FAKULTAS HUKUM
2019
SOAL :
1. Ada 4 (empat) hak asasi anak (fundamental rights and freedoms of children), yaitu : the
right to survival (hak terhadap kelangsungan hidup); the right to develop (hak untuk tumbuh
kembang); the right to protection (hak terhadap perlindungan), the right to participation (hak
untuk berpartisipasi). Jelaskan pendapat saudara perihal keempat hak asasi anak ini. Apa
konsekuensi logis apabila hak-hak dasar ini dilanggar dalam kehidupan anak. Jelaskan
pemahaman anda disertai contoh
5. Kasus dugaan kekerasan yang dialami siswi SMP di Pontianak, inisial A, berlanjut ke
ranah ke Pengadilan. Dugaan kekerasan yang dialami A bermula dari cekcok akibat saling
ejek antara A dengan siswi SMA di medsos. Salah satu pelajar berinisial Ec alias NNA (17)
mengakui perkelahian dimulai dari dirinya dengan A karena kekesalannya terhadap korban
yang sering mem-bully dirinya di medsos. A dan para siswi SMA itu pun bertemu di tepi
Sungai Kapuas, pada Jumat (29/3) untuk menyelesaikan cekcok dari medsos itu. Saat
bertemu itulah terjadi perkelahian. Singkat cerita, usai perkelahian terjadi, ibu korban
membuat laporan ke Polresta Pontianak. Pihak kepolisian kemudian melakukan penyelidikan,
berlanjut ke penyidikan hingga ditetapkanlah tiga tersangka pelaku, yakni Ar, Ec alias NNA,
dan Ll, ketiga masih anak di bawah umur. (sumber : https://news.detik.com/berita/d-
4506079/berawal-dari-bully-di-medsos-beginikronologi-kasus-audrey). Kasus ini sempat di
diversi di tingkat penyidikan, penuntutan, dan sidang di pengadilan. Namun semua, usaha
diversi gagal. Hingga akhirnya pelaku, disidang melalui peradilan pidana formal di
Pengadilan Negeri Pontianak.
b. Apa upaya yang ditempuh dalam meyelesaikan perkara yang pelakunya masih usia anak
c. Bagaimana seharusnya penyelesaian yang benar, mengingat upaya diversi telah gagal
d. Apa dampak buruk terhadap anak, apabila diselesaikan dengan peradilan pidana formal.
e. Mengapa kebanyakan diversi gagal (Kelima pertanyaan ini harus dijawab dengan
mengaitkan pada kasus di atas, kaitkan dengan pasal-pasal dalam UU Peradilan Pidana Anak.
Jawaban akan memperlihatkan pemahaman terhadap diversi dan keadilan restoratif)
7. Anak yang belum berumur 12 (dua belas tahun) tidak dapat diajukan ke sidang pengadilan
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Sisten Peradilan Pidana Anak No 11/2012
dan turunanya PP No 65 /2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan
Anak Yang Belum Berumur 12 (dua belas tahun), karena berdasarkan pertimbangan secara
sosiologis, psikologis dan pedagogis, anak dianggap belum dapat mempertanggungjawabkan
perbuatanya. Jelaskan tata cara penyelesaian perkara anak yang belum berumur 12 (dua
belas) tahun apabila melakukan tindak pidana atau diduga melakukan tindak pidana? Jelaskan
pemahaman saudara
9. Jelaskan faktor-faktor munculnya pekerja anak. Bagaimana solusi konkrit menurut saudara
untuk menyelesaikan permasalahan pekerja anak.
10. Bagaimana bentuk perlindungan terhadap anak korban pornografi? Jelaskan disertai
contoh dan dasar hukum
11. Jelaskan perlindungan yang diberikan bagi anak yang dilibatkan dalam aksi terorisme.
Argumen anda disertai contoh kasus real.
JAWABAN :
1. Saya melihat disini bahwa dengan adanya empat hak asasi anak (rights and
freedoms of children) akan menjamin hak-hak anak diseluruh dunia. Maka negara-
negara yang ikut serta dalam meratifikasi konvensi tentang hak-hak anak ini harus
bisa lebih menjaga hak-hak anak agar bisa tumbuh kembang sesuai dengan kodratnya.
Kemudian konsekuensi logis apabila hak-hak dasar ini dilanggar dalam
kehidupan anak yaitu bagi anak yang dieksploitasi akan banyak kehilangan hak dan
waktunya untuk belajar dan bermain bersama teman-teman sebayanya, perubahan
perilaku anak ke arah perilaku orang dewasa yang terjadi lebih cepat, ketergantungan
akan materi karena sudah mengenalnya sebelum waktu yang tepat, anak akan
kekurangan kasih sayang terutama dari orang tua, kendornya standar moral dan
dampak inter-generasional, dan lain-lain.1
Dari konsekuensi yang telah disebutkan diatas, maka peran orang tua
sangatlah penting dan vital. Karena semua berawal dari orang tua, bagaimana mereka
mendidik anaknya, menjaga pergaulannya, dan lain sebagainya. Seperti contohnya,
anak yang melakukan pergaulan bebas atau bahkan sampai hamil diluar nikah. Ini
merupakan tanggung jawab dari orang tua selain dari seorang laki-laki itu sendiri
yang harus bertanggung jawab atas perbuatan yang telah ia lakukan. Orang tua
semestinya bisa lebih memberikan pengetahuan mengenai bahaya dari pergaulan
bebas, serta pentingnya orang tua juga untuk memperdalam ilmu agama bersama
dengan anaknya, karena saya yakin di agama manapun pasti hal ini sangat dilarang
dan tercela.
2. Convention on the Righ of the Child (Konvensi Tentang Hak-Hak Anak) yang
mana Indonesia telah meratifikasinya melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun
1990 Tentang Pengesahan Convention on the Right of the Child (Konvensi Tentang
Hak-Hak Anak. Di dalam konvensi ini mengatur mengenai beberapa dasar anak, yaitu
prinsip non diskriminasi, prinsip kepentingan terbaik bagi anak (best interest of
children), prinsip atas hak hidup, keberlangsungan dan perkembangan serta prinsip
atas penghargaan terhadap pendapat anak.2
Dengan diratifikasinya konvensi tentang hak-hak anak ini, maka Indonesia
sudah terikat dengan ketentuan-ketentuan yang sudah disepakati dan berlaku bagi
negara-negara yang meratifikasinya. Negara yang meratifikasi konvensi ini
diharuskan untuk melaporkan dan hadir dihadapan komite hak-hak anak secara
berkala guna mengevaluasi kemajuan-kemajuan yang dicapai dalam
mengimplementasikan konvensi ini dan status hak-hak anak dalam negara tersebut.
1
https://www.academia.edu/10255026/Hak_Asasi_Manusia_dan_Anak
2
https://referensi.elsam.or.id/2014/10/keputusan-presiden-nomor-36-tahun-1990-tentang-pengesahan-
convention-on-the-rights-of-the-child-konvensi-tentang-hak-hak-anak/
4. Landasan yuridis menurut teori, maka haruslah membantu manusia untuk
berkembang sesuai dengan kodratnya, menjunjung keluhuran martabat manusia,
bersifat adil, menjamin kesamaan dan kebebasan, memajukan kepentingan dan
kesejahteraan umum, dan lain-lain.
Dalam pelaksanaan perlindungan dan peradilan pidana anak harus didasarkan
pada UUD 1945 dan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku.
Penerapan dasar yuridis ini harus secara integerative, yaitu penerapan terpadu
menyangkut peraturan perundang-undangan dari berbagai bidang hukum yang
berkaitan.
Terkait landasan yuridis terhadap sistem peradilan pidana anak telah diatur
dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 adalah pembaruan dari yuridis yang
mengedepankan kepentingan anak yaitu bukan semata-mata mengutamakan
pidananya saja sebagai unsur utama, tetapi juga perlindungan bagi masa depan adalah
sasaran yang hendak dicapai oleh sistem peradilan anak. Artinya dalam melaksanakan
perlindungan dan peadilan pidana anak itu sudah diatur dan berlandaskan pada
undang-undang yang berlaku.3
3
https://media.neliti.com/media/publications/3215-ID-tinjauan-yuridis-terhadap-perlindungan-anak-dalam-
sistem-peradilan-pidana-anak.pdf
- Pengalaman bagi si anak untuk menjalani rangkaian proses peradilan yang
melelahkan
- Pengaruh buruk dari proses peradilan pidana formal, seperti trauma, dan
lainnya4
e. Saya melihat dalam kasus ini mengapa diversi gagal karena:
- Orang tua korban merasa kasus ini perlu di tindak lanjuti ke pengadilan,
karena memang sistem diversi tidak mendapatkan hasil yang memuaskan
(Pasal 13 UU Sistem Peradilan dan Pidana Anak)
- Si pelaku merasa terpukul, trauma, dan dendam
- Orang tua korban merasa dirugikan, karena anaknya sampai luka-luka dan
dirawat di rumah sakit
c. Drs. Bimo Walgito menjelaskan bahwa istilah Juvenile delinquency mencakup semua
perbuatan. Apabila perbuatan itu dilakukan orang dewasa, maka perbuatan itu merupakan
kejahatan, sesuatu yang melawan hukum.5
Untuk dasar hukumnya yang terkait dengan juvenile delinquency dalam hukum
nasional kita tidak terdapat kesebangunan pemikiran hukum tentang “kenakalan anak”.
Atau dengan kata lain istilah “kenakalan anak” tidak diadopsi secara langsung dalam
hukum pidana kita. Sesungguhnya terdapat istilah “kenakalan” dalam KUHPidana. Pasal
489 KUHPidana menegaskan “kenakalan terhadap orang atau barang sehingga dapat
mendatangkan bahaya, kerugian, kerusakan, dihuku denda sebanyak-banyakmya Rp. 225.”
Agar lebih jelas lagi, maksud pasal a quo bisa dilihat melalui penjelasan Soesilo tentang
“kenakalan”. Soesilo mengemukakan bahwa:
4
http://beniharmoniharefa.blogspot.com/2016/03/dampak-buruk-anak-berada-dalam-sistem_7.html
5
http://eprints.umpo.ac.id/4506/2/c.%20BAB%20II.pdf
bahaya, kerugian atau kesusahan, yang tidak dapat dikenakan salah satu pasal dalam
KUHPidana.”
Dengan mengacu pada pendapat R. Soesilo di atas, sama sekali keberadaan Pasal 489
KUH Pidana, yang kendatipun terdapat frasa “kenakalan” tetapi ketentuan a quo bukan
ditujukan bagi anak yang melakukan perbuatan tindak pidana. Justru kalau kita mau
menjadikan pasal tersebut sebagai sumber acuan pemidanaan atas “kenakalan anak” maka
dalam ketentuannya bisa menjerat siapa saja tanpa mengenal pelakunya sudah berumur
dewasa ataukah belum dewasa.6
Kenakalan yang dilakukan oleh anak atau seorang remaja tidak bisa disama ratakan
dengan kenakalan atau kejahatan yang dilakukan oleh orang dewasa. Seperti yang pernah
saya pelajari di kelas mata kuliah Hukum Perlindungan dan Peradilan Pidana Anak,
bahwasannya kenakalan yang dilakukan oleh anak itu hanya karena sekedar anak itu
hanya sekedar nakal, ia tidak tahu akibat dari pebuatannya itu karena dia masih belum bisa
membedakan mana suatu tindakan yang baik dan mana yang buruk. Berbeda dengan orang
dewasa yang sudah bisa membedakan mana yang baik dan buruk, kemudian ia pasti juga
mengetahui akibat dari perbuatan yang ia perbuat. Kemudian, kalau misal kenakalan anak
yang terjadi itu adalah pencurian barang, maka anak itu hanya sekedar menginginkan
barang itu. Berbeda dengan orang dewasa yang memiliki banyak akal, seperti misalnya
barang curian tersebut ia jual supaya ia bisa mendapatkan sejumlah uang.
7. Tata cara penyelesaian perkara anak yang belum berumur 12 (dua belas) tahun apabila
melakukan tindak pidana atau diduga melakukan tindak pidana yakni:
a. Setiap penyidik, penuntut umum, dan hakim dalam memeriksa anak wajib
mengupayakan diversi, dalam hal tindak pidana yang dilakukan:
a. diancam dengan pidana penjara dibawah 7 tahun; dan
b. bukan merupakan pengulangan tindak pidana (Pasal 3 ayat 1 dan 2 PP No 65/2015).
b. Dalam hal diversi tidak diupayakan walaupun syarat telah terpenuhi, menurut PP ini,
demi kepentingan terbaik baik anak, pembimbing kemasyarakatan (pejabat fungsional
penegak hukum) dapat meminta proses diversi kepada penegak hukum.
d. Penyidik memberitahukan upaya diversi kepada penuntut umum dalam jangka waktu
paling lama 1x24 jam terhitung sejak dimulainya upaya diversi. Sementara penyidik
memiliki waktu 1x24 jam terhitung sejak surat perintah penyidikan diterbitkan
menyampaikan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan kepada penuntut umum.
e. Dalam jangka waktu paling lama 7x24 jam terhitung sejak dimulainya penyidikan,
penyidik memberitahukan dan menawarkan kepada anak dan/atau orang/wali, serta
korban atau anak korban dan/atau orang tua/wali untuk menyelesaikan perkara melalui
diversi.
6
http://www.negarahukum.com/hukum/juvenile-delinquency.html
f. Dalam hal anak dan/atau orang tua/wali, serta korban atau anak korban dan/atau orang
tua/wali tidak sepakat melakukan diversi, penyidik melanjutkan proses penyidikan,
kemudian menyampaikan berkas perkara dan berita acara upaya diversi kepada
penuntut umum (Pasal 14 ayat 3).
g. Proses diversi dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 30 hari terhitung sejak
tanggal dimulainya diversi.
j. Dalam hal kesepakatan diversi tidak dilaksanakan dalam jangka waktu yang telah
ditentukan (terutama yang berkaitan dengan pembayaran ganti kerugian, pengembalian
pada keadaan semula, atau pelayanan masyarakat), pembimbing kemasyarakatan
melaporkan secara tertulis kepada atasan langsung penyidik untuk ditindaklanjuti dalam
proses peradilan pidana dengan tembusan kepada ketua pengadilan negeri setempat.
8. Bentuk-bentuk perdagangan anak dan perempuan yang sering ditemui , antara lain:
- Adopsi anak
- Pekerja jermal
- Pengemis
- Industri pornografi
- Eksploitasi lainnya.
Modus operandi yang dilakukan seperti melalui penipuan; bujuk rayu; jebakan dan
penyalahgunaan wewenang; jeratan hukum; jeratan jasa; kedok duta budaya di luar
negeri-entertainment; adopsi ilegal; penculikan; dan penggantian identitas. Sedangkan
cara kerja para trafficker yakni dengan melibatkan agen atau calo. Agen atau calo
mendekati korban di pedesaan, pusat keramaian, kafe, restaurant, dan sebagainya.7
Hal itu disampaikan Satuan Tugas (Satgas) Tindak Pidana Perdagangan Orang
(TPPO) Bareskrim Polri AKBP Hafidh Susilo,
Dari wilayah asal mereka transit di Nunukan atau Batam, lantas dibawa ke Malaysia
bahkan hingga ke berbagai negara di Timur Tengah.
Korban terbanyak, kata Hafidh, berasal dari Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur dan
Jawa Timur. Sebagian besar merupakan buruh migran Indonesia.
“Kasus itu betul-betul terjadi di Indonesia, bahkan kami menemukan korban yang
sengaja dipesan untuk hamil, lalu setelah lahir anaknya diambil,” kata Hafidh.
Sejak 2011 hingga November 2017, Bareskrim Polri mencatat terdapat 1.404 WNI
yang menjadi korban perdagangan manusia.
Sedangkan berdasarkan catatan yang ada di Polda seluruh Indonesia, pada periode
yang sama terdapat 1.914 WNI yang menjadi korban perdagangan manusia. Sebanyak
1.184 di antaranya merupakan perempuan, 241 orang anak perempuan dan 7 orang laki-
laki dewasa.8
A. Faktor Ekonomi.
7
Harefa, Beniharmoni. Modul 7 (Perdagangan Anak)
8
https://www.aa.com.tr/id/dunia/ada-6-wilayah-asal-korban-perdagangan-manusia-di-indonesia/1005781
b. Faktor Budaya/Tradisi/Kebiasaan
Suatu budaya dalam keluarga bahwa anak sejak usia muda sudah melakukan
pekerjaan atau sebagai pekerja. Tanpa disadari para orangtua beranggapan bekerja
sebagai pekerja anak sudah merupakan tradisi atau kebiasaan dalam masyarakat, anak
diperintahkan bekerja sebagai pekerja dengan alasan untuk mendapatkan pendidikan
dan persiapan terbaik untuk menghadapi kehidupan dimasyarakat nantinya apabila
anak tersebut sudah dewasa.
c. Faktor Pendidikan.
Berawal dari pendidikan orangtua yang rendah, adanya keterbatasan ekonomi
dan tradisi, maka banyak orangtua mengambil jalan pintas agar anaknya berhenti
sekolah dan lebih baik bekerja dengan alasan :
- Wanita tidak perlu sekolah tinggi-tinggi
- Biaya pendidikan mahal .
- Sekolah tinggi akhirnya jadi penganggur9
Solusinya:
a. Memperketat pengawasan terhadap anak yang bekerja dibawah umur seperti yang
diatur dalam UU No 20 Tahun 1999
b. Melakukan pendataan secara berkala bagi anak yang diduga bekerja dibawah umur
dan secara ilegal
c. Melakukan program rutin yang lebih memahami orang tua dan anak tentang
bahayanya anak bekerja dibawah umur, seperti program yang pernah dibuat
pemerintah pada tahun 2008 lalu yaitu Program Keluarga Harapan
d. Dari pihak orang tuanya lebih memberikan kasih sayang, nasehat, serta kebutuhan
primer (yang utama) kepada anaknya
10. Di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak pada Pasal 1 menyebutkan bahwa: “Sistem Peradilan Pidana anak adalah
keseluruhan proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum, mulai
tahap penyelidikan, sampai dengan tahap pembimbingan setalah menjalani pidana”
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak pada
Pasal 2 Sistem Peradilan Pidana Anak dilaksanakan berdasarkan asas: Perlindungan,
Keadilan, Non diskriminas, Kepentingan terbaik bagi Anak, Penghargaan terhadap
pendapat Anak, Kelangsungan hidup dan tumbuh kembang Anak, Pembinaan dan
pembimbingan Anak, Proporsional, Perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai
upaya terakhir dan Penghindaran pembalasan.
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak pada
Pasal 3 “Setiap Anak dalam proses peradilan pidana berhak: Diperlakukan secara
manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya, dipisahkan dari
orang dewasa, memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif, melakukan
kegiatan rekreasional, dan seterusnya.
9
http://dwellerofearth.blogspot.com/2015/08/faktor-penyebab-dan-dampak-negatif.html
Langkah-langkah perlindungan menekankan kepada upaya mengharmonisasi
peraturan perundangan dan kebijakan yang berperspektif (hak) anak, memperkuat dan
melaksanakan undangundang ataupun kebijakan-kebijakan. Tindakan-tindakan
menjerumuskan anak-anak sebagai korbanharus ditempatkan sebagai tindakan kejahatan
yang harus mendapat hukuman berat. Sedangkan terhadap anak-anak yang menjadi
korban tidak dikenakan hukuman mengingat mereka adalah korban bukan pelaku.
Pemanfaatan anak-anak sebagai bahan pornografi sudah diatur didalam undang-undang
khusus maunpun umum.10
Contoh: Seperti misalnya orang tua yang membatasi pemakaian gadget untuk
anaknya. Dalam sehari anak hanya diberi waktu 15-30 menit saja perhari untuk bermain
handphone atau gadget, karena kita semua tahu bahwa sekarang dunia yang begitu luas
bisa kita ketahui baik hal yang positif maupun negatif itu bisa kita genggam dan hanya
beberapa inci saja. Bahkan, Bill Gates melarang ketiga anaknya untuk memiliki
handphone sendiri sebelum berumur 14 tahun. Sangat berbeda dengan anak-anak di
Indonesia zaman sekarang, banyak bahkan anak balita yang sudah mulai diberikan
mainan gadget oleh orang tuanya walaupun memang tetap diawasi. Untuk dasar hukum
diatur dalam UU No 11 Tahun 2012, UU No 23 Tahun 2002, UU No 44 Tahun 2008 dan
lain-lain.
11. Mengenai sebagai korban kejahatan Terorisme, yang pada akhirnya justru bisa
dikatakan menjadi pelaku Terorisme. UU SPPA belum mengatur penanganan Anak
sebagai pelaku terorisme. Akan tetapi anak tetaplah anak yang harus dilindungi dan
dipenuhi semua hak-haknya. Apalagi dia sejatinya hanya manus ministra (alat untuk
melakukan kejahatan) melalui doktrin pemahaman salah atau eksploitasi pemikiran, yang
sebenarnya dia tidak memahami apa yang diperbuat.
2). SPPA yang dimaksud menyangkut: a. penyidikan dan penuntutan pidana Anak
sesuai perundang-undangan, kecuali ditentukan lain; b. Dilaksanakan pengadilan di
wilayah peradilan umum; c. pembinaan, pembimbingan, pengawasan, dan/atau
10
http://journal.ummgl.ac.id/index.php/variajusticia/article/download/1712/823/
pendampingan selama proses pelaksanaan pidana atau tindakan dan setelah
menjalaninya.
Saya memiliki pandangan bahwa anak yang ikut dalam jaringan terorisme ini
merupakan anak yang harus dibekali oleh ilmu agama yang benar dan lurus. Karena
yang memang umum di masyarakat bahwasannya terorisme itu sangat erat kaitannya
dengan agama tertentu (islam). Perlu diketahui juga bahwa di dalam islam itu tidak
diajarkan namanya teror meneror, memberontak pemerintah yang sah, bahkan sampai
demonstrasi saja itu dilarang. Oleh karenanya sangatlah diperlukan bekal ilmu agama
yang kuat dan benar bagi orang tua dan anak. Kemudian pemerintah juga harus tegas
dalam menangani hal ini, karena anak merupakan investasi negara di masa yang akan
datang.
"Terkait dengan pelibatan anak yang dilakukan oleh keluarga ini adalah
modus yang terbaru. Hari ini anak-anak Indonesia diminta oleh orangtuanya untuk
melakukan aksi bom ini yg kita sesalkan karena seluruhnya keluarga adalah pelindung
utama anak," ucap Rita di Kantor KPAI, Menteng Jakarta Pusat, Selasa (15/5/2018).
Menurut Rita perlu ada kontrol dari masyarakat dan pihak sekolah jika seorang mulai
tidak ikut dalam upacara bendera ataupun menyanyikan lagi Indonesia Raya.
"Itu adalah indikasi-indikasi awal yang perlu diklarifikasi kepada anak untuk
melihat seberapa jauh sebenarnya" ucap Rita. Hal senada juga dikatakan oleh anggota
KPAI Retno Listyarti. Dirinya merujuk pada kasus teror di Rusunawa Wonocolo,
Sidoarjo. Berdasarkan informasi pihak kepolisian bahwa anak dari pelaku Bom
Sidoarjo yakni Anton Ferdiantono tidak sekolah dan keluarga Anton pun cenderung
tertutup kepada tetangga lainnya.
11
https://media.neliti.com/media/publications/276598-perlindungan-hukum-anak-sebagai-pelaku-t-
f531d1c7.pdf
"Maka butuh kepekaan tetangga sekitar. Ini sebuah momentum kalo melihat
keluarga ini ada inisiasi radikal. Masyarakat bisa melaporkan kepada pihak terkait
termasuk KPA, KPAD atau kepolisian demi perlindungan anak tersebut," tutupnya.
Sedangkan menurut Ketua KPAI Susanto pemerintah pemerintah perlu melakukan
tindakan antisipatif dengan inovasi pendidikan penangkal radikalisme. "Pemerintah
daerah perlu melakukan inovasi pendidikan pengasuhan kepada calon pengantin dan
semua kelompok pasangan baik pasangan muda dan tua agar mengembangkan
pengasuhan yang positif penuh kasih sayang dan tanpa radikalisme," ucap Ketua
KPAI Susanto.12
12
https://tirto.id/kpai-pelibatan-anak-dalam-aksi-terorisme-adalah-modus-baru-cKtz