Anda di halaman 1dari 87

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan mata rantai awal

yang penting dan menentukan dalam upaya menyiapkan dan mewujudkan masa

depan bangsa dan negara. Anak merupakan generasi yang akan meneruskan

perjuangan dan cita-cita seluruh bangsa di bumi. Hal ini secara tegas dirumuskan

dalam butir c Konsiderans Undang - Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang

Perubahan Atas Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak yang berbunyi “bahwa anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda

penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri

dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada

masa depan”.1

Anak sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan makhluk sosial, sejak

dalam kandungan sampai dilahirkan mempunyai hak atas hidup dan merdeka serta

mendapat perlindungan baik dari orang tua, keluarga, masyarakat, bangsa dan

negara.”2 Memelihara kelangsungan hidup anak adalah tanggung jawab orang tua,

yang tidak boleh diabaikan. Orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak

1
.Anonimous, UU Perlindungan Anak, UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, (Yogyakarta:Pustaka Mahardfika, 2015), hlm.
2.
2
H.R Abdussalam dan Adri Desasfuryanto.Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta:PTIK,
2014), hlm. 1.

1
yang bersangkutan dewasa atau dapat berdiri sendiri Pasal 45 Undang - Undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Orang tua yang bertanggung jawab

atas terwujudnya kesejahteraan anak.3

Anak - anak sangat membutuhkan perlindungan serta perawatan khusus

karena alasan fisik dan mental yang belum matang dan dewasa, oleh karenanya

anak - anak sangat perlu untuk mendapatkan perlindungan hukum sebelum

maupun sesudah mereka dilahirkan.4

Anak sebagai kelompok yang rentan dan lemah, tidak dapat disangkal

selalu mendapat gangguan - gangguan yang datang baik dari luar maupun dari

anak itu sendiri, gangguan - gangguan itu beragam macamnya termasuk perbuatan

cabul.5 Kekerasan sering terjadi terhadap anak, yang dapat merusak, berbahaya

dan menakutkan anak. Bentuk - bentuk kekerasan yang dialami anak dapat berupa

tindakan - tindakan kekerasan, baik secara fisik, psikis maupun seksual (sexual

abuse).

Banyaknya tindak pidana yang dilakukan oleh anak mengakibatkan

adanya upaya guna mencegah dan menanggulanginya, salah satunya adalah

penyelenggaraan penanganan perkara anak berhadapan dengan hukum yang

mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak masih jauh dari yang diharapkan,

sehingga Pemerintah mengeluarkan Undang - Undang Nomor 11 Tahun 2012

tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dimana dalam undang - undang tersebut

3
Maidin Gultom, Hukum Perlindungan Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana
Anak Di Indonesia, (Bandung:Refika Aditama, 2014), hlm. 1.
4
Mohammad Taufik Makarao dkk, Hukum Perlindungan Anak dan Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga, (Jakarta:Rineka Cipta, 2013), hlm. 14.
5
Ibid.

2
telah dituangkan secara tegas dalam Bab II Pasal 6 sampai dengan Pasal 15

mengenai diversi6.

Sistem Peradilan Pidana Anak (Juvenile Criminal Justice System).

Tujuannya tidak hanya untuk penjatuhan pidana semata, tetapi juga pada dasar

pemikiran bahwa penjatuhan sanksi pidana sebagai sarana mendukung

perwujudan kesejahteraan anak pelaku tindak pidana. Dasar pemikiran tujuan

penjatuhan sanksi pidana tersebut merupakan ciri khas penyelenggaraan Sistem

Peradilan Pidana Anak yang diharapkan nantinya dalam pemeriksaan yang

dilakukan oleh aparat penegak hukum baik ditingkat penyidikan, penuntutan,

maupun sidang dipengadilan, tidak hanya meninggalkan pada aspek pembinaan

dan perlindungan semata bagi anak namun juga didasari prinsip demi kepentingan

anak.

Sejak tahap penyidikan sesuai dengan Peraturan Kepala Kepolisian

Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen

Penyidikan Tindak Pidana harus dilaksanakan dengan baik. Dengan pertimbangan

bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang

berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban, menegakkan hukum,

memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam

rangka memelihara keamanan dalam negeri; dalam melaksanakan tugas

penegakan hukum, penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia mempunyai

tugas, fungsi, dan wewenang di bidang penyidikan tindak pidana, yang

dilaksanakan secara profesional, transparan, dan akuntabel terhadap setiap perkara

6
Lihat Bab II Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak.

3
pidana guna terwujudnya supremasi hukum yang mencerminkan rasa keadilan;.

Setelah semuanya diksanakan dengan baik sesuai prosedur tanpa adanya

pelanggaran apapun yang dapat merugikan aparat ataupun korban dan pelaku

maka aparat Kepolisian telah diberi kewenangan oleh Undang - Undang untuk

melakukan penahanan. Situasi dalam tahanan memberikan beban mental berlipat

bagi sianak, ditambah lagi tekanan psikologis yang harus dihadapi mereka yang

Pelaksanaan Diversi dilatarbelakangi keinginan untuk menghindari efek negatif

terhadap jiwa dan perkembangan anak oleh keterlibatannya dengan sistem

peradilan pidana. Upaya pengalihan atau ide Diversi ini, merupakan penyelesaian

yang terbaik yang dapat dijadikan formula dalam penyelesaian beberapa kasus

yang melibatkan anak sebagai pelaku tindak pidana.

Kewenangan untuk melakukan Diversi adalah dari aparat penegak

hukum pada masing - masing tingkatan pemeriksaan yaitu pada tingkat

penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan perkara anak dipengadilan negeri

sebagaimana yang dimuat dalam Pasal 7. Secara khusus, pada tingkat penuntutan,

acara peradilan pidana anak diatur dalam Bab III Bagian Keempat Pasal 41 dan

Pasal 42 UU SPPA.

Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai salah satu lembaga

penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintahan dalam melaksanakan tugas dan

fungsi nya juga harus berdasarkan legitimasi hukum yang berlaku. Dimana fungsi

utama dari polisi adalah menegakkan hukum dan melayani kepentingan

masyarakat umum. Sehingga dapat dikatakan bahwa tugas polisi adalah

4
melakukan pencegahan terhadap kejahatan dan memberikan perlindungan kepada

masyarakat.

Aparat penegak hukum itu sendiripun tidak tinggal diam sebagai penegak

hukum tentunya memilki peran yang cukup tinggi, pihak kepolisian yang berkerja

sama dengan KPAI tentunya memilki andil yang cukup besar dan berat, dimana

pihak kepolisan dalam hal ini penyidik. Menurut Pasal 11 KUHAP yang

dimaksud dengan atas perintah penyidik, termasuk perintah penyidik pembantu,

perlimpahan wewenang untuk melakukan penangkapan kepada penyidik

pembantu hanya diberikan apabila perintah dari penyidik tidak dimungkinkan,

berhubung karena sesuatu hal atau dalam keadaan yang sangat diperlukan, atau

dalam hal terdapat hambatan perhubungan di daerah terpencil atau tempat yang

belum ada petugas penyidik, dan dalam hal lain yang dapat diterima menurut

kewajaran.

Di dalam pasal 1 KUHAP menyatakan bahwa penyidik adalah pejabat

polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang

diberikan wewenang khusus oleh undang - undang untuk melakukan penyidikan. 7

Karena itu dalam melakukan penyidikan untuk menangani kasus anak juga

dilakukan pengawasan termasuk penangan perkara anak oleh internal maupun

ekternal agar kasus seperti ini diutamakan. Termasuk di daerah Kabupaten

Pelalawan.

7
Darwan Prints. Hukum Acara Pidana, Penerbit Djambatan Yayasan Lembaga Bantuan
Hukum, 2008, hlm.17.

5
Maka itu penulis tertarik untuk mengangkat judul “PELAKSANAAN

PENGAWASAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA ANAK DI

WILAYAH HUKUM POLRES PELALAWAN”

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah diatas penulis membuat rumusan

permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana pelaksanaan pengawasan dalam penyidikan tindak pidana anak

di wilayah hukum polres pelalawan ?

2. Apa hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pengawasan dalam

penyidikan tindak pidana anak di wilayah hukum polres pelalawan ?

3. Bagaimana upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan yang

ditemukan dalam pelaksanaan pengawasan dalam penyidikan tindak

pidana anak di wilayah hukum polres pelalawan?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penulis dalam penulisan karya tulis ini

adalah untuk mengetahui :

a. Untuk mengetahui pelaksanaan pengawasan dalam penyidikan tindak

pidana anak di wilayah hukum Polres Pelalawan.

6
b. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan

pengawasan dalam penyidikan tindak pidana anak di wilayah hukum

Polres Pelalawan.

c. Untuk mengetahui Upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan

yang ditemukan dalam pelaksanaan pengawasan dalam penanganan

penyidikan tindak pidana anak di wilayah hukum Polres Pelalawan.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan Penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Bagi Penulis

Untuk menambah wawasan pengetahuan penulis tentang pelaksanaan

pengawasan dalam penanganan penyidikan tindak pidana anak di wilayah

hukum Polres Pelalawan.

b. Bagi Dunia Akademik

Penelitian ini diharapkan dapat menambah perbendaharaan penelitian

ilmiah serta memperkaya khasanah keilmuan dalam dunia akademik.

Disamping itu penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan atau

referensi bagi penelitian berikutnya.

c. Bagi Masyarakat

Untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan masyarakat mengenai

pelaksanaan pengawasan dalam penanganan penyidikan tindak pidana

anak di wilayah hukum Polres Pelalawan

7
D. Kerangka Teori

Teori kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian, yaitu pertama

adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa

yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi

individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang

bersifat umum itu, individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan

atau dilakukan oleh Negara terhadap individu. 8

Menurut Satjipto Rahardjo, kepastian hukum merupakan fenomena

psikologi dari pada hukum. Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal - pasal

dalam Undang - Undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim

yang satu dengan yang lainnya untuk kasus yang serupa yang telah diputuskan.9

Tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan (rechtgerechtigheid),

kemanfaatan (rechtsutiliteit) dan kepastian hukum (rechtszekerheid).10 Dalam hal

mewujudkan keadilan, menurut W. Friedman, suatu Undang - Undang haruslah

memberikan keadilan yang sama kepada semua walaupun terdapat perbedaan -

perbedaan diantara pribadi - pribadi tersebut.11 Roscoe Pond dalam bukunya

Scope and Purpose of Sociological Jurisprudence,12 menyebutkan ada beberapa

kepentingan yang harus mendapat perlindungan atau dilindungi oleh hukum, yaitu

Pertama, kepentingan terhadap negara sebagai suatu badan yuridis; Kedua,

8
Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta : Kencana Pranada
Media Group,2008), hlm. 158
9
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung : PT.Citra Aditya Bakti,2000, hlm.298.
10
Ibid., hlm 127.
11
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis),
(Jakarta :PT. Gunung Agung Tbk, 2002), hlm. 85.
12
W.Friedman, Teori dan Filsafat Hukum Dalam Buku Telaah Kritis Atas Teori-Teori
Hukum, diterjemahkan dari buku aslinya Legal Theory oleh Muhammad Arifin, (Jakarta :
RajaGrafindo Persada, 1993), hlm.7.

8
kepentingan negara sebagai penjaga kepentingan sosial; Ketiga, kepentingan

terhadap perseorangan terdiri dari pribadi, hubungan - hubungan domestik,

kepentingan substansi. Dari pendapat Roscoe Pond tersebut, dapat dilihat bahwa

sangat diperlukannya suatu perlindungan hukum terhadap kepentingan

perseorangan, karena dengan adanya perlindungan hukum akan tercipta suatu

keadilan.

Indonesia merupakan negara hukum. Hal ini telah Dinyatakan dengan

tegas dalam penjelasan Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

1945 bahwa “Negara Republik Indonesia berdasar atas hukum “(rechstaat)”, tidak

berdasar atas kekuasaan belaka (machstaat). Cita - cita filsafat yang telah di

rumuskan para pendiri kenegaraan dalam konsep “Indonesia adalah negara

hukum”, mengandung arti, bahwa dalam hubungan antara hukum dan kekuasaan,

bahwa kekuasaan tunduk pada hukum sebagai kunci kestabilan politik dalam

masyarakat. Dalam negara hukum, hukum merupakan tiang utama dalam

menggerakkan sendi - sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Salah satu ciri utama dari suatu negara hukum terletak pada

kecendrunganya untuk menilai tindakan - tindakan yang dilakukan oleh

masyarakat atas dasar peraturan - peraturan hukum. Pembicaraan mengenai

hukum selalu berkaitan dengan masalah penegakan hukum (law enforcement)

dalam pengertian luas juga merupakan penegakan keadilan. Apabila

dikongkritkan lagi, akan terarah pada aparat penegak hukum, yaitu mereka yang

secara langsung terlibat dalam memperjuangkan penegakan hukum dan keadilan.

9
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia yang

selanjutnya disebut dengan PERKAP Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen

Penyidikan Tindak Pidana di dalam bab keempat mengatur tentang pengawasan

dan pengendalian penyidikan polisi dalam menjalankan tugasnya. Disebutkan

dalam pasal 78 PERKAP Nomor 14 Tahun 2012 yang menjadi “Subyek

pengawasan dan pengendalian penyidikan meliputi:

a. atasan penyidik; dan

b. pejabat pengemban fungsi pengawasan penyidikan.”13

Aparat penegak hukum khususnya POLRI mengemban tugas yang luas,

kompleks dan rumit. Mereka pun mempunyai posisi penting. Mengenai atasan

penyidik POLRI terbagi dalam berbagai tingkat yang telah dijelaskan dalam Pasal

79 PERKAP Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak

Pidana. Sebagai penegak hukum, mereka adalah komandan dalam melaksanakan

amanat undang - undang menegakkan ketertiban, dan keamanan masyarakat.

Sebagai pelaksana undang - undang, Polisi menyandang fungsi yang unik dan

rumit karena dalam menjalankan tugas di tengah masyarakat, selalu dalam

kelompok dipimpin komandan sebagai penanggung jawab dengan medan tempur

yang jelas dan cukup waktu mengatur strategi.

Arti modern, Polisi adalah suatu pranata umum sipil yang mengatur tata

tertib (orde) dan hukum. Namun kadang kala pranata ini bersifat militaristis,

seperti di indonesia sebelum POLRI dilepas dari ABRI. Polisi dalam lingkungan

pengadilan bertugas sebagai penyidik. Dalam tugasnya dia mencari keterangan -

13
Lihat Pasal 78 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.

10
keterangan dari berbagai sumber dan keterangan saksi. Tumbuh dan

berkembangnya POLRI tidak lepas dari sejarah perjuangan kemerdekaan

Republik Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, POLRI telah

dihadapkan pada tugas - tugas yang unik dan kompleks. Selain menata keamanan

dan ketertiban masyarakat di masa perang, POLRI juga terlibat langsung dalam

pertempuran melawan penjajah dan berbagai operasi militer bersama - sama

kesatuan bersenjata yang lain. Keadaan seperti ini dilakukan oleh POLRI karena

POLRI lahir sebagai satu - satunya kesatuan bersenjata yang relatif lebih lengkap.

Kepolisian Negara Republik Indonesia mempunyai tugas, tujuan, wewenang dan

tanggung jawab yang selanjutnya yang menyebabkan pula timbulnya berbagai

tuntutan dan harapan masyarakat terhadap tugas Kepolisiaan Negara Republik

Indonesia yang makin meningkat dan berorientasi kepada masyarakat yang

dilayaninya secara universal tugas polisi ada dua, yaitu menegakkan hukum dan

memelihara ketertiban umum. Tugas pertama mengandung pengertian represif

atau tugas terbatas yang dibatasi oleh Kitab Undang - Undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP), tugas yang kedua mengandung pengertian preventif atau tugas

mengayomi adalah tugas yang luas tanpa batas, boleh melakukan apa saja asal

keamanan terjaga dan tidak melanggar hukum itu sendiri.

11
E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian hukum

sosiologis, penelitian menurut Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) lebih

diarahkan pada suatu penelitian yang membahas tentang berlakunya hukum

positif, berupa penelitian yang hendak melihat korelasi antara hukum dengan

masyarakat yang dalam penelitian ini akan dilihat bagaimana ”Pelaksanaan

Pengawasan Dalam Penyidikan Tindak Pidana Anak di Wilayah Hukum

Polres Pelalawan”

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Polres Pelalawan. Adapun dipilihnya lokasi

ini karena butuhnya pengawasan dalam melakukan penanganan penyidikan

Tindak Pidana anak sehingga jika muncul kasus anak, anak tidak akan merasa

diabaikan oleh siapapun.

3. Populasi dan Sampel

a. Populasi

Populasi adalah sekumpulan objek yang hendak diteliti berdasarkan

lokasi penelitian yang ditentukan sebelumnya. Untuk tercapainya maksud

dan tujuan penelitian ini, maka yang menjadi populasi dalam penelitian

ini adalah :

12
1. Kasat Reskrim 1 ( Satu) Orang

2. Kasi Propam 1 (Satu) Orang

3. Unit IV PPA Polres Pelalawan 1 (Satu) Orang

4. Pelaku Tindak Pidana Anak 77 (Tujuh Puluh Tujuh) Orang

b. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti yang dapat

mewakili keseluruhan objek penelitian. Metode yang digunakan dalam

pengambilan sampel adalah purposive. Purposive adalah menetapkan

sejumlah sampel yang mewakili jumlah populasi yang ada. Untuk

lebih jelas dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 1.1
Populasi dan Sampel
NO JENIS POPULASI JUMLAH JUMLAH PERSENTASE
POPULASI SAMPEL (%)
1 Kasat Reskrim 1 1 100

2 Kasi Propam 1 1 100

3 Unit IV PPA Polres 4 2 50


Pelalawan
4 Pelaku Tindak Pidana 77 5 6
Anak
Sumber : Data Primer Tahun 2019-2020

4. Sumber data

Penelitian ini menggunakan data yang bersumber dari :

a. Data Primer

13
Data Primer adalah data yang diperoleh dari langsung dari responden

dilapangan dengan menggunakan alat pengumpulan data berupa

wawancara langsung.

b. Data Sekunder

Data Sekunder yaitu data yang diperoleh melalui kepustakaan berupa

peraturan perundang - undangan yang ada kaitannya dengan objek yang

diteliti.

c. Data Tertier

Data ini diperoleh dari kamus, ensiklopedi, dan sejenisnya yang

mendukung data primer dan sekunder.

5. Teknik Pengumpulan Data

Karena jenis penelitian ini adalah penelitian hukum sosiologis, dimana

data yang dibutuhkan atau yang menjadi data pokok pada penelitian ini adalah

data primer, maka pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara

yang kemudian diolah oleh peneliti.

a. Observasi

teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara pengamatan

langsung terhadap objek penelitian.

b. Wawancara

Yaitu mengadakan proses tanya jawab langsung kepada responden

dengan pertanyaan - pertanyaan non struktur yang relevan dengan

permasalahan yang sedang diteliti dengan metode wawancara

14
nonstruktur yaitu wawancara dimana si pewawancara bebas menanyakan

suatu hal kepada responden tanpa terikat dengan daftar - daftar

pertanyaan.14

c. Kajian Kepustakaan

Yaitu pencarian data berupa dokumen keperpustakaan dan tempat

penelitian terkait dengan objek penelitian yang penulis lakukan.

6. Analisis data

Dalam penelitian ini langkah pertama kali yang dilakukan adalah

menggumpulkan dan menyusun data serta keterangan yang diperoleh dari

instrumen peneliti, kemudian disusun, diatur dan dikelompokkan sesuai dengan

tiap - tiap pokok pembahasan dalam masalah penelitian ini. Setelah data

terkumpul selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif

kualitatif. Untuk menarik kesimpulan digunakan metode induktif yaitu penarikan

kesimpulan dari hal yang bersifat umum ke hal yang bersifat khusus.

14
Fakultas hukum unilak, Pedoman penulisan skripsi, Fakultas Hukum Unilak,
Pekanbaru, 2012, hlm.15.

15
BAB II

TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Tinjauan Umum Kabupaten Pelalawan

1. Sejarah Kabupaten Pelalawan

Sejarah singkat nama Kabupaten Pelalawan berawal dari nama sebuah

kerajaan Pelalawan yang pusat kerajaannya berada di pinggir sungai Kampar.

Kerajaan ini berdiri tahun 1761, dan mulai terkenal pada masa pemerintahan

Sultan Syed Abdurrahman Fachrudin (1811-1822). Raja terakhir kerajaan

Pelalawan adalah Tengku Besar Kerajaan Pelalawan yang memerintah pada tahun

1940 -1945.15

Berdasarkan Undang - Undang Nomor 53 Tahun 1999 tentang

pembentukan 8 (delapan) Kabupaten / Kota di Propinsi Riau yang diresmikan

oleh Menteri Dalam Negeri tanggal 12 Oktober 1999 di Jakarta dan Operasional

Pemerintah Daerah tanggal 5 Desember 1999, salah satu diantaranya adalah

Kabupaten Pelalawan. Kabupaten ini memiliki luas 13.924,94 Km² dan pada awal

terbentuknya terdiri atas 4 kecamatan, yaitu kecamatan : Langgam, Pangkalan

Kuras, Bunut, dan Kuala Kampar. Kabupaten Pelalawan secara administratif

terdiri atas 12 wilayah kecamatan, yang meliputi 106 Desa dan 12 Kelurahan.

Kecamatan yang belum memliki kelurahan, yaitu Kecamatan Bandar Seikijang

dan Bandar Petalangan. Pada tahun 2001 kepala daerah Kabupaten Pelalawan

ditunjuk oleh DPRD dengan pasangan H.T Azmun Jaafar dan H. Anas Badrun.

Kemudian bulan Februari 2006, dilakukan pemilihan kepala daerah langsung


15
Data BPS Kabupaten Pelalawan Tahun 2017

16
pertama dengan pasangan terpilih H.T Azmun Jaafar dan Drs H Rustam Efendi

sebagai Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Pelalawan periode 2006-2011.

Pemilukada tahap kedua di Kabupaten Pelalawan dilaksanakan pada tanggal 16

Februari 2011. Dalam Rapat Pleno Komisi Pemilihan Umum Kabupaten

Pelalawan tanggal 20 Februari 2011 ditetapkan pasangan HM Harris dan Marwan

Ibrahim sebagai Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Pelalawan.

2. Kondisi Geografis

Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Pelalawan terletak di Pesisir Pantai

Timur pulau Sumatera antara 1,25' Lintang Utara sampai 0,20' Bujur Timur

sampai 103,28'9. Bujur Timur dengan batas wilayah :

 Sebelah Utara : Kabupaten Siak (Kecamatan Sungai Apit dan Kecamatan

Siak); Kabupaten Bengkalis (Kecamatan Tebing Tinggi);

 Sebelah Selatan : Kabupaten Indragiri Hilir (Kecamatan Kateman,

Kecamatan Mandah, dan Kecamatan Gaung); Kabupaten Indragiri Hulu

(Kecamatan Rengat, Kecamatan Pasir Penyu, Kecamatan Peranap, dan

Kecamatan Kuala Cenayu); -Kabupaten Kuantan Singingi (Kecamatan

Kuantan Hilir, dan Kecamatan Singingi);

 Sebelah Barat : Kabupaten Kampar (Kecamatan Kampar Kiri, Kecamatan

Siak Hulu); Kota Pekanbaru (Kecamatan Rumbai dan Tenayan Raya);

 Sebelah Timur : Propinsi Kepulauan Riau. Luas wilayah Kabupaten

Pelalawan kurang lebih 1.392.494 Ha atau 14,73 % dari luas wilayah

Propinsi Riau (9.456.160 Ha).

17
Kabupaten Pelalawan terdiri dari 12 kecamatan dengan kecamatan terluas

adalah Kecamatan Teluk Meranti yaitu 423.984 Ha (30,45 %) dan yang paling

kecil adalah Kecamatan Pangkalan Kerinci dengan luas 19.355 Ha atau 1,39%

dari luas Kabupaten Pelalawan. Jarak Lurus Ibukota Kecamatan dengan Ibukota

Kabupaten Jarak lurus ibukota kecamatan yang terdekat dengan ibukota

kabupaten adalah ibukota Kecamatan Pangkalan Kerinci ± 0 km. Sedangkan jarak

yang terjauh adalah ibukota Kecamatan Kuala Kampar (Teluk Dalam) sejauh

159,2 km.

Dilihat dari ketinggian beberapa daerah atau kota di Kabupaten Pelalawan

dan permukaan laut berkisar antara 2-40 m. Daerah atau kota yang tertinggi

adalah Langgam (Langgam), Pangkalan Kerinci (Pangkalan Kerinci), Sorek I

(Pangkalan Kuras), Pangkalan Lesung (Pangkalan Lesung), Ukui dan Bandar

Seikijang dengan tinggi masing-masing diatas 30 m dan yang terendah adalah

Teluk Dalam (Kuala Kampar) 2 m.

3. Kondisi Demografis

Jumlah penduduk Kabupaten Pelalawan tahun 2013 adalah 386.428 jiwa.

Terdiri dari penduduk laki - laki sebanyak 203.683 jiwa dan perempuan 182.745

jiwa yang tersebar di 12 kecamatan dengan penduduk terbanyak ada di Pangkalan

Kerinci yaitu 101.268 jiwa dan terendah di Bandar Petalangan 14.604 jiwa.

Laju pertumbuhan penduduk menunjukkan rata - rata penambahan

penduduk pada satu wilayah dan periode tertentu. Laju pertumbuhan penduduk

Kabupaten Pelalawan tahun 2013 cukup tinggi 6,71 persen. Tingginya angka

18
pertumbuhan penduduk ini selain dikarenakan tingkat kelahiran yang tinggi juga

karena tingginya jumlah pendatang dari luar wilayah Pelalawan terkait dengan

penyerapan tenaga kerja di sektor industri pengolahan dan perkebunan.

Sex ratio merupakan ukuran yang menggambarkan perbandingan jumlah

penduduk laki - laki terhadap penduduk perempuan, biasanya dinyatakan dengan

jumlah penduduk laki - laki untuk 100 penduduk perempuan. Ukuran ini

bermanfaat untuk mengetahui konsistensi jenis kelamin dan adanya pengaruh

migrasi atau wilayah pemukiman dengan karakteristik tertentu. Sex Ratio

Kabupaten Pelalawan di tahun 2013 adalah 111. Ini menandakan jumlah

penduduk laki - laki lebih dominan dibandingkan perempuan.

Kepadatan penduduk menunjukkan perbandingan jumlah penduduk

dengan luas wilayah. Secara umum tingkat kepadatan penduduk di Kabupaten

Pelalawan 28 jiwa per km². Kecamatan dengan tingkat kepadatan tertinggi adalah

Kecamatan Pangkalan Kerinci 523 jiwa per km². Sedangkan kepadatan terendah

di Kecamatan Teluk Meranti, 4 jiwa per km².

Nama – Nama Bupati Kabupaten Pelalawan :

1. Drs. Azwar AS / Periode 1999 s/d 2001

2. H. T. Azmun Jaafar, SH / Periode 2001 s/d 2006.

3. H. T. Azmun Jaafar, SH / Periode 2006 s/d 2012.

4. H. M. Harris / Periode 2012 s/d 2015

5. H. M. Harris / Periode 2015 s/d Sekarang

B. Tinjauan Umum Polres Pelalawan

19
Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Polres Pelalawan, bertugas

membina Fungsi dan menyelenggarakan kegiatan - kegiatan penyelidikan dan

penyidikan tindak pidana dalam rangka penegakan hukum, dengan memberikan

pelayanan / perlindungan khusus kepada korban / pelaku, remaja, anak dan

wanita, serta termasuk menyelenggarakan fungsi identifikasi, baik untuk

kepentingan penyidikan maupun pelayanan umum dan menyelenggarakan

koordinasi & pengawasan operasional dan administrasi penyidikan PPNS, sesuai

ketentuan hukum dan perundang - undangan di wilayah hukum Polres Pelalawan.

Sat Reskrim dipimpin oleh seorang Kepala Satuan (Kasat) Reskrim yang

bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada Kapolres Pelalawan dan

dalam pelaksanaan tugas sehari-hari dibawah kendali Wakapolres Pelalawan,

sedangkan Kasat Reskrim, dibantu oleh Kaur Bin Ops (KBO) Reskrim.

Deskripsi Kerja KASAT RESKRIM :

1. Bertugas dan bertanggung jawab tentang segala sesuatu dalam lingkup

pelaksanaan tugas Sat Reskrim.

2. Melakukan tugas - tugas yang berhubungan dengan masalah - masalah

Perencaan, Pengorganisasian, Kontrol dan Evaluasi terhadap tugas

anggota.

3. Melakukan koordinasi dengan kesatuan lain dan atau instansi samping.

4. Melakukan supersif staf.

5. Mengendalikan tugas - tugas yang bersifat khusus terutama operasi yang

dibebankan.

Deskripsi Kerja Kaur Bin OPS (KBO) Reskrim :

20
1. Membantu Kasat Reskrim melakukan pengawasan terhadap anggota Unit

Reskrim, Urmindik, Urmin, Ur Tahti dan Ur Indentifikasi.

2. Membantu Kasat Reskrim dalam menyiapkan administrasi, formulir -

formulir yang ditentukan untuk pelaksanaan tugas anggota Reskrim.

3. Membantu Kasat Reskrim menjamin ketertiban dan ketentuan pengisian

formulir - formulir, register - register penyidikan.

4. Memberikan input data kepada Kasat Reskrim melalui Urmidik, Urmin,

Ur Tahti, Ur Indentifikasi dalam Pulahjianta.

5. Membantu Kasat Reskrim dalam melancarkan, mengontrol, menertibkan

petunjuk cara pengisian register yang dibutuhkan untuk Administrasi

Penyidikan.

Tugas Pokok KA UNIT :

1. Melaksanakan pemanggilan, pemeriksaan dan pemberkasan kasus atau

tindak pidana yang akan atau sedang atau telah terjadi.

2. Menertibkan daftar pencarian orang maupun barang guna pencarian /

penyelidikan.

3. Menyelesaikan semaksimal mungkin kasus - kasus yang sedang ditangani

dan bekerjasama dengan Ur Bin Ops dalam pemanggilan, SPDP dan

administrasi lain.

4. Melakukan pemberkasan perkara dan mengajukan kepada Ur Bin Ops

untuk dikoreksi dan dikirim ke Jaksa Penuntut Umum (JPU).

5. Menyiapkan data - data yang ditangani dan atau diperlukan.

Visi dan Misi Satuan Reskrim Polres Pelalawan :

21
1. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan secara mudah,

tanggap / responship dan tidak diskriminatif agar masyarakat bebas dari

segala bentuk gangguan fisik dan psikis.

2. Mewujudkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang profesional, secara

proporsional, objektif, transparan dan akuntabel agar memiliki kinerja

yang produktif dalam menjalankan tugas lidik - sidik.

3. Mewujudkan perlindungan, pengayoman dan pelayanan secara mudah,

dapat, responsif dan tidak diskriminatif dalam melaksanakan tugas lidik -

sidik.

4. Menegakan hukum secara profesional, objektif proporsional, transparan

dan akuntabel untuk menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan.

5. Mewujudkan pemberdayaan sarana dan prasarana secara profesional,

proporsional dan modern, memberi daya dukung terhadap efesiensi dan

efektifitas pelayanan tugas lidik - sidik.

6. Memberikan daya dukung terhadap terwujudnya visi misi Polres

Pelalawan

Daftar Nama Reserse Kriminal Jajaran Polres Pelalawan di bawah ini :

1. Polsek Pangkalan Kerinci

2. Polsek Langgam

3. Polsek Bandar Sei Kijang

4. Polsek Pangkalan Kuras

5. Polsek Pangkalan Lesung

6. Polsek Ukui

22
7. Polsek Kerumutan

8. Polsek Bunut

9. Polsek Teluk Meranti

10. Polsubsektor Pelalawan

11. Polsek Kuala Kampar

Nama – Nama Pejabat Kapolres Pelalawan :

1. AKBP Drs. Slamet Suroso / Periode 2002 s/d 2005

2. AKBP Drs. Berty DK Sinaga / Periode 2005 s/d 2007

3. AKBP Drs. Gusti K Gunawan, M.M / Periode 2007 s/d 2008

4. AKBP Wawan Setiawan, S.St M.K / Periode 2008 s/d 2009

5. AKBP Ari Rachman Nafarin, S.IK / Periode 2009 s/d 2011

6. AKBP Guntur Aryo Tejo, S.H / Periode 2011 s/d 2013

7. AKBP Supriyadi S.IK, M.H / Periode 2013 s/d 2014

8. AKBP Ade Johan H. Sinaga, S.IK, M.Hum / Periode 2014 s/d 2016

9. AKBP Ari Wibowo, S.IK / Periode 2016 s/d 2017

10. AKBP Kaswandi Irwan, S.IK / Periode 2017 s/d 2019

11. AKBP M. Hasyim Risahondua, S.IK, M.Si / Periode 2019 s/d Sekarang

Berikut daftar deskripsi Kerja dari bagian bagian di Sat Reskrim Polres

Pelalawan:

KBO (Kaur Bin Ops) : merupakan unsur Staf Sat Reskrim Polres Pelalawan

yang bertugas menyelenggarakan dan melaksanakan segala pekerjaan / kegiatan

Staf / administrasi yang menyangkut administrasi penyidikan, administrasi Opstin

23
maupun Opsus Kepolisian yang mengedepankan fungsi Reskrim, administrasi

personil dan administrasi umum lainnya.

Identifikasi : memberikan bimbingan tekhnis atas pelaksanaan fungsi Identifikasi

dalam lingkungan Polres Pelalawan serta menyelenggarakan dan melaksanakan

fungsi Reserse maupun untuk kepentingan pelayanan umum pada tingkat Polres

Pelalawan.

Unit I (Pidum) : Unit Reserse Umum ini bertugas melaksanakan penyidikan

kasus - kasus tindak pidana pencurian biasa, pencurian dengan pemberatan,

Penipuan, Penggelapan, Penganiayaan, pembunuhan, dan perjudian.

Unit II (Tipiter) : Sesuai dengan namanya, Unit Tindak Pidana Tertentu ini

bertugas melaksanakan penyidikan dan penyelidikan terhadap tindak pidana

tertentu khususnya menyangkut Undang - Undang diluar KUHP selain itu juga

bertugas memberikan bimbingan tekhnis, koordinasi dan pengawasan terhadap

PPNS dalam lingkungan Polres Pelalawan dalam menyelenggarakan dan

melaksanakan kegiatan penyidikan oleh PPNS.

Unit III (Tipikor) : Unit ini bertugas melaksanakan penyidikan kasus tindak

pidana khususnya yang menyangkut tindak pidana korupsi terutama di bidang

perbankan, dinas, dan masalah keuangan.

Unit IV PPA (Pelayanan Perempuan dan Anak) : Unit ini betugas

melaksanakan penyidikan dan pelayanan terhadap Tindak Pidana yang korban

kekerasannya adalah Wanita dan Anak termasuk tindak pidana pelecehan sexual

yang terjadi diwilayah Hukum Polres Pelalawan. Unit ini terbentuk untuk

24
memberikan rasa nyaman terhadap korban khususnya wanita dan anak - anak dan

personilnya diawaki oleh Polwan.

Struktur Organisasi Polres Pelalawan

Kapolres : AKBP M. Hasyim Risahondua, S.IK, M.Si

Wakapolres : KOMPOL Rezi Darmawan, S.IK, M.IK

Kabag Sumda : KOMPOL Dodi Zulkarnain Hasibuan, S.E

Kasat Reskrim : AKP Teddy Ardian ,SH, S.IK

Kaur Bin Ops (KBO) Reskrim : IPTU Arinal Fajri, SH

Kanit IV (PPA) : IPDA Tommy Vara Berlin, S.Tr.K

Anggota Unit PPA :

AIPDA Doni Harianto,

BRIPKA Adek Furwanto,

BRIPKA MT. Pakpahan,

BRIPTU Jefri Zon, SH,

BRIPDA Tiodora Budi S

BRIPDA Beny Saputra Parhusip

25
BAB III

GAMBARAN PENGAWASAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA ANAK

A. Pengawasan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia karangan WJS.

Poerwadarminta 16pengawasan adalah bentuk kata berimbuhan pe-an, berasal

dari kata “awas” yang berarti dapat melihat baik - baik, waspada dan lain -

lain. Dengan kata lain pengawasan dapat diartikan kurang lebih “mampu

mengetahui secara cermat dan seksama”, sebagai bentuk kata kerja. Untuk

dapat melakukan pengawasan diperlukan orang / subjek yang disebut

“pengawas”, dapat berbentuk orang perorangan maupun bentuk Badan /

Lembaga / Instansi, yang mempunyai tugas sebagai mata dan telinga

Pimpinan / Manager suatu organisasi. Semakin berkembangnya suatu

organisasi, serta semakin luas dan banyaknya urusan / pekerjaan yang harus

dilaksanakan untuk mencapai tujuan organisasi, membuat Pimpinan /

Manager tidak mempunyai waktu dan kesemptaan yang cukup untuk

mengawasi jalannya organisasi secara pribadi, maka untuk itu memerlukan

untuk mendelegasikan kewenangannya / menggunakan tenaga staf sebagai

ganti dirinya dengan tugas khusus mengawasi organisasi apakah segala

macam pekerjaan dilaksanakan sesuai rencana yang telah ditetapkan

16
WJS. Poerwadarmita., Kamus Besar Bahasa Indoensia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm.
153.

26
sebelumnya, secara berdaya guna, berhasil guna dan tepat dalam rangka

mencapai tujuan organisasi.

Selanjutnya Soejamto,17 memberikan batasan mengenai pengertian

pengawasan adalah segala usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai

kegiatan yang sebenarnya mengenai pelaskanaan dan menilai kenyataan

apakah sesuai dengan semestinya atau tidak. Sedangkan istilah pengawasan

dalam bahasa Inggris, disebut “Controlling” diterjemahkan dengan istilah

pengawasan dan pegendalian, sehingga istilah controlling ini lebih luas

artinya dari pada pengawasan. Dikalangan para ahli telah disamakan

pengertian “controlling” ini dengan pengawasan, jadi pengawasan termasuk

pengendalian. Ada juga yang tidak setuju disamakannya makna istilah

“controlling” ini dengan pengawasan karena controlling pengertiannya lebih

luas dari pada pengawasan. Dikatakan bahwa pengawasan adalah hanya

kegiatan mengamati saja atau hanya melihat sesuai dengan seksama dan

melaporkan hasil kegiatan sedangkan controlling disamping melakukan

pengawasan juga melakukan kegiatan pengendalian yakni menggerakkan,

memperbaiki dan meluruskan menuju arah yang benar.

SP. Siagian18 memberikan definisi pengawasan sebagai berikut :

proses pengamatan dari pada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk

17
Sujamto. Beberapa Pengertian Tentang Pengawasan, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983),
hlm. 32
18
SP. Siagian., Pengawasan dan Pengendalian di Bidang Pemerintahan, (Jakarta: UI Press,
1994), hlm. 57.

27
menjamin supaya semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai

dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.

Selanjutnya M. Manullang19 mengatakan pendapatnya mengenai

pengertian dari pengawasan yaitu suatu proses untuk menetapkan pekerjaan

apa yang sudah dilaksanakan, menilai dan mengoreksi bila perlu dengan

maksud supaya pekerjaan sesuai dengan rencana semula.

Kemudian dalam kata pengawasan ada istilah yang disebut dengan

pemeriksaan dimana pemeriksaan ini diartikan oleh Suejamto, 20


sebagai

berikut, “Pemeriksaan adalah suatu cara atau bentuk kritik pengawasan yang

dilakukan dengan jalan mengamati, menyelidiki atau mempelajari pekerjaan

akan segala dokumen dan keterangan - keterangan lainnya yang bersangkutan

dengan pelaksanaan pekerjaan tersebut akan menerangkan hasilnya dalam

Berita Acara Pemeriksaan”.

Menurut Panglaykin dan Hazil, 21


pengawasan adalah kegiatan yang

meliputi aspek - aspek mengawasi, penelitian, apakah yang dicapai itu sesuai

dan sejalan dengan tujuan - tujuan yang telah ditetapkan lengkap dengan

perencanaan / kebijaksanaan, program dan lain sebagainya. Dengan demikian

dapat diambil suatu pengertian bahwa pengawasan merupakan jaminan atau

19
M. Manullang, Manajemen Personalia, (Jakarta: Ghalia Indoensia, 1996), hlm. 32.
20
Sujamto, Op. cit., hlm. 65.
21
Panglaykin., dan Hazil., Wetwork Perencanaan dan Pengawasan Aktivitas Perusahaan,
(Yogyakarta: BPFE UGM, 1986), hlm. 91.

28
penjagaan supaya dapat diperoleh hasil yang sesuai dengan rencana yang telah

ditetapkan. Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa: 22

a. Pelaksanaan pengawasan itu menitik beratkan kepada pekerjaan - pekerjaan

yang sedang berjalan.

b. Pengawasan tersebut adalah suatu proses pengamatan untuk mencapai

sasaran tugas dengan baik dan bukan untuk mencari kesalahan seseorang

yaitu tidak mengutamakan mencapai siapa yang salah;

c. Apabila ditemukan kesalahan, penyimpangan dan hambatan supaya diteliti

apa penyebabnya dan mengusahakan cara memperbaikinya;

d. Pengawasan itu merupakan proses yang berlanjut, yang dilaksanakan terus

- menerus, sehinga dapat diperoleh hasil pengawasan yang

berkesinambungan.

Pengawasan dimaksudkan untuk mencapai beberapa tujuan yaitu

untuk;23

a. Mencapai tingkat kinerja tertentu;

b. Menjamin susunan administrasi yang baik dalam operasi unit - unit

pemerintah daerah baik secara internal maupun dalam hubungannya

dengan lembaga - lembaga lain;

c. Memperoleh perpaduan yang maksimum dalam pengelolaan pembangunan

daerah dan nasional;


22
Victor M Situmorang. Aspek Hukum Pengawasan Melekat, (Jakarta, Kencana, 2000), hlm
30.
23
Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan
Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.

29
d. Melindungi warga masyarakat dari penyalahgunaan kekuasaan di daerah;

e. Mencapai integritas nasional; dan

f. Pembinaan dan pengawasan tetap dijaga agar tidak membatasi inisiatif dan

tanggung jawab daerah, disamping itu hal ini merupakan upaya

menyelaraskan nilai efisiensi dan demokrasi.

Polri memperoleh amanat dari undang - undang selaku alat negara yang

bertugas memelihara kamtibmas, menegakkan hukum dan melindungi, mengayomi

dan melayani masyarakat. Ketiga tugas tersebut tidak bersifat hirarki prioritas dan

tidak dapat dipisahkan karena saling terkait satu sama lain. Artinya bahwa,

pelaksanaan tugas perlindungan dan pengayoman masyarakat dapat dilakukan dengan

cara penegakan hukum dalam koridor memelihara kamtibmas. Atau dapat pula

dimaknai, bahwa tindakan kepolisian berupa penegakan hukum pada prinsipnya

adalah untuk melindungi dan mengayomi masyarakat luas dari tindak kejahatan

supaya terwujud kamtibmas.

Profesionalisme merupakan tuntutan yang tidak bisa dihindari jika

menginginkan kinerja yang baik. Selain itu juga tidak boleh mengesampingkan aspek

moralitas personil dalam melaksanakan tugas. Kondisi riil untuk menilai keberhasilan

Polri dalam melaksanakan tugas pokok tersebut antara lain ditentukan oleh kualitas

moral dan profesionalisme serta persepsi masyarakat terhadap kinerja Polri.

Profesionalisme dan moralitas yang baik dalam pelayanan masyarakat akan

menghasilkan kinerja yang baik dan tentunya bersih dari KKN.

Salah satu misi Polri adalah mengelola SDM Polri secara professional dalam

30
mencapai tujuannya yaitu terwujudnya keamanan dalam negeri, sehingga dapat

mendorong meningkatnya gairah kerja guna mencapai kesejahteraan masyarakat.

Misi ini menjadi dasar dari upaya pembinaan SDM Polri. Dengan adanya misi yang

menyentuh aspek sumber daya manusia, maka sesungguhnya Polri telah berupaya

untuk berkomitmen terhadap kualitas kompetensi yang baik bagi para anggotanya.

Pengembangan kemampuan, kekuatan, dan penggunaan kekuatan Polri dikelola

sedemikian rupa agar dapat mendukung pelaksanaan tugas Polri sebagai pengemban

fungsi keamanan dalam negeri.

Pembahasan tentang Etika Kepolisian dicantumkan pada Pasal 34 ayat (1)

Undang - Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian yang menyatakan Sikap

dan perilaku pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia terikat pada Kode Etik

Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Untuk memperkukuh pelaksanaan

etika profesi kepolisian ini, bagi anggota Polri masih juga tunduk pada peraturan

hukum disiplin dan kode etik profesi yang berlaku dalam organisasi kepolisian,

sehingga sangat mungkin adanya penjatuhan hukuman ganda bagi anggota Polri yang

melakukan tindak pidana, yakni menerima sanksi pidana (penjara) juga sanksi

hukuman disiplin sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun

2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri24 Secara spesifik Pasal 5 huruf a

Peraturan Pemerintah tersebut menyebutkan bahwa anggota Kepolisian dilarang

melakukan hal - hal yang dapat menurunkan kehormatan dan martabat negara,

24
Pudi Rahardi, Hukum Kepolisian (Profesionalisme dan Reformasi Polri, Surabaya: Laksbang
Mediatama, 2007. Hlm.19.

31
pemerintah, atau Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Peraturan disiplin anggota Polri juga terdapat Kode Etik Profesi Kepolisian,

salah satunya di atur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia

Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik

Indonesia. Pasal 1 ayat (5) menyatakan bahwa “Kode Etik Profesi Polri yang

selanjutnya disingkat KEPP adalah norma - norma atau aturan - aturan yang

merupakan kesatuan landasan etik atau filosofis yang berkaitan dengan perilaku

maupun ucapan mengenai hal - hal yang diwajibkan, dilarang, patut, atau tidak patut

dilakukan oleh Anggota Polri dalam melaksanakan tugas, wewenang, dan tanggung

jawab jabatan.” Dan juga terdapat dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c Peraturan Kepala

Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik

Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menyatakan bahwa:

”menjalankan tugas secara profesional, proporsional, dan prosedural.”

Berdasarkan hal tersebut ada juga terjadi pelanggaran kode etik kepolisian

salah satunya yang terjadi di Kepolisian Resort Pelalawan khususnya pelanggaran

profesional, proporsional, dan prosedural antara lain tidak melaporkan atau

menyelesaikan dengan sebaik - baiknya laporan dan atau pengaduan masyarakat dan

memanipulasi perkara dengan wujud perbuatan berupa tidak melakukan proses

penyelidikan dan tertib administrasi sesuai prosedur yang berlaku untuk kepentingan

pribadi. Selain itu contohnya pelanggaran ini adalah saat melakukan pengebrekan di

tempat terjadi perkara di temukan barang bukti berupa narkoba dan minuman keras

namun salah satu oknum menyembunyikan narkoba dan miras yang merupakan

32
barang bukti untuk kepentingan pribadi hal ini mempengaruhi penyidikan sehingga

dapat dikatakan salah satu pelanggaran profesional, proporsional, dan prosedural bagi

anggota Polri selain itu juga ada pelanggaran kesalahan penyidikan yang dilakukan di

lapangan ini juga salah satu pelanggaran.

B. Penyidikan

Menurut Pasal 1 Butir (1) KUHAP, penyidik adalah pejabat polisi

Negara Republik Indonesia atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu yang

diberi wewenang khusus oleh undang - undang untuk melakukan penyidikan.

Menurut Pasal 6 KUHAP :

(1) Penyidik adalah :

(a) Pejabat polisi negara Republik Indonesia;

(b) pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus

oleh undang - undang.

(2) Syarat kepangkatan pejabat sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) akan diatur

lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.

Menurut Ketentuan Umum Undang - Undang Nomor 2 Tahun 2002

tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa penyidik

adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang

oleh Undang - Undang untuk melakukan penyidikan.

Istilah penyidikan dipakai sebagai istilah hukum pada tahun 1961

sejak dimuatnya istilah tersebut dalam Undang - Undang Pokok Kepolisian

33
(Undang - Undang Nomor 13 Tahun 1961). Sebelum dipakai istilah

“pengusutan” yang merupakan terjemahan dari bahasa Belanda opsporing.

Dalam rangka sistem peradilan pidana tugas polisi terutama sebagai petugas

penyidik tercantum dalam ketentuan Kitab Undang - Undang Hukum Acara

Pidana. Sebagai petugas penyidik, polisi bertugas untuk menanggulangi

pelanggaran ketentuan peraturan pidana, baik yang tercantum dalam maupun

di luar ketentuan KUHP. Inilah antara lain tugas polisi sebagai alat negara

penegak hukum.25 Ketentuan tentang pengertian penyidikan tercantum dalam

Pasal 1 butir (2) KUHAP bahwa: “penyidikan adalah serangkaian tindakan

penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang - Undang ini

untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat

terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”

Sesuai dengan ketentuan Pasal 6 Ayat (1) KUHAP bahwa penyidik

adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia dan pejabat pegawai negeri

sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang - undang. Tujuan

penyidikan secara konkrit dapat diperinci sebagai tindakan penyidik untuk

mendapatkan keterangan tentang:26

a. Tindak pidana apa yang dilakukan.

b. Kapan tindak pidana dilakukan.

c. Dengan apa tindak pidana dilakukan.

25
Sutarto.Menuju Profesionalisme Kinerja Kepolisian. Jakarta:PTIK.,2002. hlm. 71
26
Abdussalam, H. R. Hukum Kepolisian Sebagai Hukum Positif dalam Disiplin Hukum.
(Jakarta :Restu Agung,. 2009). hlm. 86.

34
d. Bagaimana tindak pidana dilakukan.

e. Mengapa tindak pidana dilakukan.

f. Siapa pembuatnya atau yang melakukan tindak pidana tersebut.

Penyidikan ini dilakukan untuk mencari serta mengumpulkan bukti -

bukti yang pada tahap pertama harus dapat memberikan keyakinan, walaupun

sifatnya masih sementara, kepada penuntut umum tentang apa yang

sebenarnya terjadi atau tentang tindak pidana yang telah dilakukan serta siapa

tersangkanya. Apabila berdasarkan keyakinan tersebut penuntut umum

berpendapat cukup adanya alasan untuk mengajukan tersangka kedepan

sidang pengadilan untuk segera disidangkan. Disini dapat terlihat bahwa

penyidikan suatu pekerjaan yang dilakukan untuk membuat terang suatu

perkara, yang selanjutnya dapat dipakai oleh penuntut umum sebagai dasar

untuk mengajukan tersangka beserta bukti - bukti yang ada kedepan

persidangan. Bila diperhatikan pekerjaan ini mempunyai segi - segi yuridis,

oleh karena keseluruhan pekerjaan ini ditujukan pada pekerjaan disidang

pengadilan. Penyidikan dilakukan untuk kepentingan peradilan, khususnya

untuk kepentingan penuntutan, yaitu untuk menentukan dapat tidaknya suatu

tindakan atau perbuatan dilakukan penuntutan.

Hal menyelidik dan hal menyidik secara bersama - sama termasuk

tugas Kepolisian Yustisial, akan tetapi ditinjau pejabatnya maka kedua tugas

tersebut merupakan dua jabatan yang berbeda - beda, karena jika tugas

menyelidik diserahkan hanya kepada pejabat polisi negara, maka hal

35
menyidik selain kepada pejabat tersebut juga kepada pejabat pegawai negeri

sipil tertentu. Pengertian mulai melakukan penyidikan adalah jika dalam

kegiatan penyidikan tersebut sudah dilakukan upaya paksa dari penyidik,

seperti pemanggilan pro yustisia, penangkapan, penahanan, pemeriksaan,

penyitaan dan sebagainya. Persangkaan atau pengetahuan adanya tindak

pidana dapat diperoleh dari empat kemungkinan, yaitu:27

a. Kedapatan tertangkap tangan.

b. Karena adanya laporan.

c. Karena adanya pengaduan.

d. Diketahui sendiri oleh penyidik

Penyidikan menurut Moeljatno dilakukan setelah dilakukannnya

penyelidikan, sehingga penyidikan tersebut mempunyai landasan atau dasar

untuk melakukannya. Dengan kata lain penyidikan dilakukan bukan atas

praduga terhadap seseorang menurut penyidik bahwa ia bersalah. Penyidikan

dilaksanakan bukan sekedar didasarkan pada dugaan belaka, tetapi suatu asas

dipergunakan adalah bahwa penyidikan bertujuan untuk membuat suatu

perkara menjadi terang dengan menghimpun pembuktian mengenai terjadinya

suatu perkara pidana.28

Penyidikan dilakukan bila telah cukup petunjuk - petunjuk bahwa

seorang atau para tersangka telah melakukan peristiwa yang dapat dihukum.

27
Sutarto.Menuju Profesionalisme Kinerja Kepolisian. Jakarta :PTIK.. 2002. hlm. 73
28
Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban Dalam Hukum Pidana,
Jakarta:Bina Aksara,. 1993. hlm. 105

36
Penyidikan memerlukan beberapa upaya agar pengungkapan perkara dapat

diperoleh secara cepat dan tepat. Upaya - upaya penyidikan tersebut mulai

dari surat panggilan, penggeledahan, hingga penangkapan dan penyitaan.

Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan sesuatu peristiwa yang

merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada Penuntut

Umum (sehari - hari dikenal dengan SPDP atau Surat Pemberitahuan

Dimulainya Penyidikan) hal ini sesuai dengan KUHAP Pasal 109 Ayat (1).

Setelah bukti - bukti dikumpulkan dan yang diduga tersangka telah ditemukan

maka penyidik menilai dengan cermat, apakah cukup bukti untuk dilimpahkan

kepada Penuntut Umum (kejaksaan) atau ternyata bukan tindak pidana. Jika

penyidik berpendapat bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan tindak

pidana maka penyidikan dihentikan demi hukum. Pemberhentian penyidikan

ini dibertahukan kepada Penuntut Umum dan kepada tersangka atau

keluarganya. Berdasarkan pemberhentian penyidikan tersebut, jika Penuntut

Umum atau pihak ketiga yang berkepentingan, dapat mengajukan

praperadilan kepada Pengadilan Negeri yang akan memeriksa sah atau

tidaknya suatu penghentian penyidikan.

Jika Pengadilan Negeri sependapat dengan penyidik maka penghentian

penyidikan sah, tetapi jika Pengadilan Negeri tidak sependapat dengan

penyidikan, maka penyidikan wajib dilanjutkan. Setelah selesai penyidikan,

berkas diserahkan pada penuntut Umum (KUHAP Pasal 8 Ayat (2)).

Penyerahan ini dilakukan dua tahap:

37
1) Tahap pertama, penyidik hanya menyerahkan berkas perkara.

2) Dalam hal penyidik sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung

jawab atas tersangka dan barang bukti kepada Penuntut Umum.

Apabila pada penyerahan tahap pertama, Penuntut Umum berpendapat

bahwa berkas kurang lengkap maka ia dapat mengembalikan berkas perkara

kepada penyidik untuk dilengkapi disertai petunjuk dan yang kedua

melengkapi sendiri. Menurut sistem KUHAP, penyidikan selesai atau

dianggap selesai dalam hal :

a) Dalam batas waktu 14 hari penuntut umum tidak mengembalikan berkas

perkara, atau apabila sebelum berakhirnya batas waktu tersebut penuntut

umum memberitahukan pada penyidik bahwa hasil penyidikan sudah lengkap.

b) Sesuai dengan ketentuan Pasal 110 Ayat (4) KUHAP jo. Pasal 8 Ayat (3)

huruf (b), dengan penyerahan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti

dari penyidik kepada penuntut umum.

c) Dalam hal penyidikan dihentikan sesuai dengan ketentuan Pasal 109 Ayat (2),

yakni karena tidak terdapatnya cukup bukti, atau peristiwa tersebut bukan

merupakan suatu tindak pidana, atau penyidikan dihentikan demi hukum.

Selesainya penyidikan dalam artian ini adalah bersifat sementara,

karena bila disuatu saat ditemukan bukti - bukti baru, maka penyidikan yang

telah dihentikan harus dibuka kembali. Pembukaan kembali penyidikan yang

telah dihentikan itu, dapat pula terjadi dalam putusan praperadilan

menyatakan bahwa penghentian penyidikan itu tidak sah dan memerintahkan

38
penyidik untuk menyidik kembali peristiwa itu. Berdasarkan Pasal 110 Ayat

(4) KUHAP, jika dalam waktu 14 hari Penuntut Umum tidak mengembalikan

berkas (hasil penyidikan) maka penyidikan dianggap telah selesai.

Tugas utama penyidik sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam

Pasal 1 Ayat (2) KUHAP, maka untuk tugas utama tersebut penyidik diberi

kewenangan sebagaimana diatur oleh Pasal 7 KUHAP untuk melaksanakan

kewajibannya, sebagaimana diatur dalam Undang - Undang Nomor 8 Tahun

1981 tentang Hukum Acara Pidana, penyidik sebagaimana diatur dalam Pasal

6 Ayat (1) huruf (a) karena kewajibannya mempunyai wewenang:

a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana.

b. Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian.

c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri

tersangka.

d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan.

e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.

f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.

g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.

h. Mendatangkan ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan

perkara.

i. Mengadakan penghentian penyidikan.

j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

39
Berdasarkan ketentuan Undang - Undang Pokok Kepolisian Negara

Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Pasal 14 Ayat (1) huruf (g)

menyatakan bahwa wewenang penyidik adalah melakukan penyidikan

terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan

peraturan perundang - undangan lainnya.

C. Tindak Pidana Anak

Kitab Undang - Undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan

istilah strafbaar feit, sedangkan Para pembentuk undang - undang tidak

memberikan suatu penjelasan mengenai apa yang sebenarnya dimaksud

dengan kata “strafbaar feit” maka timbullah didalam doktrin berbagai

pendapat mengenai apa sebenarnya maksud dari kata “strafbaar feit “.

Simons, merumuskan “strafbaar feit ” adalah “suatu tindakan

melanggar hukum yang dengan sengaja telah dilakukan oleh seorang yang

dapat dipertanggung jawabkan atas tindakannya, yang dinyatakan sebagai

dapat dihukum”.29

Memberikan suatu penjelasan mengenai hukum positif dengan

menggunakan pendapat - pendapat secara teoritis sangatlah berbahaya. Dalam

pendapat yang diberikan Simons tentang pengertian dari strafbaar feit

tersebut bersifat khusus karena hanya spesifik menyebutkan bahwa suatu

29
Andi Sofyan dan Nur Azisa, Hukum Pidana, Makassar: Pustaka Pena Press, 2016, hlm 98

40
tindakan hanya dapat dipertanggung jawabkan apabila dilakukan dengan

sengaja.

Berbeda yang disebutkan oleh Pompe, menurut Pompe perkataan

“strafbaar feit“ itu secara teoritis dapat dirumuskan sebagai “suatu

pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja

ataupun tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana

penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi

terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum”.30

Moeljatno berpendapat bahwa, setelah memilih perbuatan pidana

sebagai terjemahan dari “strafbaar feit“, beliau memberikan perumusan

(pembatasan) sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana

barangsiapa melanggar larangan tersebut dan perbuatan itu harus pula betul -

betul dirasakan masyarakat sebagai perbuatan yang tak boleh atau

menghambat akan terciptanya tata pergaulan masyarakat yang dicita - citakan

oleh masyarakat itu.31

Pengertian Tindak Pidana menurut istilah adalah terjemahan paling

umum untuk istilah "strafbaar feit" dalam bahasa Belanda walaupun secara

resmi tidak ada terjemahan resmi strafbaar feit. Maksud dan tujuan di

adakannya istilah tindak pidana, perbuatan pidana, maupun peristiwa hukum

dan sebagainya itu adalah untuk mengalihkan bahasa dari istilah asing

30
Ibid, Andi Sofyan dan Nur Azisa, hlm 98
31
Ibid hlm 99

41
stafbaar feit namun belum jelas apakah disamping mengalihkan bahasa dari

istilah sratfbaar feit dimaksudkan untuk mengalihkan makna dan

pengertiannya, juga oleh karena sebagian besar kalangan ahli hukum belum

jelas dan terperinci menerangkan pengertian istilah, ataukah sekedar

mengalihkan bahasanya, hal ini yang merupakan pokok perbedaan pandangan,

selain itu juga ditengah - tengah masyarakat juga dikenal istilah kejahatan

yang menunjukan pengertian perbuatan melanggar norma dengan mendapat

reaksi masyarakat melalui putusan hakim agar dijatuhi pidana.

Tindak pidana merupakan suatu istilah yang mengandung suatu

pengertian dasar dalam ilmu hukum, sebagai istilah yang dibentuk dengan

kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum pidana.

Tindak pidana mempunyai pengertian yang abstrak dari peristiwa - peristiwa

yang kongkrit dalam lapangan hukum pidana, sehingga tindak pidana haruslah

diberikan arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan jelas untuk dapat

memisahkan dengan istilah yang dipakai sehari - hari dalam kehidupan

masyarakat.

Tindak pidana merupakan bagian dasar dari pada suatu kesalahan yang

dilakukan terhadap seseorang dalam melakukan suatu kejahatan. Jadi untuk

adanya kesalahan hubungan antara keadaan dengan perbuatannya yang

menimbulkan celaan harus berupa kesengajaan atau kealpaan. Dikatakan

bahwa kesengajaan (dolus) dan kealpaan (culpa) adalah bentuk - bentuk

kesalahan sedangkan istilah dari pengertian kesalahan (schuld) yang dapat

42
menyebabkan terjadinya suatu tindak pidana Adalah karena seseorang

tersebut telah melakukan suatu perbuatan yang bersifat melawan hukum

sehingga atas`perbuatannya tersebut maka dia harus mempertanggung

jawabkan segala bentuk tindak pidana yang telah dilakukannya untuk dapat

diadili dan bilamana telah terbukti benar bahwa telah terjadinya suatu tindak

pidana yang telah dilakukan oleh seseorang maka dengan begitu dapat dijatuhi

hukuman pidana sesuai dengan pasal yang mengaturnya.

Pendapat beberapa ahli tentang Pengertian Tindak Pidana ;

a. Menurut Moeljatno, yang berpendapat bahwa pengertian tindak pidana yang

menurut istilah beliau yakni perbuatan pidana adalah: ”Perbuatan yang dilarang

oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa

pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. Dapat juga

dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan

hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu di ingat bahwa

larangan diajukan kepada perbuatan, (yaitu suatu keadaan atau kejadian yang di

timbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidananya di tujukan

kepada orang yang menimbulkan kejadian itu”32

b. Pengertian Tindak Pidana menurut Bambang Poernomo “Bahwa perbuatan

pidana Adalah suatu perbuatan yang oleh suatu aturan hukum pidana dilarang

32
Moeljatno.Asas-asas Hukum Pidana. (Jakarta. Rineka Cipta. 2005). hlm. 54

43
dan diancam dengan pidana bagi barang siapa yang melanggar larangan

tersebut.” 33

c. Menurut Vos, tindak pidana Adalah suatu kelakuan manusia diancam pidana

oleh peraturan - peraturan undang - undang, jadi suatu kelakuan pada umumnya

dilarang dengan ancaman pidana.34

Berdasarkan pendapat tersebut di atas pengertian dari tindak pidana

yang dimaksud adalah bahwa perbuatan pidana atau tindak pidana senantiasa

merupakan suatu perbuatan yang tidak sesuai atau melanggar suatu aturan

hukum atau perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum yang disertai dengan

sanksi pidana yang mana aturan tersebut ditujukan kepada perbuatan

sedangkan ancamannya atau sanksi pidananya ditujukan kepada orang yang

melakukan atau orang yang menimbulkan kejadian tersebut. Dalam hal ini

maka terhadap setiap orang yang melanggar aturan-aturan hukum yang

berlaku, dengan demikian dapat dikatakan terhadap orang tersebut sebagai

pelaku perbuatan pidana atau pelaku tindak pidana. Akan tetapi haruslah di

ingat bahwa aturan larangan dan ancaman mempunyai hubungan yang erat,

oleh karenanya antara kejadian dengan orang yang menimbulkan kejadian

juga mempunyai hubungan yang erat pula.

Jadi dapat disimpukan bahwa Pengertian Tindak Pidana merupakan

perbuatan yang di lakukan oleh seseorang dengan melakukan suatu kejahatan

33
Poernomo, Bambang. Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1992), hlm 130
34
Tri Andrisman, Hukum Pidana, Asas-Asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana
Indonesia, (Lampung, Universitas Lampung, 2009). Hlm 70

44
atau pelanggaran pidana yang merugikan kepentingan orang lain atau

merugikan kepentingan umum.

Istilah Tindak Pidana Anak belum terdapat keseragaman dalam

Bahasa Indonesia. Beberapa istilah yang dikenal antara lain ; Kenakalan

Remaja, Kenakalan Anak, Kejahatan Anak, Kenakalan Pemuda, Delikuensi

Anak dan Tuna sosial.

Istilah delikuen berasal dari deliquency, yang diartikan dengan

kenakalan anak, kenakalan remaja, kenakalan pemuda dan delikuensi. Kata

delikuensi atau deliqunecy dijumpai bergandengan dengan kata junevile,

dikarenakan deliquency erat kaitannya dengan anak, sedangkan deliquent act

diartikan perbuatan yang melanggar norma dasar dari masyarakat. Perbuatan

tersebut apabila dilakukan oleh kelompok anak-anak, maka disebut

deliquency.Jadi, deliquency mengarah pada pelanggaran terhadap aturan yang

dibuat kelompok sosial masyarakat tertentu bukan hanya hukum negara saja.

Pengertian deliquency menurut Simanjuntak, yaitu:35

a. Junevile deliquency berarti perbuatan dan tingkah laku yang merupakan perbuatan

perkosaan terhadap norma hukum pidana dan pelanggaran-pelanggaran terhadap

kesusilaan yang dilakukan oleh para deliquent.

b. Junevile deliquency adalah pelaku yang terdiri dari anak (berumur dibawah 21

tahun (pubertas), yang termasuk yurisdiksi pengadilan anak / junevile court.

35
Simanjuntak, Latar Belakang Kenakalan Remaja, Bandung: Cetakan 2. Alumni, hlm. 60.

45
Soedjono Dirdjosisworo mengatakan bahwa kenakalan anak

mencakup 3 pengertian, yaitu:36

a. Perbuatan yang dilakukan oleh orang dewasa merupakan tindak pidana

(kejahatan), akan tetapi bila dilakukan anak - anak belum dewasa

dinamakan deliquency seperti pencurian, perampokan dan penculikan.

b. Perbuatan anak yang menyeleweng dari norma kelompok yang

menimbulkan keonaran seperti kebut - kebutan, perkelahian kelompok

dan sebagainya.

c. Anak - anak yang hidupnya membutuhkan bantuan dan perlindungan,

seperti anak - anak terlantar, yatim piatu dan sebagainya, yang jika

dibiarkan berkeliaran dapat berkembang menjadi orang - orang jahat.

Menurut Romli Atmasasmita istilah deliquency tidak identik dengan

istilah kenakalan dan istilah junevile tidak identik dengan istilah anak. Istilah

junevile deliquency lebih luas artinya dari istilah kenakalan ataupun istilah

anak - anak. Oleh karena itu, Romli lebih cenderung menggunakan istilah

kenakalan anak dari pada istilah kejahatan anak - anak.37

Kenakalan Anak menurut Kartini Kartono adalah perilaku jahat /

dursila, atau kejahatan / kenakalan anak - anak muda, merupakan gejala sakit

(patologi) secara sosial pada anak - anak dan remaja yang disebabkan oleh

36
Soedjono Dirdjosisworo, Penanggulangan Kejahatan, Bandung: Alumni, hlm. 150.
37
Romli Atmasasmita, Problema Kenakalan Anak-Anak/Remaja, (Jakarta: Armico, 1983),
hlm. 17.

46
suatu bentuk pengabaian tingkah laku yang menyimpang.38 Kenakalan anak

merupakan reaksi dari penyimpangan - penyimpangan yang dilakukan oleh

anak, namun tidak segera ditanggulangi, sehingga menimbulkan akibat yang

berbahaya baik untuk dirinya maupun bagi orang lain.

Adapun bentuk - bentuk dari kenakalan anak di kategorikan sebagai

berikut:39

a. Kenakalan Anak sebagai status offences, yaitu segala prilaku anak yang

dianggap menyimpang, tetapi apabila dilakukan oleh orang dewasa tidak

dianggap sebagai tindak pidana, misalnya membolos sekolah, melawan

orang tua, lari dari rumah, dan lain - lain.

b. Kenakalan Anak sebagai tindak pidana (Juvenile delinquency), yaitu

segala prilaku anak yang dianggap melanggar aturan hukum dan apabila

dilakukan oleh orang dewasa juga merupakan tindak pidana, tetapi pada

anak dianggap belum bertanggung jawab penuh atas perbuatannya.

Dalam Undang - Undang Nomor 3 Tahun 1997, Anak yang berkonflik

dengan hukum menggunakan istilah “Anak Nakal” sedangkan pada Undang -

Undang Nomo 11 Tahun 2012 menggunakan istilah “Anak Yang Berhadapan

Dengan Hukum”. Penggunaan istilah “anak nakal” bagi seorang anak baik

karena melakukan tindak pidana ataupun karena melakukan penyimpangan

perilaku. Istilah “anak nakal” merupakan bagian dari proses labeling atau

38
Kartini Kartono, Psikologi Remaja. (Bandung : Rosda Karya, 1988), hlm. 93
39
Rachmayanthy, Litmas Pengadilan Anak Berkaitan Dengan Proses Penyidikan

47
stigmatisasi bagi seorang anak, yang dalam kajian sosiologis dan psikologis di

khawatirkan justru akan menimbulkan efek negatif bagi pertumbuhan dan

perkembangan fisik dan mental si Anak. Selanjutnya, penggunaan istilah

‘Anak yang Berhadapan dengan Hukum’, dimana istilah ‘Anak yang

Berhadapan dengan Hukum’ merupakan istilah yang memuat 3 (tiga) kriteria,

yaitu sebagai berikut: 40

1) Anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak

yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan

belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.

2) Anak yang menjadi korban tindak pidana yang selanjutnya disebut Anak

Korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang

mengalami penderitaan fisik, mental, dan / atau kerugian ekonomi yang

disebabkan oleh tindak pidana.

3) Anak yang menjadi saksi tindak pidana yang selanjutnya disebut Anak Saksi

adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat

memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan

pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar,

dilihat, dan / atau dialaminya sendiri.

Dengan demikian Tindak Pidana Anak ialah suatu perbuatan yang melanggar

norma, aturan atau hukum dalam Masyarakat maupun Negara yang dilakukan pada

usia yang belum dewasa.


40
LIhat UU No.11 Tahun 2012 butir 3,4,5 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

48
D. POLRI

Berdasarkan Pasal 4 Undang - Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang

Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian

bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi

terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya

hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada

masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung

tinggi Hak Asasi Manusia.

Berdasarkan Pasal 2 Undang - Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang

Kepolisian Negara Republik Indonesia, fungsi kepolisian adalah salah satu

fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban,

penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada

masyarakat. Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian

Nasional yang merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan peran :

a. Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat

sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional

dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya

keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketentraman, yang

mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan

masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk

49
pelanggaran hukum dan bentuk - bentuk gangguan lainnya yang dapat

meresahkan masyarakat.

b. Keamanan dalam negeri adalah suatu keadaan yang ditandai dengan

terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum,

serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada

masyarakat. Kepentingan umum adalah kepentingan masyarakat dan / atau

kepentingan bangsa dan negara demi terjaminnya keamanan dalam negeri.

Pasal 13 Undang - Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian

Negara Republik Indonesia, tugas pokok Kepolisian adalah:

a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;

b. Menegakkan hukum;

c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada

masyarakat.

Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas

pokok tersebut, bertugas :

a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan

masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;

b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan

kelancaran lalu lintas di jalan;

c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran

hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan

peraturan perundang - undangan;

50
d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;

e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian

khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk - bentuk pengamanan

swakarsa;

g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai

dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang - undangan lainnya;

h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium

forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;

i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan

hidup dari gangguan ketertiban dan / atau bencana termasuk memberikan

bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;

j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani

oleh instansi dan / atau pihak yang berwenang;

k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam

lingkup tugas kepolisian;

l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang - undangan.

Pasal 15 Undang - Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia, menyebutkan wewenang Kepolisian adalah :

a. Menerima laporan dan / atau pengaduan;

b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat

mengganggu ketertiban umum;

51
c. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat; antara lain

pengemisan dan pergelandangan, pelacuran, perjudian, penyalahgunaan obat dan

narkotika, pemabukan, perdagangan manusia, penghisapan / praktik lintah darat,

dan pungutan liar.

d. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam

persatuan dan kesatuan bangsa; Aliran yang dimaksud adalah semua atau paham

yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuandan kesatuan

bangsa antara lain aliran kepercayaan yang bertentangan dengan falsafah dasar

Negara Republik Indonesia.

e. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif

kepolisian;

f. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian

dalam rangka pencegahan;

g. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;

h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang;

i. Mencari keterangan dan barang bukti;

j. Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;

k. Mengeluarkan surat izin dan / atau surat keterangan yang diperlukan dalam

rangka pelayanan masyarakat;

l. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan

pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;

m. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.

52
Selain itu, Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan

peraturan perundang - undangan lainnya berwenang :

a. Memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan

masyarakat lainnya;

b. Menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor;

c. Memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor;

d. Menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik;

e. Memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak,dan

senjata tajam;

f. Memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan

usaha di bidang jasa pengamanan;

g. Memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus dan

petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian;

h. Melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan

memberantas kejahatan internasional;

i. Melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang

berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait;

j. Mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian

internasional;

k. Melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas

kepolisian.

53
Pengorganisasian Polri dirancang bersifat sentralistik setelah

diberlakukannya Undang - Undang Nomor 2 Tahun 2002, hal ini

dimaksudkan agar koordinasi antara kesatuan atas dengan kesatuan bawah

berlangsung efektif, karena ada kesatuan yang dapat menjebatani antar dua

kesatuan. Namun hal ini juga tidak lepas dari kelemahan, yaitu timbul

birokrasi yang panjang dan berbelit - belit dalam alur administrasi, kurang

responsive terhadap tuntutan warga masyarakat lokal, rentan akan politisasi

penguasa nasional sehingga lembaga kepolisian kurang berperan untuk

kepentingan rakyat, dan kurang fleksibel menghadapi perubahan di

masyarakat.

E. Tinjauan Umum tentang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri

Propam adalah singkatan dari Profesi dan Pengamanan yang dipakai

oleh organisasi Kepolisian Negara Republik Indonesia pada salah satu struktur

organisasinya. Penyebutan Propam dilaksanakan sejak 27 Oktober 2002

( Surat Keputusan KAPOLRI Nomor : Kep/54/X/2002), sebelumnya Propam

dikenal sebagai Dinas Provos atau Satuan Provos Polri yang organisasinya

masih bersatu dengan TNI / Militer sebagai ABRI, dimana Provost Polri

merupakan satuan fungsi pembinaan dari Polisi Organisasi Militer / POM atau

istilah Polisi Militer / PM. Propam adalah salah satu wadah organisasi Polri

berbentuk Divisi yang bertanggung jawab kepada masalah pembinaan profesi

dan pengamanan di lingkungan internal organisasi Polri disingkat Divisi

54
Propam Polri sebagai salah satu unsur pelaksana staf khusus Polri di tingkat

Markas Besar yang berada di bawah Kapolri dan Bidang Profesi dan

Pengamanan Polda di tingkat Kepolisian Daerah yang bertanggung jawab

pada Kapolda.

1. Struktur Organisasi dan Pembagian Tugas pada Propam Polda

a. Kepala Bidang Profesi dan Pengamanan Polda (Kabid Propam) : Kabid Propam

merupakan unsur pembantu pimpinan yang bertanggung jawab kepada Kapolda,

dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali Wakapolda, yang

bertugas membina dan melaksanakan pengamanan internal, penegakan disiplin,

ketertiban, dan pertanggung jawaban profesi di lingkungan Polda.

b. Sub Bidang Perencanaan dan Administrasi (Subbidrenmin) : Subbagrenmin

bertugas menyusun perencanaan program kerja dan anggaran, manajemen

Sarpras, personel, dan kinerja, serta mengelola keuangan dan pelayanan

ketatausahaan dan urusan dalam di lingkungan Bidpropam.

c. Sub Bidang Pelayanan dan Aduan (Subbidyanduan) : Subbagyanduan bertugas

menerima laporan atau pengaduan masyarakat dan memonitor penanganannya.

d. Sub Bidang Registrasi dan Penelitian Perkara Disiplin dan / atau Kode Etik

Profesi, dan Penetapan Putusan Rehabilitasi, serta Pembinaan dan Pemulihan

Profesi (Subbidrehabpers) : Subbagrehabpers bertugas melaksanakan

penerimaan pengaduan keberatan dari anggota dan PNS Polri, registrasi dan

penelitian terhadap perkara disiplin dan / atau kode etik profesi, dan penetapan

putusan rehabilitasi, serta pembinaan dan pemulihan profesi.

55
e. Sub Bidang Pengamanan Internal (Subbidpaminal) : Subbidpaminal bertugas

membina dan menyelenggarakan pengamanan internal, yang meliputi personel,

materiil logistik, kegiatan, dan bahan keterangan.

f. Sub Bidang Provost (Subbidprovos) : Subbidprovos bertugas membina dan

menyelenggarakan penegakan disiplin serta tata tertib di lingkungan Polda.

g. Sub Bidang Pengawasan dan Pembinaan Profesi (Subbidwabprof)

Subbidwabprof bertugas :

a) menyelenggarakan pembinaan profesi yang meliputi menilai akreditasi

profesi dan membina atau menegakkan etika profesi.

b) mengaudit proses investigasi kasus yang dilakukan oleh Satker dan /

atau anggota Polri.

c) menyelenggarakan kesekretariatan Komisi Kode Etik Kepolisian di

lingkungan Polda.

d) melaksanakan rehabilitasi terhadap anggota dan PNS Polri sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang - undangan.

2. Seksi Profesi dan Pengamanan Pada Tingkat Polres (Kasi Propam)

Seksi Profesi dan Pengamanan adalah unsur pelaksana staf khusus

polres yang berada dibawah kapolres. Seksi Propam bertugas

menyelenggarakan pelayanan pengaduan masyarakat tentang penyimpangan

perilaku dan tindakan anggota Polri, pembinaan disiplin dan tata tertib

termasuk pengamanan internal ( paminal ) dalam rangka penegakan hukum

dan pemuliaan profesi. Seksi Propam dipimpin oleh Kepala Seksi Propam

56
disingkat Kasi Propam yang bertanggung jawab kepada Kapolres dan dalam

pelaksanaan tugas sehari – hari dibawah kendali Waka polres.

Kasi Propam dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh :

1) Kepala Sub Seksi Pengamanan Internal di singkat Kasubsi Paminal.

2) Kepala Sub Seksi Provos di singkat Kasubsi Provos.

3) Bintara Administrasi di singkat Bamin. Kasi Propam (Kepala seksi

profesi dan pengamanan) mempunyai tugas untuk Membantu Kapolres

dalam merumuskan kebijaksanaan umum / pokok dalam bidang

pembinaan fungsi Provos di lingkungan Polri. Melaksanakan dan

menyelenggarakan fungsi penegakan hukum dan peraturan – peraturan

lainnya, tata tertib dan disiplin serta pengamanan di lingkungan Polri.

F. Kode Etik Polri

1. Pengertian Kode Etik

Etika berasal dari bahasa yunani kuno Ethos, yang dalam bentuk

tunggal berarti adat - istiadat, akhlak yang baik. Bentuk jamak dari Ethos

adalah Ta etha artinya adat kebiasaan. Dari bentuk jamak ini terbentuklah

istilah etika yang oleh filsuf Yunani Aristoteles sudah dipakai untuk

menunjukan filsafat moral. Berdasarkan asal usul kata ini, maka etika berarti

ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.41

Kode etik adalah suatu sistem norma atau nilai dan juga aturan

41
Bertens, Etika, (Jakarta :Gramedia Pustaka Utama, 1994), Hlm. 4.

57
profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik

dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Kode etik

menyatakan perbuatan apa saja yang benar atau salah, perbuatan apa yang

harus dilakukan dan perbuatan apa yang harus dihindari atau secara

singkatnya definisi kode etik yaitu suatu pola aturan, tata cara, tanda,

pedoman etis ketika melakukan suatu kegiatan atau suatu pekerjaan. Kode etik

merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku.42

Kode etik adalah norma atau asas yang diterima oleh suatu kelompok

tertentu sebagai landasan tingkah laku sehari - hari di masyarakat maupun

ditempat kerja. Sistem norma atau asas tersebut dibuat secara tertulis dan

secara tegas menyatakan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus

dilakukan dan apa yang harus di hindari.

Sedangkan Kode Etik Profesi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan

perbuatan dalam melaksanakan tugas dalam kehidupan sehari - hari atau

merupakan daftar kewajiban dalam menjalankan suatu profesi yang disusun

oleh para anggota profesi itu sendiri dan mengikat mereka dalam praktik.

Kode etik profesi berisi nilai - nilai etis yang ditetapkan sebagai sarana

pembimbing dan pengendati bagaimana seharusnya atau seyogyanya

pemegang profesi bertindak atau berperilaku atau berbuat dalam menjalankan

profesinya. Jadi, nilai - nilai yang terkandung dalam kode etik profesi adalah

42
Satjipto Rahardjo, (dalam Sitorus), Mengkaji Kembali Peran Dan Fungi Polri Dalam Era
Reformasi, Jakarta, Makalah Seminar Nasional, 2003, Hlm. .27-28.

58
nilai - nilai etis. Kode etik profesi lahir dari dalam lembaga atau organisasi

profesi itu sendiri yang kemudian mengikat secara moral bagi seluruh anggota

yang tergabung dalam organisasi profesi tersebut, oleh karena itu antara

organisasi profesi yang satu dengan organisasi lainnya memiliki rumusan

kode etik profesi yang berbeda - beda, baik unsur normanya maupun ruang

lingkup dan wilayah berlakunya.

2. Pengertian Kode Etik Kepolisian

Organisasi Kepolisian, sebagaimana organisasi pada umumnya,

memiliki “Etika” yang menunjukan perlunya bertingkah laku sesuai dengan

peraturan - peraturan dan harapan yang memerlukan “kedisiplinan” dalam

melaksanakan tugasnya sesuai misi yang diembannya selalu mempunyai

aturan intern dalam rangka meningkatkan kinerja, profesionalisme, budaya

organisasi serta untuk menjamin terpeliharanya tata tertib dan pelaksanaan

tugas sesuai tujuan, peranan, fungsi, wewenang dan tanggung jawab dimana

mereka bertugas dan semua itu demi untuk masyarkat. Persoalan - persoalan

etika adalah persoalan - persoalan kehidupan manusia. Tidak bertingkah laku

semata - mata menurut naluri atau dorongan hati, tetapi bertujuan dan bercita -

cita dalam satu komunitas.43

Kode Etik Kepolisian Negara Indonesia pada dasarnya merupakan

pedoman bagi pengemban fungsi kepolisian lainnya dalam melaksanakan

43
Wik Djatmika, Etika Kepolisian (dalam komunitas spesifik Polri) , Jurnal Studi Kepolisian,
STIK-PTIK, Edisi 075, Hlm. 18.

59
tugas sesuai dengan peraturan perundang - undangan yang berlaku di

lingkungannya. Oleh karena itu, kode etik profesi memliki peranan penting

dalam mewujudkan polisi yang profesional. Dari pengertian kode etik profesi

tersebut, maka dapat dikatakan bahwa Kode Etik Kepolisian adalah

Pengaturan tentang pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan anggota -

anggota profesi kepolisian dalam melaksanakan tugas dalam kehidupan sehari

- hari. Profesi Kepolisian mempunyai kode etik yang berlaku bagi polisi dan

pemegang fungsi kepolisian. Kode etik bagi profesi kepolisian tidak hanya

didasarkan pada kebutuhan profesional, tetapi juga telah diatur secara

normatif dalam Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian

Negara Republik Indonesia yang ditindak lanjuti dengan Peraturan Kapolri,

sehingga kode etik profesi polri berlaku mengikat bagi setiap anggota Polri44.

Dari penjelasan di atas, kode etik juga dapat berfungsi sebagai alat

perjuangan untuk menjawab persoalan - persoalan hukum yang ada di dalam

masyarakat. Wujud kode etik polri tersebut sangat erat kaitannya dengan tugas

dan fungsi Polri yaitu menjaga ketertiban, keamanan, dan kesejahteraan

masyarakat. Kode etik yang dimiliki Kepolisian Negara Republik Indonesia

tidak bisa lepas dari keberadaannya sebagai pengayom masyarakat, sehingga

hubungan antara masyarakat dan Kepolisian harus berjalan dengan erat dan

baik, karena akan mustahil, kode etik polri terwujud apabila masyarakat tidak

bisa diajak bekerjasama. Tentunya juga, Kepolisian dalam menjalankan kode


44
Suwarni, Perilaku Polisi, ( Jakarta:Nusa Media, 2009), Hlm 5.

60
etik Kepolisian harus memahami prinsip - prinsip etika profesi luhur

Kepolisian.

3. Tujuan Kode Etik Kepolisian

Pada dasarnya tujuannya adalah berusaha meletakkan Etika Kepolisian

secara proposional dalam kaitannya dengan masyarakat. Sekaligus juga bagi

polisi berusaha memberikan bekal keyakinan bahwa internalisasi Etika

kepolisian yang benar, baik dan kokoh, akan merupakan sarana untuk :

a) Mewujudkan kepercayaan diri dan kebanggan sebagai seorang polisi, yang

kemudian dapat menjadi kebanggan bagi masyarakat.

b) Mencapai sukses penugasan.

c) Membina kebersamaan, kemitraan sebagai dasar membentuk partisipasi

masyarakat.

d) Mewujudkan polisi yang professional, efektif, efesien dan modern, yang

bersih dan berwibawa, dihargai dan dicintai masyarakat.

Untuk mendukung tujuan kepolisian di atas, polisi juga memiliki tugas

- tugas tertentu sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 Peraturan Kepala

Kepolisian Negara Republik Indonesia mengenai tujuan Kode Etik Polisi

adalah sebagai berikut :

a) Menerapkan nilai - nilai Tribrata dan Catur Prasetya dalam pelaksanaan tugas

dan wewenang umum kepolisian.

b) Memantabkan profesionalisme, integritas dan akuntabilitas Anggota Polri.

c) Menyamakan pola pikir, sikap dan tindak Anggota Polri.

61
d) Menerapkan standar profesi Polri dalam pelaksanaan tugas Polri.

e) Memuliakan profesi Polri dengan penegakan KEPP.

Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia memuat 3

(tiga) substansi etika yaitu etika pengabdian, kelembagaan, dan kenegaraan

yang dirumuskan dan disepakati oleh seluruh anggota Kepolisian Negara

Republik Indonesia sehingga menjadi kesepakatan bersama sebagai Kode Etik

Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang memuat komitmen moral

setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai kristalisasi nilai

- nilai dasar yang terkandung dalam Tribrata dan dilandasi oleh nilai - nilai

luhur Pancasila45.

Seorang anggota Polri jika melakukan pelanggaran harus menghadapi

3 (tiga) proses persidangan, yaitu Sidang Disiplin dan Sidang Kode Etik serta

Peradilan Umum dalam hal ini perkara pidana. Penerapan hukum

bagaimanakah yang didahulukan bila seorang anggota Polri melakukan tindak

pidana, dan perbuatan tersebut dapat diadili dalam persidangan tersebut?.

Karena di dalam Undang - Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian

Negara Republik Indonesia tidak disebutkan secara jelas proses manakah yang

didahulukan. Ada 2 (dua) pandangan yaitu: 1) Peradilan pidana sebagai

“ultimatum remidium”, dan badan disiplin sebagai proses hukum yang utama.

2) Peradilan pidana mengenyampingkan badan - badan disiplin yang

45
Sumaryono, Etika Profesi Hukum, Norma-Norma Bagi Penegak Hukum, (Kanisius,
Yogyakarta : 1975). Hlm. 12.

62
menyelesaikan pelanggaran disiplin. Hukum Pidana Dalam Undang - Undang

Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 29

ayat (1) menegaskan bahwa: “Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia

tunduk pada kekuasan peradilan umum.” Artinya bahwa dalam proses

penyelesaian tindak pidana yang dilakukan oleh aparat kepolisian diselesaikan

dalam lingkup peradilan umum.

4. Prosedural Kepolisian

Menurut Tanti Yuniar “Prosedur adalah tata cara kerja atau cara

menjalankan suatu pekerjaan, cara memecahkan suatu masalah yang

dilakukan langkah demi langkah; cara melakukan kegiatan yang disusun

dengan rapi dan sistematis”.46

Menurut Pius Purtanto “Prosedur adalah sekumpulan bagian yang

saling berkaitan, Prosedur pada dasarnya adalah suatu susunan yang teratur

dari kegiatan yang berhubungan satu sama lainnya dan prosedur - prosedur

yang berkaitan melaksanakan dan memudahkan kegiatan utama dari suatu

organisasi”.47

Sedangkan pengertian prosedur menurut Bambang Marhiyanto

mengatakan bahwa: “Prosedur adalah suatu rangkaian tugas - tugas yang

saling berhubungan yang merupakan urutan - urutan menurut waktu dan tata

46
Tanti Yuniar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Agung MediaMulia. 2000. Hlm. 493.
47
Pius A Portanto, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya :Arkola,. 1999. Hlm.639.

63
cara tertentu untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang dilaksanakan berulang

- ulang”.48

Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas maka dapat disimpulkan

yang dimaksud dengan prosedur adalah suatu tata cara kerja atau kegiatan

untuk menyelesaikan pekerjaan dengan urutan waktu dan memiliki pola kerja

yang tetap yang telah ditentukan. Prosedur adalah rangkaian metode yang

telah menjadi pola tetap atau prosedur juga dapat diartikan sebagai

serangkaian dari tahapan - tahapan atau urutan - urutan dari langkah - langkah

yang saling terkait dalam menyelesaikan suatu pekerjaan yang dilakukan

secara berulang.

Dengan berdasarkan pada pengertian prosedur tersebut, dapat ditarik

suatu kesimpulan bahwa Prosedural Kepolisian merupakan cara kerja mesin

yang teratur dan mengikuti pola tetap, berdasarkan pada urutan - urutan

menurut waktu dan tata cara aturan yang telah ditetapkan dalam peraturan -

peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk melaksanakan suatu

pekerjaan dan tata cara kerja yang telah ditentukan dalam pelaksanaan tugas

sehari - hari anggota polri.

Standar Operasional Prosedural (SOP) yang ada, adalah merupakan

standarisasi garis tahapan tindakan kepolisian sebagaimana jenis tugas yang

dilaksanakan personel di lapangan, sekaligus merupakan ukuran atau batasan

48
Bambang Marhiyanto, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya:Media Centre, 1999.
Hlm. 493.

64
cara bertindak personel sebagaimana tahapan tindakan yang sudah digariskan

dan telah dijadikan Protap dalam bertindak, sehingga tindakan kepolisian

yang dilakukan oleh personel benar - benar bisa efektif, efisien, dan bisa

dipertanggung jawabkan.

Dalam melaksanakan tugas penyelidikan dan penyidikan yang

dilakukan penyidik terhadap proses penanganan perkara pidana diperlukan

standar kerja penyidik sebagai pedoman di dalam melaksanakan tugas pokok.

Standar kinerja ini sekaligus dapat digunakan untuk menilai kinerja secara

internal maupun eksternal. Standar internal yang bersifat prosedural ini yang

di interpretasikan sebagai Standar Operasional Prosedur (SOP). Pembuatan

SOP menjadi relevan karena sebagai tolak ukur dalam menilai efektivitas dan

efisiensi kinerja dalam melaksanakan program kerjanya. Secara konseptual

prosedur diartikan sebagai Iangkah - langkah sejumlah instruksi logis untuk

menuju pada suatu proses yang dikehendaki. Dilihat dari fungsinya, SOP

berfungsi membentuk sistem kerja dan aliran kerja yang teratur, sistematis,

dan dapat dipertanggung jawabkan, menggambarkan bagaimana tujuan

pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan peraturan yang berlaku,

menjelaskan bagaimana proses pelaksanaan kegiatan berlangsung, sebagai

sarana tata urutan, pelaksanaan dan pengadministrasian pekerjaan harian

sebagaimana metode yang ditetapkan, menjamin konsistensi dan proses kerja

yang sistematik, dan menetapkan hubungan timbal balik antar Satuan Kerja.

Secara umum, SOP merupakan gambaran langkah - langkah kerja

65
(sistem, mekanisme dan tata kerja internal) yang diperlukan dalam

pelaksanaan suatu tugas untuk mencapai tujuan.

66
BAB IV

PELAKSANAAN PENGAWASAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK

PIDANA ANAK DI WILAYAH HUKUM POLRES PELALAWAN

A. Pelaksanaan Pengawasan dalam Penyidikan Tindak Pidana Anak di

Wilayah Hukum Polres Pelalawan.

Penyidik Unit PPA Satuan Reskrim dalam melaksanakan penyidikan

terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana harus memperhatikan dan

mempedomani tata cara dan melihat tindak pidana tersebut secara komprehensif

dari segala sisi yang mana harus membedakan proses penyidikannya dengan

orang dewasa sebagaimana yang diatur dalam undang - undang sistem peradilan

pidana anak dengan mengutamakan pendekatan keadilan restoratif.

Penyidikan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana pelecehan seksual

tentunya berbeda dengan orang dewasa sebagai pelakunya dan hal tersebut akan

memberikan dampak tersendiri sebagaimana dijelaskan tentang dampak adalah

pengaruh kuat yang mendatangkan akibat, baik akibat positif maupun akibat

negatif. Pengaruh sendiri adalah suatu keadaan dimana ada hubungan timbal balik

atau hubungan sebab akibat antara apa yang mempengaruhi dengan apa yang

dipengaruhi. Dampak yang ditimbulkan tersebut dapat berpengaruh kepada anak

yang melakukan tindak pidana tersebut, aparat penegak hukum yang terlibat

dalam perkara tersebut, bahkan hukum acara dalam proses penyidikan tindak

pidana tersebut.49

49
Hasil wawancara dengan Bapak AKP Teddy Ardian ,SH, S.IK selaku Kasat Reskrim Polres
Pelalawan, di kantornya 6 Januari 2020. Pukul 09.00 Wib.

67
Hal itu terlihat dari perkara yang telah ditangani oleh Unit PPA Sat

Reskrim Polres Pelalawan sehingga anak sebagai pelaku tindak pidana

mendapatkan vonis hukuman pidana penjara dari hakim, menunjukkan bahwa hal

tersebut tidak sesuai dengan amanat yang ada terkait berkejanya hukum

khususnya bagi anak dalam Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2012 dan

bukanlah penegakan hukum yang sesuai bagi anak yang melakukan tindak pidana.

Oleh karena itu, penyidikan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana harus

menggunakan pendekatan keadilan restoratif, sehingga digunakan konsep

keadilan restoratif. Kemudian juga digunakan konsep sistem peradilan pidana

yang mana menyebutkan komponen - komponen dalam sistem tersebut wajib

untuk bekerjasama seperti kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga

pemasyarakatan dengan mengkhususkan melalui konsep sistem penegakan hukum

satu atap / oneroof enforcement system (ORES), yaitu menempatkan pengawas,

penyidik, dan penuntut di bawah satu atap. 50

Penyidikan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana oleh Unit PPA Sat

Reskrim di Polres Pelalawan cenderung mengikuti penyidikan konvensional. Hal

tersebut ditunjukkan adanya penanganan perkara dengan tersangka anak dibawah

umur proses penyidikan yang dilakukan oleh penyidik Unit PPA sesuai dengan

Undang - Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Peraturan

Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana

Dan Peraturan Kabareskrim Polri Nomor 3 Tahun 2014 tentang Standar

Operasional Prosedur Penyidikan Tindak Pidana, namun tidak sesuai dengan

50
Hasil wawancara dengan Bapak Kanit IV (PPA) : IPDA Tommy Vara Berlin, S.Tr.K, di
Kantornya Tgl 6 Januari 2020, Pukul 13.00 Wib

68
hukum acara pidana anak sebagaimana yang ada dan tertuang di dalam Undang -

Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan

Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan

Diversi dan Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun.

Artinya, bahwa penyidik Unit PPA Sat Reskrim Polres Pelalawan kurang

memahami dan mempedomani aturan penanganan terhadap anak yang melakukan

tindak pidana hanya dengan mendasari aturan lama yang ada dan belum

menerapkan aturan hukum yang baru serta mengatur khusus terkait penanganan

terhadap perkara anak tersebut.51

Hal ini dapat dilihat dari data kasus tindak Pidana anak tahun 2019 dan

2020 dari tabel di bawah ini:

Tabel 4.1

Kasus Tindak Pidana Anak Tahun 2019 dan 2020

No Tahun Data Kasus Jumlah Pelaku Anak


1 2019 20 57

2. 2020 10 20

Salah satu pelanggaran SOP dalam prosedur penyidikan yang

mengakibatkan salah tangkap. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian peneliti

yang observasi dilapangan bahwa dari data 77 kasus anak itu dalam tiga tahun

terakhir ditemukan ada pelanggaran SOP penyidikan pada tahun 2018 yang

dilakukan salah satu personel yang ada di Langgam antara lain tidak menerima

laporan masyarakat dan tidak professional dalam melakukan penyidikan akibatnya

51
Hasil wawancara dengan Bapak Kasipropam : IPTU Rony Makasuci, di Kantornya Tgl 26 Mei
2020, Pukul 13.00 Wib

69
mendapatkan teguran tertulis. Ada lagi di tahun 2019 personel Polsek Sei Kijang

melakukan penyalahgunaan wewenang dalam melakukan penyidikan akibatnya

sidang disiplin dan dipotong gaji.

Pada tahun 2020 ditemukan pelanggaran SOP penyidikan yang pada

akhirnya menyebabkan salah tangkap terhadap pelaku akibat dari tempat lokasi

perkaranya dan keterangan para saksi tidak sesuai dengan yang ditemukan di

lapangan di Polsek Sei Kijang dan lainnya akibat dalam melakukan penyidikan

tidak mengeluarkan surat tangkap resminya atau akibat penyalahgunaan

wewenang akibatnya sidang disiplin.52

Oleh karena itu, dapat dikatakan penyidikan terhadap anak sebagai pelaku

tindak pidana oleh Unit PPA Sat Reskrim Polres Pelalawan masih konvensional

dengan tidak mengedepankan pendekatan keadilan restorative sebagaimana

amanat Undang - Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana

Anak dan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 tentang Pedoman

Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 (Dua Belas)

Tahun yang telah ditetapkan.53

Sesuai dengan pasal 21 ayat 1 dalam Undang - Undang Nomor 11 Tahun

2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Pasal 67 dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan

Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun bahwa “dalam hal

anak yang belum berumur 12 (dua belas) tahun melakukan atau diduga melakukan

tindak pidana, Penyidik, Balai Pemasyarakatan, dan Pekerja Sosial profesional


52
Hasil wawancara dengan Bapak Kasipropam : IPTU Rony Makasuci, di Kantornya Tgl 26 Mei
2020, Pukul 13.00 Wib
53
Hasil wawancara dengan Bapak Kanit IV (PPA) : IPDA Tommy Vara Berlin, S.Tr.K, di
Kantornya Tgl 6 Januari 2020, Pukul 13.00 Wib

70
mengambil keputusan untuk : menyerahkannya kembali kepada orang tua / wali;

atau mengikut sertakannya dalam program pendidikan, pembinaan, dan

pembimbingan diinstansi pemerintah atau LPKS di instansi yang menangani

bidang kesejahteraan sosial, baik ditingkat pusat maupun daerah, untuk waktu

paling lama 6 (enam) bulan”.

Berdasarkan kondisi fakta dan aturan yang ada tersebut, maka dapat

dikatakan bahwa ada alasan atau argumentasi yang mendorong penyidikan

cenderung tidak berbasis keadilan restoratif baik secara internal maupun eksternal,

faktor internal merupakan faktor yang mempengaruhi dari dalam organisasi

penyidik Unit PPA Sat Reskrim dan faktor eksternal adalah faktor yang

mempengaruhi penyidik Unit PPA dari lingkungan sekitar penyidik. Adapun

factor - faktor tersebut antara lain :54

a. Faktor Internal

1) Sisi sumber daya manusia, terdapat beberapa faktor yaitu :

a) Penyidik Unit PPA belum memahami sepenuhnya tata cara penyidikan

terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana, karena belum mengikuti

pendidikan kejuruan tentang pelayanan perempuan dan anak;

b) Penyidik Unit PPA belum mengetahui peraturan perundang - undangan

yang baru tentang penanganan hukum terhadap anak dalam hal ini

Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 tentang Pedoman

Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 (Dua

54
Hasil wawancara dengan Bapak Kanit IV (PPA) : IPDA Tommy Vara Berlin, S.Tr.K, di
Kantornya Tgl 6 Januari 2020, Pukul 13.00 Wib

71
Belas) Tahun, karena tidak ada sosialisasi atau pemberitahuan tentang

aturan tersebut oleh bagian hukum kepada penyidik Unit PPA.

c) Pengawas penyidik belum berperan secara maksimal sebagaimana

mestinya, karena pengawas penyidik juga belum memahami aturan yang

baru tentang penanganan perkara anak sebagai pelaku tindak pidana dalam

hal ini Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 tentang Pedoman

Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 (Dua

Belas) Tahun.

2) Dari sisi sistem, terdapat beberapa faktor yaitu:

a) Aturan penyidikan terhadap anak yang khusus diatur dalam lingkungan

organisasi kepolisian sebagaimana tata cara penyidikan dalam undang -

undang sistem peradilan pidana anak belum ada, karena aturan yang ada

dan di pedomani penyidik sekarang masih terkait penyidikan secara umum

yaitu Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen

Penyidikan Tindak Pidana, dan Peraturan Kabareskrim Polri Nomor 3

Tahun 2014 tentang Standar Operasional Prosedur Penyidikan Tindak

Pidana

b) Fokus kegiatan atau pengkhususan kegiatan tentang pelatihan pelayanan

perempuan dan anak sebagai kaderisasi penyidik di satuan reskrim polres

Pelalawan belum ada, karena program latihan peningkatan kemampuan

fungsi reskrim yang ada di sub bagian latihan bagian sumber daya manusia

polres Pelalawan tidak masuk dan diatur secara khusus dalam program

tersebut.

72
3) Dari sisi budaya, penyidik unit PPA belum mampu memberikan kemudahan

prosedur dalam pelayanan penanganan perkara anak sebagai pelaku tindak

pidana yang berlanjut sampai persidangan, karena penyidik masih

beranggapan penanganan anak tersebut adalah hal yang sama dan biasa seperti

penanganan terhadap orang dewasa sebagai pelaku.

b. Faktor Eksternal

1) Dari sisi keluarga korban, menuntut dan meminta kepada penyidik unit

PPA untuk melanjutkan perkara sesuai dengan prosedur hukum yang

berlaku dalam hal ini menjalankan sistem peradilan pidana, karena rasa

kekecewaan dan kekhawatiran pelaku akan melakukan perbuatan tersebut

lagi kepada korban maupun orang lain.

2) Dari sisi instansi dan masyarakat sekitar, keaktifan dari instansi samping

yang berkaitan dengan kegiatan penanganan tindak pidana seperti dinas

sosial dan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana

(BPPKB) Kabupaten Pelalawan dan partisipasi masyarakat kurang, karena

instansi terkait dan masyarakat sekitar belum memahami sepenuhnya

penanganan anak sebagai pelaku tindak pidana.

3) Dari sisi budaya, orang tua masih kurang memberikan pengawasan kepada

anaknya, karena mayoritas orang tua tersebut meninggalkan anaknya untuk

bekerja ke luar negeri sebagai tenaga kerja Indonesia dan menitipkan anak

tersebut untuk di asuh oleh orang lain seperti kakek dan neneknya yang

dianggap biasa dalam kehidupan masyarakat.

Persoalan mendasar bagi penyidik unit PPA sebagaimana teori budaya

hukum yaitu pertama, hukum sebagai suatu sistem dimana pedoman penegakan

73
hukum didasarkan pada grundnorm dalam suatu sistem nilai dan sebagai bagian

dari masyarakat yang tidak dapat dipisahkan sehingga nilai - nilai tersebut

tertuang dalam pasal - pasal diundang - undang sistem peradilan pidana anak

belum di indahkan dan di terapkan secara optimal karena kurang pemahaman atau

informasi terbaru terkait sistem peradilan pidana anak, yang mana hal tersebut

Kedua, persoalan penyidik unit PPA tentang fungsi hukum kaitannya dengan

pengaruh budaya hukum, dimana saat ini hukum tidak cukup hanya berfungsi

sebagai kontrol sosial saja, melainkan hukum diharapkan mampu untuk

menggerakkan masyarakat agar bertingkah laku sesuai dengan pola baru demi

tercapainya tujuan yang dicita - citakan. Oleh karena itu, penerapan hukum yang

demikian bagi anak yang melakukan tindak pidana oleh penyidik unit PPA belum

dapat memaksimalkan fungsi hukum yang ada dan anak sebagai generasi penerus

bangsa tidak akan dapat mencapai tujuannya dengan baik karena diberikan ajaran

pembalasan dengan dilakukan penyidikan yang berakhir dengan hukuman

penjaradan bukan ajaran pemulihan sebagaimana yang termaktub dalam Undang -

Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Ketiga,

persoalan penyidik unit PPA menyangkut bagaimana cara pembinaan kesadaran

hukum yang erat kaitannya dengan sikap para pelaksana hukum dalam hal ini

penyidik unit PPA untuk bertindak sesuai dengan ketentuan hukum dan berfungsi

sebagai jembatan yang menghubungkan antara peraturan hukum dengan tingkah

laku anggota masyarakatnya. Sehingga, unit PPA selain dari pada melaksanakan

penyidikan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana juga harus mampu

memberikan edukasi / pendidikan pengetahuan tentang penanganan perkara anak

baik kepada masyarakat maupun pelaksana hukum itu sendiri, namun ketika

74
penyidik unit PPA tidak mengikuti perkembangan hukum terkait penanganan

anak sebagai pelaku tindak pidana tersebut, maka dapat terjadi dampak yang

kurang baik seperti penyidik unit PPA yang kurang mengikuti perkembangan

aturan sistem peradilan pidana anak sehingga dalam penyidikan perkara anak di

bawah umur 12 (dua belas) tahun sebagai pelaku tindak pidana. Untuk anak

sebagai pelaku tersebut harus menerima hukuman penjara di penjara anak dan

belum maksimal dalam menjadi penghubung yang baik antara aturan hukum yang

berlaku dengan anggota masyarakat.55

B. Hambatan Yang Dihadapi Dalam Pelaksanaan Pengawasan Dalam

Penyidikan Tindak Pidana Anak di Wilayah Hukum Polres Pelalawan

Proses hukum terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana tidak hanya

berimplikasi kepada anak yang melakukan tindak pidana tersebut, tetapi juga

dapat berimplikasi kepada aparat penegak hukum yang terlibat di dalam

penanganannya. Sehingga dapat dikatakan bahwa dampak dari penyidikan

terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana dapat berimplikasi kepada anak,

aparat penegak hukum yang terlibat dalam perkara, dan hukum acara itu sendiri:.56

a. Dampak terhadap anak yang melakukan tindak pidana yaitu hukuman/sanksi

penjara dan tindakan.

b. Dampak terhadap aparat penegak hukum yang terlibat dalam penanganan

perkara anak sebagai pelaku tindak pidana dapat berupa sanksi pidana penjara

55
Hasil wawancara dengan Penyidik Unit IV (PPA) : BRIPKA Adek Furwanto, di Kantornya Tgl
7 Mei 2020, Pukul 16.00 Wib
56
Hasil wawancara dengan Bapak AKP Teddy Ardian ,SH, S.IK selaku Kasat Reskrim Polres
Pelalawan, di kantornya 6 Januari 2020. Pukul 09.00 Wib.

75
jika penanganannya tidak sesuai dengan hukum acara dalam sistem peradilan

pidana anak.

c. Dampak terhadap hukum acara terkait proses penanganan anak sebagai pelaku

tindak pidana khususnya dalam penyidikan yaitu tata cara penyidikan yang

diatur dalam undang - undang sistem peradilan pidana anak tidak terlaksana

secara optimal, sehingga tata cara yang ada dalam aturan kepolisian saat ini

berupa Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen

Penyidikan Tindak Pidana dan Peraturan Kabareskrim Polri Nomor 3 Tahun

2014 tentang Standar Operasional Prosedur Pelaksanaan Penyidikan Tindak

Pidana perlu dilakukan penyesuaian dan dirubah dengan memasukkan tata cara

penyidikan terhadap anak sebagaimana yang diatur dalam undang - undang

sistem peradilan pidana anak.

Penyidikan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana sebagaimana

termaktub dalam Undang - Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak dan aturan pelaksananya berupa Peraturan Pemerintah

Nomor 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan

Anak yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun, yang mengedepankan keadilan

restoratif, selanjutnya potensi penerapan konsep baru penyidikan terhadap anak

sebagai pelaku tersebut.57

Bahwa penyidikan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana yang ada di

lingkungan kepolisian saat ini sudah tidak sesuai atau kurang relevan dan perlu

57
Hasil wawancara dengan Bapak AKP Teddy Ardian ,SH, S.IK selaku Kasat Reskrim Polres
Pelalawan, di kantornya 6 Januari 2020. Pukul 09.00 Wib.

76
dilakukan konsep baru penyidikan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana

tersebut, dimana hal tersebut didorong oleh beberapa alasan, antara lain :

a. Aturan yang mengatur tentang penyidikan dikepolisian yaitu Peraturan

Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak

Pidana dan Peraturan Kabareskrim Polri Nomor 3 Tahun 2014 tentang

Standar Operasional Prosedur Penyidikan Tindak Pidana tidak sesuai

dengan Undang - Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan

Pidana Anak dan aturan pelaksananya berupa Peraturan Pemerintah Nomor

65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak

yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun karena tata cara yang diatur

dalam Undang - Undang Nomor 11 tahun 2012 khususnya penyidikan

terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana belum termaktub dalam

peraturan kapolri maupun peraturan kabareskrim tersebut.58

b. Saat ini, sudah sangat memungkinkan anak melakukan tindak pidana karena

mudahnya akses internet dalam hal pornografi yang secara tidak sadar ditiru

oleh anak dan kurangnya pengawasan orang tua terhadap anak.59

c. Perlunya peningkatan kerjasama dan keterpaduan dalam penanganan perkara

anak sebagai pelaku tindak pidana dalam bentuk apapun oleh aparat penegak

hukum sebagaimana program pemerintah saat ini bahwa perkara yang

berkaitan dengan anak merupakan extraordinary crime, sehingga dalam

penanganannyapun perlu dilakukan upaya lebih untuk mencapai keadilan

58
Hasil wawancara dengan Bapak Kanit IV (PPA) : IPDA Tommy Vara Berlin, S.Tr.K, di
Kantornya Tgl 6 Januari 2020, Pukul 13.00 Wib
59
Hasil Wawancara dengan Bapak Karmin sebagai orang tua pelaku tindak pidana Anak di
Rumahnya Tgl 7 Mei 2020, Pukul 09.00 Wib

77
restoratif bagi anak yang berhadapan dengan hukum khususnya anak yang

melakukan tindak pidana.60

Alasan sebagaimana tersebut diatas menunjukkan bahwa pentingnya

konsep baru penanganan tindak pidana pelecehan seksual terhadap pelaku anak.

Dalam penelitian ini, peneliti mengusulkan konsep baru penyidikan terhadap anak

sebagai pelaku tindak pidana sebagaimana amanat Undang - Undang Nomor 11

Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yaitu melalui sistem

penegakan hukum satu atap / one roof enforcement system (ORES).

Polres Pelalawan sendiri dalam menangani kasus anak pelaku tindak

pidana mengalami hambatan - hambatan tersendiri yaitu :

a) Hambatan Internal

1. Pemahaman yang berbeda dalam penanganan anak berhadapan dengan

hukum dan korban di antara aparat penegak hukum;61

2. Kurangnya kerja sama antara pihak yang terlibat (aparat penegak

hukum dan pekerja sosial anak); 62

3. Permasalahan etika dan hambatan birokrasi dalam penukaran data dan

informasi antara aparat penegak hukum; 63

4. Koordinasi antara aparat penegak hukum (Polisi, Jaksa, Hakim,

Advokat, Bapas, Rutan, Lapas) masih tersendat karena kendala ego

sektoral;

60
Hasil wawancara dengan Bapak Kanit IV (PPA) : IPDA Tommy Vara Berlin, S.Tr.K, di
Kantornya Tgl 6 Januari 2020, Pukul 13.00 Wib
61
Hasil wawancara dengan Bapak Kanit IV (PPA) : IPDA Tommy Vara Berlin, S.Tr.K, di
Kantornya Tgl 6 Januari 2020, Pukul 13.00 Wib
62
Hasil Wawancara dengan Bapak Sanusi sebagai orang tua pelaku tindak pidana Anak di
Rumahnya Tgl 7 Mei 2020, Pukul 09.00 Wib
63
Hasil wawancara dengan Bapak Kanit IV (PPA) : IPDA Tommy Vara Berlin, S.Tr.K, di
Kantornya Tgl 6 Januari 2020, Pukul 13.00 Wib

78
5. Belum ada persamaan persepsi antar aparat penegak hukum mengenai

penanganan anak berhadapan dengan hukum untuk kepentingan terbaik

bagi anak; 64

b) Hambatan Eksternal

1. Kurangnya dukungan dan kerja sama antar lembaga; 65

2. Pihak korban atau keluarga korban tidak menyetujui penyelesaian dengan

cara diversi; 66

3. Regulasi mengenai Pengawasan terhadap Pelaksanaan Hasil Kesepakatan

Diversi; 67

4. Pandangan masyarakat terhadap perbuatan tindak pidana. 68

Kepolisian merupakan pintu gerbang utama atau pertama dari sistem

peradilan pidana anak dan merupakan pihak pertama yang berwenang menentukan

posisi seorang anak yang bermasalah dengan hukum. Dapat diketahui bahwa

dalam melaksanakan penegakan hukum terhadap anak sebagai pelaku tindak

pidana penegak hukum dalam hal ini kepolisian khususnya Polres Pelalawan

beberapa hambatan, yakni hambatan internal dan eksternal. Dengan adanya

hambatan tersebut diharapkan kinerja kepolisian dalam menangani tindak pidana

anak sebagai pelaku bisa diperbaiki untuk kepentingan dan keberlangsungan

hidup anak sebagai aset Negara.

64
Hasil wawancara dengan Bapak Kanit IV (PPA) : IPDA Tommy Vara Berlin, S.Tr.K, di
Kantornya Tgl 6 Januari 2020, Pukul 13.00 Wib
65
Hasil wawancara dengan Bapak Kanit IV (PPA) : IPDA Tommy Vara Berlin, S.Tr.K, di
Kantornya Tgl 6 Januari 2020, Pukul 13.00 Wib
66
Hasil Wawancara dengan Bapak Santo sebagai orang tua pelaku tindak pidana Anak di
Rumahnya Tgl 7 Mei 2020, Pukul 14.00 Wib
67
Hasil wawancara dengan Bapak Kanit IV (PPA) : IPDA Tommy Vara Berlin, S.Tr.K, di
Kantornya Tgl 6 Januari 2020, Pukul 13.00 Wib
68
Hasil Wawancara dengan Bapak Baudiman sebagai orang tua pelaku tindak pidana Anak di
Rumahnya Tgl 8 Mei 2020, Pukul 09.00 Wib

79
C. Upaya yang Dilakukan untuk Mengatasi Hambatan yang Ditemukan

Dalam Pelaksanaan Pengawasan Dalam Penyidikan Tindak Pidana

Anak di Wilayah Hukum Polres Pelalawan

Proses peradilan pidana umum, seseorang yang telah melakukan tindak

pidana terhadapnya akan dilakukan penyelidikan oleh pihak kepolisian bila ada

pengaduan atau tertangkap tangan melakukan tindak pidana. Berdasarkan hasil

penyelidikan, apabila seseorang terbukti bersalah maka akan dilakukan

penangkapan dan penyidikan lebih lanjut yaitu serangkaian tindakan penyidik

dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang - undang ini untuk mencari

serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak

pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

Serangkaian tindakan penyidikan dilakukan guna dijadikan berkas perkara

untuk dapat diserahkan kepada kejaksaan sebagai penuntut umum dalam

persidangan, tetapi proses peradilan pidana bagi anak yang berhadapan dengan

hukum hendaknya dibedakan dengan proses peradilan pidana umum mengingat

kondisi psikologis anak yang belum memadai dan perlu mendapat perlindungan

dari pemerintah.

Penanganan anak yang berkonflik dengan hukum tidak harus

menggunakan sarana nonpenal (misalnya diversi) atau menggunakan hukum

pidana (sarana penal), tetapi keduanya dapat dilakukan secara berurutan, yaitu

mengutamakan diversi (jika memenuhi persyaratan diversi), dan jika upaya

tersebut gagal maka akan diberlakukan sistem peradilan pidana bagi anak. Secara

umum, pemberlakuan sistem peradilan pidana untuk penyelesaian perkara pidana

80
dapat berdampak buruk bagi anak, terutama pemberian “stigma jahat” pada anak

(stigmatisasi atau labelisasi), dan terjadinya kebiasaan - kebiasaan buruk di

lembaga pemasyarakatan (LAPAS) yang kemudian dipraktikkan lagi oleh anak di

luar LAPAS, bahkan pengulangan tindak pidana yang lebih serius akibatnya.

Salah satu penyebabnya adalah adanya kontak langsung dengan penegak hukum

yang dapat membuat anak frustrasi.

Para ahli di bidang psikologi, hukum, etimologi kriminal, kriminologi,

pendidikan, dan penologi selalu mencari jalan terbaik bagi anak, korban, dan

kepentingan masyarakat, dan mewacanakan pendekatan keadilan restoratif

sebagai alternatif pemikiran untuk mengurangi kelemahan teori pemidanaan

retributif, teori prevensi maupun teori gabungan. Keadilan restoratif merupakan

suatu ide dan gerakan yang mengedepankan keadilan dalam perspektif pelaku dan

keluarganya, korban dan keluarganya, masyarakat, dan pemangku kepentingan

dalam rangka pemulihan keadaan masing - masing.

Konsepsi pemikiran keadilan restoratif (restorative justice) menjadi salah

satu upaya menjauhkan anak dari sistem peradilan pidana yang tidak perlu.

Pendekatan ini mengutamakan penyelesaian tindak pidana di luar peradilan

pidana. Pendekatan tersebut bukan hanya pada anak, melainkan juga pada orang

dewasa (misalnya pencurian ringan, penggelapan ringan, perbuatan curang

penipuan ringan), maupun anak-anak.

Khususnya Polres Pelalawan berupaya untuk bukan hanya menangani

secara formal terhadap anak yang berhadapan dengan hukum namun secara

pendekatan yang mencegah tumbuhnya anak menjadi lebih kriminal ketika

beranjak dewasa. Dari hambatan - hambatan yang terjadi, upaya mengatasi

81
hambatan tersebut menjadi tolak ukur keberhasilan Polres Pelalawan dalam

Pelaksanaan Penegakan Hukum Tindak Pidana Anak Sebagai Pelaku.69

Upaya - upaya yang dilakukan Polres Pelalawan dalam mengatasi

hambatan tersebut antara lain:

1) Menyusun rencana kerja dan memaksimalkan kinerja setiap penyidik dalam

hal penanganan perkara anak.

2) Menjalin Komunikasi yang Intensif dengan Aparat Penegak Hukum yang

Lainnya

3) Mengadakan Sosialisasi tentang Diversi di Kalangan Masyarakat

4) Membuat Kesepakatan mengenai Pengawasan Pelaksanaan Hasil

Kesepakatan Diversi

Mendidik anak merupakan hal yang penting untuk mempersiapkan

generasi muda Indonesia yang akan datang70. Mengenalkan hukum dan

mengajarkan anak untuk taat hukum sejak dini juga perlu dilakukan oleh orang

tua dan pendidik di sekolah. Hukum juga harus memberikan ruang bagi anak

untuk terus berkembang dan terlindungi sesuai kapasitas pertumbuhannya. Untuk

itu diharapkan generasi muda di masa datang lebih bisa mentaati hukum yang

berlaku. Implementasi diversi dalam sistem peradilan pidana anak dapat dijadikan

wahana untuk mendidik anak yang sudah terlanjur melakukan kejahatan atau

pelanggaran hukum tentang pentingnya mentaati hukum.

BAB V
69
Hasil wawancara dengan Bapak Kanit IV (PPA) : IPDA Tommy Vara Berlin, S.Tr.K, di
Kantornya Tgl 6 Januari 2020, Pukul 13.00 Wib
70
Hasil Wawancara dengan Bapak Budi sebagai orang tua pelaku tindak pidana Anak di
Rumahnya Tgl 07 Mei 2020, Pukul 09.00 Wib

82
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pelaksanaan pengawasan dalam penyidikan tindak pidana anak di wilayah

hukum polres pelalawan sudah berjalan dengan baik tapi belum maksimal

karena masih ditemukan hambatan baik secara internal maupun ekternal

yang mempengaruhi berjalannya penyidikan tindak pidana tersebut.

2. Hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pengawasan dalam

penyidikan tindak pidana anak di wilayah hukum polres pelalawan adanya

hambatan baik secara internal maupun ekternsl seperti dalam mengawasi

penyidikan ditemukan perbedaan penanganan penyidikan antara satu

dengan lainnya, atau dengan kata lainnya kurang kerja sama antara pihak

yang terlibat (aparat penegak hukum dan pekerja sosial anak);

Permasalahan etika dan hambatan birokrasi dalam penukaran data dan

informasi antara aparat penegak hukum sedangkan ekternal ada

kurangnya dukungan dan kerja sama antar lembaga; Regulasi mengenai

Pengawasan terhadap Pelaksanaan Hasil Kesepakatan Diversi; Pandangan

masyarakat terhadap perbuatan tindak pidana.

3. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan yang ditemukan dalam

pelaksanaan pengawasan dalam penyidikan tindak pidana anak di wilayah

hukum polres pelalawan antara lain menyusun rencana kerja dan

memaksimalkan kinerja setiap penyidik dalam hal penanganan perkara

anak, menjalin komunikasi yang Intensif dengan Aparat Penegak Hukum

yang Lainnya.

83
B. Saran

1. Sistem peradilan pidana anak ini diharapkan dapat memberikan upaya atau

penanganan terbaik ketika menangani perkara anak sehingga diharapkan

dapat menjamin perlindungan hukum bagi anak yang bermasalah dengan

hukum.

2. Agar suatu peraturan perundang - undangan dapat berfungsi dengan baik,

diperlukan adanya keserasian 4 (empat) unsur, yaitu peraturan itu sendiri

dimana terdapat kemungkinan adanya ketidak cocokan peraturan

perundang - undangan mengenai bidang - bidang hukum tertentu dimana

kemungkinan lainnya yang dapat terjadi adalah ketidak cocokan antara

peraturan perundang - undangan dengan hukum yang tidak tertulis atau

kebiasaan - kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat, serta mentalitas

petugas yang menerapkan hukum

3. Para petugas hukum (secara formal) yang mencakup polisi, jaksa, hakim,

penasihat, pembela hukum harus memiliki mentalitas yang baik dalam

melaksanakan suatu peraturan perundang - undangan.

84
DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Abdussalam, H. R. Hukum Kepolisian Sebagai Hukum Positif dalam Disiplin

Hukum.Jakarta :Restu Agung, 2009.

Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis),

(Jakarta :PT. Gunung Agung Tbk, 2002).

Andi Sofyan dan Nur Azisa, Hukum Pidana, Makassar: Pustaka Pena Press, 2016.

Anonimous, Undang-Undang Perlindungan Anak, Undang-Undang No. 35 Tahun

2014 Tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak, (Yogyakarta:Pustaka Mahardfika, 2015).

Darwan Prints. Hukum Acara Pidana, Penerbit Djambatan Yayasan Lembaga

Bantuan Hukum, 2008.

Fakultas hukum unilak,Pedoman penulisan skripsi, Fakultas Hukum Unilak,

Pekanbaru, 2012.

H.R Abdussalam dan Adri Desasfuryanto.Hukum Perlindungan Anak,

(Jakarta:PTIK, 2014).

Kartini Kartono, Psikologi Remaja. (Bandung : Rosda Karya, 1988).

M. Manullang, Manajemen Personalia, (Jakarta: Ghalia Indoensia, 1996).

Maidin Gultom, Hukum Perlindungan Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan

Pidana Anak Di Indonesia, (Bandung:Refika Aditama, 2014).

Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban Dalam Hukum Pidana,

Jakarta:Bina Aksara,. 1993.

Moeljatno.Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta. Rineka Cipta. 2005.

85
Mohammad Taufik Makarao dkk, Hukum Perlindungan Anak dan Penghapusan

Kekerasan Dalam Rumah Tangga, (Jakarta:Rineka Cipta, 2013).

Panglaykin., dan Hazil., Wetwork Perencanaan dan Pengawasan Aktivitas

Perusahaan, (Yogyakarta: BPFE UGM, 1986).

Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta : Kencana

Pranada Media Group,2008).

Poernomo, Bambang. Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1992

Romli Atmasasmita, Problema Kenakalan Anak-Anak/Remaja, Jakarta: Armico,

1983.

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung : PT.Citra Aditya Bakti, 2000,.

Soedjono Dirdjosisworo, Penanggulangan Kejahatan, Bandung: Alumni.

SP. Siagian., Pengawasan dan Pengendalian di Bidang Pemerintahan, (Jakarta:

UI Press, 1994).

Sujamto. Beberapa Pengertian Tentang Pengawasan, (Jakarta: Ghalia Indonesia,

1983),

Sutarto.Menuju Profesionalisme Kinerja Kepolisian. Jakarta :PTIK.. 2002.

Tri Andrisman, Hukum Pidana, Asas-Asas dan Dasar Aturan Umum Hukum

Pidana Indonesia, Universitas Lampung, 2009.

Victor M Situmorang. Aspek Hukum Pengawasan Melekat, (Jakarta, Kencana,

2000),

W.Friedman, Teori dan Filsafat Hukum Dalam Buku Telaah Kritis Atas Teori-

Teori Hukum, diterjemahkan dari buku aslinya Legal Theory oleh

Muhammad Arifin, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 1993).

86
WJS. Poerwadarmita., Kamus Besar Bahasa Indoensia, (Jakarta: Balai Pustaka,

1989),

Jurnal, Web, dan Karya Ilimiah Lain-Lain

Simanjuntak, Latar Belakang Kenakalan Remaja, Bandung: Cetakan 2. Alumni.

Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara Reublik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak,

Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012

Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.

87

Anda mungkin juga menyukai