Anda di halaman 1dari 5

TUGAS SOSIOLOGI HUKUM

DOSEN PEMBIMBING
Dr. Tri Herlianto. SH.,MM.,MH

DISUSUN OLEH

DIO SAPUTRA 16.12.32.032


DISKA RAMA WIJAYA 16.12.32.033

PASCASARJANA UNIVERSITAS BANDAR LAMPUNG


MAGISTER HUKUM
2016
BAB I

PENDAHULUAN

Kronologis Kasus

Beberapa hari sebelum kejadian KDRT terjadi, ibu asuti diberi magic com yang sudah rusak
oleh majikannya. Ibu astuti lalu berinisiatif memperbaiki magic-com tersebut karena merasa
memerlukannya. Namun biaya reparasi magic com nya kurang meski sebenarnya sudah
diberi uang oleh majikannya sebesar Rp. 20.000,-. Biaya perbaikan seluruhnya Rp.
30.000.majikan ibu astuti pernah mengatakan bahwa jika uang untuk biaya perbaikannya
kurang maka ibu Astuti bisa meminta lagi kekurangannya kepada pihak majikan. Namun
karena malu, Ibu astuti kemudian meminta uang kepada suaminya.

Pada tanggal 22 Oktober 2009, karena suaminya tidak memiliki uang tambahan tersebut,
suami langsung marah-marah dan memukuli ibu astuti dengan alasan tidak bilang terlebih
dahulu kepadanya kalau hendak memperbaiki magic com tersebut.

Ibu Astuti, istri dari bapak Ahmat Muthadil kemudian melaporkan ke posko bahwa dirinya
telah dianiaya oleh suaminya ( dipukuli) hingga berakibat muka dan bibirnya memar semua.
Karena tidak terima atas perlakuan suaminya, ibu astuti melaporkan suaminya ke polsek natar
dan malam itu juga suaminya langsung dijemput dan ditahan oleh polsek natar. Setelah 6 hari
ditahan di polsek, Ibu astuti merasa tidak tega melihat suaminya dipenjara, lalu ia mencabut
perkaranya dengan syarat sang suami tidak mengulangi perbuatannya kembali melakukan
KDRT.

A. PERMASALAHAN

1. Apakah kasus ibu Astuti dapat didamaikan atau ditindak lanjuti dalam proses

hukum ?

2. Apakah ibu Astuti mempunyai hak-hak sebagai korban KDRT ?


BAB II

ANALISA KASUS

Dari kronologis kasus diatas, terlihat bahwa telah terjadi kekerasan dalam rumah tangga
terhadap ibu astuti. bentuk kekerasan yang diterima ibu astuti adalah kekerasan fisik yang
mengakibatkan muka dan bibirnya memar semua. Suami ibu Astuti dapat dijerat dengan UU
No 23 Tahun 2004 tentang PKDRT dengan pasal 44 ayat 1 UUPKDRT dengan ancaman
hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak 15 juta rupiah atau
Pasal 44 ayat 4 yang menyebutkan bahwa dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan
penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau
kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda
paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). Respon positif ditunjukkan oleh Polsek
Natar yang segera menindaklanjuti laporan ibu Astuti dengan melakukan penangkapan
terhadap suaminya.

Upaya dan langkah Hukum

Dalam kasus ibu Astuti, ia meminta posko Bantuan Hukum masyarakat untuk memediasi kasus
KDRT yang dialaminya. Ia ingin mencabut laporannya dikepolisian dan berdamai dengan
suaminya. Untuk itu langkah hukum yang diambil oleh GS dan paralegal yang terlibat adalah:

1. menggali kronologis kasus secara lebih detail sehingga dapat dianalisa apakah kasusnya
dapat didamaikan (sesuai keinginan korban) atau sebaliknya kasusnya tetap dilanjutkan
ke proses hukum.

2. Memberitahukan kepada ibu astuti akan hak-haknya sebagai korban KDRT dan
berbagai kemungkinan atas konsekuensi-konsekuensi yang harus ditanggungnya jika
kasusnya distop atau diteruskan ke proses hukum selanjutnya. Diantaranya adalah jika
kasusnya distop dan didamaikan, bukan tidak mungkin suaminya akan mengulang
kembali tindak kekerasan yang dilakukannya. Dan jika kasusnya tetap dilanjutkan,
maka bisa saja suaminya mendapatkan hukuman penjara dan ia beserta anak-anaknya
harus siap secara fisik, mental dan ekonomi karena tidak ada lagi yang akan
bertanggungjawab terhadap keluarganya.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN :

Seharusnya Ibu Astuti melaporkan kasus KDRT yang terjadi padanya ke posko Bantuan
Hukum Masyarakat desa Rulung Helok Kecamatan Natar Lampung Selatan pada Bulan
Oktober 2009.

Dokumentasi kasus (melalui form P.2) dilakukan oleh Ibu Sujiati selaku paralegal desa Rulung
Helok. Perdamaian akhirnya dipilih sebagai cara penyelesaian kasus meski kasusnya sempat
dilaporkan ke Polsek Natar.

Dalam kasus seperti ini seharusnya bagi para korban yang pernah mengalaminya jangan pernah
takut untuk melaporkan kepada pihak yang berwajib. Masih banyak lagi diluar sana korban
yang pernah mengalami kasus seperti ini tapi tidak melaporkan kejadian yang mereka alami
dikarenakan takut atau malah justru mereka yang takut disalahkan. Padahal para korban sudah
sangat jelas dilindungi oleh undang-undang. Mereka mempunyai hak sebagai warga negara
indonesia untuk mendapatkan perlindungan.

Anda mungkin juga menyukai