Anda di halaman 1dari 6

Perkara : Permohonan Pengujian Materiil Pasal 59 ayat (3) huruf a

dan c Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang


Kekarantinaan Kesehatan terhadap Pasal 28 C Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Nama : Neila Farhataini

NIM : 8111419300

Metode Penafsiran : Objektif- Fundamental Values

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA


MAHKAMAH KONSTITUSIONAL REPUBLIK INDONESIA

DUDUK PERKARA

Menimbang bahwa Pemohon telah mengajukan permohonan bertanggal


8November 2021di Ruang Sidang Pleno MK Hakim Konstitusi membacakan
Putusan Pengujian Undang-Undang (PUU), yaitu Perkara Nomor 300/PUU-
XI/2021 Dimana mengenai Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang
Kekarantinaan Kesehatan.

Dalam Putusan MK Menyatakan menerima seluruh permohonan dari


pemohon atas keberatan pada sebagian Pasal Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2018 tentang kekarantinaan Kesehatan. Hakim menerima
permohonan yang mana berarti menghapuskan pasal 59 Ayat 3 huruf a dan
c karena bertentangan dengan konstitusi.

Mahkamah menimbang bahwa terkait kedudukan permohonan yang


diajukan dengan gugatan perkara Pasal 59 ayat (3) huruf a dan c Undang-
Undang 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan terhadap 28 C UUD
1945 terkandung nilai kebebasan, jaminan pendidikan, kesehatan, dan hak
asasi mengingat saat ini Indonesia menjadi salah satu negara terdampak
COVID-19.

KEDUDUKAN PEMOHON

Dalam permohonan PUU 300-PUU/XI/2021 Pasal 59 ayat (3) huruf a dan c


terhadap pasal 28C, terdapat permohonan yang melakukan permohonan
yaitu:
1. Nama : Neila Farhataini
Kewarganegaraan : Warga Negara Indonesia
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Jl. Demang Akub RT 001 RW 001 Kelurahan
Sungai Bulan, Kecamatan Singkawang Utara,
Kota Singkawang
Selanjutnya disebut sebagai……………………………........……….. Pemohon I
2. Nama : Isan Subbal Maknun
Kewarganegaraan : Warga Negara Indonesia
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Kebandingan RT 001 RW 001 Kelurahan
Kebandingan, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten
Tegal, Jawa Tengah
Selanjutnya disebut sebagai……………………………........……… Pemohon II
POKOK PERMOHONAN

1. Bahwa pokok permohonan adalah ketentuan Pasal 59 ayat (3) huruf a dan
c UU Kekarantinaan kesehatan yang menyatakan Pembatasan Sosial
Berskala Besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
meliputi:
a. Peliburan sekolah dan tempat kerja.
b. Pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.
2. Bahwa para Pemohon mendalilkan Pasal a quo bertentangan dengan Pasal
28C UUD 1945, yang masing-masing menyatakan sebagai berikut:
(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh
manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi
meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat
manusia.
(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan
haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat,bangsa dan
negaranya.
3. Bahwa menurut para Pemohon ketentuan Pasal a quo yang mengatur
pembatasan sosial berskala besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling sedikit meliputi :
a. Peliburan sekolah dan tempat kerja.
c. Pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum

Bertentangan dengan Pasal 28C UUD 1945, dengan alasan-alasan


sebagai berikut:

1) Bahwa dengan adanya peliburan sekolah dan tempat kerja yang diganti
dengan kegiatan daring berakibat pada berkurangnya interaksi antara
mahasiswa dengan dosen maupun dengan mahasiswa lainnya. Situasi
yang demikian mengakibatkan berkurangnya kualitas pendidikan yang
diperoleh mahasiswa sehingga mahasiswa kurang dapat
mengembangkan diri. Sedangkan dalam proses pendidikan yang ideal,
diperlukan tatap muka untuk proses pembelajaran serta lingkungan
yang suportif dan kondusif. Kondisi yang demikian sebagian besar
terdapat di lingkungan sekolah atau kampus , yang memang dirancang
untuk kegiatan proses belajar mengajar. Belum lagi kondisi mahasiswa
yang berbeda-beda kemampuan finansial serta situasi internal dan
eksternal yang sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar.
Kondisi internal adalah seperti misalnya ketersediaan alat untuk
proses daring yang memadai, sedangkan kondisi eksternal adalah
misalnya jangkauan wifi yang kurang stabil. Hal-hal tersebut sangat
krusial dalam proses belajar mengajar yang dilakukan mahasiswa.
2) Pemohon beranggapan bahwa mahasiswa seringkali mengalami stres
yang berasal dari aktivitas akademiknya. Terutama pada tugas
perkuliahan yang diberikan tidak sesuai porsinya. Tugas yang terlalu
banyak juga dapat membuat mahasiswa merasa kebingungan untuk
memulai mengerjakan dan kegiatan kampus yang harus diselesaikan
yang membuat mahasiswa harus membagi waktu antara tugas yang
satu dengan yang lainnya, sehingga dalam mengerjakan sesuatu
menjadi tidak maksimal. Tekanan yang dihadapi oleh mahasiswa ini
nantinya juga akan berdampak terhadap sisi kesehatan fisik maupun
psikisnya, sehingga mengakibatkan mahasiswa kurang bisa
mengembangkan diri maupun berpikir menjadi lebih baik.
3) Pemohon beranggapan bahwa ketentuan yang diuji materiil pemohon
tersebut merugikan atau berpotensi merugikan hak konstitusi
pemohon yaitu hak dalam kebebasan melaksanakan kegiatan
Pendidikan, terkhusus dalam hal pemohon tidak dapat mengakses
atau menggunakan fasilitas kampus seperti laboratorium kimia,
laboratorium biologi, laboratorium uji dan standarisasi bidang teknik,
ruang sidang untuk mahasiswa hukum, dan lain sebagainya, yang
mana semua fasilitas tersebut hanya dapat diakses apabila mahasiswa
melakukan pembelajaran secara langsung atau tatap muka. Fasilitas
tersebut tentunya merupakan salah satu prasayarat untuk menunjang
pembelajaran mahasiswa dan sebagai sarana pengembangan karakter
mahasiswa, menyiapkan kemampuan mahasiswa untuk menjadi
lulusan yang memiliki kompetensi yang unggul dan kompetitif, semua
fasilitas tersebut hanya dimiliki kampus . Sehingga, adanya peraturan
yang menyatakan peliburan sekolah dan selanjutnya diganti dengan
kegiatan daring menyebabkan mahasiswa tidak dapat secara maksimal
mengembangkan dirinya terhadap ilmu yang dipelajari karena
disebabkan kurangnya fasilitas yang memadai di rumah.
4) Mahasiswa tidak bisa melakukan kegiatan Praktik Kerja Lapangan
(PKL) karena mendapat penolakan oleh berbagai instansi sebab adanya
peliburan tempat kerja dan pembatasan kegiatan di tempat atau
fasilitas umum. Terjadinya penolakan oleh berbagai instansi untuk
melaksanakan kegiatan PKL ini dapat menghambat mahasiswa dalam
memperoleh gelar sarjana karena harus menempuh mata kuliah PKL
pada periode atau semester berikutnya sehingga waktu tempuh
perkuliahan menjadi lebih panjang. Mengingat kembali pentingnya
kegiatan PKL sebagai bagian dari mata kuliah wajib sebagai sarana
untuk mengasah dan menguatkan hardskill dan softskill, agar
mahasiswa selepas lulus mampu menjadi sarjana yang sukses
bersosial dan berkarier .

Bahwa berdasarkan seluruh uraian alasan-alasan hukum di atas, menurut


para Pemohon Pasal 59 ayat (3) huruf a dan c UU No. 6 Tahun 2018 tentang
Kekarantinaan Kesehatan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak
memiliki kekuatan hukum mengikat.

PETITUM
Berdasarkan seluruh uraian sebagaimana tersebut di atas, para Pemohon
memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk menjatuhkan putusan
sebagai berikut:

1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya;


2. Menyatakan Pasal 59 ayat (3) huruf a dan c Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6236) bertentangan dengan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat.
3. Atau apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan
yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Pada pokok permohonan menjelaskan bahwa pasal-pasal yang di


ajukan memiliki nilai-nilai yang terkandung dalam konstitusi UUD 1945.
Dimana para pemohon menggugat beberapa hal menyangkut nilai dari isi
pasal tersebut karena merugikan mahasiswa terutama berpengaruh pada
kualitas pendidikan mahasiswa, keadaan psikologis, hak untuk
menggunakan fasilitas kampus yang diperlukan untuk mendukung
pembelajaran, dan membatasi untuk melakukan praktek kerja nyata sebagai
wadah pengembangan diri. Kemudian dijelaskan oleh pemohon secara lebih
jelas pada pokok permohonan.

Berdasarkan konteks kewajiban negara dan pemerintah menjalankan


pemenuhan hak mahasiswa sebagai warga negara yang dijamin hak
konstitusinya dalam UUD 1945 yang memuat fundamental values, maka
mahasiswa dapat diakui secara konstitusional untuk mendapatkan hak
asasi, kelangsungan hidup, dan jaminan pendidikan. Peliburan sekolah dan
tempat kerja dan pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum
merupakan realisasi dari kewajiban negara dan sekaligus pemenuhan hak-
hak kewarganegaraan sebagai suatu penganugerahan hak-hak sosial kepada
rakyatnya.

Bahwa hak-hak konstitusional dalam Pasal 28C UUD 1945 tidak lain
merupakan hukum dasar yang diposisikan sebagai suatu keputusan politik
tertinggi untuk menjamin, menghormati, dan melindungi hak-hak konstitusi
warga negara dimana perkara ini para mahasiswa. Pasal ini memuat
bagaimana suatu pendidikan yang merupakan hak dasar warga negara dan
harus dijamin keberlakuannya pada setiap warga negara yang artinya
kepemilikan pendidikan adalah bebas (freedom) tanpa melihat status. Untuk
menjamin hak tersebut pemerintah selaku pemegang kekuasaan negara
indonesia harus menjamin pendidikan yang baik yang dapat dinilai dari
penyediaan fasilitas pendidikan yang baik dan merata. Fasilitas yang
dimaksud dapat berupa tempat belajar yang layak, fasilitas elektronik seperti
laboratorium komputer, laboratorium kimia, dan laboratorium lain di setiap
institusi pendidikan. Selain itu pemerintah yang baik dalam penyediaan
pendidikan juga harus membuat aturan-aturan yang mendukung
berjalannya pendidikan secara lancar. Dengan demikian, terlebih mengingat
kondisi kesehatan ditahap darurat dikarenakan adanya Pandemik COVID-19
maka atas permohonan yang diajukan terkait perkara tersebut hakim
memutuskan untuk menerima dengan perbaikan.

Anda mungkin juga menyukai