Bandung
Oleh :
19.04.099
a) Pengertian Anank
b) Hak Anak
Menurut Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan Anak bahwa hak anak
adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang
tua, keluarga, masyarakat, negara, pemerintah, dan pemerintah daerah. Adapun beberapa hak
yang harus didapatkan oleh anak dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang
perlindungan anak yaitu terdapat 4 pasal diantaranya :
a) Pasal 6 berbunyi :setiap anak berhak beribadah menurut agamanya, berpikir, dan
berekspresi sesuai tingkat kecerdasan dan usianya dalam bimbingan orang tua atau
wali.
b) Pasal 9 yang berbunyi :
1) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasan sesuai dengan minat dan bakat.
(1a) Setiap anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari
kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga
kependidikan; sesame peserta didik, dan/atau pihak lain.
2) Selain mendapatkan hak anak sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(1a), anak penyandang disabilitas berhak memperoleh pendidikan luar biasa dan
anak yang memiliki keunggulan berhak mendapatkan pendidikan khusus.
c) Pasal 14 yang berbunyi :
1) Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri. kecuali jika ada alas
an dan/atau aturan hukum yang sah menunjukan bahwa pemisahan itu adalah
demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.
2) Dalam hal terjadi pemisahan sebagaimana dimaksudn pada ayat (1), anak tetap
berhak:
a) Bertemu langsung dan berhubungan pribadi secara tetap dengan kedua
orang tuanya.
b) Mendapatkan pengasuhan, pemeliharaan, pendidikan dan perlindungan
untuk proses tumbuh kembang dari kedua orang tuanya sesuai dengan
kemampuan, bakat, dan minatnya.
c) Memperoleh pembiayaan hidup dari kedua orang tuanya.
d) Memperoleh hak anak lainnya.
d) Pasal 15 berbunyi : Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari:
a) Penyalahgunaan dalam kegiatan politik
b) Pelibatan dalam sengketa bersenjata
c) Pelibatan dalam kerusuhan sosial
d) Pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan
e) Pelibatan dalam peperangan
f) Kejahatan seksual.
Menurut UU No. 10 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Pengertian Anak
Berhadapan dengan Hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban
tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana. Anak Berhadapan dengan Hukum adalah
seseorang yang berusia dibwah 18 tahun yang berurusan dengan sistem hukum karena diduga atau
dituduh terlibat dalam pelanggaran atau tindak kejahatan.
Kriteria Anak Berhadapan dengan Hukum menurut Undang-Undang RI No. 11 Tahun 2012
Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak:
1. Anak yang berkonflik dengan hukum: anak yang telah berumur 12 tahun, tetapi belum
berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
2. Anak yang menjadi korban tindak pidana : anak yang belum berumur 18 tahun yang
mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak
pidana.
3. Anak yang menjadi saksi tindak pidana : anak yang belum berumur 18 tahun yang dapat
memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di siding
pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar,dilihat, dan/atau dialaminya sendiri.
Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak yang dimaksud dengan anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak
yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan saksi tindak pidana.
Masalah anak merupakan arus balik yang tidak diperhitungkan dari proses dan perkembangan
pembangunan bangsa-bangsa yang mempunyai cita-cita tinggi dan masa depan cemerlang guna
menyongsong dan menggantikan pemimpin-pemimpin bangsa Inonesia.
Harry E. Allen and Clifford E. Simmonsen menjelaskan bahwa ada 2 (dua) kategori perilaku
anak yang membuat anak harus berhadapan dengan hukum, yaitu:
1. Status Offence adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh orang dewasa
tidak dianggap sebagai kejahatan, seperti tidak menurut, membolos sekolah, atau kabur dari
rumah;
2. Juvenile Deliquence adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh orang
dewasa dianggap kejahatan atau pelanggaran hukum.
Berdasarkan penjelasan diatas anak yang berhadapan dengan hukum atau anak yang
berkonflik dengan hukum adalah mereka yang berkaitan langsung dengan tindak pidana, baik itu
sebagai korban maupun saksi dalam suatu tindak pidana. Ada juga perbedaan dari perilaku atau
perbuatan melawan hukum anak dan orang dewasa yang tidak bisa disamakan, dimana sebuah
perbuatan yang dilakukan anak bisa saja menjadi suatu perbuatan hukum, namun untuk orang
dewasa itu bukan perbuatan melawan hukum, maupun sebaliknya. Menurut Undang-Undang
SPPA Pasal 71 Ayat (1) pidana pokok untuk anak yang berhadapan dengan hukum yaitu;
1. Pidana peringatan;
2. Pidana dengan syarat:
a) Pembinaan di luar lembaga
b) Pelayanan masyarakat; atau
c) Pengawasan
3. Pelatihan kerja
4. Pembinaan dalam lembaga; dan
5. Penjara
1. Perlindungan
Meliputi kegiatan yang bersifat langsung dan tidak langsung dari tindakan yang
membahayakan anak secara fisik dan/atau psikis
2. Keadilan
Setiap penyelesaian perkara anak harus mencerminkan rasa keadilan bagi anak.
3. Nondiskriminasi
Tidak ada perlakuan yang berbeda berdasarkan ras, suku, budaya, agama, golongan, jenis
kelamin, etnik, Bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, serta kondisi fisik dan/atau
mental anak.
4. Kepentingan terbaik bagi anak
Segala pengambilan keputusan harus selalu mempertimbangkan kelangsungan hidup dan
tumbuh kembang anak.
5. Penghargaan terhadap pendapat anak
Penghormatan atas hak anak untuk berpartisipasi dan menyatakan pendapatnya daam
pengambilan keputusan, terutama jika menyangkut hal yang memengaruhi kehidupn anak.
6. Kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak
Hak asasi yang mendasar bagi anak yang dilindungi oleh negara, pemerintah, masyarakat,
keluarga dan orang tua.
7. Pembinaan dan pembimbingan pada anak
Kegiatan untuk meningkatkan kualitas, ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Melekatkan sikap dan perilaku, pelatihan keterampilan, professional, serta Kesehatan jasmani
dan rohani anak baik didalam maupun diluar proses peradilan pidana. Yang dimaksud
pembimbingan adalah pemberian tuntunan untuk meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan prilaku, pelatihan keterampilan prtofesional serta
Kesehatan jasmani dan rohani klien pemasyarakatan.
8. Proporsional
Segala perlakuan pada anak harus memperhatikan batas keperluan, umur, dan kondisi anak.
9. Perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir
Merupakan upaya terakhir adalah pada dasarnya anak tidak dapat dirampas kemerdekaannya,
kecuali terpaksa guna kepentingan penyelesaian perkara.
10. Penghindaran pembalasan
Prinsip menjauhkan upaya pembalasan dalam proses peradilan pidana.
Menurut konvensi hak anak dalam Alit Kurniasari (2009) perlindungan khusus bagi anak-
anak dalam konflik dengan hukum (children in conflict with law), agar mereka:
1. Tidak mendapatkan penyiksaan, perlakuan atau penghukuman yang keji, tidak manusiawi
atau merendahkan martabat.
2. Tidak ada hukuman mati atau penjara seumur hidup bagi orang yang berumur dibawah 18
tahun.
3. Tidak seorangpun anak yang direnggut kebebasannya secara melawan hukum. Penangkapan,
penahanan, dan pemenjaraan harus sesuai hukum dan digunakan sebagai Langkah terakhir
dan untuk masa yang sesingkat-singkatnya
4. Setiap anak yang direnggut kebebasannya akan:
a) Diperlakukan secara manusiawi dan menghargai martabat kemanusiaannya.
b) Dipisahkan dari tahanan atau napi dewasa, kecuali jika hal yang sebaliknya dianggap
sesuai dengan kepentingan terbaik untuk anak.
c) Tetap mempunyai hak untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua atau
keluarganya.
d) Mempunyai hak akses segera kepada bantuan hukum dan bantuan lain juga untuk
mempertanyakan legalitas perenggutan kebebasannya dan mendapat putusan segera
menyangkut hal itu
1. Pengaruh globalisasi dan kemajuan teknologi tanpa diimbangi kesiapan mental oleh anak;
2. Lingkungan pergaulan anak dengan teman-temannya kurang baik;
3. Tidak adanya lembaga atau forum curhat untuk konseling tempat anak menuangkan isi
hatinya;
4. Kurangnya fasilitas bermain anak mengakibatkan anak tidak bisa menyalurkan
kreativitasnya dan kemudian mengarahkan kegiatannya untuk melanggar hukum.
1. Tindakan Preventif
Tindakan yang dapat mencegah terjadinya kenakalan anak, berupa :
a) Meningkatkan kesejahteraan keluarga
b) Perbaikan lingkungan
c) Mendirikan klinik bimbingan psikologis dan edukatif untuk memperbaiki tingkah
laku dan membantu remaja dari kesulitan hidup
d) Menyediakan tempat rekreasi yang sehat bagi anak
e) Membentuk kesejahteraan anak-anak, dll.
2. Tindakan Hukuman
Tindakan hukuman bagi anak dilakukan, antara lain berupa : menghukum sesuai dengan
perbuatannya, sehingga dianggap adil dan meningkatkan berfungsinya hati nurani sendiri dan
mandiri.
3. Tindakan Kuratif
Tindakan kuratif merupakan tindakan usaha penyembuhan kenakalan anak, antara lain
berupa:
a) Menghilangkan semua sebab-sebab timbulnya kejahatan
b) Melakukan perubahan lingkungan dengan jalan mencarikan orang tua asuh dan
memberikan fasilitas yang diperlukan bagi perkembangan jasmani dan rohani yang
sehat bagi anak.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak Pasal 1 angka 11
berbunyi : Pembimbing Kemasyarakatan adalah petugas kemasyarakatan pada Balai Pemasyarakatan
(Bapas) yang melakukan bimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Pasal 1 angka
13 berbunyi : Pembimbing Kemasyarakatan adalah pejabat fungsional penegak hukum yang
melaksanakan penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan terhadap
Anak di dalam dan di luar proses peradilan pidana.
Peraturan Menteri Hukum dan Ham Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan, Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat Pasal 1
angka 15 berbunyi : Pembimbing Kemasyarakatan adalah petugas pemasyarakatan yang
melaksanakan pembimbingan di Balai Pemasyarakatan.
Pembimbing Kemasyarakatan adalah pegawai yang salah satu tugasnya menyajikan data
tentang diri klien, keluarga dan masyarakat, latar belakang , dan sebab-sebab mengapa seseorang anak
sampai melakukan pelanggaran hukum. Didalam Bapas itulah Pembimbing Kemasyarakatan
Berkiprah.
a) Terpidana bersyarat;
b) Narapidana, Anak Pidana dan Anak Negara yang mendapat pembebasan bersyarat atau cuti
menjelang bebas;
c) Anak Negara yang berdasarkan putusan pengadilan,pembinaannya diserahkan kepada orang
tua asuh atau badan sosial;
d) Anak Negara yang berdasarkan Keputusan Menteri atau pejabat di lingkungan Direktorat
Jenderal Pemasyarakatan yang ditunjuk bimbingannya diserahkan kepada orang tua asuh atau
badan sosial;
e) Anak yang berdasarkan penetapan pengadilan, bimbingannya dikembalikan kepada orang tua
atau walinya.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan anak pasal 34 ayat (1) huruf b
berbunyi: Pembimbing Kemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf a bertugas :
membimbing, membantu, dan mengawasi Anak Nakal yang berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi
pidana bersyarat, pidana pengawasan, pidana denda, diserahkan kepada negara dan harus mengikuti
latihan kerja, atau anak yang memperoleh pembebasan bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak Pasal 65 huruf e
berbunyi : Pembimbing Kemasyarakatan bertugas: melakukan pendampingan, pembimbingan, dan
pengawasan terhadap Anak yang memperoleh asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas,
dan cuti bersyarat.
Keputusan Menteri RI Nomor M.01-PK.04.10 Tahun 1998 tentang Tugas, Kewajiban, dan
Syarat-Syarat Bagi Pembimbing Kemasyarakatan Pasal 2 ayat 1 huruf b berbunyi : Melaksanakan
bimbingan kemasyarakatan dan bimbingan kerja bagi Klien Pemasyarakatan; Balai Pemasyarakatan
dalam sistem tata peradilan pidana dan proses pembimbingan pelanggar hukum harus dioptimalkan
untuk menjalankan tugas dan fungsinya.
Peran Pembimbing Kemasyarakatan dalam praktek Mikro, Mezzo dan Makro sebagai
berikut :
Pelayanan sosial adalah aksi (tindakan) untuk mengatasi permasalahan sosial dan
menjadikan program yang ditujukan untuk membantu individu dan kelompok yang
mengalami hambatan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.(Ibrahim, 2010: 177). Secara
garis besar, pelayanan sosial sebagai bentuk kebijakan sosial yang dapat dinyatakan bahwa
setiap perundang-undangan dan peraturan yang menyangkut kehidupan sosial masyarakat.
(Ibrahim, 2010: 11)
Pelayanan sosial adalah suatu aktivitas yang bertujuan untuk memperbaiki hubungan
deng an lingkungan sosialnya. Pelyanan sosial sering disebut juga sebagai pelayanan
kesejahteraan sosial. Kesejahteraan sosial dalam artian yang sangat mencakup berbagai
tindakan yang dilakukan manusia untuk mencapai tingkat kehidupan masyarakat yang lebih
baik. Menurut Walteral Friedlender dalam Muhidin (1992: 1), kesejahteraan sosial adalah
sistem yang terorganisir dari pelayanan-pelayanan dan lembaga sosial yang bertujuan untuk
membantu individu dan kelompok untuk mencapai standar hidup dari keseatan yang
memuaskan, serta relasi-relasi pribadi dan sosial yang memungkinkan mereka untuk
mengembangkan kemampuannya sepenuh mungkin dan meningkatkan kesejahteraannya
selaras dengan kebutuhan keluarga dan masyarakatnya.
Dari berbagai pengertian diatas, dapat terlihat luas ruang lingkup kesejahteraan sosial
dalam berbagai aspek kehidupan. Namun, tetap pada tujuan yang yang sama yaitu memenuhi
kebutuhan sosial yang fisik maupun non fisik. Dalam kesejahteraan sosial juga terdapat usaha
kesejahteraan sosial, salah satunya pelayanan sosial.
a. Pelayanan sosial dalam arti luas adalah pelayanan sosial yang mencakup
fungsi pengembangan termasuk pelayanan sosial dlam bidang pendidikan,
kesehatan, perumahan, tenaga kerja dan sebagainya.
b. Pelayanan sosial dalam atri sempit atau disebut juga pelayanan
kesejahteraan sosial mencakup program pertolongan dan perlindungan
kepada golongan yang kurang beruntung, seperti pelayanan sosial bagi anak
terlantar, keluarga miskin, cacat fisik dan mental, tuna sosial, dan
sebagainya.(Muhidin, 1992: 41)
Pengertian pelayanan sosial pada point pertama sering digunakan oleh Negara-negara
maju. Sedangkan point kedua sering digunakan oleh Negara negara berkembang. Di Amerika
Serikat, pelayanan sosial diartikan sebagai suatu aktifitas yang terorganisir, betujuan untuk
menolong orang-orang agar terdapat hubung an timbal balik antara individu dengan
lingkungan sosialnya. Tujuan ini dapat dicapai melalui teknik dan metode yang diciptakan
melalui tindakantindakan koorperatif untuk meningkatkan kondisi-kondisi sosial dan
ekonomi.
Fungsi pelayanan sosial dapat dikategorikan dalam berbagai cara tergantung dari
tujuan klasifikasi. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengemukakan fungsi pelayanan sosial
sebagai berikut:
Pelayanan sosial anak adalah adalah pelayanan dan program yang dilakukan oleh Lembaga
Kesejahteraan Sosial yang di peruntukkan untuk anak asuh yang ada di panti asuhan dengan tujuan
untuk mensejahterakan anak asuh. Panti Asuhan Bani Adam As adalah salah satu panti asuhan yang
memberikan pelayanan sosial anak kepada anak asuhnya. Panti ini memiliki tujuan memberikan
pendidikan dan pengajaran agama islam serta kecakapan bagi anak asuh. Panti ini memberikan
pelayanan sosial berupa pelayanan pendidikan, kesehatan, sarana dan prasarana, perlindungan
identitas, makan dan pakaian, relasi anak, dan menjaga kerahasiaan. Penelian dilakukan dengan tujuan
untuk melihat bagaimana Pelayanan Sosial Anak di Panti Asuhan Bani Adam As. Metode penelitian
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Penelitian ini memnggunakan 7 informan diantaranya terdapat tiga informan utama, tiga informan
kunci, dan satu informan tambahan. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan data primer dan
sekunder. Data yang didapatkan dalam penelitian ini akan dianalisis dan dijelaskan dengan metode
kualitatif. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa Pelayanan Sosial Anak di Panti Asuhan Bani Adam
As sudah tercapai meskipun masih memiliki kekurangan di bidang pelayanan sarana dan prasarana.
Dalam memberikan pelayanan sosial juga berkaitan dengan pemenuhah hak-hak anak. Hak-hak anak
asuh di Panti Asuhan juga sudah mendapatkannya sebagai hak anak asuh.
Satuan Bakti Pekerja Sosial (Sakti Peksos) adalah pekerja sosial yang direkrut oleh
Kementerian Sosial Republik Indonesia melalui Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) untuk
melaksangakan tugas-tugas pendampingan anak yang dirumuskan melalui Program Kesejahteraan
Sosial Anak (PKSA). Program pendampingan yang diselenggarakan oleh Sakti Peksos antara lain:
Cluster anak balita terlantar, anak membutuhkan perlindungan khusus, anak dengan kecacatan, anak
jalanan serta anak terlantar.
Menurut Biddle dan Thomas dalam Arisandi, peran adalah serangkaian rumusan yang
membatasi perilaku-perilaku yang di harapkan dari pemegang kedudukan tertentu. Misalnya dalam
keluarga, perilaku ibu dalam keluarga di harap bisa memberi anjuran, memberi penilaian, memberi
sangsi dan lain-lain. Peranan yaitu bagian dari tugas utama yang harus di laksanakan. Gross Masson
dan Mc Eachem yang di kutip oleh David Barry mendefinisikan peranan sebagai seperangkat harapan
– harapan yang di kenakan kepada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu. Menurut
Symond, Problematika anak berdasarkan kepentingan perasaannya meliputi; problema kesehatan,
seksual, keamanan, keuangan, kesehatan jiwa (takut, cemas dan frustrasi), kebiasaan dalam belajar,
pengisian waktu terluang, sifat-sifat pribadi dan akhlak, hubungan keluarga, tingkah laku dan cara
bergaul, daya tarik diri, perhatian terhadap masalah-masalah sosial, tanggung jawab dan sikap hidup,
keserasian atau penyesuaian diri dengan orang lain serta pandangan hidup.
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwasanya peranan sakti peksos dalam mengatasi
permasalahan yang terjadi pada Anak sangat berperan penting baik berupa pendampingan maupun
edukasi. Sakti Peksos yang bertugas di Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu berjumlah 2 (dua)
orang yang sangat aktif berperan mendampingi anak yang berhadapan hukum. Hal ini menjadi tolak
ukur Penyuluh Sosial (Pensos) tertarik membuat artikel mengenai Peran sakti peksos dalam
penanganan anak berhadapan hukum (ABH) dan berkolaborasi dalam hal melakukan penyuluhan
mengenai pencegahan dan penanganan mengenai anak.
Pelayanan Sosial Anak Berhadapan dengan Hukum di Lembaga Pembinaan Khusu Anak
(LPKA) Kelas II Bandung
Menurut Pasal 1 angka 3 UU SPPA, anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya
disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (duabelas)tahun,tetapi belumberumur 18(delapan
belas)tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Anak inilah yang harus ditempatkan pada LPKA,
agar anak tersebut dapat melanjutkan pendidikan dan mendapatkan pembinaan. Pendidikan yang
diterima berupa pendidikan nonformal.
Pembinaan Terhadap Anak yang berkonflik dengan hukum di LPKA Kelas II Bandung
Karena keterbatasan tenaga pengajar dalam melakukan pembinaan terhadap anak yang
berkonflik dengan hukum, pihak LPKA Kelas II Bandung melakukan kerjasama dengan pihak lain,
yaitu: (1) Lembaga Advokasi Hak Anak (LAHA) yang membantu dalam proses pendampingan
hukum serta pelatihan keterampilan; (2) beberapa universitas di Bandung untuk program konseling
dan kesehatan anak yang berkonflik dengan hukum; (3) Polsek, Polda Jabar, dan Kanwil Kementerian
Hukum dan HAM Jawa Barat dalam hal penyuluhan serta konseling hukum; (4) para instruktur untuk
pelatihan keterampilan; dan (5) Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat dan Dinas Pendidikan Kota
Bandung dalam hal pemenuhan pendidikan anak yang berkonflik dengan hukum.
Berikut adalah salah satu kegiatan pembinaan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum
di LPKA Kelas II Bandung yang dilakukan oleh Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS)
Bandung, bentuk kegiatannya adalah kelas motivasi atau instruktur menyebutnya dengan nama Kelas
Kami, antara lain yaitu Dinamika Kelompok, sharing mengenai harapan/mimpi/cita-cita mereka
ketika keluar dari LPKA. Kegiatan ini bertujuan untuk memperoleh berbagai informasi mengenai
harapan anakanak LPKA setelah selesai menjalani masa pidana dan membangun motivasi mereka
untuk menjadi orang yang lebih baik, dan melihat pemahaman mereka mengenai kekompakan dalam
hal kebaikan. Hasil dari kegiatan ini diantaranya:
a. Anak-anak menuliskan harapan mereka dan menempelnya pada papan tulis. Hal ini
juga dapat dijadikan assessment terhadap apa yang akan menjadi keinginan Andikpas,
sehingga pembinaan yang diberikan oleh petugas LPKA tepat sasaran dan tepat guna.
b. Therapy nourishment
Tujuannya adalah untuk mengetahui masalah anak secara individu yang mereka
rasakan selama ini, katarsis emosi anak-anak mengenai kehidupan mereka, dan
membuat anak bisa mengungkapkanperasaannya.
Pada dasarnya anak yang berkonflik dengan hukum banyak membutuhkan pembinaan selain
pendidikan. Program pembinaan yang dapat mengeksplor potensi yang ada dalam diri anak yang
berkonflik dengan hukum. Selain kegiatan tersebut di atas, LPKA Bandung juga menyelenggarakan
program pendidikan yang wajib diikuti oleh anak yang berkonflik dengan hukum. Program
pendidikan tersebut berupa pendidikan formal dan informal, serta pesantren untuk pendidikan
keagamaan yang disebut Pesantren Miftakhul Jannah. Sedangkan sekolah umum diselenggarakan
dengan kerja sama dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa
Barat yang dinamakan sekolah Taruna Wiyata Mandiri berupa: SMP Terbuka, Sekolah Layanan
Khusus, Sekolah Pendidikan Khusus.
Didirikan dengan nama awal Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas III Bandung , pada awal
pengoperasiannya hanya dapat menampung 48 anak. Melalui Keputusan Menteri Hukum Dan Hak
Asasi Manusia RI , Nomor M.HH-04.OT.01.01 Tahun 2013 Tentang Pembentukan Lembaga
Pemasyarakatan Kelas III Sarolangun, Banyuasin, Kayu Agung, Gunung Sindur, Bekasi, Banjar,
Cilegon, Bontang, Lapas Narkotika Klas III Langsa, Langkat, Muara Sabak, Pangkal Pinang,
Kasongan dan LPKA Kelas III Bandar Lampung dan Bandung.
LPKA Klas II Bandung diresmikan secara nasional oleh Menteri Hukum dan HAM pada tanggal 05
Agustus 2015, perubahan Kelas serta Nomenklatur Lapas Anak menjadi LPKA ditetapkan pada
tanggal 4 Agustus 2015 melalui PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAM RI , NOMOR: 18
TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI TATA KERJA LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS
ANAK.
Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas II Bandung terletak di Jl.Pacuan Kuda no. 3A, Arcamanik
Bandung, Sebelah Utara Berbatasan dengan Lapas Wanita Bandung, Sebelah Selatan Rumah Dinas
Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat, Sebelah Barat Jalan Pacuan Kuda dan Disebelah Timur
Perumahan Warga.
VISI :
1. Memulihkan kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan Anak sebagai individu,
anggota masyarakat dan makhluk Tuhan Yang Maha
2. Menjadi Institusi yang Dibanggakan dalam Memberikan Pembinaan dan Pendidikan yang
Beriman, Berilmu Kepada Anak Didik
MISI :
1. Membentuk Anak Didik Pemasyarakatan Menjadi Manusia yang Berguna, Beriman, Berilmu
dan Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa , yang Memiliki Kecenderungan Hidup dan
pandangan positif terhadap masadepan , sadar bahwa mereka sebagai generasi penerus
2. Mewujudkan Keseimbangan, Kemajuan Anak Didik Pemasyarakatan Dari Aspek Kognitif,
Afektif, Dan Psikomotorik yang Berperan Sebagai Individu, Anggota Keluarga, Masyarakat
Dan Makhluk Tuhan Yang Maha Esa
3. Memulihkan kualitas hubungan anak dengan keluarga dan masyarakat melalui upaya
reintegrasi sosial;
4. Mewujudkan kepentingan terbaik bagi anak, perlindungan, keadilan, non diskriminasi, dan
penghargaan terhadap pendapat
5. Melaksanakan pelayanan, perawatan, pendidikan, pembinaan, pembimbingan,dan
pendampingan dalam tumbuh kembang anak;
6. Meningkatkan ketakwaan, kecerdasan, kesantunan, dan keceriaan anak agar dapat menjadi
manusia mandiri dan bertanggungjawab;
7. Menjadikan lembaga yang layak dan ramah anak, sertaMempersiapkan Anak Didik
Pemasyarakatan Agar Mempunyai Kemampuan Untuk Berperan Aktif dalam Pembangunan
Setelah Kembali Lagi Ke Masyarakat
DAFTAR PUSTAKA
Alit Kurniasari, dkk. 2009. Pendamping Dalam Perlindungan Anak Berkonflik Dengan
Hukum. Jakarta: P3KS Press.
Peraturan Menteri Hukum dan Ham Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan, Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti
Bersyarat