Anda di halaman 1dari 5

Pada bab ini menilai bahwa adanya hubungan antra konfigurasi politik yang dapat melahirkan

produk hukum tertentu. Identifikasi konfigurasi politik melalui peranan parpol dan lembaga
perwakilan rakyat, kebebasan pers dan peranan pemerintah (eksekutif). Untuk mengidentifikasi
karakter produk hukum dengan indikator proses pembuatannya, sifat fungsinya, dan
penafsirannya. Dimana Era Demokrasi liberal dengan sistem parlementer yang liberal-demokratis
tentu parpol mepunyai peran yang dominan dalam membuat produk politik melalui perwalian di
parlemen sehingga pemerintahan mengalami isntabilitas ditambah dengan adanya kebebasan pers
yang berkomentar atas penghargaan kepada hak-hak rakyat selaku tujuan negara. Oleh karena
lemahnya eksekutif maka pemerintahan beralih ke era demokrasi terpimpin dan konstitusi kembali
ke UUD 1945 dengan kekuatan politik dipegang oleh presiden, ABRI dan PKI. Di era ini
pengambilan keputusan melalui musyawarah mufakat sehingga eksekutif lebih mendominasi dan
partisipasi rakyat terbatas pada pelaksanaan putusan bahkan kebebasan pers tidak ada karena
dilakukan pembredelan pers hingga peniadaan sistem kepartaian dan lembaga legislatif sangat
lemah. Melalui supersemar era berubah ke periode orde baru yang pada awalnya menganut liberal
dimana pers sangat bebas sebab masyarakat indonesia tenggelam dalam euforia kemenangan
menggulingkan soekarno. Kekuatan politik otomatis dipegang oleh ABRI melalui diwfungsi
ABRI dan menegaskan pembangunan ekonomi sebagai sasaran utama untuk itu harus mencapai
stabilitas politik dengan pengurangan prularisme kehidupan politik melalui emaskulasi partai
sehingga didalamnya pembatasan kehidupan demokrasi dan pengekangan hak politik rakyat.
Sistem politik bergeser kearah otoritarian dimana liberal dicap bertentangan dengan pancasila
diperkuat dengan kemenangan golkar pada pemilu 1971 sehingga oposisi pemerintah dan
eksistensi parpol serta lembaga perwakilan lemah. Ditambah dengan adanya sistem SIUPP dalam
kehidupan pers serta pemberedelan pers untuk itu kondigurasi politik cenderung otoriter. Sehingga
dapat dibedakan otoriterisme orde baru dan orde lama melalui: 1) orde lama tidak ada sistem
kepartaian orde baru sistem kepartaian yang hegemonik; 2) kekuatan politik orde lama adalah
soekarno, orde baru adalah Soeharto, ABRI dan Golkar; 3) Orde lama ada inkonstitusional melalui
UUDS 1950 Orde lama konstitusional kepada UUD 1945; 4) obsesi orde lama adalah pemusatan
kekuasaan untuk mencegah disintegrasi sedangkan orde baru elemen disintegrasi dieliminasi
dengan stabilitas nasional dan pemantapan ekonomi namun kehidupan politik tidak demokratis.

Hukum Pemilu
Setelah demokrasi berdiri periode demokrasi liberal dimana pada awalnya terdapat pengaturan
tentang pemilihan anggota lembaga perwakilan yang tidak diimplementasikan. Hingga adanya
gejolak revolusi diadakan pemilihan anggota DPRD di beberapa daerah menggunakan sistem
langsung-terbatas. Beberapa tahun kemudian dibuat RUU pemilu oleh kabinet wilupo akibat
adanya peristiwa 17 okrober dan disahkan pada tahun 1953 dengan corak responsif yang mengatur
sistem pemilu dan pokok proses pemilu hingga subjek pemilu dengan sistem proporsional dan asas
dipakai yaitu umum, periodik, jujur, bekerjasama, bebas, rahasia, dan langsung. UU Pemilu 1953
meletakkan pemerintah sebagai pelaksana bersifat netral dan partai sebagai kontestan sehingga
dilaksanakan pemilu pertama di tahun 1955 tanpa ada pengaturan terkait kampanye dan hanya
membatasi untuk 2 hari sebelum pemilihan.

Berdirinya era demokrasi liberal tidak pernah diadakan pemilu karena konfigurasi politik sangat
otoriter karena dapat membubarkan DPR dengan penpres diikuti janji semu untuk membuat DPR
baru melalui pemilu dengan dilemahkan lembaga perwakilan maka produk hukum dapat dikatakan
konservatif.

Beralihnya kekuasaan di tangan rezim orde baru pemilu dimasukan sebagai program nasional
didukung konstitusionalnya yang otoriter-birokrasi tetapi pemerintah mengatur agar dapat jaminan
memenangkan pemilu melalui jalan menunda pemilu dan mengeluarkan UU Pemilu 1969 yang
berkarakter ortodoks/konservatif dimana pada pembuatannya terdapat perdebatan dalam sistem
pemilihan dan jumlah kursi perwakilan baik dari daerah maupun golongan tertentu serta membuat
aturan terkait kampanye. Hingga terlaksananya pemilu 1997 kepanitiaan di dominasi oleh
eksekutif dengan adanya lembaga screening dan keraguan atas asas luber. Selain itu keluwesan
pemerintah berinterpretasi sangat besar karena dalam UU pemilu 1969 hanya terdapat 37 pasal.

Hukum Pemda

Awal demokrasi liberal mengenalkan asas desentralisasi guna menghilangkan dualisme


pemerintahan melalui UU Pemda 1948 dan menganut asas formal dan asas materiil yang memberi
amanah kepada kepala daerah untuk membagi urusan dan pembatasan maupun larangan
pembuatan perda oleh DPRD. Pengesahan UU ini membuka jalan demokratis karena dprd dapat
mengajukan calon meskipun harus melalui pengangkatan oleh lembaga lebih tinggi atau DPD.
Namun tidak dapat segera dilaksanakan sebab terjadi perubahan konstitusi menjadi RIS 1949 dan
UUDS 1950 selain itu didukung dari permasalahan keuangan daerah dan sistem rumah tangga
sehingga pemerintah dalam praktiknya cenderung sentralistik. Dengan konstitusi barunya UUDS
1950 maka pelaksanaan sistem desentralisasi pemerintahan daerah berorientasi pada otonomi,
permusyawarahan, perwakilan, dan tugas pembantuan. Kemudian UU pemda dirubah jadi UU
pemda 1957 dan merubah asas seluas-luasnya menjadi asas otonomi nyata dengan DPRD di bidang
otonomi dan DPD dalam tugas pembantuan. Selain dalam pengangkatan kepala daerah juga
berubah dari sebelumnya dipilih DPRD sekarang daerah diberikan poronom mengadakan
pemilihan kepala daerah dengan tetap dilakukan pengawasan atau kontrol dari pusat. Dengan ini
dapat diidentifikasi berdasarkan proses pembentukan, pemberian fungsi dan kewenangan
interpretasi UU pemda berjalan responsif didukung dengan UUDS 1950 dengan sistem
parlementer sehingga rakyst dapat bersuara melalui partai lebih bebas.

Sayangnya UU pemda terasa terlalu bebas sehingga muncul gejolak politik di berbagai daerah
untuk itu Soekarno mengeluarkan gagasan demokrasi terpimpin yaitu memusatkan kekuasaan di
pemerintah pusat. Atas perubahan konstitusi maka UU pemda 1957 kehilangan landasannya untuk
itu keluar penpres no 6 tahun 1959 dimana kepala daerah diangkat oleh pusat. Hingga diganti
dengan UU pemda tahun 1965 tanpa mengubah karater sentralistik dengan adanya pembaharuan
pembagian wilayah dan menghilangkan wilayah admintratif turut menghilangkan hak mengatur
rumah tangga sendiri. UU Pemda 1965 menganut asas otonomi nyata hanya sebaga formalitas
karena dalam pembuatan peraturan daerah sangat ketat hingga ada pengawasan baik secara umum,
preventif, atau represif. Dengan ini maka hukum pemda sebagai produk hukum yang konservaif.

Beralih pada orde baru yang pada awalnya bercorak liberal uu pemda perlu dilakukan perubahan
karena menyesuaikan dan mengganti istilah asas pemberian otonomi seluas-luasnya kepada daerah
menjadi istilah nyata dan bertanggung jawab hingga lahirlah UU Pemda 1974 yang berisi
oenyerasian daerah otonom maupun wilayah administratif hingga hubungan pusat daerah demi
kesatuan negara. Karena itu daerah harus ikut melancarkan pembangunan pusat melakukan kontrol
yang lebih ketat, dimana dalam melaksanakan tugasnya daerah dibantu Badan pertimbangan
daerah untuk kemudian penetapannya tetap merupakan hak prerogatif presiden. Sehingga pada era
orde baru uu pemda tetap berkarakter konservatif berdasarkan proses pembentukannya baik
produk dan pengangkatan kepala daerah yang kembali lagi ke pusat.

Hukum Agraria
Pada era demokrasi liberal ketentuan hukum agraria dirumuskan oleh panitia agraria atau
mengajukan RUU Agraria yg responsif sesuai aspirasi masyarakat secara umum.ontohnya
menghapuskan hak konversi, tanah partikelir, hingga memberikan peraturan sewa dan pengawasan
dalam pemindahan hak.

Pengajuan RUU agraria mencakup hak atas bumi dll, menghapiskan asa domein, mecabut
peraturan liberal kapitalistik dan eksploitatif, menghapus dualisme hak atas tanah dimana
sebelumnya ada hak-hak barat dan hak-hak adat. Selain itu menetukan batas minimal dan
maksimal tanah kepemilikan bagi petani.dapat dikatakan pada era ini produk hukum sangat
responsif terlihat dari bagaimana rancangan bersumber pada hukum adat. Dalam pembahasan
rancangan juga mendapat partisipatif dari rakyat dan perkembangan dari masyarakat serta
pembahasan di parlemen sangat , aspiratif, dan partisipatif. Pembuatan uu ini juga memasukan
fungsi sosial.

Ada masalah dalam melaksanakan UUPA pada Periode orde baru (1966-1998) yaitu 3 masalah
pokok: 1) pembuatan peraturan pelasanaa, penyesuaian materi peraturan perundangan bidang
agrarian, dan pelaksanaan proses pembebasan tanah. Adapun amanah UUPA kepada pemerintah
untum membuat rencana umum namun belum dibuat padahal sangat dibutuhkan dalam bidang
industrialisasi. Selain itu ada tuntutan untuk memperbaharui dan ditinjau kembali sebab ada materi
yang tidak pernah dapat dilaksanakan yaitu terkait batas minimal padahal tidak seimbangnya rasio
dengan penguasaan tanah yang melampaui batas minimal. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa hukum agraria pada era orde baru merupakan produk parsial jika dilihat dari lambannya
pembuatan peraturan pelaksanaan (pembebasan tanah), lambannya pembaharuan (untuk bidang
industrial), dan adanya kecenderungan pragmatis untuk melancarkan program pemerintah. Pada
akhirnya di era ini tidak ada produk hukum agraria baru sebab aturan sebelumnya sangat responsif
masih diberlakukan dan anggapan bahwa produk hukum terdahulu terlalu melampaui batas
terlebih terlah diinterpretasi oleh pemerintah melalui perundangan yang konservatif.

Dari identifikasi diatas maka dapat diketahui bahwa kecenderungan perubahan karakter responsif
muncul bersama konfigurasi politik demokratis, sebaliknya karakter konservatif/ortodoks bersama
konfigurasi politik otoriter birokratis. Namun pengecualian untuk Hukum Agraria sebab: 1) UUPA
telah dirancang sebelum era orde baru, 2) melawan dasar kolonialisme. 3) memuat materi yang
tidak menyangkut hubungan kekuasaan, 4) tidak hanya untuk bidang hukum administrasi negara
tetapi juga hukum keperdataan (private).

Anda mungkin juga menyukai