Anda di halaman 1dari 63

SKRIPSI

PELAKSANAAN PEMBERIAN BANTUAN HUKUM BAGI


TERDAKWA DALAM PEMERIKSAAN PERKARA
PIDANA DI PENGADILAN NEGERI MASAMBA

(STUDI PENELITIAN PENGADILAN NEGERI MASAMBA)

IKA MERDEKA WATI


19.023.74.201.152

PROGRAM STUDI ILMU


HUKUM FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ANDI DJEMMA
PALOPO 2023
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

HASIL PENELITIAN

PELAKSANAAN PEMBERIAN BANTUAN HUKUM


BAGI TERDAKWA DALAM PEMERIKSAAN
PERKARA PIDANA DI PENGADILAN NEGERI
MASAMBA
(STUDI PENELITIAN PENGADILAN NEGERI MASAMBA)

disusun oleh:

IKA MERDEKA WATI


19.023.74.201.152

telah diperiksa dan disetujui untuk seminar hasil pada


Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Hukum
Universitas Andi Djemma Palopo

Palopo, Februari 2023


Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr.Haedar Djidar,SH,.MH Sulastryani, SH,.MH


NIDN. 0912108204 NIDN. 0911058901
ii
LEMBAR PERSETUJUAN PENGUJI

Setelah memeriksa skripsi yang ditulis oleh:

Nama : IKA MERDEKA WATI

NIM : 19.023.74.201.152

Program Studi : Ilmu Hukum

Fakultas : Hukum

Judul Skripsi :Pelaksanaan Pemberian Bantuan Hukum Bagi

Terdakwa Dalam Pemeriksaan Perkara Pidana Di

Pengadilan Negeri Masamba

(Studi Penelitian Pengadilan Negeri Masamba)

Telah diujikan pada Hari ,Tanggal 2023, dinyatakan telah

sesuai dengan saran dan rekomendasi penguji

No Nama Jabatan Tanda Tangan

1 Dr. Haedar Djidar SH.,MH Pembimbing I

2 Sulastriyani SH.,MH Pembimbing II

3 Burhanuddin SH., MH Narasumber

4 Hasmawati SH.,MH Narasumber

5 Muh.Salam Amrullah SH.,MH Narasumber

ii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Alhamdulillah puji syukur bagi Allah SWT atas segala nikmat dan
karunianya serta atas segala limpahan rahmat dan ridhonya, sehingga penulis
senantiasa diberikan kemudahan dan kesehatan dalam menyelesaikan skripsi
dengan judul Pelaksanaan Pemberian Bantuan Hukum Bagi Terdakwa Dalam
Pemeriksaan Perkara Pidana Di Pengadilan Negeri Masamba. Hasil penelitian ini
bertujuan sebagai sumbangan akhir jenjang pendidikan Strata Satu (S1) Fakultas
Hukum Universitas Andi Djemma Kota Palopo.
Mengawali ucapan terimakasih ini, saya sebagai penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Kedua orang tua penulis Bapak Abd.Latid dan Ibu Sumiati yang senantiasi
memberikan kasih sayang dan dukungan kepada penulis.
2. Kepada saudara/saudari tercinta penulis.
3. Bapak Dr.IR.H.Annas Boceng M.SI, selaku Rektor Universitas Andi
Djemma Palopo.
4. Bapak Dr. Haedar Djidar, SH.,MH selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Andi Djemma Palopo sekaligus Pembimbing I
5. Bapak Burhanuddin, SH.,MH, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum
Universitas Andi Djemma Palopo
6. Ibu Sulastryani, SH.,MH, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum
Universitas Andi Djemma sekaligus Pembimbing II
7. Ibu Irayantinur, SH.,MH, selaku Ketua Program Studi Fakultas Ilmu Hukum
Universitas Andi Djemma Palopo.
8. Kepada Bapak Dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Andi Djemma
atas ilmu, pendidikan, dan pengetahuan yang telah diberikan kepada penulis
selama duduk dibangku kuliah.
9. Segenap Staf Pegawai Fakultas Hukum yang telah banyak membantu
penulis selama ini.
10. Teman-teman angkatan 2019 Fakultas Hukum Universitas Andi

i
Djemma, terima kasih atas dukungan moral dari kalian semua.
11. Semua pihak yang telah memberikan motivasi, dukungan, pemikiran,
membantu Penulis mulai dari awal penyusunan proposal hingga akhir
penyelesaian skripsi ini . Penulis ucapkan terima kasih.
Serta seluruh pihak yang telah banyak membantu baik secara langsung
maupun tidak langsung. Akhir kata semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat
bagi kita semua, dan semoga apa yang telah kita niat baikkan selalu mendapatkan
berkah Allah SWT.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Palopo, Desember 2022

Ika Merdeka wati

v
Abstrak

IKA MERDEKA WATI, Nim 19.023.74.201.152 , Judul Skripsi pelaksanaan


pemberian bantuan hukum bagi terdakwa perkara pidana di pengadilan
negeri masamba Bimbingan Dr. Haedar Djidar, S.H.,M.H Selaku Pembimbing I,
Sulastryani, S.H.,M.H selaku Pembimbing II.

Bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh pemberi bantuan hukum
kepada penerima bantuan hukum secara cuma-cuma. Bantuan hukum merupakan salah
satu hak asasi manusia untuk mewujudkan acces to justitie, equality before the law,
dan fair trial. Pemberian bantuan hukum menghindarkan tersangka atau terdakwa dari
perlakuan tidak adil dan tindakan sewenang- wenang dari para penengak hukum.
Permasalahan dalam penelitian ini bagaimana Pelaksanaan Bantuan Hukum bagi
Terdakwa dalam Pemeriksaan Perkara Pidana Di Pengadilan Negeri Masamba, Apa yang
menjadi Kendala dalam Pemberian Bantuan Hukum Bagi Terdakwa dalam Pemeriksaan
Perkara Pidana Di Pengadilan Negeri Masamba. Penelitian ini bertujuan Untuk
mengetahui bagaimana Pelaksanaan Bantuan Hukum bagi Terdakwa dalam Pemeriksaan
Perkara Pidana di Pengadilan Negeri Masamba, Untuk mengetahui apa yang menjadi
kendala dalam Pemberian Bantuan Hukum bagi Terdakwa dalam Pemeriksaan Perkara
Pidana di Pengadilan Negeri Masamba. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
metode penelitian hukum Normatif Empiris, penelitian dilakukan di Pengadilan Negeri
Masamba Kabupaten Luwu Utara. Penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan
pemberian bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu yang diatur dalam Undang-
Undang Nomor 16 tahun 2011 tentang bantuan hukum telah sesuai dengan aturan uang
berlaku, yakni Mengajukan permohonan secara tertulis yang berisi sekurang-kurangnya
identitas pemohon dan uraian singkat mengenai pokok persoalan yang dimohonkan
bantuan hukum, Menyerahkan dokumen yang berkenaan dengan perkara, Melampirkan
surat keterangan miskin dari lurah, kepala desa atau pejabat yang setingkat di tempat
tinggal pemohon bantuan hukum.

Kata kunci : Bantuan Hukum

v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING...............................................ii
LEMBAR PERSETUJUAN PENGUJI.......................................................iii
KATA PENGANTAR.................................................................................iv
DAFTAR ISI...............................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah..........................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...................................................................................7
1.3. Tujuan Penelitian....................................................................................7
1.4. Manfaat Penelitian..................................................................................8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Hakikat Bantuan Hukum...................................................................................9
2..1.1. Pengertian Bantuan Hukum..................................................................9
2..1.2. Konsep Bantuan Hukum.......................................................................11
2..1.3. Tujuan Dari Pemberian Bantuan Hukum..............................................13
2..1.4. Pemberian Bantuan Hukum...................................................................14
2..1.5. Hak Konstitusional Bantuan Hukum.....................................................18
2.2. Dasar Hukum Bantuan Hukum.........................................................................20
2.3. Prosedur Bantuan Hukum.................................................................................22
2..4. Faktor-Faktor Penghambat Bantuan Hukum.....................................................23
2..5. Bantuan Hukum Sebagai Hak Asasi Manusia...................................................24
2..6. Kerangka Pikir...................................................................................................27

BAB III METODE PENELITIAN


3.1. Jenis Penelitian.............................................................................................28
3.2. Lokasi Penelitian..........................................................................................28
3.3. Teknik Pengumpulan Data...........................................................................28
3.4. Jenis dan Sumber Data.................................................................................29
3.5. Teknik Analisis Data....................................................................................29

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian...............................................................30


v
4.2 Pelaksanaan Bantuan Hukum Bagi Terdakwa dalam Pemeriksaan Perkara
Pidana Di Pengadilan Negeri Masamba.........................................................31
4.1 Kendala-Kendala dalam Pemberian Hukum Bagi Terdakwa Dalam
Pemeriksaan Perkara Pidana Di Pengadilan Negeri Masamba.......................41

BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan...................................................................................................48
5.2 Saran.............................................................................................................49
DAFTAR PUSTAKA

viii

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan Negara hukum (rechtsstaat) sebagaimana dinyatakan

dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945: “Negara Indonesia adalah

Negara hukum”. Dalam negara hukum, Negara menjamin persamaan di hadapan

hukum serta mengakui dan melindungi hak asasi manusia, sehingga

semua orang memiliki hak untuk diperlakukan sama di

hadapan hukum. Persamaan di hadapan hukum harus disertai juga dengan

persamaan perlakuan. Salah satu bentuk adanya persamaan perlakuan tersebut

adalah pemberian bantuan hukum. Dalam negara hukum, negara berada sederajat

dengan individu dan kekuasaan negara dibatasi oleh hak asasi manusia. Oleh

karena itu, negara hukum dan hak asasi manusia memiliki keterkaitan dan

hubungan yang sangat erat serta tidak dapat dipisahkan antara satu dengan

lainnya. Perhatian terhadap masalah bantuan hukum menjadi relevan dan

mengedepan kita perbincangkan dalam konteks keindonesiaan, setidak-

tidaknya dilatar belakangi oleh empat hal. Pertama, konteks bantuan hukum

sendiri bukanlah konsep yang sudah mati, artinya hingga sekarang ini kita harus

secara terus-menerus mengkajinya, karena bagaimanapun juga pergeseran dan

atau perkembangan yang menyangkut demensi waktu, pendekatan, (struktur)

sosial, politik, dan ekonomi, serta kondisi lokal tentu memberikan pengaruh

tersendiri. Kedua, semakin beragamnya permasalahan yang timbul dalam

masyarakat, yang disertai dengan peningkatan kebutuhan hukum masyarakat,

tuntutan untuk memperoleh

1
keadilan melalui jalur hukum, perluasan spektrum fungsi dan peran profesi

hukum, ataupun upaya-upaya dari penguasa untuk semakin menampilkan citra

jalannya pemerintahan yang konstitusional yang kesemua itu pada gilirannya

nanti akan turut mewarnai corak dan watak bantuan hukum. Ketiga, perkaitan

yang erat antara hukum dengan masalah hak asasi manusia, meskipun dalam

konteks yang luas masalah hak asasi manusia sebenarnya tidak hanya berkaitan

erat dengan hukum, akan tetapi ia juga berkaitan erat dengan bidang-bidang

kehidupan lainnya, seperti sosial, politik, ekonomi, budaya, dan sebagainya.

Empat, secara formal yuridis “jati diri” Negara Indonesia adalah sebuah negara

hukum (rechtsstaat).

Menurut Rhode (2004:3) memiliki kedudukan yang sama dihadapan hukum

yang dikenal dengan prinsip equality before the law maksud dari prinsip

equality before the law yaitu tidak hanya dimaknai sebagai persamaan dimata

hukum saja, melainkan dimaknai sebagai persamaan akan akses terhadap sistem

hukum dan keadilan. Berdasarkan hal tersebut terciptalah suatu konsep dan tujuan

yang bernama access to law and justice (akses terhadap hukum dan keadilan).

Berdasarkan prinsip tersebut dan tujuan access to law and justice, Pemerintah

Indonesia mengeluarkan suatu regulasi untuk merealisasikan prinsip dan tujuan

tersebut melalui Undang-Undang Nomor 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.

Dalam menangani setiap permasalahan dan agar memberikan bantuan hukum

yang ada di masyarakat.

Pemberian bantuan hukum merupakan salah satu perwujudan dari amanat

Pasal 28 ayat (1) Undang –Undang Dasar 1945 yang menyatakan

2
“setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian

hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Pemenuhannya

sangat penting dan fundamental, karena selain sebagai bentuk perlindungan dan

persamaan di hadapan hukum, prinsip ini merupakan pilar utama dalam

mewujudkan peradilan yang adil (fair trial). Salah satu bentuk pengaturannya

adalah Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum

diharapkan dapat melindungi hak konstitusional setiap individu untuk

mendapatkan bantuan hukum selain itu juga diharapkan dapat mengakomodir

perlindungan terhadap masyarakat yang kurang mampu.

Pembicaraan tentang bantuan hukum, hak asasi manusia dan atau negara

hukum dalam konteks Indonesia sebagai negara hukum menjadi penting artinya

mana kala kita mengingat bahwa dalam bangun negara hukum itu terlekati ciri-

ciri yang mendasar, yaitu:

1. Pengakuan dan perlindungan atas hak-hak asasi manusia yang

mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, kultur, dan

Pendidikan.

2. Peradilan yang bebas dan tidak memihak tidak dipengaruhi oleh sesuatu

kekuasaan lain apapun.

3. Legalitas dalam arti hukum dalam semua bentuknya.

Oleh karena itu, misalnya suatu negara tentu tidak dapat kita katakan

sebagai negara hukum apabila negara yang bersangkutan tidak

memberikan penghargaan dan jaminan perlindungan terhadap masalah

hak asasi manusia.

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum juga

3
mengatur mengenai kewajiban advokat dalam memberikan bantuan hukum bagi

orang atau kelompok orang miskin, sebagaimana diatur dalam Pasal 10 huruf e

yang menyatakan bahwa pemberi bantuan hukum berkewajiban untuk

memberikan bantuan hukum kepada penerima bantuan hukum berdasarkan syarat

dan tata cara yang ditentukan dalam Undang- Undang ini sampai dengan

perkaranya selesai, kecuali ada alasan yang sah secara berdasarkan hukum.

Bantuan hukum diberikan kepada Penerima Bantuan Hukum yang menghadapi

masalah hukum keperdataan, pidana, dan tata usaha negara baik litigasi maupun

nonlitigasi. Undang- Undang tentang Bantuan Hukum juga menjelaskan penerima

bantuan hukum sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 4 ayat

(1) meliputi setiap orang atau kelompok orang miskin yang tidak dapat memenuhi

hak dasar secara layak dan mandiri. Hak dasar yang dimaksud meliputi hak atas

pangan,sandang, layanan kesehatan, layanan pendidikan, pekerjaan dan berusaha,

dan/atau perumahan.

Persamaan di hadapan hukum ini harus diimbangi juga dengan persamaan

perlakuan (Equal treatment). Perolehan pembelaan dari seorang advokat atau

pembela umum (Access to legal counsel) adalah hak asasi setiap manusia dan

merupakan salah satu unsur untuk memperoleh keadilan (Access to justice) bagi

semua orang (Access for all). Tidak ada seorang pun dalam negara hukum yang

boleh diabaikan haknya untuk memperoleh pembelaan dari seorang advokat atau

pembela umum dengan tidak memperhatikan latar belakangnya, seperti latar

belakang agama, keturunan, ras, etnis, keyakinan politik, strata sosial ekonomi,

warna kulit dan gender.

4
Pada hakekatnya posisi seorang terdakwa dalam proses pemeriksaan

perkara pidana di persidangan sangat lemah, karena mereka berhadapan dengan

aparat penegak hukum yang oleh undang- undang dibekali dengan sejumlah

wewenang. Terdakwa harus berhadapan dengan aparat penegak hukum sebagai

akibat dari pelanggaran hukum yang dilakukan. Pelanggaran hukum tersebut,

bukan saja berakibat bagi orang yang dirugikan, akan tetapi lebih merupakan

pelanggaran terhadap kepentingan umum. Perbuatan-perbuatan pidana ini

menurut wujud dan sifatnya adalah bertentangan dengan tata atau ketertiban yang

dikehendaki oleh hukum. Mereka merugikan masyarakat, dalam arti bertentangan

dengan atau menghambat akan tata dalam pergaulan masyarakat yang baik dan

adil. Dapat pula dikatakan bahwa perbuatan-perbuatan pidana itu bersifat

merugikan masyarakat, jadi anti- sosial. Karenanya perbuatan-perbuatan itu

dilarang keras atau pantang dilakukan.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

menegaskan juga dalam Pasal 18 ayat (1): “Setiap orang yang ditahan,ditangkap,

dan dituntut karena disangka melakukan suatu tindak pidana berhak dianggap

tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang

pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan untuk

pembelaannya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Pada prinsipnya kita semua ketahui bersama bahwa seorang terdakwa adalah

seorang yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang pengadilan, seorang

terdakwa telah melakukan pelanggaran terhadap hak

5
orang lain yang bertentangan dengan suatu ketertiban umum dan suatu aturan

yang berlaku. Oleh karena itu juga kebebasan terdakwa dalam hal memberikan

keterangan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) perlu

dihayati oleh para penegak hukum bukan saja dalam pemeriksaan pengadilan

yang harus menyadari tegas apa yang dipikulkan dipundaknya, yaitu mencari

kebenaran materil demi untuk kepentingan umum yang selaras dengan

kepentingan individu, tetapi juga terdakwa itu sendiri harus mengetahui dan

menyadari hak-hak dan kewajibannya yang dijamin oleh undang-undang.

Bantuan hukum yang diberikan kepada terdakwa pada hakekatnya adalah

membela peraturan hukum dan juga perlindungan yang diberikan oleh

undangundang agar tersangka atau terdakwa untuk hak-hanya telindungi, sebab

bantuan hukum bagi terdakwa bukanlah semata-mata membela kepentingan

terdakwa untuk bebas dari segala tuntutan tetapi tujuan pembelaan dalam perkara

pidana untuk membela peraturan hukum jangan sampai peraturan hukum tersebut

salah atau tidak adil diterapkan dalam suatu perkara. Dengan demikian pemberian

bantuan hukum bagi terdakwa agar aparat dan penegak hukum dalam membuat

dan memutuskan suatu keputusan yang adil sesuai peraturan hukum yang berlaku.

Bantuan hukum saat ini sebagaimana umumnya dikonspesikan sebagai suatu

hak yang dapat dituntut oleh setiap orang dan hak demikian dipandang sebagai

bagian dari hak asasi manusia, sebab bantuan hukum di tinjukan dalam rangka

memperjuangkan penegakan hak asasi manusia dalam proses perkara yang

dihadapinya, baik diluar

6
maupun didalam pengadilan.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

(KUHAP) mengatur secara tegas soal pemberian bantuan hukum tersebut,

sebagaimana yang dijelaskan dalam ketentuan Pasal 54 dan Pasal 56 ayat (1)

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menerangkan bahwa

pemberian bantuan hukum tersebut dimulai dari tingkatan pemeriksaan

pendahuluan di tingkat penyidikan sampai dengan pemeriksaan di pengadilan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka Penulis termotivasi untuk

membahas dan melakukan penelitian dalam suatu penulisan proposal penelitian

yang judul “PELAKSANAAN PEMBERIAN BANTUAN HUKUM BAGI

TERDAKWA DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI

PENGADILAN NEGERI MASAMBA”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka perumusan masalah dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Pelaksanaan Bantuan Hukum Bagi Terdakwa dalam Pemeriksaan

Perkara Pidana di Pengadilan Negeri Masamba?

2. Apakah Kendala-kendala dalam Pemberian Bantuan Hukum Bagi Terdakwa

dalam Pemeriksaan Perkara Pidana di Pengadilan Negeri Masamba?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Bagi Terdakwa dalam

Pemeriksaan Perkara Pidana di Pengadilan Negeri Masamba.

7
2. Kendala-kendala dalam Pemberian Bantuan Hukum Bagi Terdakwa dalam

Pemeriksaan Perkara Pidana di Pengadilan Negeri Masamba.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian tersebut diharapkan mampu memberikan manfaat dengan

penulisan proposal ini:

1. Menambah bahan referensi bagi mahasiswa Fakultas Hukum pada umumnya

dan khususnya bagi Penulis sendiri dalam menambah wawasan berpikir serta

menambah ilmu pengetahuan tentang ilmu hukum.

2. Menjadi salah satu bahan pertimbangan bagi pemerintah agar lebih

memperhatikan penegakan hukum di Indonesia, khususnya dalam

memberikan bantuan hukum bagi terdakwa.

3. Menjadi salah satu bahan informasi atau masukan bagi proses pembinaan

kesadaran hukum bagi masyarakat untuk mencegah terjadinya peristiwa yang

sama.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hakikat Bantuan Hukum

2.1.1 Pengertian Bantuan Hukum

Istilah bantuan hukum masih merupakan hal yang baru bagi bangsa

Indonesia. Bantuan hukum yang berkembang di Indonesia pada hakikatnya

tidak luput dari negara yang telah maju. Bantuan hukum dalam pengertiannya

yang luas dapat diartikan sebagai upaya untuk membantu golongan yang tidak

mampu dalam bidang hukum. Bantuan Hukum Tingkat Nasional tahun 1978

yang menyatakan bahwa bantuan hukum yang merupakan kegiatan pelayanan

hukum yang diberikan kepada golongan yang tidak mampu (miskin) baik

secara perorangan maupun kepada kelompok- kelompok masyarakat tidak

mampu secara kolektif.

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011

tentang Bantuan Hukum, bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan

oleh pemberi bantuan hukum secara cuma-cuma kepada penerima bantuan

hukum.

Menurut Adnan Buyung Nasution, bantuan hukum adalah legal aid,

yang berarti pemberian jasa dibidang hukum kepada seseorang yang terlibat

dalam suatu kasus atau perkara. Pemberian jasa bantuan hukum dilakukan

dengan cuma-cuma, bantuan jasa hukum dalam legal aid lebih dikhususkan

bagi yang tidak mampu dalam lapisan masyarakat miskin, dan dengan

demikian yang menjadi motivasi utama konsep legal aid adalah

menegakkan hukum dengan jalan

9
membela kepentingan hak asasi rakyat kecil yang tidak punya dan buta

hukum.

Bantuan hukum adalah sebagai terjemahan dari istilah “legal aid “ dan

”legal assistance” yang dalam praktek keduanya mempunyai orientasi yang

agak berbeda satu sama lain. “Legal aid” biasanya digunakan untuk

menunjukkan pengertian bantuan hukum dalam arti sempit berupa pemberian

jasa di bidang hukum kepada seseorang yang terlibat dalam suatu perkara

secara cuma-cuma atau gratis khususnya bagi mereka yang tidak mampu

(miskin), sedangkan “legal assistance” dipergunakan untik menunjukkan

pengertian bantuan hukum kepada mereka yang mampu, atau pemberian

bantuan hukum oleh para advokat yang menggunakan honorarium.

Clarence J. Dias memperkenalkan pula istilah “legal Services” yang

lebih tepat diartikan sebagai ”pelayanan hukum”. Menurut Dias, yang

dimaksud dengan bantuan hukum adalah segala bentuk pemberian layanan

oleh kaum profesi hukum kepada khalayak di dalam masyarakat dengan

maksud untuk menjamin agar tidak ada seorangpun di dalam masyarakat yang

terlepas haknya untuk memperoleh nasihat-nasihat hukum yang diperlukan

hanya oleh karena sebab tidak dimilikinya sumber dana finansial yang cukup.

Sementara itu, istilah “legal services” diartikan sebagai langkah- langkah yang

diambil untuk menjamin agar operasi sistem hukum di dalam kenyatannya

tidak akan menjadi diskriminatif sebagai akibat adanya perbedaan tingkat

penghasilan, kekayaan dan sumber-sumber lainnya yang dikuasai individu-

individu di dalam masyarakat.

1
Bantuan hukum itu sendiri adalah merupakan hak dari orang miskin

yang dapat diperoleh tanpa bayar sebagai bentuk penjabaran persamaan hak di

hadapan hukum. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 34 Undang-Undang

Dasar 1945 dimana di dalamnya dengan tegas disebutkan bahwa fakir miskin

adalah menjadi tanggung jawab negara. Terlebih lagi prinsip persamaan di

hadapan hukum (equality before the law) adalah hak asasi manusia yang

perlu dijamin dalam rangka tercapainya pengentasan masyarakat Indonesia

dari kemiskinan, khususnya dalam bidang hukum.

2.1.2 Konsep Bantuan Hukum

Untuk kepentingan pembangunan di bidang hukum khususnya dalam

rangka meningkatkan kesadaran hukum rakyat, menjamin penegakan hukum

dan kepastian hukum, serta pelayanan hukum, maka dilakukan upaya berupa

gerakan agar masyarakat mengetahui dan mengerti itu semua, di antaranya

berupa pemberian bantuan hukum. Sebagai wawasan, bantuan hukum tentu

masih terus berkembang dan diperbincangkan. Ia bukanlah konsep yang sudah

mapan atau final. Secara konsepsional, apabila kita melihat pada tujuan

orientasi, sifat, cara pendekatan dan ruang lingkup aktivitas program bantuan

hukum, khususnya bagi golongan miskin dan buta hukum di Indonesia, pada

dasarnya dapat dikategorikan pada dua konsep pokok, yaitu konsep bantuan

hukum tradisional dan konsep bantuan hukum konstitusional.

Yesmil Anwar dan Adang membagi tiga konsep bantuan hukum, yaitu:

1
1. Konsep bantuan hukum tradisional, adalah pelayanan hukum yang

diberikan kepada masyarakat miskin secara individual, sifat dari

bantuan hukum pasif dan cara pendekatannya sangat formal-legal.

Konsep ini berarti juga dalam melihat segala permasalahan hukum

dari kaum miskin semata-mata dari sudut hukum yang berlaku,

yang disebut oleh Selnick sebagai konsep yang normatif. Dalam

artian, melihat segala sebagai permasalahan hukum bagi kaum

miskin semata-mata dari sudut pandang hukum yang berlaku.

Konsep ini sudah lama, dan menitikberatkan pada kasus-kasus

yang menurut hukum harus mendapatkan pembelaan.

2. Konsep Bantuan Hukum Konstitusional,maksudnya bantuan

hukum untuk rakyat miskin yang dilakukan dalam rangka usaha-

usaha dan tujuan yang lebih luas seperti, menyadarkan hak-hak

masyarakat miskin sebagai subjek hukum, penegakan dan

pengembangan nilai-nilai hak asasi manusia sebagai sendi utama

bagi tegaknya negara hukum. Sifat dan jenis dari bantuan hukum

ini adalah lebih aktif artinya bantuan hukum ini diberikan kepada

kelompok- kelompok masyarakat secara kolektif.

3. Konsep Bantuan Hukum Struktural, yaitu kegiatan yang bertujuan

menciptakan kondisi-kondisi bagi terwujudnya hukum yang

mampu mengubah struktur yang timpang menuju ke arah

struktural yang lebih adil, tempat peraturan

1
hukum dan pelaksanaannya dapat menjamin persamaan kedudukan

baik di lapangan hukum atau politik. Konsep bantuan hukum

struktural ini erat kaitannya dengan kemiskinan struktural.

Jadi, konsep bantuan hukum terbagi menjadi tiga yaitu:

1. Konsep Bantuan Hukum Tradisional, pelayanan hukum yang

diberikan kepada masyarakat miskin secara individual, dalam

artian melihat segala permasalahan hukum dari kaum miskin

semata-mata dari sudut hukum yang berlaku.

2. Konsep Bantuan Hukum Konstitusional yaitu bantuan hukum

untuk rakyat miskin yang dilakukan dalam rangka usaha dan tujuan

yang lebih luas, seperti menyadarkan masyarakat miskin sebagai

subjek hukum. Sifat dan jenis dari bantuan hukum ini lebih aktif.

3. Bantuan Hukum Struktural yaitu kegiatan yang bertujuan untuk

menciptakan kondisi-kondisi bagi terwujudnya hukum yang adil.

2.1.3 Tujuan dari Pemberian Bantuan Hukum

Menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang

Bantuan Hukum, pemberian bantuan hukum bertujuan untuk:

a. Menjamin dan memenuhi hak bagi Penerima Bantuan Hukum untuk

mendapatkan akses keadilan;

b. Mewujudkan hak konstitusional segala warga negara sesuai

dengan prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum;

c. Menjamin kepastian penyelenggaraan Bantuan Hukum

1
dilaksanakan secara merata di seluruh wilayah Negara Republik

Indonesia;dan

d. Mewujudkan peradilan yang efektif, efisien, dan dapat

dipertanggungjawabkan.

Secara garis besar, tujuan bantuan hukum yang tercantum dalam Pasal 3

Undang-Undang Bantuan Hukum tersebut adalah 20 mewujudkan akses

kepada keadilan bagi masyarakat miskin dan juga mewujudkanperadilan

yang efektif, efisien, dan dapat

dipertanggungjawabkan (akuntabel). Jadi bantuan hukum tidak

semata untuk memberikan jasa hukum bagi masyarakat akan tetapi sekaligus

diharapkan mampu mendorong perbaikan sistem peradilan. Jadi tujuan dari

bantuan hukum sendiri yaitu mewujudkan keadilan bagi masyarakat

miskin dan juga mewujudkan peradilan

yang efisien, akuntabel dan efektif.

2.1.4 Pemberian Bantuan Hukum

Pembatasan pemberian bantuan hukum terbatas pada Advokat dengan

sendirinya akan bertentangan dengan perundangan tersebut diidentifikasi

pemberi bantuan hukum yaitu:

1. Advokat/ Penasehat Hukum

2. Posbakum

3. LBH

4. Pekerja Sosial/ Pendamping.

Di dalam Buku Panduan Bantuan Hukum, didentifikasikan pemberi

bantuan hukum selain Advokat adalah Pembela Publik di Organisasi Bantuan

Hukum dan Para Legal.Hukum:

1
1) Advokat

Advokat adalah orang yang berpraktik memberikan jasa

hukum, baik di dalam maupun diluar pengadilan, yang

memenuhi persyaratan berdasarkan Undang-Undang yang

berlaku. Sebelum berlaku Undang-Undang Nomor 18 Tahun

2003 tentang Advokat, istilah untuk pembela keadilan ini

sangat beragam, seperti pengacara, penasehat hukum,

konsultan hukum, advokat, dan lain-lain.

Secara umum, pengacara berarti orang-individu maupun

individu-individu yang tergabung dalam satu kantor, yang

beracara di pengadilan. Sementara advokat dapat bertindak

dalam pengadilan maupun sebagai konsultan dalam masalah

hukum, baik pidana maupun perdata. Namun semenjak ada

Undang-Undang Advokat, istilah-istilah tersebut distandarisasi

menjadi advokat.

Kode etik advokat Indonesia (KEAI) menyatakan advokat

adalah suatu profesi terhormat (officium nobile). Profesi

terhormat berarti adanya kewajiban mulia atau terpandang

dalam melaksanakan pekerjaan.

Ungkapan yang mengikat profesi terhormat adalah

noblesse oblige, yaitu kewajiban untuk melakukan hal yang

terhormat (honorable), murah hati (generous), dan

bertanggung jawab (responsible), yang dimiliki oleh mereka

yang mulia. Hal itu berarti setiap advokat tidak saja harus jujur

dan bermoral tinggi, tetapi juga harus mendapatkan

kepercayaan publik.

1
2) Pembela Publik

Pembela publik bekerja di organisasi bantuan hukum untuk

memberikan pelayanan bantuan hukum. Sebutan bagi pembela

publik ini bermacam-macam, pengabdi bantuan hukum, human

rights advocate, advokat publik, atau istilah yang umum adalah

pembela HAM (human rights defender).

Pembela publik bisa advokat, sarjana hukum, maupun sarjana

dibidang lain. Keterbatasan jumlah advokat di organisasi bantuan

hukum menjadi hambatan tersendiri dalam beracara di pengadilan.

Untuk proses konsultasi, pendidikan hukum, investigasi

maupun dokumentasi dapat dilakukan oleh pembela publik lainnya,

namun untuk persidangan tetap harus dilakukan seorang advokat.

Untuk mengatasinya biasanya dilakukan dengan merekrut voluntary

lawyer, yaitu advokat yang menjadi relawan (part time) di

organisasi bantuan hukum maupun gosh lawyer, yaitu advokat yang

mempersiapkan segala sesuatu untuk kepentingan persidangan

seperti gugatan, jawaban dalam peradilan perdata, namun yang hadir

dipersidangan adalah pencari keadilan sendiri.

3) Paralegal

Istilah paralegal berasal dari kesamaan istilah yang dikenal

dalam dunia kedokteran, paramedis, yakni seseorang yang bukan

dokter tetapi mengetahui tentang seluk beluk kedokteran. Paralegal

yaitu seorang yang bukan sarjana

1
hukum tetapi mempunyai pengetahuan dan pemahaman dasar

tentang hukum dan hak asasi manusia, memiliki keterampilan yang

memadai, serta mempunyai kemampuan dan kemauan untuk

menggunakan pengetahuannya itu untuk memfasilitasi perwujudan

hak-hak asasi masyarakat miskin.

Dengan demikian, konsep paralegal di dunia hukum barat dan

Negara maju berbeda dengan dunia hukum Negara dunia ketiga. Di

Negara Barat, seorang paralegal adalah pembantu atau asisten

pengacara atau advokat yang memiliki kualitas pendidikan tertentu.

Mereka bekerja sesuai dengan perintah advokat/pengacara dimana ia

bekerja dan karena itu ia dibayar oleh si pengacara, sementara yang

berkembang di dunia ketiga, paralegal bekerja untuk komunitasnya

dan oleh karena itu bertanggungjawab atas terhadap komunitasnya.

Paralegal muncul sebagai reaksi atas ketidak berdayaan hukum

dan dunia profesi hukum untuk mewujudkan hak-hak asasi

masyarakat miskin, seperti hak atas upah yang layak, hak atas tanah,

hak atas lingkungan yang sehat dan bersih, hak atas kebebasan

berpendapat, dan sebagainya, yang hanya mungkin terwujud jika

asumsi sosialnya terpenuhi, yakni:

1. Warga masyarakat mengerti dan memahami hak-hak

tersebut dalam konteks posisi mereka dalam masyarakat.

2. Warga masyarakat mempunyai kekuatan dan

1
kecakapan untuk memperjuangkan perwujudan hak- hak

tersebut. Hak atas upah yang layak, misalkan hanya

mungkin diwujudkan jika kaum buruh memahami hak-

haknya dan mempunyai kecakapan untuk memperjuangkan

hak-haknya tersebut.

Ruang lingkup paralegal bergerak diantara dua sisi,

pertama, dalam hubungan hukum sebagai jembatan komunitas

yang mengalami ketidakadilan atau pelanggaran HAM dalam

sistem hukum yang berlaku. Kedua, dalam hubungan sosial,

yang menjalankan fungsi mediasi, advokasi, dan pendampingan

masyarakat.

Kedudukan paralegal tidak dikukuhkan oleh sebuah

legitimasi formal, tetapi legitimasi sosial. Paralegal beroperasi

secara proaktif dan menyesuaikan diri dengan situasi. Pada

dasarnya sasaran kegiatan paralegal dapat dibagi dua yakni:

pertama, berkaitan dengan perubahan kualitatif kelompok

mitra/komunitas masyarakat miskin, baik dalam arti kondisi

subjektif maupun objektifnya kedua, yang berkaitan langsung

dengan proses penyelesaian konflik. Jadi, pemberi Bantuan

Hukum yaitu Advokat, Pembela Publik, dan Paralegal.

2.1.5 Hak Konstitusional Bantuan Hukum

Dalam konteks Indonesia, pengertian-pengertian mengenai hak warga

negara juga harus dibedakan pula antara hak konstitusional dan hak legal.

Hak konstitusional adalah hak-hak yang dijamin di dalam

1
dan oleh Undang-Undang Dasar 1945, sedangkan hak legal (legal rights)

timbul berdasarkan jaminan Undang-Undang dan peraturan perundang-

undangan di bawahnya (subordinate legislation).

Berdasarkan pendapat Palguna, Hak konstitusional adalah hak- hak yang

dijamin oleh konstitusi atau Undang-Undang Dasar baik jaminan itu

dinyatakan secara tegas maupun tersirat. Dengan kedudukannya yang

dicantumkan dalam konstitusi atau Undang- Undang Dasar, hak konstitusional

menjadi bagian dari konstitusi dan Undang-Undang Dasar, sehingga seluruh

cabang kekuasaan negara wajib menghormatinya. Oleh karena itu, pengakuan

dan penghormatan terhadap hak-hak konstitusional sebagai bagian dari

konstitusi sekaligus juga berarti pembatasan terhadap kekuasaan negara.

Undang- Undang Bantuan Hukum justru menjelaskan dan memperluas

para pihak yang dapat memberikan bantuan hukum. Tidak hanya advokat saja

yang dapat memberikan bantuan hukum, tetapi juga paralegal, dosen dan

mahasiswa fakultas hukum, termasuk mahasiswa dari fakultas syariah,

perguruan tinggi militer, dan perguruan tinggi kepolisian yang direkrut

sebagai pemberi bantuan hukum (Pasal 9 huruf a Undang- Undang Bantuan

Hukum). Pelayanan pemberian bantuan hukum oleh dosen dan mahasiswa

fakultas hukum merupakan tindakan yang harus diwujudkan karena

merupakan implementasi fungsi ketiga dari Tri Dharma Perguruan Tinggi,

yaitu pengabdian kepada masyarakat. Dalam menangani persoalan hukum

masyarakat, paralegal, dosen,dan mahasiswa fakultas hukum tunduk pada

hukum acara yang sama. Oleh karena itu, Mahkamah

1
berpendapat bahwa paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum memiliki

hak yang sama dengan advokat untuk memberi bantuan hukum kepada warga

negara miskin dan tidak mampu.

2.2 Dasar Hukum Bantuan


Hukum

a. Undang-Undang Dasar 1945

Pasal 27 ayat (1), menyebutkan “Segala warga negara bersamaan

kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada

kecualinya.” Setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama di depan

hukum tanpa terkecuali meliputi hak untuk dibela (acces to legal counsel),

diperlakukan sama didepan hukum (equality before the law), keadilan untuk

semua (justice for all).

b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara

Pidana

Undang-undang ini memberikan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM)

yang sangat besar, dengan mengatur secara rinci hak-hak yang dimiliki dan

dapat di peroleh oleh tersangka dan terdakwa selama proses pemeriksaan

perkaranya berlangsung. Pemberian hak-hak ini juga diikuti dengan peraturan

mengenai kewajban tertentu kepada aparat penegak hukum agar hak-hak

tersebut dapat terealisasi dalam praktek peradilan di Indonesia. Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur tentang tata cara

mendapatkan penasehat hukum, yaitu pasal 15 ayat (1) dan (2).

c. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat

Bantuan hukum yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun

2003 Tentang Advokat ini merupakan penjelasan yang lebih rinci

2
dari bantuan hukum yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP). Di dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 ini ada 13

bab dan 36 pasal, diantara bab-bab dan pasal-pasal tersebut mengatur tentang

advokat, pengawasan hak dan kewajiban advokat, honorarium, bantuan hukum

cuma-cuma, advokat asing, atribut, kode etik, dan dewan kehormatan advokat,

serta organisasi advokat.

d. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum

Hak atas bantuan hukum telah diterima secara universal yang dijamin

dalam Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (International

Covenant on Civil and Political Rights) ICCPR. Pasal 16 dan Pasal 26

ICCPR menjamin semua orang berhak memperoleh perlindungan hukum serta

harus dihindarkan dari segala bentuk diskriminasi. Sedangkan Pasal 14 ayat (3)

ICCPR, memberikan syarat terkait bantuan hukum yaitu, kepentingan-

kepentingan keadilan dan tidak mampu membayar advokat. Selama ini,

pemberian bantuan hukum yang dilakukan belum banyak menyentuh orang atau

kelompok orang miskin, sehingga mereka kesulitan untuk mengakses keadilan

karena terhambat oleh ketidakmampuan mereka untuk mewujudkan hak-hak

konstitusional mereka. Pengaturan mengenai pemberian bantuan hukum dalam

Undang-Undang ini merupakan jaminan terhadap hak-hak konstitusional orang

atau kelompok orang miskin. Beberapa pokok materi yang diatur dalam

Undang-Undang ini antara lain mengenai: pengertian bantuan hukum,

penerimaan bantuan hukum, pemberi bantuan hukum, hak dan kewajiban

penerima bantuan hukum, syarat

2
dan tata cara permohonan bantuan hukum, pendanaan, larangan, dan ketentuan pidana.

2.3 Prosedur Bantuan Hukum

Tata cara pemberian Bantuan Hukum sendiri telah diatur dalam Undang-

Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum yaitu pada Pasal 14 sampai

dengan Pasal 15, yang isinya sebagai berikut:

Pasal 14 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan

Hukum:

1) Untuk memperoleh bantuan hukum, permohonan bantuan hukum harus


memenuhi syarat-syarat:
a. Mengajukan permohonan secara tertulis yang berisi sekurang-
kurangnya identitas pemohon dan uraian singkat mengenai pokok
persoalan yang dimohonkan bantuan hukum;
b. Menyerahkan dokumen yang berkenaan dengan perkara; dan
c. Melampirkan surat keterangan miskin dari lurah, kepala desa, atau
pejabat yang setingkat di tempat tinggal pemohon Bantuan Hukum.
2) Dalam hal pemohon Bantuan Hukum tidak mampu menyusun permohonan
secara tertulis, permohonan dapat diajukan secara lisan.

Pasal 15 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum:

1) Pemohon Bantuan Hukum mengajukan permohonan Bantuan Hukum


kepada Pemberi Bantuan Hukum
2) Pemberian Bantuan Hukum dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari
kerja setelah permohonan Bantuan Hukum dinyatakan lengkap harus
memberikan jawaban menerima atau menolak permohonan Bantuan Hukum
3) Dalam hal permohonan Bantuan Hukum ditolak, Pemberi Bantuan Hukum
memberikan bantuan hukum berdasarkan surat kuasa khusus dari penerima
Bantuan Hukum
4) Dalam hal permohonan Bantuan Hukum ditolak, Pemberi Bantuan Hukum
mencantumkan alasan penolakan
5) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pemberian Bantuan
Hukum diatur dengan Peraturan Pemerintah

Ketetuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pemberian Bantuan

2
Hukum diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2012 tentang Syarat

dan Tata Cara Pemberian dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum. Pasal 6 peraturan

pemerintah ini menegaskan Pemohon Bantuan Hukum mengajukan permohonan

Bantuan Hukum secara tertulis kepada Pemberi Bantuan Hukum. Permohonan

sebagaimana dimaksud paling sedikit memuat:

a. Identitas pemohon bantuan hukum

b. Uraian singkat mengenai pokok persoalan yang dimintakan bantuan hukum

2.4 Faktor-Faktor Penghambat Bantuan Hukum

Bantuan hukum adalah hak bagi seorang terdakwa yang tidak mampu sudah

diatur secara rinci dalam peraturan perundang-undangan, hal ini bukan berarti bahwa

terdakwa dapat dengan mudah memperoleh bantuan hukum dari advokat dalam

penegakan ide bantuan hukum tersebut menjadi suatu kenyataan, akan tetapi terdapat

juga beberapa faktor penghambat yang akan mempengaruhinya.

Faktor-faktor yang menghambat penegakan hukum khususnya dalam hal

bantuan hukum menurut Soerjono Soekanto adalah sebagai berikut:

a. Faktor hukumnya sendiri yaitu berupa Undang-Undang

b. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun yang

menerapkan hukum

c. Faktor sarana atau fasilitasnya yang mendukung penegakan hukum

d. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau

diterapkan

e. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang

2
didasarkan pada karsan manusia di dalam pergaulan hidup

Menurut Moch Ali, mengatakan bahwa bagi pihak pengadilan untuk menunjuk

seorang advokat tidak mengalami suatu hambatan yang berarti, sebab advokat yang

ditunjuk pihak pengadilan selama ini senantiasa siap, dan bersedia untuk

mendampingi terdakwa selama proses persidangan, apabila ada mungkin hanya

advokat yang sudah ditunjuk oleh pengadilan tidak bersedia, akan tetapi pada

umumnya para advokat yang telah ditunjuk oleh pengadilan senantiasa bersedia.

Beliau mengatakan hal yang menjadi penghambat dari pelaksanaan pemberian

bantuan hukum untuk masyarakat yang tidak mampu adalah dipengaruhi oleh

minimnya dana bantuan hukum yang disediakan oleh Pemerintah melalui

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dana yang diberikan kepada pihak

Pengadilan tersebut masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan akan pendanaan

kepada para advokat, agar bersedia untuk memberikan bantuan hukumnya secara

cuma-cuma kepada masyarakat yang tidak mampu melalui Pos Bantuan Hukum

(Posbakum) yang ada di tingkat Pengadilan Negeri.

2.5 Bantuan Hukum sebagai Hak Asasi Manusia

Dalam kajian Hak Asasi Manusia, hak atas bantuan hukum dianggap sebagai

bagian dari proses peradilan yang adil dan merupakan salah satu pilar dari prinsip

negara hukum. Hak tersebut telah mendapatkan pengakuan sebagai salah satu prinsip

Hak Asasi Manusia yang diterima secara universal. Jaminan atas hak ini diatur

dalam berbagai Instrumen Hak Asasi Manusia Internasional. Instrumen Internasional

yang menjamin hak atas bantuan hukum, yaitu:

a. Pasal 7 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menjamin

2
persamaan kedudukan di muka hukum

b. Pasal 16 dan Pasal 26 International Covenant On Civil And Political Rights

menjamin bahwa semua orang berhak untuk perlindungan dari hukum serta

harus dihindarkan adanya diskriminasi berdasarkan apapun termasuk status

kekayaan

c. . Pasal 14 ayat (3) International Covenant On Civil And Political Rights,

memberikan syarat terkait bantuan hukum yaitu, kepentingan- kepentingan

keadilan dan tidak mampu membayar advokat.

Hak ini termasuk jenis Non-derogable rights (tidak dapat dikurangi). Hal

tersebut diatas dimaksudkan juga dengan bantuan hukum yang diberikan pemerintah

kepada masyarakat yang kurang mampu. Bantuan hukum yang diberikan haruslah

memuat substansi Hak Asasi Manusia. Bantuan hukum harus mengacu pada Hak

Asasi Manusia karena harus melindungi hak-hak rakyat untuk mendapatkan bantuan

hukum dan memperjuangkan kepentingan yang sah dan damai.

Dalam konteks perlindungan Hak Asasi Manusia, merujuk kepada Pasal

1 butir 6 Undang-undang tentang Hak Asasi Manusia, mekanisme 37 perlindungan

Hak Asasi Manusia yang disandarkan pada lembaga peradilan membutuhkan

penguatan atas jaminan proses peradilan yang adil (free trial). Dalam hal ini

dibutuhkan pengakuan terhadap Hak Asasi Manusia terkait dengan persamaan di

muka hukum, telah diatur dalam Pasal 28 D ayat (1) amandemen ke-2 Undang-

Undang Dasar 1945 yang memberikan jaminan terhadap pengakuan, perlindungan

dan kepastian hukum yang adil dan perlakuan yang sama bagi setiap orang. Dalam

tataran yang lebih operasional, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang

Hak Asasi

2
Manusia mengatur sejumlah hak-hak dasar yang dilindungi oleh Negara, antara lain

hak untuk memperoleh keadilan. Setiap orang, tanpa diskriminasi berhak

memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan,

baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses

peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang

menjamin pemeriksaan secara objektif.

2
2.6 Kerangka Pikir

Pelaksanaan Pemberian Bantuan Hukum Bagi


Undang-Undang
Terdakwa Nomor 8 Tahun
Dalam Pemeriksaan Perkara1981
Pidana
Di Pengadilan Negeri Masamba.
KUHAP
Undang-Undang Bantuan Hukum (Undang-
Undang Nomor 16 tahun 2011 tentang
Bantuan Hukum)
Bagaimana Pelaksanaan Bantuan Hukum Bagi Kendala-kendala dalam Pemberian Bantuan
Terdakwa dalam Pemeriksaan Perkara Pidana Hukum Bagi Terdakwa
Terwujudnya Pelaksanaan Pemberian Bantuan
Melakukan Prosedur Penerimaan Hukum
BantuanBagi Terdakwa Dalam 1. Pemeriksaan
Dipengaruhi oleh minimnya dana bantuan
Hukum Perkara Pidana sesuai denganhukum
Peraturan
a. Memberikan keterangan identitasPerundang-Undangan
baik Yang Berlaku
secara tertulis maupun lisan 2. Sosialisasi sistem bantuan hukum nasional
b. Memberikan uraian masalah yang sedang yang belum maksimal
menjerat dan menyerahkan dokumen yang 3. Ketersediaan dan kualitas pemberi
berkenaan dengan perkara
bantuan hukum
c. Menyerahkan surat keterangan miskin dari
pejabat setempat
d. Surat kuasa

2
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Dalam melakukan Penelitian, penulis menggunakan jenis Metode Penelitian

Hukum Normatif-Empiris. Pada dasarnya metode penelitian ini ialah

penggabungan antara pendekatan hukum normatif dengan adanya penambahan

dari berbagai unsur-unsur empiris. Dengan demikian penelitian ini menekankan

pada implementasi ketentuan hukum normatif (Undang-Undang) dalam

penerapannya disetiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dimasyarakat.

3.2 Lokasi Penelitian

Dalam melakukan penelitian guna mendapatkan data atau informasi penulis

melakukan penelitian di Pengadilan Negeri Masamba.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :

1. Studi Pustaka Yaitu dilakukan untuk mengumpulkan data-data mengenai

dasar hukum yang berkaitan dengan bantuan hukum dan Peraturan

Kepolisian Republik Indonesia yang mengatur fungsi dan kewenangan pihak

kepolisian dalam menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum. Dengan

membaca, mengutip, dan mempelajari artikel-artikel online yang sesuai

dengan permasalahan dan pokok bahasan.

2. Studi lapangan Melakukan penelitian secara langsung ke lapangan dengan

menggunakan teknik interview atau wawancara.

2
Interview atau wawancara merupakan Tanya jawab secara lisan dimana dua

orang atau lebih berhadapan secara langsung. Dalam interview atau

wawancara ada dua pihak yang menempatin tempat yang berbeda.Dimana

pihak yang satu sebagai pencari Informasi dan pihak yang lain adalah

sebagai pemberi Informasi.

3.4 Sumber Data

Adapun sumber data yang digunakan dalam penulisian proposal ini yaitu

meliputi:

a. Data Primer

Yaitu data yang diperoleh secara langsung dari lapangan penelitian yang

bersumber dari responden yang berkaitan dengan penelitian melalui

wawacara.

b. Data Sekunder

Yaitu data-data yang bersumber dari bahan kepustakaan yang meliputi

peraturan perundang-undangan serta kumpulan-kumpulan artikel hukum

yang mempunyai relevensi dengan permasalahan dalam penelitian ini.

3.5 Teknik Analisis Data

Dalam melakukan penelitian penulis menggunakan analisis data Kualitatif.

Analisis ini dilakukan dengan memperhatikan fakta yang ada dilapangan dan

digabungkan dengan data sekunder yang diperoleh dari kepustakaan

2
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1.1 Visi dan Misi Pengadilan Negeri Masamba

Visi

“ Terwujudnya Pengadilan Negeri Masamba yang Agung “ Misi

Pengadilan Negeri Masamba Mengemban Misi

a. Menjaga Kemandirian Pengadilan Negeri Masamba

b. Memberikan Pelayanan Hukum Berkeadilan Kepada Pencari Keadilan

c. Meningkatkan Kualitas Kepemimpinan Pengadilan Negeri Masamba

d. Meningkatkan Krebidilitas dan Transparansi Pengadilan Negeri

Masamba

2.1 Struktur Organisasi

3
4.2. Pelaksanaan Bantuan Hukum Bagi Terdakwa Dalam Pemeriksaan

Perkara Pidana Di Pengadilan Negeri Masamba

Pada bagian ini penulis akan menguraikan tentang bagaimana pelaksanaan

bantuan hukum bagi terdakwa dalam pemerikasaan perkara pidana di pengadilan

negeri masamba dalam pemberian bantuan hukum terhadap masyarakat yang mampu

maupun tidak mampu, namun terlebih dahulu penulis tegaskan kembali tentang

bantuan hukum serta peran lembaga bantuan hukum itu sendiri, seperti yang telah

dijelaskan pada tinjauan pustaka bahwa bantuan hukum berarti sebagai bentuk

pemberian pelayanan oleh kaum profesi hukum kepada khalayak dimasyarakat

dengan maksud untuk menjamin agar tidak seorangpun didalam masyarakat yang

terampas haknya untuk memperoleh nasehat-nasehat hukum yang di perlukan hanya

karena tidak memiliki sumber daya financial yang cukup. Lembaga bantuan hukum

juga memiliki peran tersendiri, yaitu mewujudkan suatu pemerataan dalam bidang

hukum yaitu kesamaan kedudukan dan kesempatan untuk memperoleh suatu

keadilan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Sulfikar, S.H. terkait dengan

pelaksanaan bantuan hukum bagi terdakwa dalam pemeriksaan perkara pidana

menyatakan bahwa:

“Pelaksanaan bantuan hukum bagi terdakwa pemeriksaan perkara pidana di


Pengadilan Negeri Masamba yaitu melalui penunjukan oleh Ketua Majelis
Hakim dimana terdakwa tidak didampingi oleh Kuasa Pribadi dan dikenakan
ancaman hukaman diatas 5 Tahun Penjara. untuk pelaksanaan pendampingan
Penasehat Hukum penunjukan (Posbakum) terus didampingi sampai tahap
Putusan.

Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh pemberi bantuan

hukum secara cuma-cuma kepada penerima bantuan hukum. Tujuan bantuan hukum

di sini adalah sebagai syarat untuk berjalannya

3
fungsi maupun integritas peradilan yang baik bagi mereka yang termasuk golongan

miskin, menurut hukum yang berlaku, dengan berlandaskan kemanusiaan. (Pasal 1

angka 1 Undang-Undang Nomor 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum). Tersangka

adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti

permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. (Pasal 1 angka 14 Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana)

Konsep bantuan hukum yang pada awalnya hanya merupakan belas kasihan

atau kemurahan hati, kemudian berkembang menjadi hak setiap manusia dan

selanjutnya menjadi tanggung jawab profesi bagi para penegak hukum. Motivasi

Perubahan konsep bantuan hukum kearah yang lebih baik di atas penting artinya

karena merupakan perubahan dari yang semula bantuan hukum diberikan hanya atas

dasar belas kasihan, menjadi sebagai suatu hak yang memang dimiliki oleh setiap

orang yang membutuhkannya, bahkan saat ini berkembang bantuan hukum yang

bersifat struktural. Menurut Adnan Buyung bahwa dalam perkembangannya

sekarang konsep bantuan hukum selalu dihubungkan dengan cita-cita negara

kesejahteraan yang memberikan suatu kewajiban pada pemerintah untuk

memberikan kesejahteraan pada rakyatnya yang salah satunya adalah berupa bantuan

hukum. Pada dasarnya tujuan bantuan hukum menurut Adnan Buyung ada dua hal.

Pertama bahwa bantuan hukum yang efektif adalah merupakan syarat yang esensial

untuk berjalannya fungsi maupun integritas peradilan yang baik dan kedua bahwa

bantuan hukum merupakan tuntutan dari rasa perikemanusian.

3
Bantuan hukum saat ini sebagaimana umumnya dikonsepsikan sebagai suatu

hak yang dapat dituntut oleh setiap orang dan hak yang demikian dipandang sebagai

bagian dari pada hak asasi manusia, bantuan hukum ini di tujukan dalam rangka

memperjuangkan penegakan hak asasi manusia dan diharapkan hak asasi manusia

akan diberikan penghargaan yang sepantasnya di dalam hukum. Para ahli membagi

dan praktisi hukum di Indonesia membagi bantuan hukum kepada dua macam yaitu

bantuan hukum indivindual dan struktural. Bantuan hukum indivindual merupakan

bantuan hukum kepada masyarakat tidak mampu dalam bentuk pendampingan oleh

advokat dalam proses penyelesaian sengketa yang dihadapinya, baik dimuka

pengadilan maupun dalam proses penyelesaian sengketa lainnya seperti arbitrase,

dalam rangka menjamin pemerataan pelayanan hukum kepada seluruh lapisan

masyarakat. Bantuan hukum struktural tidak hanya menfokuskan aktivitasnya untuk

membela kepentingan atau hak hukum masyarakat yang tidak mampu dalam proses

peradilan, namun dalam pengertian yang lebih luas lagi bertujuan untuk

menumbuhkan kesadaran dan pengertian masyarakat akan pentingnya hukum. Pos

bantuan hukum (Posbakum) adalah bantuan hukum indivindual dan Lembaga

Bantuan Hukum adalah bantuan hukum struktural.

Asas untuk mendapatkan bantuan hukum ini (access to legal counsel) tidak

diatur secara langsung dalam konstitusi kita, namun Pasal 28D yang menyatakan

bahwa “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian

hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum” menjamin hak untuk

mendapatkan keadilan dan perlakuan yang sama di depan hukum. Bantuan hukum

memegang peranan penting

3
dalam pemenuhan hak atas keadilan dan perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Pasal 36 Undang Undang Nomor. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan

Pokok Kekuasaan Kehakiman sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang

Nomor 35 Tahun 1999 baru mengatur secara jelas hak mendapatkan bantuan hukum

ini yang dinyatakan bahwa “dalam perkara pidana seorang tersangka sejak saat

dilakukan penangkapan dan atau penahanan berhak menghubungi dan meminta

bantuan penasehat hukum”. Undang-Undang ini kemudian diganti Undang Undang

Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan pasal tentang hak

mendapatkan bantuan hukum ini berada dalam pasal 38, dimana penasehat hukum

diganti menjadi advokat, namun penasehat hukum tidak hanya advokat, tetapi juga

pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum non profit dan peserta magang di

kantor-kantor advokat.

Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana perihal bantuan hukum

telah diatur dalam Pasal 54, 55 serta Pasal 56 dan Bab VII Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (Pasal 69-74) bahkan untuk kondisi tertentu bantuan hukum ini

menjadi wajib (Pasal 56). Lalu ada Pasal 114 yang merupakan pasal pendukung dari

ketentuan yang digariskan dalam Pasal 54 dan Pasal 56 Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana. Pasal 114 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ini

memberikan landasan yuridis bagi seorang tersangka/ terdakwa untuk diberitahukan

haknya memperoleh pendampingan penasehat hukum bagi dirinya, mulai sejak saat

tahap penyidikan sampai dengan tahap putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap

(asas legal assistance, setiap orang yang tersangkut perkara wajib diberi

kesempatan memperoleh bantuan hukum yang semata-mata

3
diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya). Hal ini dapat

dilihat pada konsep dan ide Legal service yang terkandung makna dan tujuan

sebagai berikut :

1. Memberi bantuan kepada anggota masyarakat yang operasional bertujuan

menhapuskan kenyataan-kenyataan diskriminatif dalam penegakan dan

pemberian jasa bantuan antara rakyat miskin yang berpenghasilan kecil

dengan masyarakat kaya yang menguasai sumber dana dan posisi kekuasaan.

2. Dengan pelayanan hukum yang diberikan kepada anggota masyarakat yang

memerlukan, dapat mewujudkan kebenaran hukum itu sendiri oleh aparat

penegak hukum dengan jalan menghormati setiap hak yang dibenarkan

hukum bagi setiap anggota masyarakat tanpa membedakan yang kaya dan

miskin.

3. Di samping untuk menegakkan hukum dan penghormatan kepada yang

diberikan hukum kepada setiap orang, Legal servicedi dalam

operasionalnya,lebih cenderung untuk menyeselasikan setiap persengketaan

dengan jalan menempuh perdamaian.

Bantuan hukum memiliki dua konsep, yaitu konsep probono dan konsep legal aid.

Dalam konsep prabono meliputi empat elemen, yaitu:

a. Meliputi seluruh kerja-kerja di wilayah hukum

b. Sukarela

c. Cuma-Cuma

d. Untuk masyarakat yang kurang terwakili dan rentang

Dalam khasanah hukum acara pidana terdapat suatu adagium yang menyatakan “ubi

jus ibi remedium” yang berarti dimana ada hak di sana ada

3
kemungkinan menuntut, memperolehnya atau memperbaikinya bilamana hak tersebut

dilanggar. Namun seseorang yang buta hukum tidak mungkin menuntut hak yang

dimilikinya karena ia tidak tahu hak apa yang dia miliki seseungguhnya, disinilah

pemenuhan hak atas bantuan hukum menjadi penting untuk menghilangkan diskriminasi

antar manusia (dalam hal ini yang mengerti hukum dengan mereka yang buta hukum).

Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, hak untuk mendapatkan

bantuan hukum bagi seorang tersangka atau terdakwa, diatur melalui ketentuan dalam

Pasal 54 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana sampai dengan Pasal 56 Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Sedangkan hak-hak bagi penasehat hukum untuk

kelancaran dalam mendampingi kliennya diatur didalam ketentuan Pasal 69 sampai

dengan Pasal 74 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Melihat dari rumusan

Pasal 56 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana terdapat dua keadaan

ancaman hukuman pidana, yang menimbulkan kewajiban bagi pejabat yang

bersangkutan, untuk menunjuk penasehat hukum guna kepentingan pembelaan terhadap

tersangka atau terdakwa.

1. Adanya kewajiban untuk menunjuk penasehat hukum karena tersangka atau

terdakwa didakwa dengan ancaman hukuman pidana mati atau pidana penjara

lima belas tahun atau lebih. Kewajiban yang dibebankan kepada aparat penegak

hukum dalam menunjuk penasehat hukum dalam unsur tersebut, tidak

disyaratkan apakah tersangka atau terdakwa dalam keadaan mampu atau tidak.

Jika tersangka atau terdakwa dalam keadaan mampu untuk menunjuk sendiri

penasehat hukum bagi dirinya, maka kewajiban bagi pejabat yang berwenang

untuk menunjuk penasehat

3
hukum berdasarkan Pasal 56 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana, dengan sendirinya gugur. Namun jika si tersangka atau terdakwa yang

meski dalam keadaan mampu tidak menunjuk sendiri penasehat hukum bagi

kepentingan pembelaannya, maka pejabat yang bersangkutan wajib menunjuk

penasehat hukum bagi tersangka dan terdakwa yang dalam keadaan mampu

tersebut.

2. Kewajiban yang dibebankan kepada pejabat yang berwenang untuk menunjuk

penasehat hukum timbul dalam keadaan tersangka atau terdakwa didakwa dengan

ancaman hukuman pidana lima tahun atau lebih, dengan syarat tersangka atau

terdakwa dalam keadaan tidak mampu.

Tata cara pemberian Bantuan Hukum sendiri telah diatur dalam Undang-

Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum yaitu pada Pasal 14

sampai dengan Pasal 15, yang isinya sebagai berikut:

Pasal 14

1. Untuk memperoleh Bantuan Hukum, pemohon Bantuan Hukum harus


memenuhi syarat-syarat:
a. Mengajukan permohonan secara tertulis yang berisi sekurang-
kurangnya identitas pemohon dan uraian singkat mengenai pokok
persoalan yang dimohonkan Bantuan Hukum;
b. Menyerahkan dokumen yang berkenaan dengan perkara; dan
c. Melampirkan surat keterangan miskin dari lurah, kepala desa, atau
pejabat yang setingkat di tempat tinggal pemohon Bantuan Hukum.
2. Dalam hal pemohon Bantuan Hukum tidak mampu menyusun
permohonan secara tertulis, permohonan dapat diajukan secara lisan.

Pasal 15

1. Pemohon Bantuan Hukum mengajukan permohonan Bantuan Hukum


kepada Pemberi Bantuan Hukum.
2. Pemberi Bantuan Hukum dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari
kerja setelah permohonan Bantuan Hukum dinyatakan lengkap harus
memberikan jawaban menerima atau menolak permohonan Bantuan
Hukum.
3. Dalam hal permohonan Bantuan Hukum diterima, Pemberi Bantuan
Hukum memberikan Bantuan Hukum berdasarkan surat kuasa khusus

3
dari Penerima Bantuan Hukum.
4. Dalam hal permohonan Bantuan Hukum ditolak, Pemberi Bantuan Hukum
mencantumkan alasan penolakan.
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pemberian Bantuan
Hukum diatur dengan Pengaturan Pemerintah.

Bantuan Hukum diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang

Bantuan Hukum. Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi

Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum.Penerima Bantuan

Hukum adalah orang atau kelompok orang miskin. Pemberi Bantuan Hukum adalah

lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan Bantuan

Hukum berdasarkan Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum.

1. Pengertian tentang bantuan hukum

a. Bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh pemberi bantuan

hukum secara cuma-cuma kepada penerima bantuan hukum.

b. Penerima bantuan hukum adalah orang atau kelompok orang miskin.

c. Pemberi bantuan hukum adalah lembaga bantuan hukum atau organisasi

kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum berdasarkan undang-

undang ini.

d. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di

bidang hukum dan hak asasi manusia.

e. Standar bantuan hukum adalah pedoman pelaksanaan pemberian bantuan

hukum yang ditetapkan oleh Menteri.

f. Kode etik Advokat adalah kode etik yang ditetapkan oleh organisasi profesi

advokat yang berlaku bagi advokat.

2. Syarat-syarat pemberi bantuan hukum meliputi:

3
a. Berbadan hukum

b. Terakreditasi berdasarkan Undang-Undang ini

c. Memiliki kantor atau secretariat yang tetap

d. Memiliki pengurus

e. Memiliki program bantuan hukum

3. Syarat dan tata cara pemberian bantuan hukum, pengajuan permohonan bantuan

hukum secara tertulis kepada pemberi bantuan hukum melampirkan:

a. Fotocopy kartu tanda penduduk atau dokumen lain yang dikeluarkan oleh

instansi yang berwenang.

b. Surat keterangan miskin dari lurah, kepala desa atau pejabat yang

setingkat sesuai dengan domisili pemohon bantuan hukum.

c. Dokumen yang berkenaan dengan perkara.

d. Surat kuasa, jika permohonan diajukan oleh keluarga atau kuasanya.

4. Dalam, hal pemohon bantuan hukum tidak memiliki surat keterangan miskin,

pemohon bantuan hukum dapat melampirkan:

a. Kartu jaminan kesehatan masyarakat

b. Kartu bantuan langsung tunai

c. Kartu keluarga sejahtera

d. Kartu beras miskin

e. Kartu Indonesia pintar

f. Kartu Indonesia sehat

g. Kartu perlindungan sosial

h. Dokumen kepesertaan program kesejahteraan pemerintah lainnya

i. Dokumentasi lain sebagai pengganti surat keterangan miskin

3
5. Dokumen lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf I dapat berupa surat

keterangan yang dibuat oleh pemberi bantuan hukum dan wajib diketahui oleh

pejabat penegak hukum meliputi:

a. Kepala Kepolisian atau penyidik yang memeriksa dan menyidik perkara

orang miskin pada tahap penyidikan.

b. Kepala Kejaksaan atau Jaksa Penuntut Umum yang melakukan pemeriksaan

dan/atau penuntutan terhadap orang miskin pada tahap penyidikan atau

penuntutan.

c. Kepala Rumah Tahanan Negara, jika penerima bantuan hukum adalah

tahanan miskin.

d. Kepala Lembaga Pemasyarakatan, jika penerima bantuan hukum adalah

narapidana miskin.

e. Ketua Pengadilan atau Ketua Majelis Hakim yang memeriksa perkara orang

miskin.

Dalam hal pemohon bantuan hukum tidak memiliki identitas, pemberi bantuan

hukum membantu pemohon bantuan hukum untuk memperoleh surat keterangan alamat

sementara dan/atau dokumen lainnya dari instansi yang berwenang sesuai domisili

pemberi bantuan hukum. Surat keterangan alamat sementara dan/atau dokumen lain harus

diketahui oleh lurah, kepala desa, atau pejabat yang setingkat di tempat tinggal pemberi

bantuan hukum.

6. Hak dan kewajiban penerima bantuan hukum

Penerima bantuan hukum berhak:

a. Mendapatkan bantuan hukum hingga masalah hukumnya selesai dan/atau

perkaranya telah mempunyai kekuatan hukum tetap, selama penerima

bantuan hukum yang bersangkutan tidak mencabut

4
surat kuasa.

b. Mendapatkan bantuan hukum sesuai dengan standar bantuan hukum

dan/atau kode etik advokat.

c. Mendapatkan informasi dan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan

pemberian bantuan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Penerima bantuan hukum wajib:

a. Menyampaikan bukti, informasi, dan/atau keterangan perkara secara benar

kepada pemberi bantuan hukum.

b. Membantu kelancaran pemberiaan bantuan hukum.

Larangan pemberian bantuan hukum dilarang menerima atau meminta

pembayaran dari penerima bantuan hukum dan/atau pihak lain yang terkait dengan

perkara yang sedang ditangani pemberi bantuan hukum.

Penerima bantuan hukum adalah orang atau kelompok orang miskin yang tidak

dapat memenuhi hak dasar secara layak dan madiri dalam menghadapi masalah

hukum.

4.3. Kendala-kendala dalam pemberian bantuan hukum bagi terdakwa

dalam pemeriksaan perkara pidana di pengadilan negeri

masamba

Berdasarkan hasil wawancara terkait dengan kendala dalam pelaksanaan

bantuan hukum bagi terdakwa dalam pemeriksaan perkara pidana menyatakan

bahwa:

“Sampai saat ini bagi pihak pos bantuan hukum (Posbakum), terdakwa dan
pengadilan sendiri tidak ada suatu hambatan dalam menunjuk seorang advokat”.
Menurut Moch Ali, mengatakan bahwa bagi pihak pengadilan untuk

4
menunjuk seorang advokat tidak mengalami suatu hambatan yang berarti,

4
sebab advokat yang ditunjuk pihak pengadilan selama ini senantiasa siap, dan

bersedia untuk mendampingi terdakwa selama proses persidangan, apabila ada

mungkin hanya advokat yang sudah ditunjuk oleh pengadilan tidak bersedia, akan

tetapi pada umumnya para advokat yang telah ditunjuk oleh pengadilan senantiasa

bersedia. Beliau mengatakan hal yang menjadi penghambat dari pelaksanaan

pemberian bantuan hukum untuk masyarakat yang tidak mampu adalah dipengaruhi

oleh minimnya dana bantuan hukum yang disediakan oleh pemerintah melalui

kementerian hukum dan HAM. Dana yang diberikan kepada pihak pengadilan

tersebut masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan akan pendanaan kepada

para advokat, agar bersedia untuk memberikan bantuan hukumnya secara cuma-

cuma kepada masyarakat yang tidak mampu melalui pos bantuan hukum

(Posbakum) yang ada ditingkat pengadilan negeri.

Dalam pemberian bantuan hukum, tentunya tidak selalu berjalan mulus,

biasanya akan ada kendala ataupun hambatan dalam pemberian bantuan hukum, baik

itu kendala yang sifatnya mudah diatasi, maupun kendala yang agak sulit diatasi.

Secara umum kendala yang dihadapi pemberi bantuan hukum tidak jauh-jauh dari

ketidak percayaan masyarakat terhadap suatu lembaga yang berhubungan dengan

pemerintahan karena jangan sampai pemerintah malah menyulitkan apalagi

menghilangkan esensi bantuan hukum kepada para pencari keadilan.

Kendala dalam pemberian bantuan hukum adalah minimnya pengetahuan

masyarakat tentang lembaga bantuan hukum dan kesadaran masyarakat akan hukum

yang lemah mengakibatkan keterbatasan pengertian dan informasi, minimnya dana

bantuan hukum dan kurangnya

4
fasilitas.”

Indonesia sebagai Negara hukum, sebagaimana bunyi pasal 1 ayat (3) Undang -

Undang Dasar 1945 yang menyatakan “Negara Indonesia adalah negara hukum”,

maka negara harus menjamin persamaan setiap orang di hadapan hukum serta

melindungi hak asasi manusia. Persamaan di hadapan hukum memiliki arti bahwa

semua orang memiliki hak untuk diperlakukan sama di hadapan hukum (equality

before the law). Persamaan perlakuan di hadapan hukum bagi setiap orang berlaku

dengan tidak membeda-bedakan latar belakangnya (ras, agama, keturunan,

pendidikan atau tempat lahirnya), untuk memperoleh keadilan melalui lembaga

peradilan.

Masyarakat mendapatkan jasa layanan secara gratis di posbakum Pengadilan.

Untuk konsultasi dan advice mereka tanpa membawa persyaratan apapun tetap

dilayani. Pengguna jasa pos bantuan hukum (Posbakum), baik dari kalangan tidak

mampu atau mereka yang merasa mampu sama-sama bisa menggunakan jasa pos

bantuan hukum. Walaupun sudah ada ketentuan bahwa pos bantuan hukum

(Posbakum) ini hanya diperuntukan bagi orang-orang yang tidak mampu membayar

jasa advokat, akan tetapi masyarakat pencari keadilan yang mampu secara ekonomi

belum tentu dia mengerti akan hukum maka dari itu mereka juga dapat

memanfaatkan jasa pos bantuan hukum (Posbakum).

Bantuan hukum adalah hak bagi seorang terdakwa yang tidak mampu sudah

diatur secara rinci dalam peraturan perundang-undangan, hal ini bukan berarti bahwa

terdakwa dapat dengan mudah memperoleh bantuan hukum dari advokat dalam

penegakan ide bantuan hukum tersebut menjadi

4
suatu kenyataan, akan tetapi terdapat juga beberapa faktor penghambat yang akan

mempengaruhinya. Faktor-faktor yang menghambat penegakan hukum khususnya

dalam hal bantuan hukum menurut Soerjono Soekanto adalah sebagai berikut:

1. Faktor hukumnya sendiri yaitu berupa undang-undang;

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun yang

menerapkan hukum;

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau

diterapkan;dan

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang

didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Menurut Soerjono Soekanto juga mengemukakan bahwa, “faktor penegak hukum,

yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum”. Pembahasan

mengenai struktur hukum (legal structure) akan dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Faktor internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri penegak hukum sendiri.

Advokat sangat berperan dalam pelaksanaan bantuan hukum karena advokatlah

yang secara langsung memberikan jasa hukum kepada orang atau kelompok

orang miskin dalam bentuk bantuan hukum. Penegak hukum dari segi internal

menunjukkan lemahnya kesadaran akan moril dan sosial advokat. Kondisi

tersebut mutlak menjadi sebuah alasan untuk tidak memberikan bantuan hukum,

karena ketika advokat memiliki kesadaran yang tinggi, maka advokat akan

aktif mencari atau

4
menawarkan jasa hukum, mengigat juga pemberi bantuan hukum sangat terbuka,

baik ditingkat kepolisiaan, di pengadilan negeri melalui pos bantuan hukum dan

juga di lembaga bantuan hukum. Prakteknya, advokat yang belum pernah

memberikan bantuan hukum dalam posisinya sebagai advokat baru yang baru

diangkat juga menjadi kondisi yang logis yang masih bisa dijumpai dalam

praktek pemberian bantuan hukum.

2. Faktor eksternal

Faktor eksternal adalah faktor dari luar penegak hukum, selain dari luar penegak

hukum juga meliputi faktor sarana dan fasilitas, Soerjono Soekanto

mengemukakan bahwa, “tanpa adanya sarana dan fasilitas tertentu, maka tidak

mungkin penegak hukum akan berlangsung dengan lancar. Sarana dan fasilitas

tersebut antara lain, mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil,

organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup dan

seterusnya

Petugas pos bantuan hukum dalam melayani tentunya tidak luput dari kendala-

kendala yang dialami yaitu:

1. Petugas pos bantuan hukum yang sedikit berdampak pada pelayanan yang kurang

maksimal, karena banyaknya masyarakat yang hampir secara keseluruhan

membutuhkan pos bantuan hukum ketika berperkara di pengadilan.

2. Kurangnya fasilitas sehingga menimbulkan kurang nyamanya bagi para petugas

dalam melakukan pelayanan yang efektif maupun pengguna jasa pos bantuan

hukum.

3. Tidak adanya sosialisasi masyarakat tentang adanya pos bantuan hukum di

pengadilan seperti adanya pos bantuan hukum yang melayani

4
masyarakat tidak mampu baik secara cakap hukum maupun ekonomi.

Masyarakat yang berperkara ke Pengadilan mempunyai kelebihan ketika

menggunakan jasa pos bantuan hukum diantaranya:

1. Membuat masyarakat jadi tahu proses perkara yang mereka jalani dan

mengetahui bagaimana proses berperkara dengan cara konsultasi kepada pos

bantuan hukum, sehingga menjadi sarana informasi bagi masyarakat pencari

keadilan juga sebagai media bagi masyarakat untuk sadar akan hukum.

2. Membantu dalam proses berperkara seperti pembuatan surat gugatan, sehingga

membuat proses perkara mereka jadi tidak ada kendala dan lancar dalam

memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh pengadilan.

3. Membantu biaya karena dalam hal pembuatan surat gugatan, konsultasi dan

advice hukum pos bantuan hukum melayani secara gratis dan juga adanya proses

berperkara yang anggarannya dibiayai oleh pemerintah secara cuma-cuma seperti

masyarakat yang benar-benar tidak mampu.

Masyarakat diberikan keleluasaan untuk mendapatkan jasa layanan secara gratis di

pos bantuan hukum pengadilan, masyarakat yang menggunakan jasa pos bantuan hukum

merasa terbantu begitu juga masyarakat pencari keadilan yang tidak mampu, maka dari

itu pos bantuan hukum di pengadilan di setiap pengadilan perlu adanya peraturan yang

secara khusus mengatur dalam hal pelayanan maupun fasilitas yang disediakan dalam

petugas pos bantuan hukum menjalankan tugas bantuan hukum agar terciptanya

pelayanan yang lebih baik dan optimal, baik bagi petugas pos bantuan hukum maupun

pengguna pos bantuan hukum.

Lembaga ini memiliki peran memberikan bantuan hukum secara gratis dalam

4
proses perkara perdata maupun pidana bagi orang yang tidak mampu sangatlah penting.

Seorang penasehat hukum dalam menjalankan profesinya harus selalu berdasarkan pada

suatu kebenaran, keadilan, dan kemanusiaan guna mewujudkan suatu pemerataan dalam

bidang hukum yaitu kesamaan kedudukan dan kesempatan untuk memperoleh suatu

keadilan. Dan tingkat kesadaran masyarakat akan hukum, menjadikan terlaksanannya

tujuan hukum itu sendiri, diantaranya memberikan kepastian hukum, pemenuhan asas

keadilan dan asas manfaat bagi masyarakat yang mencari keadilan. Khususnya bagi

kalangan miskin dan buta hukum yang paling sering menjadi korban kesewenang-

wenangan si penguasa maupun si kaya. Maka keberadaan bantuan hukum (struktural) ini

juga melibat dimensi untuk menanggulangi masalah kemiskinan itu sendiri melalui jalur

hukum, dan lebih luas lagi adalah untuk melakukan kembali dan mengankat harkat

martabat manusia, utamanya bagi rakyat miskin.

4
BAB V

PENUTUP

5.1. KESIMPULAN

1. Bahwa pelaksanaan pemberian bantuan hukum bagi masyarakat tidak

mampu maupun mampu sangatlah wajib diberikan karena menyangkut hak

konstitusional setiap warga negara. Hal ini harus sesuai dengan Undang-

Undang Nomor 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, dengan catatan

mereka memenuhi syarat dalam memperoleh bantuan hukum. Dengan

adanya pos bantuan hukum di pengadilan membuat masyarakat pencari

keadilan banyak terbantu untuk mengakses informasi dan dalam pemberian

bantuan hukum terhadap masyarakat yang tidak mampu adalah dengan

memberikan bantuan kepada para pencari keadilan bagi masyarakat dalam

bentuk litigasi dalam lingkup pengadilan serta non litigasi tanpa biaya atau

prodeo.

2. Adapun respon masyarakat mengenai pos bantuan hukum sangatlah baik,

dimana masyarakat diberikan keleluasaan untuk mendapatkan jasa layanan

secara gratis, khususnya untuk masyarakat pencari keadilan yang tidak

mampu.

3. Kendala yang dihadapi pemberi bantuan hukum terhadap masyarakat yaitu,

minimnya pengetahuan dan informasi tentang bantuan hukum, faktor

anggaran, serta sarana prasarana agar terpenuhinya pelayanan yang

maksimal.

4
5.2. SARAN

1. Pemerintah sebaiknya meningkatkan dan mengawasi kinerja lembaga-

lembaga bantuan hukum dan kantor advokat yang lulus verifikasi

sebagai pemberi bantuan hukum mengingat paradigma dan kebudayaan

masyarakat yang beranggapan bahwasanya apabila ingin didampingi

oleh seorang advokat, maka harus menyediakan sejumlah uang yang

tidak sedikit, kemudian terlalu banyak administrasi yang harus

dilengkapi, sehingga kebanyakan dari orang yang tidak mampu pada

akhirnya tidak bersedia untuk didampingi oleh advokat.

2. Perlu dilakukan upayah peningkatan pemahaman dari para petugas pos

bantuan hukum dan aparat pengadilan tentang ketentuan-ketentuan yang

berkaitan dengan pos bantuan hukum seperti kerjasama dan fasilitas

agar terciptanya keharmonisan dalam memberikan pelayanan terhadap

masyarakat.

3. Diharapkan kepada pemerintah dan aparat penegak hukum setempat

untuk lebih aktif melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang

bantuan hukum.

5
DAFTAR PUSTAKA
Buku:

A.Fuad Usfa, 2006. Pengantar Hukum Pidana, Edisi Revisi

Ali Achmad, 2002. Keterpurukan Hukum Di Indonesia : Penyebab dan Solusinya,


Ghalia Indonesia. Jakarta

Adnan Buyung Nasution, 2009. Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Mandar Maju. Bandung

Andi Hamzah, 1983. Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Ghalia


Indonesia. Jakarta

Budiardjo Ali, 2000. Diagnistic Op Legal Cevelopment In Imdonesia. Terj. Niar


Reksodiputro dan Imam Pembagyo. Reformasi Hukum Di Indonesia, Siber
Konsultan. Jakarta

Drs.Adami Chazawi, S.H. 2001. Pelajaran Hukum Pidana, PT Rajagrafindo Persada.


Jakarta

Dr.Leden Marpaung, S.H. 2009. Proses Penanganan Perkara Pidana


(Penyelidikan Dan Penyidikan), Sinar Grafika.Jakarta

Hartono, 2012. Penyidikan & Penegakan Hukum Pidana Melalui Pendekatan


Hukum Progresif, Sinar Grafika. Jakarta

Kansil, C.S.T, 1996. Pokok-Pokok Etika Profesi Hukum, Sinar Grafika. Jakarta

Mohammad, AbdulKadir, 2006. Etika Profesi Hukum, PT. Citra Aditya Bakti.
Bandung

Nasution, Adnan Buyung, 1981. Bantuan Hukum di Indonesia, LP3ES. Jakarta

Nasution, Adnan Buyung, 2001. Aspirasi Pemerintah Konstitusional Di Indonesia:


Studi Sosio-Legal Atas Konstituante 1956-1959, Grafiti. Jakarta

Oemar, Seno Adji, 1991. Profesi Hukum, Erlangga. Jakarta Prodjohomidjojo,

Martiman, 1982. Penasihat dan Bantuan Hukum Indonesia


Latar Belakang dan sejarahnya, Ghalia Indonesia. Jakarta

Prodjodikoro Wirjono, 2003. Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Refika


Aditama. Bandung

Prodjodikoro Wirjono, 2009. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, Refika


Aditama. Bandung

R. Abdoel Djamali, 2010. Pengantar Hukum Indonesia, Edisi Revisi, Rajawali


Pers. Jakarta

5
Soekanto Soerjono, 1983. Bantuan Hukum Suatu Tinjauan Yuridis, Ghalia
Indonesia. Jakarta

Sunarso Siswanto, 2005. Wawasan Penegakan Hukum Di Indonesia. Cet. I; PT.


Citra Aditya Bakti. Bandung

Topo Santoso, 2020. Hukum Pidana Suatu Pengantar, Raja Grafindo Persada.
Depok

Tirtaamidjaja, 1955. Pokok-pokok Hukum Pidana. Jakarta Fasco

Umar Said Sugiarto, 2017. Pengantar Hukum Indonesia, Sinar Grafika. Jakarta Yulies

Tiena Masriani, 2004. Pengantar Hukum Indonesia, Sinar Grafika. Jakarta Zainuddin

Ali, 2016. Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika. Jakarta

Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat Undang-

Undang Dasar 1945

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2012 Tentang Syarat Dan Tata Cara
Pemberian Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum

Artikel di Internet

ttps://bphn.go.id/services/bantuan-hukum
diakses pada tanggal 26 Desember 2022

https://jakarta.kemenkumham.go.id/alur-prosedur-pelayanan-2/brosur-bantuan- hukum
diakses pada tanggal 26 Desember 2022

https://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/253.pdf diakses
pada tanggal 26 Desember 2022

5
LAMPIRAN
1. DOKUMENTASI
2. SURAT PENELITIAN

Anda mungkin juga menyukai