Anda di halaman 1dari 19

STUDI LITERATUR

Kinerja Pendamping Kemasyarakatan dalam Pelayanan Sosial terhadap Anak

Berhadapan dengan Hukum di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II

Bandung

Tugas Mata Kuliah Metode Penelitian Kualitatif


Dosen Pengampu :
Dr. Dwi Heru Sukoco, M.Si

Oleh :

Ananda Diaz Perkasa

19.04.099

PROGRAM STUDI  SARJANA TERAPAN PEKERJAAN SOSIAL


POLITEKNIK KESEJAHTERAAN SOSIAL
BANDUNG
2022
Tinjauan Tentang Anak

a) Pengertian Anank

Menurut Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan Undang-Undang Nomor


23 tahun 2002 tentang perlindungan anak bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18
(delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Jadi bahwa anak yang masih
dikandung walaupun belum memiliki identitas tetap merupakan anak yang memiliki hak untuk
dilindungi dan dijaga

b) Hak Anak
Menurut Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan Anak bahwa hak anak
adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang
tua, keluarga, masyarakat, negara, pemerintah, dan pemerintah daerah. Adapun beberapa hak
yang harus didapatkan oleh anak dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang
perlindungan anak yaitu terdapat 4 pasal diantaranya :
a) Pasal 6 berbunyi :setiap anak berhak beribadah menurut agamanya, berpikir, dan
berekspresi sesuai tingkat kecerdasan dan usianya dalam bimbingan orang tua atau
wali.
b) Pasal 9 yang berbunyi :
1) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasan sesuai dengan minat dan bakat.
(1a) Setiap anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari
kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga
kependidikan; sesame peserta didik, dan/atau pihak lain.
2) Selain mendapatkan hak anak sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(1a), anak penyandang disabilitas berhak memperoleh pendidikan luar biasa dan
anak yang memiliki keunggulan berhak mendapatkan pendidikan khusus.
c) Pasal 14 yang berbunyi :
1) Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri. kecuali jika ada alas
an dan/atau aturan hukum yang sah menunjukan bahwa pemisahan itu adalah
demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.
2) Dalam hal terjadi pemisahan sebagaimana dimaksudn pada ayat (1), anak tetap
berhak:
a) Bertemu langsung dan berhubungan pribadi secara tetap dengan kedua
orang tuanya.
b) Mendapatkan pengasuhan, pemeliharaan, pendidikan dan perlindungan
untuk proses tumbuh kembang dari kedua orang tuanya sesuai dengan
kemampuan, bakat, dan minatnya.
c) Memperoleh pembiayaan hidup dari kedua orang tuanya.
d) Memperoleh hak anak lainnya.
d) Pasal 15 berbunyi : Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari:
a) Penyalahgunaan dalam kegiatan politik
b) Pelibatan dalam sengketa bersenjata
c) Pelibatan dalam kerusuhan sosial
d) Pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan
e) Pelibatan dalam peperangan
f) Kejahatan seksual.

Tinjauan Anak Berhadapan dengan Hukum

Pengertian dan Kriteria Anak Berhadapan dengan Hukum

Menurut UU No. 10 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Pengertian Anak
Berhadapan dengan Hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban
tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana. Anak Berhadapan dengan Hukum adalah
seseorang yang berusia dibwah 18 tahun yang berurusan dengan sistem hukum karena diduga atau
dituduh terlibat dalam pelanggaran atau tindak kejahatan.

Kriteria Anak Berhadapan dengan Hukum menurut Undang-Undang RI No. 11 Tahun 2012
Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak:

1. Anak yang berkonflik dengan hukum: anak yang telah berumur 12 tahun, tetapi belum
berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
2. Anak yang menjadi korban tindak pidana : anak yang belum berumur 18 tahun yang
mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak
pidana.
3. Anak yang menjadi saksi tindak pidana : anak yang belum berumur 18 tahun yang dapat
memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di siding
pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar,dilihat, dan/atau dialaminya sendiri.

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak yang dimaksud dengan anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak
yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan saksi tindak pidana.
Masalah anak merupakan arus balik yang tidak diperhitungkan dari proses dan perkembangan
pembangunan bangsa-bangsa yang mempunyai cita-cita tinggi dan masa depan cemerlang guna
menyongsong dan menggantikan pemimpin-pemimpin bangsa Inonesia.

Harry E. Allen and Clifford E. Simmonsen menjelaskan bahwa ada 2 (dua) kategori perilaku
anak yang membuat anak harus berhadapan dengan hukum, yaitu:

1. Status Offence adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh orang dewasa
tidak dianggap sebagai kejahatan, seperti tidak menurut, membolos sekolah, atau kabur dari
rumah;
2. Juvenile Deliquence adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh orang
dewasa dianggap kejahatan atau pelanggaran hukum.

Berdasarkan penjelasan diatas anak yang berhadapan dengan hukum atau anak yang
berkonflik dengan hukum adalah mereka yang berkaitan langsung dengan tindak pidana, baik itu
sebagai korban maupun saksi dalam suatu tindak pidana. Ada juga perbedaan dari perilaku atau
perbuatan melawan hukum anak dan orang dewasa yang tidak bisa disamakan, dimana sebuah
perbuatan yang dilakukan anak bisa saja menjadi suatu perbuatan hukum, namun untuk orang
dewasa itu bukan perbuatan melawan hukum, maupun sebaliknya. Menurut Undang-Undang
SPPA Pasal 71 Ayat (1) pidana pokok untuk anak yang berhadapan dengan hukum yaitu;

1. Pidana peringatan;
2. Pidana dengan syarat:
a) Pembinaan di luar lembaga
b) Pelayanan masyarakat; atau
c) Pengawasan
3. Pelatihan kerja
4. Pembinaan dalam lembaga; dan
5. Penjara

Asas yang diterapkan dalam Sistem Peradilan Anak

1. Perlindungan
Meliputi kegiatan yang bersifat langsung dan tidak langsung dari tindakan yang
membahayakan anak secara fisik dan/atau psikis
2. Keadilan
Setiap penyelesaian perkara anak harus mencerminkan rasa keadilan bagi anak.
3. Nondiskriminasi
Tidak ada perlakuan yang berbeda berdasarkan ras, suku, budaya, agama, golongan, jenis
kelamin, etnik, Bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, serta kondisi fisik dan/atau
mental anak.
4. Kepentingan terbaik bagi anak
Segala pengambilan keputusan harus selalu mempertimbangkan kelangsungan hidup dan
tumbuh kembang anak.
5. Penghargaan terhadap pendapat anak
Penghormatan atas hak anak untuk berpartisipasi dan menyatakan pendapatnya daam
pengambilan keputusan, terutama jika menyangkut hal yang memengaruhi kehidupn anak.
6. Kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak
Hak asasi yang mendasar bagi anak yang dilindungi oleh negara, pemerintah, masyarakat,
keluarga dan orang tua.
7. Pembinaan dan pembimbingan pada anak
Kegiatan untuk meningkatkan kualitas, ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Melekatkan sikap dan perilaku, pelatihan keterampilan, professional, serta Kesehatan jasmani
dan rohani anak baik didalam maupun diluar proses peradilan pidana. Yang dimaksud
pembimbingan adalah pemberian tuntunan untuk meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan prilaku, pelatihan keterampilan prtofesional serta
Kesehatan jasmani dan rohani klien pemasyarakatan.
8. Proporsional
Segala perlakuan pada anak harus memperhatikan batas keperluan, umur, dan kondisi anak.
9. Perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir
Merupakan upaya terakhir adalah pada dasarnya anak tidak dapat dirampas kemerdekaannya,
kecuali terpaksa guna kepentingan penyelesaian perkara.
10. Penghindaran pembalasan
Prinsip menjauhkan upaya pembalasan dalam proses peradilan pidana.

Menurut konvensi hak anak dalam Alit Kurniasari (2009) perlindungan khusus bagi anak-
anak dalam konflik dengan hukum (children in conflict with law), agar mereka:

1. Tidak mendapatkan penyiksaan, perlakuan atau penghukuman yang keji, tidak manusiawi
atau merendahkan martabat.
2. Tidak ada hukuman mati atau penjara seumur hidup bagi orang yang berumur dibawah 18
tahun.
3. Tidak seorangpun anak yang direnggut kebebasannya secara melawan hukum. Penangkapan,
penahanan, dan pemenjaraan harus sesuai hukum dan digunakan sebagai Langkah terakhir
dan untuk masa yang sesingkat-singkatnya
4. Setiap anak yang direnggut kebebasannya akan:
a) Diperlakukan secara manusiawi dan menghargai martabat kemanusiaannya.
b) Dipisahkan dari tahanan atau napi dewasa, kecuali jika hal yang sebaliknya dianggap
sesuai dengan kepentingan terbaik untuk anak.
c) Tetap mempunyai hak untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua atau
keluarganya.
d) Mempunyai hak akses segera kepada bantuan hukum dan bantuan lain juga untuk
mempertanyakan legalitas perenggutan kebebasannya dan mendapat putusan segera
menyangkut hal itu

Factor Penyebab Anak Berhadapan dengan Hukum

Factor internal ABH :

1. Keterbatasan kondisi ekonomi keluarga ABH


2. Keluarga tidak harmonis (broken home); dan
3. Tidak ada perhatian dari orang tua, baik karena orang tua sibuk bekerja ataupun bekerja
di luar negri sebagai TKI

Factor Eksternal ABH

1. Pengaruh globalisasi dan kemajuan teknologi tanpa diimbangi kesiapan mental oleh anak;
2. Lingkungan pergaulan anak dengan teman-temannya kurang baik;
3. Tidak adanya lembaga atau forum curhat untuk konseling tempat anak menuangkan isi
hatinya;
4. Kurangnya fasilitas bermain anak mengakibatkan anak tidak bisa menyalurkan
kreativitasnya dan kemudian mengarahkan kegiatannya untuk melanggar hukum.

Upaya mencegah anak Berhadapan dengan Hukum

1. Tindakan Preventif
Tindakan yang dapat mencegah terjadinya kenakalan anak, berupa :
a) Meningkatkan kesejahteraan keluarga
b) Perbaikan lingkungan
c) Mendirikan klinik bimbingan psikologis dan edukatif untuk memperbaiki tingkah
laku dan membantu remaja dari kesulitan hidup
d) Menyediakan tempat rekreasi yang sehat bagi anak
e) Membentuk kesejahteraan anak-anak, dll.
2. Tindakan Hukuman
Tindakan hukuman bagi anak dilakukan, antara lain berupa : menghukum sesuai dengan
perbuatannya, sehingga dianggap adil dan meningkatkan berfungsinya hati nurani sendiri dan
mandiri.
3. Tindakan Kuratif
Tindakan kuratif merupakan tindakan usaha penyembuhan kenakalan anak, antara lain
berupa:
a) Menghilangkan semua sebab-sebab timbulnya kejahatan
b) Melakukan perubahan lingkungan dengan jalan mencarikan orang tua asuh dan
memberikan fasilitas yang diperlukan bagi perkembangan jasmani dan rohani yang
sehat bagi anak.

Tinjauan Tentang Pembimbing Kemasyarakatan

Penjelasan Pembimbing Kemasyarakatan

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak Pasal 1 angka 11
berbunyi : Pembimbing Kemasyarakatan adalah petugas kemasyarakatan pada Balai Pemasyarakatan
(Bapas) yang melakukan bimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Pasal 1 angka
13 berbunyi : Pembimbing Kemasyarakatan adalah pejabat fungsional penegak hukum yang
melaksanakan penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan terhadap
Anak di dalam dan di luar proses peradilan pidana.

Peraturan Menteri Hukum dan Ham Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan, Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat Pasal 1
angka 15 berbunyi : Pembimbing Kemasyarakatan adalah petugas pemasyarakatan yang
melaksanakan pembimbingan di Balai Pemasyarakatan.

Pembimbing Kemasyarakatan adalah pegawai yang salah satu tugasnya menyajikan data
tentang diri klien, keluarga dan masyarakat, latar belakang , dan sebab-sebab mengapa seseorang anak
sampai melakukan pelanggaran hukum. Didalam Bapas itulah Pembimbing Kemasyarakatan
Berkiprah.

Pembimbing Kemasyarakatan harus mempunyai pengetahuan dan keahlian/ kemampuan


sesuai dengan tugas dan kewajibannya atau mempunyai ketrampilan teknis dan jiwa di bidang sosial.
Pembimbing Kemaysrakatan dalam melakukan bimbingan terhadap klien pemasyarakatan harus
berpedoman dan sesuai dengan petunjuk atau aturan yang berlaku yang sudah ditetapkan.
Pembimbing Kemasyarakatan merupakan tumpuan utama dalam penyelesaian tindak pidana yang
dilakukan oleh anak-anak karena melalui hasil penelitian kemasyarakatan yang dilakukan oleh
Pembimbing Kemasyarakatan maka penyidik, jaksa, dan hakim akan dengan cermat, cepat, dan tepat
dapat menyelesaikan kasus-kasus pidana yang dihadapi oleh anak. Dengan demikian, kepentingan
anak-anak sebagai penerus bangsa mendapat perlindungan hukum serta masa depan anak-anak pun
dapat diselamatkan.

Ketentuan dan Tugas Pembimbing Kemasyarakatan


Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Pasal 6 ayat 3 berbunyi :
Pembimbingan oleh BAPAS dilakukan terhadap:

a) Terpidana bersyarat;
b) Narapidana, Anak Pidana dan Anak Negara yang mendapat pembebasan bersyarat atau cuti
menjelang bebas;
c) Anak Negara yang berdasarkan putusan pengadilan,pembinaannya diserahkan kepada orang
tua asuh atau badan sosial;
d) Anak Negara yang berdasarkan Keputusan Menteri atau pejabat di lingkungan Direktorat
Jenderal Pemasyarakatan yang ditunjuk bimbingannya diserahkan kepada orang tua asuh atau
badan sosial;
e) Anak yang berdasarkan penetapan pengadilan, bimbingannya dikembalikan kepada orang tua
atau walinya.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan anak pasal 34 ayat (1) huruf b
berbunyi: Pembimbing Kemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf a bertugas :
membimbing, membantu, dan mengawasi Anak Nakal yang berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi
pidana bersyarat, pidana pengawasan, pidana denda, diserahkan kepada negara dan harus mengikuti
latihan kerja, atau anak yang memperoleh pembebasan bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak Pasal 65 huruf e
berbunyi : Pembimbing Kemasyarakatan bertugas: melakukan pendampingan, pembimbingan, dan
pengawasan terhadap Anak yang memperoleh asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas,
dan cuti bersyarat.

Keputusan Menteri RI Nomor M.01-PK.04.10 Tahun 1998 tentang Tugas, Kewajiban, dan
Syarat-Syarat Bagi Pembimbing Kemasyarakatan Pasal 2 ayat 1 huruf b berbunyi : Melaksanakan
bimbingan kemasyarakatan dan bimbingan kerja bagi Klien Pemasyarakatan; Balai Pemasyarakatan
dalam sistem tata peradilan pidana dan proses pembimbingan pelanggar hukum harus dioptimalkan
untuk menjalankan tugas dan fungsinya.

Peran Pembimbing Kemasyarakatan

Peran Pembimbing Kemasyarakatan dalam proses pemasyarakatan sangat berperan pada


tahap integrasi, maksudnya mengembalikan klien pada keadaan semula. Ada beberapa ahli
berpendapat berkaitan dengan peran Pembimbing Kemasyarakatan antara lain :

a) Membantu memperkuat motivasi;


Proses penciptaan relasi tatap muka yang dilakukan dengan sikap simpatik dan empati yang
penuh pemahaman serta penerimaan dapat menjadi motivasi yang sangat berarti bagi klienn
dalam menelaah kembali berbagai sikap dan tingkah laku selama ini.
b)  Memberikan kesempatan guna penyaluran perasaan;
Pembimbing kemasyarakatan menjadi seseorang yang dapat memberikan kesempatan
pengungkapan dan verbalisasi situasi tersebut.
c) Memberikan informasi;
Pembimbing Kemasyarakatan dapat memberikan untuk tujuan pengembangan pemahaman
terhadap peran sosial mereka.
d) Memberikan bantuan guna terciptanya perubahan lingkungan sosial; Pembimbing
kemasyarakatan membantu keluarga yang merupakan lingkungan sosial klien untuk
melakukan suatu usaha untuk mengadakan perubahan tertentu dalam proses adaptasi klien,
baik pada saat menjalankan masa hukumannya maupun setelah bebas.

Peran Pembimbing Kemasyarakatan dalam praktek Mikro, Mezzo dan Makro sebagai
berikut :

1. Dalam praktek Mikro ( Individu- keluarga ) Dalam hal ini Pembimbing


Kemasyarakatan berperan sebagai :
a. Pemungkin :menyediakan dukungan dan dorongan kepada sistem Klien agar
mampu menghadap masalahnya.
b. Penyalur informasi :menyiapkan dan menyalurkan informasi yang
dibutuhkan.
c. Evaluator :memberikan penilaian terhadao informasi dan hasil yang dicapai.
d. Manajer kasus :merencanakan dan mengkoordinasikan pelayanan,
menemukan sumber monitoring terhadap kemajuan.
2.  Dalam praktek Mezzo ( Kelompok)
a. Instruktur : mengarahkan, menjelaskan dan mengingatkan anggota kelompok
tentang apa yang harus dikerjakan.
b. Pembentuk opini : selalau ingin mengetahui pendapat klien dan orang lain
sebelum memberikan pendapat Klien dan orang lain sebelum memberikan
pendapat sendiri.
c.  Evaluator : mampu memberikan ide-ide baru terhadap klien , kelompok dan
memutuskan mana yang paling tepat.
d. Elaborator : mampu mengembangkan lebih lanjut terhadap semua ide yang
muncul dalam kelompok.
e. Pemberi semangat : selalu mendorong semangat dan percaya diri klien.
f. Pencatat : selalu memelihara catatan terhadap keputusan yang telah
ditetapkan.
g. Teknisi prosedural : membantu klien bertindak sesuai dengan prosedur dan
aturan yang berlaku.
h. Pendorong : selalu memberikan dorongan bagi kemajuan dan perubahan dlam
diri klien.
i. Pendengar : selalu menjadi pendengar yang baik pada saat diperlukan.
j. Pengikut : menjadi pengikut yang baik dn mendorong anggota kelompok
untuk menjadi pengikut yang baik.
k. Pereda : mampu meredakan berbagai ketegangan dalam kelompok.
3. Dalam praktek Makro ( masyarakat luas )
a. Pengambil inisiatif : selalu mengambil inisiatif terhadao berbagai isu.
b. Perunding : mampu mewakili klien untuk berunding dan menemukan jalan
keluar dengan lembaga/klien.
c. Pembela : mampu membela kepentingan klien yang diwakili.
d. Penggerak klien : penggerak klien/ masyarakat dengan mengorganisasikan
dan menggerakkan serta mendorong orang berpartisipasi dalam
organisasi/masyarakat.
e. Konsultan : memberikan konsultasi kepada kepala maupun Pembimbing
Kemasyarakatan dalam upaya memecahkan permasalahan yang dihadapi.

Peran Pembimbing Kemasyarakatan dalam pendampingan Anak yang


Berhadapan dengan Hukum sangatlah besar, selain memberikan rasa aman dan nyaman
terhadap klien (Erwandi, 2020), juga memberi motivasi dan informasi serta sebagai
tempat curahan perasaan yang dapat klien sampaikan, terkadang anak yang berhadapan
dengan hukum tidak mempunyai keberanian untuk menyampaikan kejadian yang
sesungguhnya, hanya menuruti apa yang ditanyakan penanya, atau tidak ada kekuatan
untuk membela diri.

Peran pembimbing kemasyarakatan pun sangat berguna ketika dalam


pendampingan di dalam proses sidang, anak yang berhadapan dengan hukum biasanya
sangat buta mengenai permasalah hukum, bagaimana harus bersikap dan berbicara
bahkan ada yang merasa ketakutan baik di kepolisian maupun di hadapan hakim (Purba,
2015), pendampingan yang dilakukan oleh pembimbing kemasyarakatan diharapkan dapat
memberikan yang terbaik untuk kebutuhan anak yang berhadapan dengan hukum,
sehingga hak-hak anak dapat terpenuhi dengan baik sekalipun dia adalah seorang
tersangka maupun sebagai warga binaan, jangan sampai ada terdengar lagi berita anak
yang berhadapan dengan hukum tidak ada yang mendampingi baik dari keluarganya,
bantuan hukum ataupun dari pembimbing kemasyarakatan bapas di kepolisian untuk
pembuatan berita acara sehingga tidak terdengat ABH di bully, di tekan bahkan di
siksa agar mendapat keterangan atau pengakuan.
Bahkan ditingkat kepolisian tak jarang pembimbing kemasyarakatan dapat membantu
mendampingi anak yang berhadapan dengan hukum untuk mendaptakan diversi,
sehingga kasus tidak lanjut berproses hukum ke tingkat pengadilan. Di kepolisisan
pembimbingan kemasyarakatan sebagai pendamping dalam pembuatan Berita Acara
Pemeriksaan (BAP), membuat litmas klien anak, hasil dari litmas pembimbing
kemasyarakatan dapat memberikan masukan/saran kepada petugas kepolisian untuk
pembinaan klien anak selanjutnya.

Begitupun peran pembimbing kemasyarakatan dalam pendampingan klien anak


yang berhadapan dengan hukum di kejaksaan yaitu mendampingi pihak penyidik dan
klien anak dalam penyerahan berkas ke kejaksaan, membuat klien Anak Berhadapan
Hukum (ABH) merasa aman dan tenang sehingga dapat mencurahkan perasaan nya,
tanpa ada tekanan dan paksaan, peran pembimbing kemasyarakat disini memberikan
motivasi untuk klien agar klien (ABH) tidak berputus asa dalam menghadapi
masalahnya, tetap mempunyai semangat dan optimis.

Pada level di pengadilan pembimbing kemasyarakatan mendampingi klien dengan


memberikan masukan/saran untuk vonis hakim yang akan di jatuhkan, dengan
pertimbangan-pertimbangan yang telah di sampaikan.

Fungsi Pembimbing Kemasyarakatan

Fungsi pembimbing Kemasyarakatan dalam melaksanakan program pembimbingan


terhadap klien adalah untuk :

1)  Melakukan registrasi Klien Pemasyarakatan;


2) Melakukan pengawasan, pembimbingan, dan pendampingan bagi Klien
Pemasyaraktan / anak yang berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi pidana atau
dikenai tindakan;
3) Mengikuti sidang anak di pengadilan negeri dan sidang tim pengamat
pemasyarakatan ( TPP );
4)  Melaksanakan pencegahan terhadap timbul dan berkembangnya masalah yang
mungkin akan terjadi kembali;
5) Melaksanakan pengembangan kemampuan individu;
6)  Membantu klien memperkuat motivasi, posisi klien sebagai narapidana
memerlukan seseorang yang dapat membangkitkan semangat klien agar tetap
memiliki motivasi kuat dalam menjalani kehidupan.
7) Memberikan informasi kepada klien;
8) Membantu klien mengorganisasikan pola prilaku; i. Serta memfasilitasi upaya
rujukan.
Kajian Pelayanan sosial

Pengertian Pelayanan Sosial

Pelayanan sosial adalah aksi (tindakan) untuk mengatasi permasalahan sosial dan
menjadikan program yang ditujukan untuk membantu individu dan kelompok yang
mengalami hambatan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.(Ibrahim, 2010: 177). Secara
garis besar, pelayanan sosial sebagai bentuk kebijakan sosial yang dapat dinyatakan bahwa
setiap perundang-undangan dan peraturan yang menyangkut kehidupan sosial masyarakat.
(Ibrahim, 2010: 11)

Pelayanan sosial adalah suatu aktivitas yang bertujuan untuk memperbaiki hubungan
deng an lingkungan sosialnya. Pelyanan sosial sering disebut juga sebagai pelayanan
kesejahteraan sosial. Kesejahteraan sosial dalam artian yang sangat mencakup berbagai
tindakan yang dilakukan manusia untuk mencapai tingkat kehidupan masyarakat yang lebih
baik. Menurut Walteral Friedlender dalam Muhidin (1992: 1), kesejahteraan sosial adalah
sistem yang terorganisir dari pelayanan-pelayanan dan lembaga sosial yang bertujuan untuk
membantu individu dan kelompok untuk mencapai standar hidup dari keseatan yang
memuaskan, serta relasi-relasi pribadi dan sosial yang memungkinkan mereka untuk
mengembangkan kemampuannya sepenuh mungkin dan meningkatkan kesejahteraannya
selaras dengan kebutuhan keluarga dan masyarakatnya.

Elizabeth Wickeden dalam Muhidin (1992: 2), juga mengemukakan bahwa


kesejahteraan sosial termasuk di dalamnya peraturan perundangan, program, tunjangan dan
pelayanan yang menjamin atau menperkuat pelayanan untuk memenuhi kebutuhan sosial
yang mendasar dari masyarakat serta menjaga ketentraman dalam masyarakat.

Dari berbagai pengertian diatas, dapat terlihat luas ruang lingkup kesejahteraan sosial
dalam berbagai aspek kehidupan. Namun, tetap pada tujuan yang yang sama yaitu memenuhi
kebutuhan sosial yang fisik maupun non fisik. Dalam kesejahteraan sosial juga terdapat usaha
kesejahteraan sosial, salah satunya pelayanan sosial.

Perlu dibedakan dua macam pengertian pelayanan sosial, yaitu:

a. Pelayanan sosial dalam arti luas adalah pelayanan sosial yang mencakup
fungsi pengembangan termasuk pelayanan sosial dlam bidang pendidikan,
kesehatan, perumahan, tenaga kerja dan sebagainya.
b. Pelayanan sosial dalam atri sempit atau disebut juga pelayanan
kesejahteraan sosial mencakup program pertolongan dan perlindungan
kepada golongan yang kurang beruntung, seperti pelayanan sosial bagi anak
terlantar, keluarga miskin, cacat fisik dan mental, tuna sosial, dan
sebagainya.(Muhidin, 1992: 41)

Pengertian pelayanan sosial pada point pertama sering digunakan oleh Negara-negara
maju. Sedangkan point kedua sering digunakan oleh Negara negara berkembang. Di Amerika
Serikat, pelayanan sosial diartikan sebagai suatu aktifitas yang terorganisir, betujuan untuk
menolong orang-orang agar terdapat hubung an timbal balik antara individu dengan
lingkungan sosialnya. Tujuan ini dapat dicapai melalui teknik dan metode yang diciptakan
melalui tindakantindakan koorperatif untuk meningkatkan kondisi-kondisi sosial dan
ekonomi.

Fungsi Pelayanan Sosial

Fungsi pelayanan sosial dapat dikategorikan dalam berbagai cara tergantung dari
tujuan klasifikasi. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengemukakan fungsi pelayanan sosial
sebagai berikut:

1. Peningkatan kondisi kehidupan masyarakat.


2. Pengembangan sumber-sumber manusiawi.
3. Orientasi masyarakat terhadap perubahan-perubahan sosial dan penyesuaian sosial.
4. Mobilisasi dan pencipta sumber-sumber masyarakat untuk tujuan pembangunan.
5. Penyediaan dsan penyelenggaraan struktur kelembagaan untuk tujuan agar pelayanan-
pelayanan yang terorganisasi dapat berfungsi

Tujuan Pelayanan Sosial


Dilihat dari segi tujuan, pelayanan sosial mempunyai beberapa tujuan antara lain:
1. Untuk membantu orang agar dapat mencapai ataupun menggunakan pelayanan yang
tersedia.
2. Untuk pertolongan dan rehabilitasi, dikenal adanya pelayanan terapi termasuk didalamnya
perlindungan dan perawatan, serta pelayanan yang dilakukan.
3. Untuk pengembangan, dikenal dengan pelayanan sosialisasi dan pengembangan.(Suharto,
2009: 12)
Tujuan di atas merupakan hal utama yang haru dilakukan untuk mencapai tingakatan
keberhasilan dari pelayanan sosial. Selain itu, pelayanan sosial juga bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat, baik itu untuk pertolongan, pengembangan dan dapat
membantu dalam pencapaian menerima pelayanan sosial. Pencapaian tujuan yang
dimaksud, tidak lain yaitu untuk membantu individu secara sosial masyarakat dan
mempunyai kemandirian, dengan istilah lain dapat dikatakan sebagai seseorang yang
telah mengalami keberfungsian sosialnya.

Pelayanan sosial anak

Pelayanan sosial anak adalah adalah pelayanan dan program yang dilakukan oleh Lembaga
Kesejahteraan Sosial yang di peruntukkan untuk anak asuh yang ada di panti asuhan dengan tujuan
untuk mensejahterakan anak asuh. Panti Asuhan Bani Adam As adalah salah satu panti asuhan yang
memberikan pelayanan sosial anak kepada anak asuhnya. Panti ini memiliki tujuan memberikan
pendidikan dan pengajaran agama islam serta kecakapan bagi anak asuh. Panti ini memberikan
pelayanan sosial berupa pelayanan pendidikan, kesehatan, sarana dan prasarana, perlindungan
identitas, makan dan pakaian, relasi anak, dan menjaga kerahasiaan. Penelian dilakukan dengan tujuan
untuk melihat bagaimana Pelayanan Sosial Anak di Panti Asuhan Bani Adam As. Metode penelitian
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Penelitian ini memnggunakan 7 informan diantaranya terdapat tiga informan utama, tiga informan
kunci, dan satu informan tambahan. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan data primer dan
sekunder. Data yang didapatkan dalam penelitian ini akan dianalisis dan dijelaskan dengan metode
kualitatif. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa Pelayanan Sosial Anak di Panti Asuhan Bani Adam
As sudah tercapai meskipun masih memiliki kekurangan di bidang pelayanan sarana dan prasarana.
Dalam memberikan pelayanan sosial juga berkaitan dengan pemenuhah hak-hak anak. Hak-hak anak
asuh di Panti Asuhan juga sudah mendapatkannya sebagai hak anak asuh.

Pelayanan sosial Anak Berhadapan dengan Hukum

  Peranan pekerja sosial dalam mengatasi masalah kesejahteraan sosial, khususnya


penanganan anak berhadapan hukum sangat di butuhkan. Penanganan yang dimaksud adalah
pendampingan anak yang telah melakukan pelanggaran sehingga harus berhadapan dengan hukum.
Untuk menjawab kebutuhan akan kerukunan, keamanan dan status sosial yang bebas bergaul dalam
masyarakat tanpa adanya tekanan batin karena telah melakukan pelanggaran hukum, maka pemerintah
melalui Kementerian Sosial Republik Indonesia membentuk Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak
yang salah satu programnya adalah pendampingan anak berhadapan hukum. Pekerja sosial yang
bertugas melakukan pendampingan ABH adalah Satuan Bakti Pekerja Sosial (Sakti Peksos).

Satuan Bakti Pekerja Sosial (Sakti Peksos) adalah pekerja sosial yang direkrut oleh
Kementerian Sosial Republik Indonesia melalui Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) untuk
melaksangakan tugas-tugas pendampingan anak yang dirumuskan melalui Program Kesejahteraan
Sosial Anak (PKSA). Program pendampingan yang diselenggarakan oleh Sakti Peksos antara lain:
Cluster anak balita terlantar, anak membutuhkan perlindungan khusus, anak dengan kecacatan, anak
jalanan serta anak terlantar.

Menurut Biddle dan Thomas dalam Arisandi, peran adalah serangkaian rumusan yang
membatasi perilaku-perilaku yang di harapkan dari pemegang kedudukan tertentu. Misalnya dalam
keluarga, perilaku ibu dalam keluarga di harap bisa memberi anjuran, memberi penilaian, memberi
sangsi dan lain-lain. Peranan yaitu bagian dari tugas utama yang harus di laksanakan. Gross Masson
dan Mc Eachem yang di kutip oleh David Barry mendefinisikan peranan sebagai seperangkat harapan
– harapan yang di kenakan kepada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu. Menurut
Symond, Problematika anak berdasarkan kepentingan perasaannya meliputi; problema kesehatan,
seksual, keamanan, keuangan, kesehatan jiwa (takut, cemas dan frustrasi), kebiasaan dalam belajar,
pengisian waktu terluang, sifat-sifat pribadi dan akhlak, hubungan keluarga, tingkah laku dan cara
bergaul, daya tarik diri, perhatian terhadap masalah-masalah sosial, tanggung jawab dan sikap hidup,
keserasian atau penyesuaian diri dengan orang lain serta pandangan hidup.

 Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwasanya peranan sakti peksos dalam mengatasi
permasalahan yang terjadi pada Anak sangat berperan penting baik berupa pendampingan maupun
edukasi. Sakti Peksos yang bertugas di Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu berjumlah 2 (dua)
orang yang sangat aktif berperan mendampingi anak yang berhadapan hukum. Hal ini menjadi tolak
ukur Penyuluh Sosial (Pensos) tertarik membuat artikel mengenai Peran sakti peksos dalam
penanganan anak berhadapan hukum (ABH) dan berkolaborasi dalam hal melakukan penyuluhan
mengenai pencegahan dan penanganan mengenai anak.

Pelayanan Sosial Anak Berhadapan dengan Hukum di Lembaga Pembinaan Khusu Anak
(LPKA) Kelas II Bandung

Menurut Pasal 1 angka 3 UU SPPA, anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya
disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (duabelas)tahun,tetapi belumberumur 18(delapan
belas)tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Anak inilah yang harus ditempatkan pada LPKA,
agar anak tersebut dapat melanjutkan pendidikan dan mendapatkan pembinaan. Pendidikan yang
diterima berupa pendidikan nonformal.

Pembinaan Terhadap Anak yang berkonflik dengan hukum di LPKA Kelas II Bandung

LPKA Klas II Bandung ini mempunyai program pembinaan, antara lain:

1. Pembinaan Mental dan Rohani


Bagi anak didik yang beragama Islam wajib mengikuti secara rutin setiap hari melalui
Pesantren Miftakhul Jannah dengan mengadakan kerjasama dengan berbagai yayasan dan
Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat. Bagi anak didik yang beragama
Kristen, dalam pelaksanaannya mengadakan kerjasama dengan HKBP, BKPFKK, dan
setiap hari Jumat didatangkan Pendeta untuk memberi siraman Rohani.
2. Pembinaan Intelektual dan Wawasan Kebangsaan
Untuk meningkatkan Intelektual dan wawasan kebangsaan, diadakan kursuskursus yang
diselenggarakan atas kerjasama dengan pihak LSM maupun partisipan yang peduli
dengan anak antara lain: kursus bahasa inggris, pelatihan menulis artikel, dan lain-lain.
Untuk wawasan kebangsaan melalui pendidikan kepramukaan dengan bekerjasama
dengan Pramuka Gugus Dharma Sukamiskin Kwartir Arcamanik, LAHA, LPA, LKKS,
Ombudsman, BP3AKB, UPI, UNPAD, ITB, dan lain-lain.
3. Pembinaan Olah Raga dan Kesenian
Secara rutin setiap hari dilakukan kegiatan olah raga seperti futsal, bulu tangkis, tenis
meja dan musik, nasyid, marawis, drumband, angklung, band dan lain-lain. Secara rutin
setiap hari dilakukan kegiatan olah raga seperti senam pagi, sedangkan olahraga lainnya
seperti futsal, badminton, dan tenis meja yang diharapkan dilakukan secara bergiliran,
sebagian besar belum terlaksana dikarenakan keterbatasan alat kesenian dan olah raga
yang dimiliki oleh LPKA Kelas II Bandung, untuk kesenian yang bisa dilaksanakan
adalah latihan drumband, angklung dan band, nasyid, marawis, dan lain-lain.
4. PembinaanKemasyarakatan/Sosial
Anak yang berkonflik dengan hukum diberikankesempatanuntukmengikuti eventevent di
luar LPKA yang diselenggarakan oleh mitra/LSM dan instansi luar melalui program
Asimilasi, Cuti Menjelang Bebas (CMB), Pembebasan Bersyarat (PB), dan lain-lain
5. Pembinaan Kemandirian
Melalui program latihan keterampilan diantaranya menjahit, peternakan, montir/ bengkel
motor dan mobil, pertamanan, perikanan, gunting rambut, pembuatan kerajinan anak-
anak, dan lain-lain.
6. Peredaran Uang
Pada LPKA Kelas II Bandung diterapkan program Bebas Peredaran Uang (BPU) yaitu
bahwa segala sesuatu yang menyangkut segi keuangan anak didik (keluar/masuknya
uang) semuanya akan di catat dan disimpan dalam bentuk buku tabungan.

Karena keterbatasan tenaga pengajar dalam melakukan pembinaan terhadap anak yang
berkonflik dengan hukum, pihak LPKA Kelas II Bandung melakukan kerjasama dengan pihak lain,
yaitu: (1) Lembaga Advokasi Hak Anak (LAHA) yang membantu dalam proses pendampingan
hukum serta pelatihan keterampilan; (2) beberapa universitas di Bandung untuk program konseling
dan kesehatan anak yang berkonflik dengan hukum; (3) Polsek, Polda Jabar, dan Kanwil Kementerian
Hukum dan HAM Jawa Barat dalam hal penyuluhan serta konseling hukum; (4) para instruktur untuk
pelatihan keterampilan; dan (5) Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat dan Dinas Pendidikan Kota
Bandung dalam hal pemenuhan pendidikan anak yang berkonflik dengan hukum.

Berikut adalah salah satu kegiatan pembinaan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum
di LPKA Kelas II Bandung yang dilakukan oleh Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS)
Bandung, bentuk kegiatannya adalah kelas motivasi atau instruktur menyebutnya dengan nama Kelas
Kami, antara lain yaitu Dinamika Kelompok, sharing mengenai harapan/mimpi/cita-cita mereka
ketika keluar dari LPKA. Kegiatan ini bertujuan untuk memperoleh berbagai informasi mengenai
harapan anakanak LPKA setelah selesai menjalani masa pidana dan membangun motivasi mereka
untuk menjadi orang yang lebih baik, dan melihat pemahaman mereka mengenai kekompakan dalam
hal kebaikan. Hasil dari kegiatan ini diantaranya:

a. Anak-anak menuliskan harapan mereka dan menempelnya pada papan tulis. Hal ini
juga dapat dijadikan assessment terhadap apa yang akan menjadi keinginan Andikpas,
sehingga pembinaan yang diberikan oleh petugas LPKA tepat sasaran dan tepat guna.
b. Therapy nourishment
Tujuannya adalah untuk mengetahui masalah anak secara individu yang mereka
rasakan selama ini, katarsis emosi anak-anak mengenai kehidupan mereka, dan
membuat anak bisa mengungkapkanperasaannya.

Pada dasarnya anak yang berkonflik dengan hukum banyak membutuhkan pembinaan selain
pendidikan. Program pembinaan yang dapat mengeksplor potensi yang ada dalam diri anak yang
berkonflik dengan hukum. Selain kegiatan tersebut di atas, LPKA Bandung juga menyelenggarakan
program pendidikan yang wajib diikuti oleh anak yang berkonflik dengan hukum. Program
pendidikan tersebut berupa pendidikan formal dan informal, serta pesantren untuk pendidikan
keagamaan yang disebut Pesantren Miftakhul Jannah. Sedangkan sekolah umum diselenggarakan
dengan kerja sama dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa
Barat yang dinamakan sekolah Taruna Wiyata Mandiri berupa: SMP Terbuka, Sekolah Layanan
Khusus, Sekolah Pendidikan Khusus.

Profil Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Bandung

LPKA Bandung terletak di antara Lembaga Pemasyarakatan Khusus Tipikor Klas I


Sukamiskin, Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Perempuan Bandung, dan RUPBASAN Bandung,
LPKA mulai beroperasi pada tanggal 8 April Tahun 2013, dengan Luas tanah 18.200 m, daya
tampung LPKA sekitar 468 penghuni.

Didirikan dengan nama awal Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas III Bandung , pada awal
pengoperasiannya hanya dapat menampung 48 anak. Melalui Keputusan Menteri Hukum Dan Hak
Asasi Manusia RI , Nomor M.HH-04.OT.01.01 Tahun 2013 Tentang Pembentukan Lembaga
Pemasyarakatan Kelas III Sarolangun, Banyuasin, Kayu Agung, Gunung Sindur, Bekasi, Banjar,
Cilegon, Bontang, Lapas Narkotika Klas III Langsa, Langkat, Muara Sabak, Pangkal Pinang,
Kasongan dan LPKA Kelas III Bandar Lampung dan Bandung.

LPKA Klas II Bandung diresmikan secara nasional oleh Menteri Hukum dan HAM pada tanggal 05
Agustus 2015, perubahan Kelas serta Nomenklatur Lapas Anak menjadi LPKA ditetapkan pada
tanggal 4 Agustus 2015 melalui PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAM RI , NOMOR: 18
TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI TATA KERJA LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS
ANAK.

Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas II Bandung terletak di Jl.Pacuan Kuda no. 3A, Arcamanik
Bandung, Sebelah Utara Berbatasan dengan Lapas Wanita Bandung, Sebelah Selatan Rumah Dinas
Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat, Sebelah Barat Jalan Pacuan Kuda dan Disebelah Timur
Perumahan Warga.

VISI :

1. Memulihkan kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan Anak sebagai individu,
anggota masyarakat dan makhluk Tuhan Yang Maha
2. Menjadi Institusi yang Dibanggakan dalam Memberikan Pembinaan dan Pendidikan yang
Beriman, Berilmu Kepada Anak Didik

MISI :

1. Membentuk Anak Didik Pemasyarakatan Menjadi Manusia yang Berguna, Beriman, Berilmu
dan Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa , yang Memiliki Kecenderungan Hidup dan
pandangan positif terhadap masadepan , sadar bahwa mereka sebagai generasi penerus
2. Mewujudkan Keseimbangan, Kemajuan Anak Didik Pemasyarakatan Dari Aspek Kognitif,
Afektif, Dan Psikomotorik yang Berperan Sebagai Individu, Anggota Keluarga, Masyarakat
Dan Makhluk Tuhan Yang Maha Esa
3. Memulihkan kualitas hubungan anak dengan keluarga dan masyarakat melalui upaya
reintegrasi sosial;
4. Mewujudkan kepentingan terbaik bagi anak, perlindungan, keadilan, non diskriminasi, dan
penghargaan terhadap pendapat
5. Melaksanakan pelayanan, perawatan, pendidikan, pembinaan, pembimbingan,dan
pendampingan dalam tumbuh kembang anak;
6. Meningkatkan ketakwaan, kecerdasan, kesantunan, dan keceriaan anak agar dapat menjadi
manusia mandiri dan bertanggungjawab;
7. Menjadikan lembaga yang layak dan ramah anak, sertaMempersiapkan Anak Didik
Pemasyarakatan Agar Mempunyai Kemampuan Untuk Berperan Aktif dalam Pembangunan
Setelah Kembali Lagi Ke Masyarakat

DAFTAR PUSTAKA

Abu Huraerah, M.Si. 2012.Kekerasan Terhadap Anak.Bandung: Nuansa Cendika

Alit Kurniasari, dkk. 2009. Pendamping Dalam Perlindungan Anak Berkonflik Dengan
Hukum. Jakarta: P3KS Press.

Wagianti Soetodjo. 2006. Hukum Pidana Anak. Bandung: PT Refika Aditama.

UU No. 10 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak

Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak

Peraturan Menteri Hukum dan Ham Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan, Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti
Bersyarat

Anda mungkin juga menyukai