Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Beban Kerja

1. Pengertian
Beban kerja merupakan sekumpulan kegiatan yang harus diselesaikan oleh
unit organisasi dalam jangka waktu tertentu (Huber, 2011). Menurut
Notoadmodjo (2003) bahwa setiap pekerjaan apapun jenisnya baik memerlukan
kekuatan otot maupun pikiran merupakan suatu beban bagi yang melakukan.
Beban kerja dapat berupa beban kerja fisik dan beban kerja psikologis. Beban
kerja fisik dapat berupa beratnya pekerjaan seperti mengangkat, merawat,
mendorong. Sedangkan beban kerja psikologis dapat berupa sejauh mana tingkat
keahlian dan prestasi kerja yang dimiliki individu dengan individu lainnya
(Munandar, 2013).
Beban kerja perawat harus disesuaikan dengan kuantitas dimana pekerjaan
yang harus dikerjakan terlalu banyak/ sedikit maupun secara kualitas dimana
pekerjaan yang dikerjakan membutuhkan keahlian. Bila banyaknya tugas tidak
sebanding dengan kemampuan baik fisik maupun keahlian dan waktu yang
tersedia maka akan menjadi sumber stres (Ilyas, 2011). Dari beberapa pendapat
yang dikemukakan oleh para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa beban kerja
adalah tugas atau pekerjaan yang harus dikerjakan oleh seorang perawat dengan
baik.
Menurut Munandar (2013) beban kerja yang berlebihan meliputi :
a. Harus melaksanakan observasi pasien secara ketat selama jam kerja.
b. Banyaknya pekerjaan dan beragamnya pekerjaan yang harus dikerjakan.
c. Kontak langsung perawat dan pasien secara terus menerus selama jam kerja.
d. Rasio perawat dan pasien.
e. Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki perawat tidak mampu
mengimbangi sulitnya pekerjaan di rumah sakit.
f. Tanggung jawab yang tinggi terhadap asuhan keperawatan pasien kritis.

6
7

g. Harapan pimpinan rumah sakit terhadap pelayanan yang berkualitas.


h. Tuntutan keluarga pasien terhadap keselamatan pasien.
i. Setiap saat dihadapkan pada pengambilan keputusan yang tepat
j. Tugas memberikan obat secara intensif.
k. Menghadapi pasien dengan karakteristik tidak berdaya, koma dan kondisi
terminal.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi beban kerja yaitu:


Menurut Munandar (2013), faktor-faktor yang mempengaruhi beban kerja antara
lain:
a. Faktor eksternal yaitu beban yang berasal dari luar tubuh pekerja, seperti :
1) Tugas-tugas yang dilakukan yang bersifat fisik seperti stasiun kerja, tata ruang,
tempat kerja, alat dan sarana kerja, kondisi kerja, sikap kerja, sedangkan tugas-
tugas yang bersifat mental seperti kompleksitas pekerjaan, tingkat kesulitan
pekerjaan dan tanggung jawab pekerjaan.
2) Organisasi kerja seperti lamanya waktu kerja, waktu istirahat, kerja bergilir,
kerja malam, sistem pengupahan, model struktur organisasi, pelimpahan tugas dan
wewenang.
3) Lingkungan kerja adalah lingkungan kerja fisik, lingkungan kimiawi,
lingkungan kerja biologis dan lingkungan kerja psikologis.
b. Faktor internal
Merupakan faktor yang berasal dari dalam tubuh itu sendiri akibat dari
reaksi beban kerja eksternal. Reaksi tubuh disebut strain, berat ringannya strain
dapat dinilai baik secara obyektif maupun subyektif. Faktor internal meliputi
faktor somatis (jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, status gizi, kondisi kesehatan),
faktor psikis (motivasi, persepsi, kepercayaan dan keinginan).

3. Dampak beban kerja


Beban kerja yang terlalu berlebihan akan mengakibatkan stres kerja baik
fisik maupun psikis dan reaksi-reaksi emosional, seperti sakit kepala, gangguan
pencernaan dan mudah marah. Sedangkan pada beban kerja yang terlalu sedikit
dimana pekerjaan yang dilakukan karena pengulangan gerak yang menimbulkan
8

kebosanan. Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari karena tugas atau pekerjaan
yang terlalu sedikit mengakibatkan kurangnya perhatian pada pekerjaan sehingga
secara potensial membahayakan pekerja (Suyanto, 2008).

4. Pengukuran beban kerja


Pengukuran beban kerja dapat dilakukan menggunakan kuesioner yaitu
dengan cara mengumpulkan data yang diperlukan untuk mengukur indikator-
indikator yang telah dipilih. Indikator tersebut sangat diperlukan sebagai ukuran
tidak langsung mengenai standar dan penyimpangan yang diukur melalui
sejumlah tolak ukur atau ambang batas yang digunakan oleh organisasi
merupakan penunjuk derajat beban kerja terhadap standar tersebut. Pengukuran
beban kerja terdiri dari pernyataan beban kerja berat diberikan skor 1, beban kerja
sedang diberikan skor 2, beban kerja ringan diberikan skor 3 dan tidak menjadi
beban kerja diberikan skor 4. Pengukuran dikategorikan menjadi 4 yaitu skor 1-15
termasuk beban kerja berat, skor 16-30 termasuk beban kerja sedang, skor 31-44
termasuk beban kerja ringan dan skor ≥45 termasuk tidak ada beban (Mastini,
2013).

5. Klasifikasi pelayanan IGD


Menurut Oman (2008) klasifikasi pelayanan IGD berdasarkan tingkat
prioritas (labeling) meliputi:
a. Priorias I (merah)
Mengancam nyawa atau fungsi vital, perlu resusitasi dan tindakan bedah
segera, mempunyai kesempatan hidup yang paling besar. Penanganan dan
pemindahan bersifat segera yaitu gangguan pada jalan nafas, pernafasan dan
sirkulasi. Contohnya sumbatan jalan nafas, tension pneumothorak, syok
temoragik, luka terpotong pada tangan dan kaki, combustio (luka bakar) tingkat II
& III> 25%.
b. Prioritas II (kuning)
Potensial mengancam nyawa atau fungsi vital bila tidak segera ditangani
dalam jangka waktu singkat. Penanganan dan pemindahan bersifat jangan
9

terlambat. Contohnya patah tulang besar, combustio (luka bakar) tingkat II & III
<25% trauma thorak/ abdomen, trauma bola mata.
c. Prioritas III (hijau)
Perlu penanganan seperti pelayanan biasa, tidak perlu segera. Penanganan
dan pemindahan bersifat terakhir. Contohnya luka superficial, luka-luka ringan.
d. Prioritas 0 (hitam)
Kemungkinan hidup sangat kecil, luka sangat parah. Hanya perlu terapi
suportif. Contohnya jantung henti kritis, trauma kepala kritis.

6. Pelayanan IGD
Menurut Oman (2008) pelayanan IGD harus memiliki kemampuan
minimal sebagai berikut:
a. Membuka dan membebaskan jalan nafas (airway)
b. Memberikan ventilasi pulmoner dan oksigenisasi (breathing)
c. Memberikan sirkulasi artificial dengan jalan massage jantung luar (circulation)
d. Menghentikan pendarahan, balut bidai, transportasi, pengenalan & penggunaan
obat resusitasi, membuat & membaca rekaman EKG.

7. Peranan perawat IGD


Menurut Oman (2008) peranan perawat IGD yaitu:
a. Mampu mengenal klarifikasi pasien: fase emergency, ringan, berat mengancam
jiwa, Death on arrival (DOA).
b. Mampu mengatasi: kejang syok, gawat nafas, kegagalan jantung, kegagalan
paru, kegagalan otak, kejang, koma, perdarahan, nyeri hebat daerah pinggul,
kasus orthopedic.
c. Mampu melakukan pencatatan dan laporan pelayanan asuhan keperawatan.
d. Mampu berkomunikasi secara intern (secara tim kesehatan dan departemen
kesehatan, klien, keluarga dan pimpinan) maupun secara ekstern (antar rumah
sakit, dinas kesehatan dan departemen kesehatan).
10

8. Standar minimum pelayanan gawat darurat


Menurut Oman (2008) tingkat pelayanan rawat darurat harus disesuaikan
dengan kelas rumah sakit. Tingkat pelayanan itu ditentukan oleh jumlah staf serta
kerja sama antar tim, fasilitas pelayanan penunjang, jumlah dan macam kunjungan
pasien yang datang.

B. Kepuasan Kerja

1. Pengertian
Bekerja merupakan suatu bentuk aktivitas yang bertujuan untuk
mendapatkan kepuasan (Nursalam, 2011). Kepuasan kerja merupakan sikap
positif terhadap pekerjaan pada diri seseorang. Pada dasarnya kepuasan kerja
merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu akan memiliki tingkat
kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada
dirinya. Biasanya orang akan merasa puas atas kerja yang telah atau sedang
dijalankan, apabila apa yang dikerjakan dianggap telah memenuhi harapan, sesuai
dengan tujuannya bekerja. Apabila seseorang mendambakan sesuatu, berarti yang
bersangkutan memiliki suatu harapan dan dengan demikian akan termotivasi
untuk melakukan tindakan ke arah pencapaian harapan tersebut. Jika harapan
tersebut terpenuhi, maka akan dirasakan kepuasan. Kepuasan kerja menunjukkan
kesesuaian antara harapan seseorang yang timbul dan imbalan yang disediakan
pekerjaan, sehingga kepuasan kerja juga berkaitan erat dengan teori keadilan,
perjanjian psikologis dan motivasi (Robbins & Judge, 2009).
Mangkunegara (2009) mendefinisikan kepuasan kerja mencerminkan
perasaan karyawan terhadap pekerjaannya. Hal ini nampak dari sikap positif
karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan
kerjanya. Kepuasan kerja karyawan memiliki dampak yang penting dalam
meningkatkan motivasi kerja. Hal ini dapat terlihat nyata dalam kesesuaian antara
harapan seseorang terhadap pekerjaannya dengan apa yang didapatkan dari
pekerjaan itu sendiri.
11

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja


Menurut Mangkunegara (2009) mengungkapkan terdapat dua faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja yaitu :
a. Faktor pegawai, yaitu : kecerdasan, kecakapan, jenis kelamin, kondisi fisik,
pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja dan sikap kerja.
b. Faktor pekerjaan, yaitu : jenis pekerjaan, struktur organisasi, jabatan, jaminan
finansial dan beban kerja.

3. Teori tentang kepuasan kerja


Menurut Munandar (2013) terdapat tiga teori tentang kepuasan kerja yaitu:
a. Teori Pertentangan (Discrepancy Theory)
Teori pertentangan dari Locke menyatakan bahwa kepuasan atau
ketidakpuasan terhadap beberapa aspek dari pekerjaan mencerminkan
pertimbangan dua nilai yaitu pertentangan yang dipersepsikan antara apa yang
diinginkan seseorang individu dengan apa yang ia terima dan pentingnya apa yang
diinginkan bagi individu. Misalnya untuk seseorang tenaga kerja, satu aspek dari
pekerjaannya (misalnya: peluang untuk maju) sangat penting, lebih penting dari
aspek-aspek pekerjaan lain (misalnya penghargaan), maka untuk tenaga kerja
tersebut kemajuan harus dibobot lebih tinggi daripada penghargaan.
Menurut Locke seseorang individu akan merasa puas atau tidak puas
merupakan sesuatu yang pribadi, tergantung bagaimana ia mempersepsikan
adanya kesesuaian atau pertentangan antara keinginan-keinginannya dan hasil
keluarannya. Tambahan waktu libur akan menunjang kepuasan tenaga kerja yang
menikmati waktu luang setelah bekerja, tetapi tidak akan menunjang kepuasan
kerja seorang tenaga kerja lain yang merasa waktu luangnya tidak dapat
dinikmati. Contohnya, seorang yang berkepribadian tipe A atau seorang yang
kecanduan kerja (workaholic) tidak akan senang jika mendapat waktu libur
tambahan.
b. Model dari Kepuasan Bidang/ Bagian (Facet Satisfaction)
Model Lawler dari kepuasan bidang berkaitan erat dengan teori keadilan
dari Adams. Menurut model Lawler orang akan puas dengan bidang tertentu dari
12

pekerjaan mereka (misalnya dengan rekan kerja, atasan, gaji) jika jumlah dari
bidang mereka persepsikan harus mereka terima untuk melaksanakan kerja
mereka sama dengan jumlah yang mereka persepsikan dari yang secara aktual
mereka terima.
Misalnya persepsi seorang tenaga kerja terhadap jumlah honorarium yang
seharusnya ia terima berdasarkan unjuk kerjanya dengan persepsinya tentang
honorarium yang secara aktual ia terima. Jika individu mempersepsikan jumlah
yang ia terima sebagai lebih besar daripada yang sepatutnya ia terima, ia akan
merasa salah dan tidak adil. Sebaliknya jika ia mempersepsikan bahwa yang ia
terima kurang dari yang sepatutnya ia terima maka ia akan merasa tidak puas.
Menurut Lawler jumlah dari bidang yang dipersepsikan orang tergantung
dari bagaimana orang mempersepsikan masukan pekerjaan, ciri-ciri pekerjaannya
dan bagaimana mereka mempersepsikan masukan dan keluaran dari orang lain
yang dijadikan pembanding bagi mereka.
c. Teori Proses-Bertentangan (Opponent Process Theory)
Teori proses bertentangan dari Landy memandang kepuasan kerja dari
perspektif yang berbeda secara mendasar daripada pendekatan yang lain. Teori ini
menekankan bahwa orang ingin mempertahankan suatu keseimbangan emosional
(emotional equilibrium). Kepuasan atau ketidakpuasan kerja (dengan emosi yang
berhubungan) memacu mekanisme fisiologikal dalam sistem saraf pusat yang
membuat aktif emosi yang bertentangan atau berlawanan. Dihipotesiskan bahwa
emosi yang berlawanan, meskipun lebih lemah dari emosi yang asli, akan terus
ada dalam jangka waktu yang lebih lama.

4. Pengukuran Kepuasan Kerja


Menurut Robbins & Judge (2009) bahwa dimensi pengukuran kepuasan
kerja diantaranya :
a. Gaji
Sebagai tenaga kerja yang menginginkan gaji dan kebijakan yang adil,
tidak meragukan dan segaris dengan penghargaan mereka. Gaji dilihat adil apabila
didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, standar
13

penggajian dan komunitas. Mengenai gaji ini tidak semua tenaga kerja akan
mengejar gaji ini, karena banyak tenaga kerja yang bersedia menerima gaji yang
lebih kecil untuk bekerja di lokasi yang lebih diinginkan.
b. Fasilitas
Pegawai biasanya sangat memperhatikan lingkungan dan fasilitas tempat
kerja mereka untuk kenyamanan pribadi dan untuk mendukung pekerjaan mereka.
c. Hubungan kerja
Untuk sebagian besar pegawai, tempat kerja juga merupakan tempat
bersosialisasi, sehingga sangat penting bagi mereka untuk memiliki rekan kerja
yang mendukung dan dapat bekerjasama dengan baik.
d. Kesesuaian kerja
Pegawai cenderung akan merasa puas jika ada kesesuaian antara
kepribadian, pekerjaan serta teman-teman yang senantiasa berinteraksi dalam
pelaksanaan pekerjaan dengannya. Seseorang dapat merasakan rekan kerjanya
sangat menyenangkan atau tidak menyenangkan.
e. Pengawasan
Kemampuan atasan untuk memberikan dukungan secara teknis dan
dukungan perilaku kerja (dukungan sosial), seperti dalam atasan yang berusaha
memberikan perhatian, melakukan pengawasan dengan baik terhadap tenaga
kerjanya.
f. Promosi
Promosi adalah perencanaan karir seseorang pada pekerjaan yang lebih
baik dalam bentuk tanggung jawab yang lebih besar, prestise atau status yang
lebih, skill yang lebih besar dan khususnya meningkatnya upah atau gaji. Dalam
era manajemen modern, promosi telah dianggap sebagai imbalan yang cukup
efektif untuk meningkatkan moral pekerja dan meningkatkan loyalitas terhadap
organisasi. Selain itu, promosi berfungsi sebagai perangsang bagi mereka yang
memiliki ambisi dan prestasi kerja tinggi. Dengan demikian, usaha-usaha
menciptakan kepuasan atau komponen promosi dapat mendorong mereka untuk
berprestasi lebih baik di masa-masa yang akan datang.
14

Pengukuran kepuasan kerja perawat dapat dilakukan menggunakan


kuesioner yaitu dengan cara mengumpulkan data yang diperlukan untuk
mengukur indikator-indikator yang telah dipilih. Indikator tersebut sangat
diperlukan sebagai ukuran tidak langsung mengenai standar dan penyimpangan
yang diukur melalui sejumlah tolak ukur atau ambang batas yang digunakan oleh
organisasi merupakan penunjuk derajat kepuasan kerja terhadap standar tersebut.
Pengukuran menggunakan skala likert yang terdiri dari pernyataan sangat tidak
puas diberikan skor 1, tidak puas diberikan skor 2, cukup puas diberikan skor 3,
puas diberikan skor 4 dan sangat puas diberikan skor 5. Pengukuran dikategorikan
menjadi 4 yaitu skor 20-40 termasuk tidak puas, skor 41-60 termasuk cukup puas,
skor 61-80 termasuk puas dan skor 81-100 termasuk sangat puas (Mustriwati dkk,
2013).

C. Hubungan Beban Kerja Dengan Tingkat Kepuasan Kerja Perawat Di


Ruang IGD BRSU Tabanan
Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan salah satu bagian dari rumah
sakit dimana seorang perawat mengalami beban kerja yang tinggi adalah yang
menjadi tujuan pertama kali pasien yang mengalami keadaan darurat untuk segera
mendapatkan pertolongan pertama. Sehingga perawat yang bertugas di IGD selalu
ada setiap saat karena pasien atau orang yang membutuhkan pelayanan di IGD
dapat datang setiap waktu. Perawat di IGD dalam pengabdiannya tidak hanya
berhubungan dengan pasien, tetapi juga dengan keluarga pasien, teman pasien,
rekan kerja sesama perawat, berhubungan dengan dokter dan peraturan yang ada
di tempat kerja serta beban kerja yang terkadang dinilai tidak sesuai dengan
kondisi fisik, psikis dan emosionalnya. Melihat beban pekerjaan yang dilakukan
oleh seorang perawat di IGD dapat menjadi suatu permasalahan yang serius dalam
kualitas pelayanan kepada pasien (Almasitoh, 2011).
Beban kerja pada perawat merupakan salah satu permasalahan dalam
manajemen sumber daya manusia di Rumah Sakit (WHO, 2010 dalam Haruna,
2013). Beban kerja juga mempengaruhi kepuasan kerja seorang perawat
(Prabawati, 2012). Bekerja di ruang IGD dalam setiap kesempatan akan menemui
15

pasien yang memiliki karakteristik bervariasi yang berdampak pada kondisi dan
beban kerja yang berbeda. Untuk itu perawat harus sebagai komponen tenaga
serba bisa, memiliki inisiatif, berprilaku kreatif serta memiliki wawasan yang luas
dengan motivasi kerja keras, cerdas, ikhlas dan kerja berkualitas. Jenis pasien
yang dirawat di ruangan darurat rumah sakit dipandang sebagai tuntutan terhadap
pelayanan kesehatan, jika tidak dikelola dengan baik maka akan dapat
mempengaruhi tingkat kepuasan kerja perawat tersebut. Oleh karena itu beban
kerja yang ada juga harus dapat mengimbangi tingkat kepuasan kerja perawat
yang dimiliki oleh perawat.
Hasil penelitian Mastini (2013) yang berjudul Hubungan Pengetahuan,
Sikap Dan Beban Kerja Dengan Kelengkapan Pendokumentasian Asuhan
Keperawatan Irna Di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar menyatakan
bahwa beban kerja perawat sangat berpengaruh terhadap kelengkapan
pendokumentasian asuhan keperawatan di ruang medical surgical RSUP Sanglah
Denpasar, dimana beban kerja sebagian besar tergolong katagori tingkat tinggi
(70%) dan 30% tergolong sedang. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Mustriawati (2013) yang berjudul Hubungan Motivasi Dengan Kepuasan Kerja
Perawat Di Ruang Angsa Dan Ruang Kaswari RSUD Wangaya menunjukkan
bahwa dari 26 responden sebagaian besar perawat yaitu sebanyak 15 orang atau
46,9% mengatakan cukup puas dengan pekerjaan yang dilakukannya. Hasil
penelitian Prabawati (2012) yang berjudul Hubungan Beban Kerja Mental Dengan
Stres Kerja Pada Perawat Bagian Rawat Inap RSJD Dr. R. M. Soedjarwati Klaten
menyatakan bahwa beban kerja mental tinggi 50 % dan 50 % beban kerja mental
sedang. Hasil penelitian Haryanti dkk (2013) yang berjudul Hubungan Antara
Beban Kerja Dengan Stres Kerja Perawat Di Instalasi Gawat Darurat RSUD
Kabupaten Semarang menyatakan bahwa beban kerja perawat sebagian besar
adalah tinggi yaitu sebanyak 27 responden (93,1%) dan yang rendah pada 2
responden (6,0%).
Hasil penelitian Solang dkk (2013) yang berjudul Hubungan Beban Kerja
Dengan Kinerja Perawat Dalam Mengimplementasikan Asuhan Keperawatan Di
Ruang IGD RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo menyatakan bahwa
16

beban kerja perawat sebagaian besar adalah berat yaitu sebanyak 56,7% dan
beban kerja ringan sebanyak 43,3%. Hasil penelitian Yanidrawati dkk (2011) yang
berjudul Hubungan Kepuasan Kerja Dengan Kinerja Perawat Di Ruang Rawat
Inap Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bekasi menyatakan bahwa perawat
sebagaian besar perawat merasa tidak puas dalam bekerja yaitu sebanyak 92,96%
dan hanya 7,04 % perawat yang merasa puas dalam bekerja.

Anda mungkin juga menyukai