergaulan
masyarakat Jawa. Kaidah pertama, manusia harus
bersikap untuk tidak menimbulkan konflik dengan
mengembangkan hidup rukun, sedangkan kaidah kedua
adalah manusia harus mampu membawa diri untuk
hormat kepada orang lain, sesuai dengan derajat dan
kedudukannya. Manusia Jawa, dalam hidupnya akan terusmenerus berada di bawah tekanan masyarakat untuk
bertindak sesuai dengan prinsip kerukunan dan hormat
tersebut. Kedua prinsip keselarasan itu menuntut agar
dorongan dirinya sendiri di tekan dan dikontrol secara tajam
(Suseno, 2001, h. 168).

Tata Nilai Budaya dan Mentalitas Manusia Jawa


Nilai adalah bagian dari wujud abstrak kebudayaan yang
menjadi pedoman bagi perilaku manusia. Keterkaitan antara nilai
dengan sikap hidup inilah yang biasa disebut sebagai mentalitas.
Salah satu sikap yang dianggap menonjol pada orang Jawa
adalah ketergantungannya pada masyarakat (Jatman, 1997, h.
23). Nilai-nilai di budaya Jawa akan menentukan tingkah laku
orang Jawa dalam hubungan sosialnya. Greetz (dalam
Koentjaraningrat, 1984, h. 251-255) memilih hormat sebagai
titik temu antara berbagai perasaan individu Jawa yang timbul
bila dirinya sedang berinteraksi dengan orang lain. Hormat
menunjukkan perasaan bahwa orang yang bersangkutan adalah
lebih tinggi derajadnya, dan mempunyai kewibawaan, dan
memang seharusnya dikagumi dan dihormati.

Pola Asuh dan Interaksi Keluarga di Budaya Jawa


Di dalam keluarga, anak akan banyak belajar secara praktis dengan
meneladani orang tua di lingkungan rumah. Geertz (1985, h. 151)
menyatakan bahwa di keluarga Jawa berkembang nilai-nilai tatakrama
penghormatan yang mengarah pada penampilan sosial yang harmonis.
Nilai tatakrama ini akan dipelajari anak secara alamiah di dalam
keluarganya.
Di Jawa, kehadiran seorang anak di tengah-tengah keluarga sangatlah
dinantikan. Alasan utamanya adalah faktor emosional. Oleh karena itu,
seorang anak di Jawa sudah banyak dilimpahi banyak perhatian sebelum
anak tersebut lahir. Geertz (dalam Koentjaraningrat, 1984, h. 106)
membuat gambaran mengenai cara wanita Jawa dalam merawat bayinya,
yang digambarkan sebagai hubungan yang santai, meladeni, hati-hati, dan
penuh dengan emosi. Pengasuhan pendidikan bagi seorang anak di Jawa,
sangatlah tergantung pada ibunya dan orang lain di sekelilingnya. Oleh
karena itu, anak di Jawa sangat terbatas kemampuannya untuk berdiri
sendiri (Koentjaraningrat, 1984, h. 122).

Hasil Penelitian
Berdasarkan

hasil analisis, peneliti menemukan beberapa fakta terkait


dengan kasus Skizofrenia yang dialami oleh ketiga subjek kasus. Di
lingkungan keluarga, ibu kurang berperan secara optimal, sehingga ibu
cenderung menjadi bad-enough mother. Selain itu, kedudukan ibu lebih lemah
dari pada bapak, sehingga ibu hanya cenderung menurut kepada bapak.
Bapak memiliki kedudukan yang paling kuat dan berperan lebih aktif, sehingga
bapak menjadi figur sentral dan memegang keputusan keluarga. Pola
pengasuhan yang diterapkan cenderung mengekang (kurang memberi
toleransi kepada anak) dan sering melakukan tindakan kekerasan.

Kesimpulan
Hubungan antara ibu dan anak di masa balita pada kehidupan
masyarakat Jawa, secara umum sangatlah dekat dan berarti bagi
proses perkembangan fisik, psikis, dan sosial bagi anak. Namun,
dalam kasus pada penelitian ini jalinan hubungan ini kurang baik,
sehingga berpengaruh pada proses perkembangan subjek kasus
secara keseluruhan. Pada penelitian ini ditemukan fakta bahwa peran
dan kedudukan bapak pada ketiga subjek kasus sangatlah superior
dan dominan. Keadaan tersebut sesuai dengan kondisi di lingkungan
budaya Jawa yang menuntut anak untuk dapat menunjukkan
suasana hubungan yang bernuansa hormat (aji) terhadap bapak.
Namun kenyataannya ketiga subjek kasus kurang dapat
menunjukkan suasana hubungan sesuai dengan harapan dari orang
tuanya. Sikap dan perilaku kurang hormat itu ditunjukkan seperti
perilaku membantah pendapat dan nasehat orang tua, cenderung
enggan melaksanakan perintah dan permintaan orang tua ketika
diminta untuk membantunya.

Pola interaksi yang terjalin di antara anggota keluarga ketiga subjek


kasus lebih bersifat renggang, dingin, dominatif, dan agresif searah.
Pola interaksi di lingkungan keluarga tersebut lebih banyak
dikendalikan oleh bapak. Pola interaksi yang bersifat dominatif dan
agresif searah ini jarang menimbulkan pertengkaran secara terbuka.
Namun, banyak menimbulkan konflik terpendam pada anggota
keluarga yang banyak mendapat serangan agresi dari anggota
keluarga yang lain. Di lingkungan rumah, Subjek GA, RK, dan ZS
menjadi anggota keluarga yang banyak mendapatkan serangan
agresi. Terutama dari kedua orang tua mereka, khususnya bapak
atau Pak Dhe. Keadaan ini dapat terjadi karena posisi mereka
sebagai anak pertama. Di lingkungan keluarga Jawa, anak pertama
menjadi harapan utama dan tulang punggung keluarga. Oleh karena
itu, orang tua banyak memberikan tuntutan kepada mereka. Tuntutan
tersebut lebih banyak dan lebih berat dari pada adik-adiknya.

SARAN

Masih banyak hal yang masih harus


diselami lebih dalam lagi, seperti bahwa
mengapa semua subjek adalah anak
pertama? Apa karena budaya jawa yang
sangat menganggap berharga anak
pertama sehingga menimbulkan tekanan?
Bagaimana dengan anak kedua dan
seterusnya padahal mereka dibesarkan
dengan pola asuh yang sama?

thank you
any questions?

Anda mungkin juga menyukai