Anda di halaman 1dari 19

KENDALA PENERAPAN PRINSIP RESTORATIVE JUSTICE DALAM

PERKARA TINDAK PIDANA ANAK

CONSTRAINTS OF RESTORATIVE JUSTICE PRINCIPLES IN


CHILDREN'S CRIMINAL ACTION
Renita Dharma Pratiwi1, Moch. Ardi2, Rosdiana3
Fakultas Hukum Universitas Balikpapan
Jl. Pupuk Raya, Gn. Bahagia, Balikpapan Selatan
renitapratiwi38@gmail.com

ABSTRAK
Restorative justice adalah merupakan suatu bentuk model pendekatan baru dalam penyelesaian
perkara pidana. Pendekatan restorative justice terfokus pada pelaku, korban dan masyarakat dalam
proses penyelesaian kasus hukum yang terjadi diantara mereka. Pada prakteknya masih terdapat anak
yang dijatuhi tindak pidana penjara serta dijatuhi vonis hukuman mati tanpa melihat konsep diversi
yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Faktor-faktor apakah yang menjadi kendala bagi
penegak hukum dalam penerapan prinsip restorative justice dalam perkara tindak pidana anak. Metode
penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan
cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan cara
mengadakan penelusuran terhadap Peraturan-peraturan dan literatur-literatur yang berkaitan dengan
permasalahan yang diteliti. Berdasarkan hasil penelitian, bahwa faktor-faktor yang menjadi kendala
bagi penegak hukum dalam penerapan prinsip restorative justice dalam perkara tindak pidana anak
belum maksimal dikarenakan beberapa faktor, yaitu faktor hukumnya sendiri, faktor penegak hukum,
faktor sarana atau fasilitas, faktor masyarakat dan faktor kebudayaan.
Kata Kunci: Restorative justice, Diversi, Pidana Anak.

ABSTRACT
Restorative Justice is a form of a new approach model in solving criminal cases. The restorative
justice approach focuses on the perpetrators, victims and the community in the process of resolving
legal cases that occur between them. In practice there are still children who have been sentenced to
prison and sentenced to death sentences regardless of the concept of diversion contained in Law
Number 11 of 2012 regarding Criminal Justice System of Children. The formulation of the problem in
this study is what factors are obstacles for law enforcers in the application of the principles of
Restorative Justice in cases of child crime. The research method uses a normative juridical approach,
namely legal research conducted by examining library materials or secondary data as the basic
material to be examined by conducting a search of the rules and the literature relating to the problems
under study. Based on the results of the study, that the factors that become obstacles for law enforcers
in the application of the principles of Restorative Justice in cases of child crime have not been
maximized due to several factors, namely legal factors themselves, law enforcement factors, facilities
or facilities, community factors, cultural factor.

Keyword: Restorative Justice, Diversion, child crime.

1
Mahasiswa Fakultas Hukum
2
Dosen Fakultas Hukum
3
Dosen Fakultas Hukum
Jurnal Lex Suprema
ISSN: 2656-6141 (online)
Volume 1 Nomor II September 2019
Artikel

I. PENDAHULUAN berpartisipasi secara optimal sesuai


A. Latar Belakang harkat dan martabat kemanusiaan.
Perkembangan kemajuan atau Undang-undang itu juga bertujuan
modernisasi membawa konsekuensi melindungi anak agar mendapatkan
setiap negara yang ikut menyesuaikan perlindungan dari kekerasan dan
diri dengan modernisasi tersebut. diskriminasi, demi terwujudnya anak
Tentunya dalam hal itu, memberikan Indonesia yang berkualitas, sehat, cerdas,
dampak positif dan dampak negatif untuk berakhlak mulia dan sejahtera.
setiap kemajuan yang ada. Salah satu dari Tindak pidana yang terjadi saat ini
dampak negatif yang dapat ditimbulkan dimasyarakat bukan saja pelakunya orang
dari sebuah kemajuan adalah dewasa, bahkan terjadi kecenderungan
meningkatnya krisis moral dimasyarakat pelakunya adalah masih tergolong usia
yang berpotensi terjadinya pelanggaran anak-anak. Oleh karena itu, berbagai
hukum dalam berbagai bentuk. Arah upaya pencegahan dan penanggulangan
kebijakan hukum bertujuan menjadikan kenakalan anak terus dilakukan. Salah
hukum sebagai aturan yang memberi satunya upaya Pemerintah dalam
perlindungan terhadap setiap hak-hak melakukan pencegahan dan
warga negara. Seiring perkembangan penanggulangan yaitu dengan
dibutuhkan pemikiran pemikiran baru menyelenggarakan sistem peradilan
mengenai arah kebijakan hukum dimasa pidana anak melalui Undang-Undang
depan. Kejahatan yang terjadi Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem
dimasyarakat tidak hanya melibatkan Peradilan Pidana Anak dengan tujuan
orang dewasa saja melainkan juga pada agar dapat terwujud peradilan yang
anak anak dibawah umur. benar-benar menjamin perlindungan
Negara Indonesia adalah negara terbaik terhadap anak yang berkonflik
hukum dalam Konstitusi Undang-Undang dengan hukum sebagai penerus bangsa.
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Salah satu bentuk perlindungan terhadap
1945. Negara Indonesia telah anak yang berkonflik dengan hukum
memberikan perlindungan kepada anak melalui diversi. Model diversi
melalui berbagai Peraturan Perundang- dimaksudkan untuk menghindari dan
Undangan diantaranya Undang-Undang menjauhkan anak dari proses peradilan
Nomor 11 Tahun 2012 Tentang secara formal sehingga dapat
Peradilan Anak, Undang-Undang Nomor menghindari stigmatisasi terhadap anak
39 tentang Hak Asasi Manusia dan yang berkonflik dengan hukum dan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 diharapkan anak dapat kembali kedalam
perubahan atas Undang-Undang Nomor lingkungan sosial secara wajar. Proses itu
35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan harus bertujuan pada terciptanya keadilan
Anak. Anak merupakan aset bangsa, restorative, baik bagi anak maupun bagi
sebagai bagian dari generasi muda anak korban.
berperan sangat strategis sebagai Pelaksanaan diversi dilatar belakangi
successor suatu bangsa. Dalam konteks keinginan untuk menghindari efek
Indonesia, anak adalah penerus cita-cita negatif, khususnya terhadap jiwa dan
perjuangan suatu bangsa. Undang- perkembangan anak yang berpotensi
Undang Nomor 17 Tahun 2016 terjadi apabila penyelesaian proses
Perubahan atas Undang-Undang Nomor pidananya dilakukan melalui system
35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan
Anak bertujuan untuk menjamin
terpenuhinya hak-hak anak agar anak
dapat hidup, tumbuh berkembang dan
2
Jurnal Lex Suprema
ISSN: 2656-6141 (online)
Volume 1 Nomor II September 2019
Artikel

peradilan pidana.4 Penerapan ketentuan mencari suatu solusi alternatif


diversi merupakan hal yang penting, bagaimana menghindarkan anak dari
karena dengan diversi maka hak-hak anak suatu sistem peradilan pidana formal,
dapat lebih terjamin dan menghindarkan penempatan anak dalam penjara. Salah
anak yang berkonflik dengan hukum dari satu solusinya adalah dengan
stigma anak nakal, karena tindak pidana mengalihkan atau menempatkan ke luar
yang diduga melibatkan seorang anak pelaku tindak pidana anak dari sistem
sebagai pelaku dapat ditangani tanpa peradilan pidana, artinya tidak semua
perlu melalui proses hukum. Peradilan masalah perkara anak yang berhadapan
anak dengan menggunakan diversi dalam dengan hukum mesti diselesaikan melalui
restorative justice berangkat dari asumsi jalur peradilan formal, dan memberikan
bahwa tanggapan atau reaksi terhadap alternatif bagi penyelesaian dengan
perilaku delikuensi anak tidak efektif pendekatan keadilan demi kepentingan
tanpa adanya kerja sama dan keterlibatan terbaik bagi anak dan dengan
dari korban, pelaku, dan masyarakat. mempertimbangkan keadilan bagi yang
Dalam menangani anak sebagai disebut pendekatan restorative justice.
pelaku tindak pidana, Polisi senantiasa Keadilan restoratif ini dapat disebut
harus memperhatikan kondisi anak yang sebagai model penegakan hukum
berbeda dari orang dewasa. Fetri A. paradigma baru untuk merespon
Tarigan5 mengatakan keuntungan diversi ketidakpuasan atas bekerjanya sistem
dilakukan pada tahap penyidikan yaitu peradilan pidana yang lebih menekankan
Kepolisian merupakan satu-satunya pada proses hukum. ”Praktek hukum oleh
lembaga penegakan hukum yang luas penegak hukum yang terjadi di Indonesia
jangkauannya sehingga secara struktural cenderung selalu bertumpu pada pijakan
berada paling dekat dan paling mudah berpikir legisme sebagai ciri utama dari
dijangkau oleh masyarakat serta secara positivisme hukum.7 Ketidakadilan yang
kelembagaan aparat Kepolisian lebih terjadi dalam penganan hukum oleh
banyak walaupun belum semua anggota penegak hukum adalah suatu ironi karena
Polri memiliki komitmen untuk sungguh- sesungguhnya wujud hukum sendiri
sungguh menangani kasus anak dan oleh bercita-cita keadilan (gerechtigheit).8
karena Polisi aparat penegak hukum yang Konsep restorative justice yang
pertama yang bergerak pada proses tertuang dalam Undang-Undang Nomor
peradilan pidana maka diversi ditingkat 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan
Kepolisian mempunyai makna memberi Anak memberi ruang terhadap
jaminan kepada anak untuk sedini perlindungan dan penghargaan kepada
mungkin dihindarkan dari proses serta kepentingan antara dan pelaku
peradilan pidana. tindak pidana. Konsep restorative justice
Anak dalam sistem peradilan pidana mengedepankan perbaikan hubungan
anak adalah anak yang berhadapan antara korban dengan pelaku tindak
dengan hukum.6 Kedudukan anak pidana. Dengan adanya konsep ini
dimasyarakat yang masih membutuhkan
perlindungan dapat dijadikan dasar untuk 7
ASukris Sarmadi, “Membebaskan Positivisme
Hukum Ke Ranah Hukum Progresif (Studi
4
Fetri AR Tarigan, “Upaya Diversi Bagi Anak Pembacaan Teks Hukum Bagi Penegak
Dalam Proses Peradilan,” Lex Crimen 4, no. 5 Hukum),” Jurnal Dinamika Hukum 12, no. 2
(2015): hlm 106. (2012): hlm 332.
5 8
Ibid. Agus Raharjo and Angkasa Angkasa,
6
Setya Wahyudi, Implementasi Ide Diversi Dalam “Profesionalisme Polisi Dalam Penegakan
Pembaruan Sistem Peradilan Pidana Anak Di Hukum,” Jurnal Dinamika Hukum 11, no. 3
Indonesia (Genta Pub., 2011), hlm 35. (2011): hlm 385.
3
Jurnal Lex Suprema
ISSN: 2656-6141 (online)
Volume 1 Nomor II September 2019
Artikel

diharapkan mampu memberikan keadilan Restorative Dalam Penyelesaian Perkara


bagi korban maupun pelaku tindak pidana Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum
yang dilakukan oleh anak. Prinsip Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak
Restorative Justice ini memposisikan oleh penulis Andri Winjaya Laksana,
proses pemidanaan sebagai “The Last Universitas Islam Sultan Agung. Namun
Resort” bukan “The First Resort”. pembahasan yang diangkat mengkaji
Hal ini bertujuan agar anak dapat Keadilan Restorative dan mediasi penal
memperbaiki dirinya sesuai dengan dalam penyelesaian anak yang
kehendak dan kepentingan bagi si anak berhadapan dengan hukum dalam sistem
(The Best Interest of The Child) ketika peradilan anak, sedangkan penelitian
dirinya berhadapan dengan hukum. penulis membahas secara spesifik tentang
Meskipun pemidanaan merupakan alat kriteria kasus anak yang berhadapan
yang ampuh yang dimiliki negara guna dengan hukum yang dapat diselesaikan
memerangi kejahatan namun pemidanaan dengan model restorative justice serta
bukanlah merupakan alat satu-satunya kewajiban untuk memberikan
guna memperbaiki keadaan, harus ada perlindungan terhadap anak-anak yang
kombinasi antara upaya represif dan berhadapan dengan hukum.
preventif.9 Berdasarkan uraian di atas mendorong
Pada prakteknya masih terdapat anak keingin tahuan penulis untuk mengkaji
yang dijatuhi tindak pidana penjara serta lebih jauh mengenai prinsip keadilan
dijatuhi vonis hukuman mati tanpa restoratif, sehingga penulis memilih judul
melihat konsep diversi yang terdapat “Kendala Prinsip Restorative Justice dalam
dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun Perkara Tindak Pidana Anak”
2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak. Kasus tersebut terjadi Gunung B. Rumusan Masalah
Sitoli, Nias, Yusman Telaumbanua, Berdasarkan latar belakang penelitian,
pemuda asal Nias, Sumatera Utara, maka rumusan masalah dalam penelitian
merupakan mantan terpidana mati kasus ini yaitu faktor-faktor apakah yang
pembunuhan berencana.10 menjadi kendala bagi penegak hukum
Pidana penjara seharusnya dijadikan dalam penerapan prinsip restorative justice
sebagai sarana terakhir dalam mengadili dalam perkara tindak pidana anak?
anak yang berkonflik dengan hukum dan
dapat dilihat bahwa prinsip Restorative C. Metode Penelitian
Justice terhadap anak yang berhadapan Metode penelitian suatu cara atau
dengan hukum belum dipahami oleh jalan untuk memenuhi dan mempelajari
aparat penegak hukum. Oleh karena itu serta meneliti suatu masalah secara
perlu dikaji lebih dalam mengenai seksama dan penuh ketekunan guna
penerapan prinsip Restorative Justice mencapai suatu tujuan, menjawab
dalam perkara tindak pidana anak. permasalahan yang ada dalam penulisan
Terdapat jurnal berisi isu pembahasan ini maka digunakan pendekatan yuridis
yang serupa dalam Jurnal Pembaharuan normatif. Menurut Soerjono Soekanto
Hukum Volume IV Nomor 1 Januari – pendekatan yuridis normatif yaitu
April Tahun 2017 yang ditulis oleh penelitian hukum yang dilakukan dengan
peneliti yang berjudul Keadilan cara meneliti bahan pustaka atau data
sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti
9
Supeno Hadi, Kriminalisasi Anak (Jakarta: PT. dengan cara mengadakan penelusuran
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, 2010), hlm 3. terhadap peraturan-peraturan dan literatur-
10
Robertus Belarminus, “Kisah Yusman, Mantan
Terpidana Mati Di Bawah Umur Yang Mengaku
literatur yang berkaitan dengan
Kena Rekayasa,” Kompas.Com, 2017. permasalahan yang diteliti. Menurut
4
Jurnal Lex Suprema
ISSN: 2656-6141 (online)
Volume 1 Nomor II September 2019
Artikel

Ronny Hanitijo Soemitro pendekatan anak-anak padahal sebagai subjek


yuridis normatif adalah pendekatan hukum anak-anak mendapat perlakuan
kepustakaan yang berpedoman pada dan perlindungan yang sama dengan
peraturan-peraturan, buku-buku atau orang dewasa bahkan seharusnya
literatur-literatur hukum serta bahan-bahan anak-anak juga berhak mendapatkan
yang mempunyai hubungan permasalahan bantuan penasehat hukum dan
dan pembahasan dalam penulisan ini dan sebaiknya untuk penyidik yang
pengambilan data langsung pada objek menangani pidana anak tidak serta
penelitian yang berkaitan dengan Kendala merta memberi stigma atau cap buruk
Penerapan Prinsip Restorative Justice pada anak yang melakukan pidana
dalam Perkara Tindak Pidana Anak . karena bisa menyebabkan
terganggunya mental dan psikis anak.
D. Tinjauan Pustaka 2. Tinjauan Umum Terhadap
1. Pengertian Restorative Justice Tindak Pidana
(Keadilan Restoratif). Istilah tindak pidana (delik)
Konsep keadilan restoratif berasal dari istilah yang dikenal dalam
(Restorative Justice) telah muncul hukum pidana Belanda yaitu strafbaar
lebih dari dua puluh tahun yang lalu feit. Istilah-istilah yang pernah
sebagai alternative penyelesaian digunakan, baik dalam perundang-
perkara pidana anak. Kelompok Kerja undangan yang ada maupun dalam
Peradilan Anak Perserikatan Bangsa- berbagai literatur hukum sebagai
Bangsa (PBB) mendefinisikan terjemahan dari istilah Strafbaarfeit
Restorative Justice sebagai suatu antara lain adalah tindak pidana,
proses semua pihak yang berhubungan peristiwa pidana, delik, pelanggaran
dengan tindak pidana tertentu duduk pidana, perbuatan yang boleh
bersama-sama untuk memecahkan dihukum, perbuatan yang dapat
masalah dan memikirkan bagaimana dihukum dan yang terakhir adalah
mengatasi akibat pada masa yang akan perbuatan pidana. Strafbaar feit,
datang. Proses ini pada dasarnya terdiri dari tiga kata, yakni straf, baar
dilakukan melalui diskresi (kebijakan) dan feit. Dari tujuh istilah yang
dan diversi (pengalihan dari proses digunakan sebagai terjemahan dari
pengadilan pidana ke luar proses strafbaar feit itu, ternyata straf
formal untuk diselesaikan secara diterjemahkan dengan pidana dan
musyawarah). Penyelesaian melalui hukum. Perkataan baar diterjemahkan
musyawarah sebetulnya bukan hal dengan dapat dan boleh. Sementara
baru bagi Indonesia, bahkan hukum itu, untuk kata feit diterjemahkan
adat di Indonesia tidak membedakan dengan perbuatan sehingga secara
penyelesaian perkara pidana dan harfiah perkataan “strafbaar feit”
perdata, semua perkara dapat dapat diterjemahkan sebagai “sebagian
diselesaikan secara musyawarah dari suatu perbuatan yang dapat
dengan tujuan untuk mendapatkan dihukum”. Definisi lain diterangkan
keseimbangan atau pemulihan bahwa definisi delik adalah perbuatan
keadaan . yang dianggap melanggar undang-
Beberapa tanggapan yang undang atau hukum dimana si
mengatakan banyak penyidik yang pelanggarnya dapat dikenakan
tidak memberikan perhatian secara hukuman pidana atas perbuatannya
khusus terhadap tersangka anak dalam tersebut. D.Simons berpendapat
peristiwa-peristiwa itu menunjukan bahwa tindak pidana adalah tindakan
hukum masih belum berpihak kepada melanggar hukum yang telah
5
Jurnal Lex Suprema
ISSN: 2656-6141 (online)
Volume 1 Nomor II September 2019
Artikel

dilakukan dengan sengaja ataupun pelaku dengan korban dan


tidak dengan sengaja oleh seseorang keluarganya. Diversi hanya dapat
yang dapat dipertanggungjawabkan dilakukan pada kasus anak dengan
atas tindakannya dan oleh undang- tujuan menghindarkan proses
undang telah dinyatakan sebagai suatu penahanan terhadap anak dan
tindakan yang dapat dihukum. stigmanisasi atau pelabelan anak
Pengertian tindak pidana (delik) sebagai penjahat, namun tetap saja
adalah perbuatan yang dapat diancam anak didorong untuk bertanggung
dengan hukuman (Strafbare Feiten). jawab atas kesalahannya. Jadi, pada
Bahwa peristiwa pidana yang juga dasarnya pengertian diversi adalah
disebut tindak pidana (delik) ialah pengalihan proses peradilan pidana ke
suatu perbuatan atau rangkaian luar proses formal untuk diselesaikan
perbuatan yang dapat dikenakan secara musyawarah.12 Sedangkan
hukuman pidana, sedangkan menurut pengertian diversi yang termuat dalam
Vos memberikan definisi yang ketetuan Pasal 1 angka 7 Undang-
singkat, bahwa strafbaar feit ialah Undang Nomor 11 Tahun 2012 yakni:
kelakuan atau tingkah laku manusia, “Diversi adalah pengalihan
yang oleh Peraturan Perundang- penyelesaian perkara anak dari proses
Undangan diberikan pidana. peradilan pidana ke proses di luar
Selanjutnya menurut Pompe perkataan peradilan pidana.” Untuk mencegah
“strafbaar feit” itu secara teoritis adanya stigmanisasi pada anak yang
dapat dirumuskan sebagai “suatu berkonflik dengan hukum di
pelanggaran norma (gangguan masyarakat maka diberlakukanlah
terhadap tertib hukum) yang dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun
sengaja ataupun tidak dengan sengaja 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana
telah dilakukan oleh seorang pelaku, Anak yang mengatur tentang diversi.
dimana penjatuhan hukuman terhadap Hal ini sesuai dengan Resolusi
pelaku tersebut adalah perlu demi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
terpeliharanya tertib hukum dan tentang United Nation Standard
terjaminnya kepentingan umum”. Minimum Rules for the
Lamintang dalam bukunya dasar-dasar Administration of Juvenile Justice,
hukum pidana di Indonesia (The Beijing Rules).13 Konsep diversi
menyatakan bahwa orang pada pertama kali dikemukakan sebagai
umumnya baru mengetahui bahwa kosa kata pada laporan peradilan anak
tindakan tersebut merupakan yang disampaikan Presiden Komisi
pelanggaran yang bersifat melawan Pidana (president’s crime
hukum sehingga dapat dihukum yaitu commisionis) Australia di Amerika
setelah tindakan tersebut dinyatakan Serikat pada tahun 1960. Awalnya
dilarang dalam Undang-Undang.11 konsep diversi telah ada sebelum
3. Pengertian diversi tahun 1960 ditandai berdirinya
Diversi merupakan proses diluar peradilan anak (children’s court)
pengadilan atau pengalihan sebelum abad ke - 19 yaitu diversi dari
penyelesaian perkara tindak pidana
dari jalur hukum ke jalur non hukum, 12
Marlina, Pengantar Konsep Diversi Restorative
serta adanya kesepakatan dari pihak Justice Dalam Hukum Pidana (Universitas
Sumatera Utara Press, 2010), hlm 1.
13
M. Nasir Djamil, Anak Bukan Untuk Dihukum
11
P. A. F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Catatan Pembahasan Undang-Undang Sistem
Indonesia, Cetakan Keempat (Bandung: Citra Peradilan Pidana Anak (UU-SPPA) (Jakarta:
Aditya Bakti, 2011), hlm 210. Sinar Grafika, 2013), hlm 64.
6
Jurnal Lex Suprema
ISSN: 2656-6141 (online)
Volume 1 Nomor II September 2019
Artikel

sistem peradilan pidana formal dan pada anak dan demi perlindungan
formalisasi polisi untuk melakukan terhadap anak, maka perkara anak
peringatan (police cautioning). yang berhadapan dengan hukum wajib
Prakteknya telah berjalan di Negara disidangkan pada pengadilan pidana
bagian Victoria Australia pada tahun anak yang berada di lingkungan
1959 diikuti oleh negara bagian peradilan Umum. Dan proses
Queensland pada tahun 1963. peradilan perkara anak sejak
Pelaksanaan diversi dilatarbelakangi ditangkap, ditahan, diadili, dan
keinginan menghindari efek negatif pembinaan wajib dilakukan oleh
terhadap jiwa dan perkembangan anak pejabat khusus yang memahai masalah
dari keterlibatannya dengan sistem anak. Namun sebelum masuk proses
peradilan pidana. Hal ini dapat peradilan para penegak hukum,
ditemukan dalam Undang-Undang keluarga, dan masyarakat wajib
No.11 Tahun 2012 tepatnya pada mengupayakan proses penyelesaian di
bagian konsidran huruf d yang luar jalur pengadilan yakni melalui
menyatakan bahwa Undang-Undang restoratif justice dan diversi. Undang-
Nomor 3 Tahun 1997 Tentang undang tentang Sistem Peradilan
Pengadilan Anak sudah tidak sesuai Pidana Anak ini mengatur mengenai
lagi dengan perkembangan dan keseluruhan proses penyelesaian
kebutuhan hukum masyarakat karena perkara anak yang berhadapan dengan
belum secara komprehensif hukum mulai tahap penyelidikan
memberikan pelindungan kepada anak sampai dengan tahap pembimbingan
yang berhadapan dengan hukum setelah menjalani pidana. Kata
sehingga perlu diganti dengan undang- ”peradilan” tidak diartikan sebagai
undang baru. badan peradilan sebagaimana diatur
4. Sistem Peradilan Pidana Anak dalam Pasal 24 Undang-Undang Dasar
Di Indonesia Menurut Undang- Negara Republik Indonesia Tahun
Undang Nomor 11 Tahun 2012 1945 dan dalam Undang-Undang
Tentang Sistem Peradilan Nomor 48 Tahun 2009 Tentang
Pidana Anak Kekuasaan Kehakiman. Sistem
Khusus mengenai sanksi terhadap Peradilan Pidana Anak adalah bagian
anak ditentukan berdasarkan dari badan peradilan umum, maka
perbedaan usia anak yaitu bagi anak sidang perkara anak dengan sendirinya
yang masih berusia kurang dari 12 mencakup berbagai lingkup
(dua belas) tahun hanya dikenakan wewenang badan peradilan umum.
tindakan, sedangkan bagi anak yang Seperti yang telah dijelaskan
telah mencapai usia 12 (dua belas) sebelumnya, sistem peradilan pidana
tahun sampai 18 (delapan belas) tahun terhadap anak nakal berbeda dengan
dapat dijatuhkan tindakan dan pidana. sistem peradilan pidana orang dewasa.
Yang dimaksud dengan batas umur Di Indonesia juga terdapat
minimum seorang anak dapat kekhususan, dalam hal hukum
dipertanggungjawabkan atas tindak acaranya, anak yang diduga
pidana yang dilakukannya, yaitu batas melakukan tindak pidana dilakukan
umur minimum seorang anak dapat penahanan di tempat yang berbeda
dituntut dan diajukan dimuka sidang dengan orang dewasa, ini bertujuan
pengadilan dan dapat di agar tidak terpengaruh orang dewasa,
pertanggungjawabkan atas perbuatan karena anak-anak cenderung meniru
yang melanggar peraturan pidana. dan cepat mempelajari hal yang tidak
Mengingat ciri dan sifat yang khas diketahuinya. Penyidik yang
7
Jurnal Lex Suprema
ISSN: 2656-6141 (online)
Volume 1 Nomor II September 2019
Artikel

melakukan penyidikan terhadap anak sangat ditentukan tingkat


adalah penyidik anak, Penuntut Umum profesionalisme aparat penegak
adalah penuntut umum anak, Hakim hukum, yang meliputi kemampuan
adalah hakim anak (maupun hakim dan keterampilan baik dalam
banding dan kasasi). Dalam Pasal 23 menjabarkan peraturan-peraturan
Undang-Undang Sistem Peradilan maupun di dalam penerapannya.
Pidana Anak disebutkan : Hakim, Menurut Soerjono Soekanto14
Penuntut Umum, Penyidik, dan penegakan hukum bukan semata-mata
Penasihat Hukum, serta petugas pelaksanaan perundang-undangan
lainnya dalam Sidang Anak tidak saja, terdapat faktor yang
memakai toga atau pakaian dinas, mempengaruhinya yaitu:
tujuan dari proses semua ini adalah 1. Faktor hukumnya sendiri
agar anak lebih rileks dan tidak Yang dimaksud dengan
tertekan secara mental/psikologis serta hukum adalah segala sesuatu yang
bersedia menceritakan kejadian/hal menimbulkan aturan-aturan yang
yang dialami/diketahuinya. mempunyai kekuatan yang
5. Faktor-Faktor yang bersifat memaksa, yaitu apabila
Mempengaruhi Penegakan hukum itu di langgaraakan
Hukum mendapatkan sanksi yang tegas
Masalah penegakan hukum dan nyata.15 Sumber lain
merupakan masalah yang tidak pernah menyebutkan bahwa hukum
henti-hentinya dibicarakan. Istilah adalah seperangkat norma atau
penegakan hukum mempunyai kaidah yang berfungsi mengatur
konotasi menegakkan, melaksanakan tingkah laku manusia dengan
ketentuan-ketentuan hukum yang tujuan untuk ketentraman
berlaku di dalam masyarakat, sehingga masyarakat.16
dalam konteks yang lebih luas 2. Faktor penegak hukum
penegakan hukum merupakan Penegak hukum di Indonesia
perwujudan konsep-konsep yang ada beberapa jabatan untuk
abstrak menjadi kenyataan. Di dalam membantu dan mengurus faktor-
proses tersebut, hukum tidaklah faktor penegakan hukum seperti
mandiri, artinya ada faktor-faktor lain Pejabat Kepolisian, Jaksa, Hakim
yang erat dengan proses penegakan dan Satpol PP agar maksud dari
hukum tersebut yang harus ikut serta, suatu hukum dapat berjalan
yaitu masyarakat itu sendiri dan dengan lancar dan adil. Mentalitas
penegak hukumnya. Dalam hal ini atau kepribadian petugas penegak
hukum tidak lebih hanya ide-ide atau hukum memainkan peranan yang
konsep-konsep yang mencerminkan sangat penting, untuk membantu
didalamnya apa yang disebut dengan suatu peraturan itu agar terlaksana
keadilan, ketertiban dan kepastian dengan baik.
hukum yang dituangkan dalam bentuk 3. Faktor Masyarakat
perundang-undangan dengan maksud Secara bentuk masyarakat
mencapai tujuan tertentu. Namun dapat dibedakan menjadi dua
demikian, tidak berarti pula peraturan-
peraturan hukum yang berlaku 14
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang
diartikan telah lengkap dan sempurna, Mempengaruhi Penegakan Hukum (Cet. Ke-10)
melainkan suatu kerangka yang masih (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011).
15
Yulies Tina Masriani, Pengantar Hukum
memerlukan penyempurnaan. Untuk Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hlm 13.
merealisasikan tujuan hukum tersebut,
8
Jurnal Lex Suprema
ISSN: 2656-6141 (online)
Volume 1 Nomor II September 2019
Artikel

tingkat kedalaman yang berbeda. pernah dijatuhi hukuman karena


Pertama, masyarakat yang pernah melanggar. Sanksi negatif
langsung dan spontan sedangkan yang relatif berat atau diperberat
yang kedua adalah masyarakat saja, bukan merupakan sarana
yang terorganisir dan yangefektif untuk dapat
direfleksikan. Masyarakat dengan menegendalikan kejahatan
pola yang spontan dinilai lebih maupun penyimpangan lain. Tapi,
kreatif baik secara pemikiran sarana ekonomis ataupun biaya
maupun pola tingkah laku daripada pelaksanaan sanksi-
sedangkan masyarakat yang sanksi negatif diperhitungkan,
terorganisir memiliki pola pikir dengan berpegang dengan cara
yang baku dan banyak yang lebih efektif dan efisien
perencanaan yang disengaja.17 sehingga biaya dapat ditekan di
Penegakan hukum berasal dari dalam program-program
masyarakat dan bertujuan untuk pemberantasan kejahatan jangka
mencapai kedamaian di dalam panjang.
masyarakat itu sendiri. Oleh sebab 5. Faktor kebudayaan
itu, dipandang dari sudut tertentu Kebudayaan memiliki fungsi
maka masyarakat dapat yang sangat besar bagi
mempengaruhi kepatuhan masyarakat dan manusia.
hukumnya. Masyarakat memiliki kebutuahan
4. Faktor Sarana dan Fasilitas dalam bidang materiil dan
Tanpa adanya sarana dan spiritual. Untuk memenuhi
fasilitas tertentu, maka tidak kebutuhannya sebagian besar
mungkin penegakan hukum akan dipenuhi kebudayaan yang
berlangsung dengan lancar. bersumber pada masyarakat itu
Sarana atau fasilitas tersebut sendiri. Tapi kemampuan manusia
antara lain yaitu mencakup tenaga sangat terbatas, dengan demikian
manusia yang berpendidikan dan kemampuan kebudayaan yang
terampil, organisasi yang baik, merupakan hasil ciptaannya juga
peralatan yang memadai, terbatas dalam memenuhi segala
keuangan yang cukup dan kebutuhan. Sekalipun masyarakat
seterusnya. Kalau hal-hal itu tidak mempunyai kebudayaan yang
tepenuhi, maka mustahil berbeda antara satu dengan
penegakan hukum akan dapat lainnya, namun setiap kebudayaan
tercapai tujuannya. Suatu masalah memiliki sifat hakikat yang
yang erat hubungannya dengan berlaku umum bagi semua
sarana dan fasilitas adalah soal kebudayaan dimana pun juga.
efektivitas dari sanksi negatif
yang diancamkan terhadap II. PEMBAHASAN
peristiwa-peristiwa pidana A. Faktor-Faktor yang Menjadi
tertentu. Tujuan dari adanya Kendala Bagi Penegak Hukum
sanksi-sanksi tersebut adalah agar dalam Penerapan Prinsip
dapat mempunyai efek yang Restorative Justice dalam Perkara
menakutkan terhadap pelanggar- Tindak Pidana Anak
pelanggar potensial maupun yang Berdasarkan praktek penegakan
hukum pidana sering kali mendengar
17
Alvin S. Johnson, Sosiologi Hukum (Jakarta:
istilah Restorative Justice, atau Restorasi
Rineka Cipta, 2004), hlm 124. Justice yang dalam terjemahan bahasa
9
Jurnal Lex Suprema
ISSN: 2656-6141 (online)
Volume 1 Nomor II September 2019
Artikel

Indonesia disebut dengan istilah keadilan masih ditemukan kasus pidana anak yang
Restoratif. Keadilan Restoratif atau terjadi di Gunung Sitoli, Nias, Yusman
Restorative Justice mengandung Telaumbanua, pemuda asal Nias, Sumatera
pengertian yaitu suatu pemulihan Utara, merupakan mantan terpidana mati
hubungan dan penebusan kesalahan yang kasus pembunuhan.
ingin dilakukan oleh pelaku tindak pidana Restorative Justice sebagai salah
terhadap korban tindak pidana tersebut usaha untuk mencari penyelesaian konflik
dengan upaya perdamaian diluar secara damai di luar pengadilan masih sulit
pengadilan untuk maksud dan tujuan agar diterapkan. Munculnya ide Restorative
permasalahan hukum yang timbul akibat Justice sebagai kritik atas penerapan
terjadinya perbuatan pidana tersebut dapat sistem peradilan pidana dengan
diselesaikan dengan baik dengan pemenjaraan yang dianggap tidak efektif
tercapainya persetujuan dan kesepakatan menyelesaikan konflik sosial.
diantara para pihak". Keadilan yang selama Penyebabnya, pihak yang terlibat dalam
ini berlangsung dalam sistem peradilan konflik tersebut tidak dilibatkan dalam
pidana di Indonesia adalah keadilan penyelesaian konflik. Korban tetap saja
retributif. Sedangkan yang diharapkan menjadi korban, pelaku yang dipenjara
adalah keadilan restoratif, yaitu keadilan juga memunculkan persoalan baru bagi
ini adalah suatu proses dimana semua keluarga dan sebagainya. Dengan
pihak yang terlibat dalam suatu tindak menganut paradigma Restorative Justice,
pidana tertentu bersama-sama diharapkan kerugian dan penderitaan yang
memecahkan masalah bagaimana dialami korban dan keluarganya dapat
menangani akibatnya dimasa yang akan dipulihkan dan beban rasa bersalah pelaku
datang. kejahatan dapat berkurang karena telah
Rasa keadilan yang diharapkan dari mendapatkan maaf dari korban atau
penegakan hukum belum bisa dinikmati keluarganya.18
masyarakat di negara ini. Apalagi seperti Romli Atmasasmita berpendapat
diketahui sistem peradilan pidana di bahwa juvenile delinquency adalah setiap
Indonesia tidak banyak mengatur perbuatan atau tingkah laku seorang anak
mengenai korban. Dengan demikian dibawah umur 18 Tahun dan belum kawin
kadangkala keberadaan korban cenderung yang merupakan pelanggaran terhadap
diindahkan atau ”terlupakan”, mengingat norma-norma hukum yang berlaku serta
sistem ini lebih fokus kepada pelaku dapat membahayakan pribadi anak.19
kejahatan. Perlindungan hak-hak korban menghadapi dan menanggulangi masalah
pada hakikatnya merupakan bagian dari tersebut, perlu dipertimbangkan kedudukan
perlindungan hak asasi manusia. Korban anak dengan segala ciri dan sifat yang khas
membutuhkan perlindungan untuk sebagai pelaku tindak pidana tidak melihat
menjamin hak-haknya terpenuhi. Karena apakah perbuatan tersebut berdasarkan,
selama ini di dalam sistem peradilan pikiran, perasaan, dan kehendaknya namun
pidana di Indonesia hak hak korban kurang harus juga melihat berbagai hal yang dapat
terlindungi dibanding hak-hak tersangka. mempengaruhi anak melakukan perbuatan
Dalam permasalahan ini, Restorative pidana. Oleh karenanya, diperlukan peran
Justice bisa menjadi solusi bagi keadaan orang tua dan masyarakat sekelilingnya.
atau kondisi tersebut. Di Indonesia,
penerapan Restorative Justice pada
18
peradilan anak yang terdapat pada Bambang Waluyo, Penegakan Hukum Di
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Indonesia (Sinar Grafika, 2016), hlm 108.
19
Randy Pradityo, “Restorative Justice Dalam
Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Sistem Peradilan Pidana Anak,” Jurnal Hukum
belum maksimal penerapannya. karena Dan Peradilan 5, no. 3 (2016): hlm 39-40.
10
Jurnal Lex Suprema
ISSN: 2656-6141 (online)
Volume 1 Nomor II September 2019
Artikel

Perlindungan hukum bagi anak kedua belah pihak yakni korban dan pelaku
merupakan kewajiban kita semua setelah terlebih dahulu mendapat ijin dari
mengingat anak sebagai generasi penerus kedua belah pihak.21 Diversi biasanya
bangsa yang memiliki peran strategis mensyaratkan suatu pengakuan bersalah
dalam mewujudkan cita-cita bangsa, oleh dari pelaku dan disertai oleh suatu syarat
sebab itu anak harus mendapatkan untuk memenuhi suatu kondisi. Diversi
pembinaan dan perlindungan sehingga pada hakikatnya dapat ditempatkan pada
mereka dapat tumbuh dan berkembang tiap tahapan apapun dalam proses
dengan baik. Bagi anak-anak yang peradilan, termasuk pada tahapan
perkaranya terproses lebih lanjut sampai penahanan, penuntutan, pemeriksaan di
pengadilan dalam penerapan pidananya pengadilan, penjatuhan hukuman, hasilnya
sering kali hak-hak dan kewajiban anak- dapat berupa suatu penangguhan kasus
anak kurang diperhatikan aparat penegak tersebut dari proses-proses acara peradilan
hukum, apalagi anak-anak yang dari yang formal.22
kalangan keluarga kurang mampu, yang Pelaksanaan Restorative Justice
tidak memiliki Pengacara ataupun melalui diversi jangan berhenti pada tahap
Penasihat Hukum pribadi. Sehingga legislasi, namun diperlukan langkah lebih
mereka harus menerima begitu saja lanjut dalam melaksanakan ketentuan
keputusan yang diberikan oleh hakim pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012
saat putusan di persidangan, meskipun Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak,
sebenarnya mereka mempunyai hak untuk melalui pembentukan regulasi yang secara
mengajukan Banding ataupun Peninjauan teknis mengatur pelaksanaan diversi.
Kembali. Namun, mereka sering tidak Begitu juga diperlukan pembangunan
menggunakan hal tersebut dikarenakan infrastruktur dan peningkatan aparat
tidak tahu bagaimana caranya dan kepada penegak hukum sehingga implementasi
siapa meminta untuk memperoleh hak-hak konsep Restorative Justice melalui diversi
tersebut. dapat dilaksanakan dengan optimal.23
Perlindungan terhadap anak yang Untuk terciptanya perlindungan anak
berhadapan dengan hukum mengalami memerlukan koordinasi dan kerjasama
kemajuan proses penyelesaian perkara yang baik sehingga diperoleh
anak karena tidak hanya dapat diselesaikan keseimbangan kegiatan perlindungan anak
melalui proses peradilan tetapi juga dapat secara keseluruhan terutama dalam
diselesaikan di luar proses peradilan masalah perlindungan hukumnya. Aparat
melaui diversi dengan pendekatan keadilan penegak hukum yang menangani anak
Restoratif. Program diversi harus mampu seharusnya memenuhi persyaratan-
mengembangkan sikap anak untuk persyaratan sebagai berikut:
menghargai orang lain. Diharapkan setelah
memalui program ini anak memiliki 21
Septa Candra, “Restorative Justice: Suatu
kemampuan untuk memahami Tinjauan Terhadap Pembaharuan Hukum Pidana
kesalahannya dan tidak mengulangi Di Indonesia,” Jurnal Rechts Vinding: Media
tindakannya lagi.20 Dengan demikian Pembinaan Hukum Nasional 2, no. 2 (2013): hlm
diharapkan penegak hukum untuk semua 274.
22
Rufinus Hotmaulana Hutauruk, Penanggulangan
tingkatan wajib mengedepankan Kejahatan Korporasi Melalui Pendekatan
penyelesaian diluar pengadilan, akan tetapi Restoratif: Suatu Terobosan Hukum (Jakarta:
diversi juga dapat dilakukan oleh Sinar Grafika, 2013), hlm 257.
23
masyarakat dengan cara mendamaikan Yutirsa Yunus, “Analisis Konsep Restorative
Justice Melalui Sistem Diversi Dalam Sistem
Peradilan Pidana Anak Di Indonesia,” Jurnal
20
Abintoro Prakoso, Pembaruan Sistem Peradilan Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum
Pidana Anak (Laksbang Grafika, 2013), hlm 166. Nasional 2, no. 2 (2013): hlm 243.
11
Jurnal Lex Suprema
ISSN: 2656-6141 (online)
Volume 1 Nomor II September 2019
Artikel

1. Memiliki pengetahuan dan tentang kesadaran dalam penegakan


ketrampilan proporsional sesuai hukum, ada beberapa indikator kesadaran
dengan profesinya. hukum dalam masyarakat, yang terdiri
2. Mempunyai niat, perhatian dan dari: 24
dedikasi serta memahami masalah 1) Pengetahuan Hukum, masyarakat
anak. memiliki penegtahuan secara
3. Telah berpengalaman dalam konsepsional tentang perbuatan-
memahami perkara tindak pidana yang perbuatan masyarakat yang sudah
dilakukan orang dewasa. diatur oleh hukum.
Mekanisme hukum dan aparat 2) Harus paham, masyarakat bisa
penegak hukum serta masyarakat menjadi memaknai aturan-aturan yang ada
faktor yang semestinya mendapat perhatian dalam Undang-Undang
yang cukup untuk memberika perhatian 3) Sikap, masyarakat bisa menilai dalam
dan perlindungan terhadap hak- hak dasar dimensi-dimensi moral.
bagi seorang anak yang berhadapan 4) Perilaku, masyarakat mampu
dengan hukum. Masyarakat dan aparat berperilaku sesuai dengan hukum
penegak hukum perlu mendapatkan yang berlaku.
penyegaran pandangan terhadap masalah Walaupun keadilan Restorative Justice
anak yang berhadapan dengan hukum agar dan Diversi sudah mulai dikenal sebagai
dapat terlibat dalam upaya menekan alternatif penanganan anak berhadapan
jumlah anak yang berhadapan dengan dengan hukum dari peradilan pidana dan
hukum ke dalam saluran dan langkah yang mulai mendapatkan dukungan banyak
konstruktif dalam perkembangan fisik dan pihak namun masih banyak hambatan yang
psikis anak, dengan: dihadapi oleh sistem peradilan anak yaitu:
a. Menghindarkan anak berada dalam a) Kebutuhan yang semakin meningkat
mekanisme hukum formal dan tidak sebanding dengan sumber daya
mengutamakan pendekatan informal . (baik personel maupun fasilitas)
b. Mengharapkan penyelesaian yang b) Pemahaman yang berbeda dalam
lebih bijaksana dengan konsep Diversi penanganan anak berhadapan dengan
dan Restorative Justice. hukum dan korban di antara aparat
c. Diperlukan pemisahan registrasi penegak hukum.
berkas perkara anak di instansi c) Kurangnya kerjasama antara pihak
Kepolisian dan Kejaksaan. yang terlibat (aparat penegak hukum
d. Perlunya pengadaan ruang tahanan dan pekerja sosial anak)
khusus anak dan ruang sidang anak d) Terbatasnya sarana dan prasarana
serta Jaksa yang bersertifikasi khusus penanganan anak berhadapan dengan
menangani masalah anak. hukum selama proses pengadilan
Konsep Restorative Justice merupakan e) Kurangnya perlindungan anak yang
paradigma baru dalam penegakan hukum melakukan tindak pidana namun
pidana, meskipun sebenarnya konsep kehendak demikian tidaklah mudah
tersebut sudah lama berkembang dan dilakukan karena ketentuan dalam
dipraktikkan dalam penyelesaian perkara sistem pemasyarakatan anak saat ini
pidana dibeberapa negara yang menganut
common law system. Upaya penerapan 24
Ira_andira Andira Ira,
konsep tersebut dalam praktik penegakan “PENERAPANRESTORATIVE JUSTICE
hukum pidana di Indonesia masih banyak DALAM UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM
menemui berbagai kendala. Kendala ini TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK
PIDANA (Studi Kasus Di Polres Tebing
terjadi karena adanya faktor dari Tinggi),” Ilmu Hukum Prima (IHP) 1, no. 1
masyarakat yang kurang memahami (2018): hlm 39.
12
Jurnal Lex Suprema
ISSN: 2656-6141 (online)
Volume 1 Nomor II September 2019
Artikel

tidak memberi peluang yang ketentuan yang mengatur tentang


demikian. restorative justice dan diversi yang
f) Pandangan penegak hukum sistem diamanatkan dalam Konvensi Hak-hak
peradilan pidana anak masih Anak 1989 maupun Undang-Undang
berpangkal pada tujuan pembalasan Nomor 11 Tahun 2012 Tentang
atas perbuatan jahat pelaku anak, Sistem Peradilan Pidana Anak, selain
sehingga hakim anak menjatuhkan ketentuan tersebut masih
pidana semata-mata diharapkan agar diberlakukannya Kitab Undang-
anak jera. Undang Hukum Acara Pidana
Penanganan anak yang berhadapan (KUHAP) yang berlaku secara umum.
dengan hukum berdasarkan Sistem Hal ini menyebabkan penerapan
Peradilan Pidana Anak tidak terlepas hukum formil yang terkandung dalam
adanya faktor-faktor yang mempengaruhi Undang-Undang Nomor 11 Tahun
pelaksanaannya yaitu: 2012 tidak dapat diterapkan
1. Faktor Substansi Hukum sepenuhnya mengingat hukum formil
Perlindungan khusus bagi anak yang bersifat umum masih dapat
yang berhadapan dengan hukum diberlakukan, hal ini dapat
seharusnya dilaksanakan melalui menyebabkan terampasnya hak-hak
perlakuan secara manusiawi sesuai selama dalam proses peradilan pidana
dengan hak-hak anak, memberikan dan substansi hukum yang belum
penyediaan petugas pendamping mengakomodir pelaksanaan dengan
khusus sejak dini dan penjatuhan baik sehingga meminimalisir
sanksi yang tepat terhadap anak untuk kesalahan dalam menegakan aturan
kepentingan yang terbaik bagi anak hukum keadilan restoratif secara
dan masa depannya, jaminan untuk lengkap.
mempertahankan hubungan dengan Anak dibawah umur tidak boleh
orang tua atau keluarga dan divonis hukuman mati karena hal
perlindungan dari pemberitaan media tersebut melanggar hak-hak anak. Jika
atau labelisasi tertuang di dalam aparat penegak hukum mampu
Undang-Undang Nomor 11 Tahun menafsirkan dan memahami dengan
2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana baik segala hal yang tercantum dalam
Anak (SPPA) salah satu pasalnya perundang-undangan yang mengatur
yaitu Pasal 5 ayat (1) menyebutkan tentang pidana anak dibawah umur
bahwa; dalam sistem peradilan pidana maka penerapan restorative justice
anak wajib mengutamakan pendekatan dapat diterapkan dengan baik. Dalam
keadilan Restorative. memutuskan perkara pidana anak
Upaya untuk mewujudkan tujuan seharusnya aparat hukum
perlindungan terhadap anak yang memperhatikan segala aturan hukum
berhadapan dengan hukum sangat yang telah diberlakukan sehingga anak
ditentukan oleh faktor substansi yang berhadapan dengan hukum
hukum, substansi hukum yang memperoleh hak-haknya dengan
dimaksudkan adalah aturan-aturan, seadil-adilnya.
norma-norma dan semua produk 2. Faktor Penegak Hukum
peraturan perundang-undangan. Faktor Faktor dalam hal ini adalah semua
yang sangat menentukan dalam aparat penegak hukum, yaitu aparat
menerapkan restorative justice yang terkait dalam penegakkan hukum
terhadap kasus anak yang berhadapan pidana, meliputi Polisi, Jaksa, Hakim
dengan hukum adalah faktor substansi dan Petugas Pemasyarakatan yang
hukum, hal ini disebabkan karena bertugas di Lapas dan Rutan, termasuk
13
Jurnal Lex Suprema
ISSN: 2656-6141 (online)
Volume 1 Nomor II September 2019
Artikel

pembimbing kemasyarakatan, yang memandang bahwa anak yang


penasehat hukum, pekerja sosial berkonflik dengan hukum pun harus
profesional, atau tenaga kerja dihukum setimpal layaknya orang
kesejahteraan sosial melalui institusi- dewasa. Hal ini terjadi karena pihak
institusinya yang merupakan satu keluarga korban tidak terima ketika
kesatuan dan terikat dalam sistem keluarganya terluka akibat tindakan
peradilan pidana diharapkan dapat kekerasan atau penganiayaan yang
bekerjasama dalam mewujudkan dilakukan oleh pelaku. Sehingga akan
tujuan hukum, mewujudkan keadilan menyulitkan penyidik dalam
dan kebenaran serta dapat membentuk melakukan proses perdamaian
suatu integrated criminal justice yang terhadap kasus anak karena kuatnya
dalam geraknya akan selalu pengaruh keluarga korban yang
mengalami interface (interaksi, menentang proses diversi. Faktor yang
interkoneksi dan interpendensi) menjadi kendala adalah masih
dengan lingkungannya sehingga upaya rendahnya pemahaman anggota Polri
perlindungan terhadap anak yang mengenai sistem restorative justice.
berhadapan dengan hukum dapat Padahal aparat penegak hukum akan
diwujudkan. lebih mudah memahami dan
Kurangnya dukungan dan menjalankan prinsip restorative justice
kerjasama antar lembaga merupakan karena telah diatur dalam perundang-
hambatan yang masih banyak terjadi undangan namun pada kenyataannya
dalam menegakan suatu keadilan, masih cukup banyak kasus anak yang
termasuk penanganan anak yang dilanjut hingga proses penuntutan dan
berhadapan dengan hukum, banyak berakhir di penjara. Padahal
kalangan yang masih menanggap seharusnya konsep diversi bisa
mediasi sebagai metode pencarian dilakukan terlebih dahulu untuk
keadilan kelas dua dengan menghindarkan anak dari proses
berpandangan bahwa mediasi tidak peradilan. Hukuman terhadap pelaku
berhadil mencapai keadilan sama anak dibawah umur apalagi
sekali karena tidak lebih dari hasil mengirimnya ke penjara tidak akan
kompromi pihak-pihak yang terlibat, menyelesaikan masalah yang
padahal saat ini hakim adalah salah dihadapi. Faktor yang menjadi kendala
satu pihak yang bisa memediasi lainnya yaitu masih rendahnya
perkara anak yang berhadapan dengan pemahaman anggota Polri mengenai
hukum tidak seperti mediasi perdata sistem restorative justice karena tidak
yang memperbolehkan non-hakim semua Penyidik Pelayanan Perempuan
menjadi mediator di pengadilan. dan Anak (PPA) yang kemampuannya
Beberapa faktor kendala yang terkait sama antara penyidik yang satu
dengan penegak hukum adalah dengan penyidik yang lain, sehingga
kualitas sumber daya manusia (SDM) didalam menilai suatu permasalahan,
dalam hal ini para aparat penegak ada yang memang dia cakap karena
hukum yang menangani kasus anak- ditunjang pengalamannya, namun
anak yang berhadapan dengan hukum. banyak juga yang menilai suatu
Berdasarkan banyak kasus tindak permasalahan tanpa memperhitungkan
pidana anak dengan anak sebagai resiko yang akan terjadi, sehingga
korban, pihak keluarga korban yang ada justru timbul masalah yang
bersikeras menuntut agar pelaku anak lebih besar karena belum adanya
diproses sesuai hukum. Mayoritas pemahaman semua pihak dalam
masyarakat terutama keluarga korban memahami implementasi keadilan
14
Jurnal Lex Suprema
ISSN: 2656-6141 (online)
Volume 1 Nomor II September 2019
Artikel

restorative dengan tujuan pemulihan karena alasan keterbatasan ruang


bagi pelaku, korban, dan masyarakat tahanan dan fasilitas bagi anak yang
sehingga akibatnya terkadang ada ditahan, maka sering kali anak
pihak-pihak yang mengintervensi dititipkan di Lembaga Pemasyarakatan
jalannya proses mediasi dan (Lapas) terdekat. Sedangkan anak
inkonsistensi penerapan peraturan di yang telah menerima putusan dari
lapangan. Dalam hal penanganan anak pengadilan yang mempunyai kepastian
yang berhadapan dengan hukum hukum selayaknya ditempatkan di
masih terlihat kurangnya koordinasi Lapas Khusus Anak, namun dalam
antar lintas sektoral (kelembagaan) kenyataannya tidak semua Lapas
dalam sistem peradilan pidana anak. Khusus Anak ada ditiap
Seperti yang terjadi pada kasus Kabupaten/Kota, sehingga hal ini yang
pembunuhan berencana yang menyebabkan anak dititipkan pada
dituduhkan kepada Yusman Rutan atau Lapas orang dewasa yang
Telaumbanua masih ada saja penegak seharusnya hanya ditempati oleh
hukum yang tidak melaksanakan orang dewasa bukan seorang anak.
prosedur sesuai hukum yang berlaku. Hal ini menyebabkan pelaksanaan
Dari kasus Yusman Telaumbanua untuk pemenuhan hak-hak anak yang
bisa kita simpulkan bahwa penerapan berhadapan dengan hukum tidak dapat
restorative justice belum maksimal terpenuhi secara wajar karena
penerapannya dikarenakan masih keterbatasan jumlah Lapas Khusus
terdapat aparat penegak hukum yang Anak yang ada di Indonesia saat ini.
merekayasa kasus tersebut yaitu Sarana atau fasilitas merupakan salah
merekayasa umur pelaku karena pada satu faktor yang mempengaruhi
saat itu Yusman tidak memiliki perlindungan hukum terhadap anak,
identitas diri dan penyidik melakukan dalam proses penyidikan masih
kekerasan terhadap Yusman pada saat banyak di daerah-daerah tertentu yang
proses introgasi, sehingga dalam ada di Indonesia masih belum terdapat
pelaksaannya tidak sesuai dengan ruangan khusus anak yang berhadapan
aturan hukum yang berlaku dalam dengan hukum dan ruang penahanan
Undang-Undang Sistem Peradilan yang diperuntukkan untuk anak
Pidana Anak (SPPA) Nomor 11 Tahun sebagai orang yang berperkara.
2012 yang seharusnya melindungi Berdasarkan kasus yang dialami
hak-hak anak yang berhadapan dengan oleh Yusman Telaumbanua hak yang
hukum serta kelalaian hakim yang yang seharusnya didapatkan tidak bisa
kurang cerdas dalam memutuskan terpenuhi karena kesalahan dari aparat
vonis hukuman terhadap Yusman hukum sehingga Yusman
Telaumbanua. Seharusnya antara Telaumbanua yang seharusnya masih
pihak aparat penegak hukum saling berusia dibawah umur dan
melakukan koordinasi dengan baik ditempatkan di Lapas Khusus Anak
sehingga tidak terjadi kesalahan dalam dianggap sudah berusia dewasa oleh
proses peradilan pidana pada anak. aparat penegak hukum karena
3. Faktor Sarana atau Fasilitas kesalahan dalam proses penerapan
Anak yang ditahan selama proses perkara tersebut, sehingga harus di
sistem peradilan pidana sejak proses tempatkan lapas orang dewasa. Di
penyidikan, penuntutan, dan dalam proses persidangan Yusman
pemeriksaan di pengadilan seharusnya tidak didampingi penerjemah bahasa
mendapatkan fasilitas yang layak dan padahal Yusman tidak lancar
memadai. Namun pada praktiknya, menggunakan bahasa Indonesia
15
Jurnal Lex Suprema
ISSN: 2656-6141 (online)
Volume 1 Nomor II September 2019
Artikel

karena hanya lulusan SD (Sekolah hadapi oleh sistem peradilan pidana


Dasar). Hal tersebut sangat merugikan anak yaitu adanya perbedaan
Yusman Telaumbanua sebagai anak mengenai persepsi makna keadilan
yang berhadapan dengan hukum oleh para pelaku diversi baik itu dari
karena hak-hak nya sebagai anak tidak pihak korban, keluarganya, pelaku dan
terpenuhi. atau keluarganya, aparat penegak
Faktor sarana dan prasarana hukum, dan masyarakat terhadap
sangat berkaitan dengan upaya pelaksanaan diversi.
perubahan perilaku anak untuk Kultur yang tumbuh subur
mengembalikan mental serta psikolog dimasyarakat tentang seorang anak
anak namun hal ini masih kurang harus dikenakan hukuman sama
memadai pada tiap tingkatan instansi dengan orang dewasa akan
penegak hukum, seperti masih menghambat penerapan diversi.
kurangnya tenaga psikolog dan tenaga Pemahaman masyarakat tentang anak
penyuluhan keagamaan untuk yang berhadapan dengan hukum
melakukan pendampingan dan terutama orang tua terkait anak yang
memberikan konseling dalam berhadapan dengan hukum, sehingga
memecahkan permasalahan anak masyarakat cenderung enggan untuk
berhadapan dengan hukum. menerima kembali atau memaafkan
4. Faktor Masyarakat seorang anak yang telah melakukan
Hambatan yang ditemui oleh tindak pidana, hal ini tentu
Pemerintah atau negara dalam mengakibatkan proses diversi yang
penanganan anak yang berhadapan dilakukan ditingkat penyidikan
dengan hukum adalah faktor terkadang tidak berhasil, terlebih lagi
masyarakat itu sendiri seperti sudut karna budaya memaafkan yang ada
pandang masyarakat terhadap dimasyarakat terhadap anak yang
kejahatan atau pelanggaran hukum berhadapan dengan hukum cenderung
yang dilakukan oleh anak meskipun kurang. Hal inipun akan terjadi ketika
masih dikategorikan belum dewasa Yusman Telaumbanua bebas dari
tetap dianggap sebagai pelaku vonis hukum mati setelah dilakukan
kejahatan yang harus dihukum. Peninjauan Kembali oleh Mahkamah
Keinginan besar untuk selalu Agung karena telah ditemukannya
menghukum pelaku kejahatan dengan novum baru yang membuktikan
hukuman penjara akan menghambat bahwa pada saat terjadinya tindak
penerapan Restorative Justice pidana tersebut yusman masih berusia
khususnya bagi perkara-perkara anak 16 tahun yang artinya masih dalam
yang berhadapan dengan hukum. usia dibawah umur dan Yusman
Hambatan lainnya karena masih Telaumbanua tidak terbukti bersalah
adanya nilai-nilai yang mendasari sehingga Yusman Telaumbanua
hukum yang berlaku, nilai-nilai dibebaskan dari penjara. Namum hal
merupakan konsep mengenai apa yang tersebut tidak dapat merubah
dianggap baik dan apa yang dianggap pandangan masyarakat yang terlanjur
buruk di masyarakat. Walaupun menggangap Yusman Telaumbanua
Restorative Justice dan diversi sudah sebagai pelaku tindak pidana
mulai dikenal sebagai alternatif pembunuhan berencana. Hal ini yang
penanganan anak berhadapan dengan akan menjadi beban psikis dan
hukum dari peradilan pidana dan mempengaruhi mental Yusman
mulai mendapatkan dukungan banyak Telaumbanua kedepannya, sehingga
pihak masih banyak hambatan yang di sulit bagi Yusman Telaumbanua untuk
16
Jurnal Lex Suprema
ISSN: 2656-6141 (online)
Volume 1 Nomor II September 2019
Artikel

diterima secara layak di lingkungan menegakkannya yang berlaku bagi


masyarakat dan sulitnya mencari pelaksana hukum maupun pencari
pekerjaan dikarenakan Yusman keadilan. Kebudayaan hukum pada
Telaumbanua merupakan mantan dasarnya mencakup nilai-nilai yang
narapidana. Mengingat kultur mana merupakan konsep-konsep
masyarakat Indonesia dengan sistem abstrak mengenai apa yang dianggap
sosial budaya yang sangat majemuk baik dan apa yang dianggap buruk.
dan berbagai macam stratifikasi sosial,
banyak masyarakat yang tinggal III. PENUTUP
didaerah pedesaan berbeda dengan A. Kesimpulan
karakteristik masyarakat perkotaan, Perkembangan hukum pidana saat ini
apabila berbicara tentang hukum yang menunjukkan adanya kecenderungan
harus ditegakan akan memiliki pergeseran konsep keadilan dan paradigma
perspektif yang berbeda dari masing- pemidanaan dalam sistem hukum pidana,
masing masyarakat. yaitu dari konsep criminal justice ke
5. Faktor Kebudayaan konsep restorative justice. Ide restorative
Faktor kebudayaan, yakni sebagai justice muncul sebagai kritikan atas
hasil karya, cipta dan rasa yang penerapan sistem peradilan pidana dengan
didasarkan pada karsa manusia di pemenjaraan yang dianggap tidak efektif
dalam pergumulan hidup. Sifat hakikat menyelesaikan konflik sosial rumusan
kebudayaan itu sebagai berikut: khusus peraturan yang mengatur
a. Kebudayaan terwujud dan restorative justice memang belum ada,
tersalurkan dari perilaku manusia. namun bukan berarti penerapan restorative
b. Kebudayaan telah ada lebih justice tidak ada dasar hukumnya. Di
terdahulu mendahului lahirnya Indonesia, penerapan restorative justice
suatu generasi tertentu dan tidak pada peradilan anak yang terdapat pada
akan mati dengan habisnya usia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012
generasi yang bersangkutan. Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
Kebudayaan diperlukan oleh belum maksimal penerapannya. Masih
manusia dan di wujudkan dengan ditemukan kasus pidana anak yang terjadi
tingkah laku manusia itu sendiri. di Gunung Sitoli, Nias, Yusman
Faktor kebudayaan yang sebenarnya Telaumbanua, pemuda asal Nias, Sumatera
bersatu padu dengan faktor Utara, merupakan mantan terpidana mati
masyarakat sengaja dibedakan, oleh kasus pembunuhan. Penegak hukum
karena pembahasannya akan seharusnya selalu bertindak berdasarkan
diketengahkan masalah sistem nilai- peraturan perundang-undangan yang
nilai yang menjadi inti dari berlaku karena dalam melaksanakan tugas
kebudayaan spiritual atau non materiil. penegakan hukum harus menerapkan asas
Sebagai suatu sistem, maka hukum legalitas sebagai konsekuensi dari negara
mencakup struktur, substansi dan hukum yang dianut oleh Negara Indonesia.
kebudayaan. Struktur mencakup Pada kenyataannya prinsip restorative
wadah ataupun bentuk dari sistem justice belum terlaksana dengan maksimal
tersebut yang umpamanya mencakup karena masih terapat kasus anak yang
tatanan lembaga-lembaga hukum mendaptkan hukuman penjara yaitu
formal, hubungan antara lembaga- putusan Mahkamah Agung Nomor:
lembaga tersebut, hak-hak dan 8/PID/2013/GN-STL Tentang
kewajiban dan seterusnya. Substansi Pembunuhan Berencana. Namun karena
mencakup isi norma hukum beserta putusan Mahkamah Agung tersebut
perumusannya maupun acara untuk dianggap melanggar hak-hak anak yang
17
Jurnal Lex Suprema
ISSN: 2656-6141 (online)
Volume 1 Nomor II September 2019
Artikel

berhadapan dengan hukum, sehingga berhadapan hukum untuk memperbaiki


dilakukan upaya Peninjauan Kembali oleh kesalahannya dan faktor-faktor yang
Mahkamah Agung dan membatalkan vonis menjadi kendala bagi bagi penegak hukum
hukuman mati menjadi 5 (lima) tahun dalam menerapkan prinsip restorative
penjara yaitu putusan Mahkamah Agung justice segera dapat teratasi dengan
Nomor: 96PK/Pid/2016 Tahun 2017. melakukan upaya-upaya hukum sesuai
Faktor-faktor yang menjadi kendala bagi dengan ketentuan yang berlaku.
penegak hukum dalam penerapan prinsip
restorative justice dalam perkara tindak
pidana anak yaitu faktor hukumnya sendiri
(peraturan perundang-perundang), faktor
penegak hukum, faktor sarana atau
fasilitas, dan faktor masyarakat.
B. Saran DAFTAR PUSTAKA
Berdasarkan kesimpulan di atas maka,
penulis menyarankan agar aparat penegak Belarminus, Robertus. “Kisah Yusman,
hukum dalam melaksanakan tugas baik Mantan Terpidana Mati Di Bawah Umur
penyidikan, penuntutan, pemeriksaan dan Yang Mengaku Kena Rekayasa.”
penentuan putusan perkara pada sidang Kompas.Com. 2017.
pengadilan serta pelaksanaan pidana
penjara pada lembaga pemasyarakatan Candra, Septa. “Restorative Justice: Suatu
dalam menerapkan Undang-Undang Tinjauan Terhadap Pembaharuan Hukum
Nomor 11 Tahun 2012, hendaknya Pidana Di Indonesia.” Jurnal Rechts
mengutamakan pelaksanaan restorative Vinding: Media Pembinaan Hukum
justice sebagai salah satu alternatif Nasional 2, no. 2 (2013): 263–277.
khususnya dalam penjatuhan pidana
sehingga penjatuhan pidana penjara bisa Djamil, M. Nasir. Anak Bukan Untuk
diminimalkan serta menjadi tugas kita Dihukum Catatan Pembahasan Undang-
semua untuk memberikan suatu sosialisasi Undang Sistem Peradilan Pidana Anak
atau penyuluhan kepada masyarakat (UU-SPPA). Jakarta: Sinar Grafika, 2013.
mengenai pentingnya diversi atau keadilan
restoratif dalam penyelenggaraan sistem Hadi, Supeno. Kriminalisasi Anak. Jakarta:
peradilan pidana anak. Karena hukum juga PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta,
tetap harus memberikan ruang bagi anak 2010.
untuk terus berkembang dan terlindungi
sesuai kapasitas pertumbuhannya. Hutauruk, Rufinus Hotmaulana.
Diharapkan generasi muda dimasa datang Penanggulangan Kejahatan Korporasi
lebih bisa mentaati hukum yang berlaku. Melalui Pendekatan Restoratif: Suatu
Diharapkan kepada seluruh komponen Terobosan Hukum. Jakarta: Sinar Grafika,
masyarakat terutama kepada anak 2013.
berhadapan hukum dengan korban itu
sendiri dan keluarga anak berhadapan Ira, Ira_andira Andira.
hukum dan korban serta masyarakat yang “PENERAPANRESTORATIVE JUSTICE
dirugikan akibat dari tindak pidana yang DALAM UPAYA PERLINDUNGAN
dilakukan oleh anak dapat mendukung HUKUM TERHADAP ANAK PELAKU
pelaksanaan restorative justice sebagai TINDAK PIDANA (Studi Kasus Di Polres
salah satu alternatif lain selain pidana Tebing Tinggi).” Ilmu Hukum Prima (IHP)
penjara dengan memaafkan dan 1, no. 1 (2018): 29–50.
memberikan kesempatan kepada anak
18
Jurnal Lex Suprema
ISSN: 2656-6141 (online)
Volume 1 Nomor II September 2019
Artikel

Johnson, Alvin S. Sosiologi Hukum. Waluyo, Bambang. Penegakan Hukum Di


Jakarta: Rineka Cipta, 2004. Indonesia. Sinar Grafika, 2016.

Lamintang, P. A. F. Dasar-Dasar Hukum Yunus, Yutirsa. “Analisis Konsep


Pidana Indonesia, Cetakan Keempat. Restorative Justice Melalui Sistem Diversi
Bandung: Citra Aditya Bakti, 2011. Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak Di
Indonesia.” Jurnal Rechts Vinding: Media
Marlina. Pengantar Konsep Diversi Pembinaan Hukum Nasional 2, no. 2
Restorative Justice Dalam Hukum Pidana. (2013): 231–245.
Universitas Sumatera Utara Press, 2010.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang
Pradityo, Randy. “Restorative Justice Pengadilan Anak,
Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak.”
Jurnal Hukum Dan Peradilan 5, no. 3 Undang-Undang Nomor 39 tentang Hak Asasi
Manusia
(2016): 319–330.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012
Prakoso, Abintoro. Pembaruan Sistem Tentang Sistem Peradilan Anak
Peradilan Pidana Anak. Laksbang Grafika,
2013. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016
Tentang Perlindungan Anak.
Raharjo, Agus, and Angkasa Angkasa.
“Profesionalisme Polisi Dalam Penegakan
Hukum.” Jurnal Dinamika Hukum 11, no.
3 (2011): 389–401.

Sarmadi, ASukris. “Membebaskan


Positivisme Hukum Ke Ranah Hukum
Progresif (Studi Pembacaan Teks Hukum
Bagi Penegak Hukum).” Jurnal Dinamika
Hukum 12, no. 2 (2012): 331–343.

Soekanto, Soerjono. Faktor-Faktor Yang


Mempengaruhi Penegakan Hukum (Cet.
Ke-10). Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2011.

Tarigan, Fetri AR. “Upaya Diversi Bagi


Anak Dalam Proses Peradilan.” Lex
Crimen 4, no. 5 (2015).

Tina Masriani, Yulies. Pengantar Hukum


Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2004.

Wahyudi, Setya. Implementasi Ide Diversi


Dalam Pembaruan Sistem Peradilan
Pidana Anak Di Indonesia. Genta Pub.,
2011.

19

Anda mungkin juga menyukai