Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH HUKUM PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK

“PENGADILAN ANAK”

DISUSUN OLEH
MUHAMMAD AKRAM
(H1A119475)

DOSEN
LAODE SIRJON, SH., LL.M.

UNIVERSITAS HALUOLEO
FAKULTAS HUKUM
ILMU HUKUM
2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak adalah amanah dari Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijaga dan
diperlakukan sebaik-baiknya oleh setiap orang tua, anak mempunyai hak-hak
sebagai mahkluk sosial lainya yang harus diberikan tanpa mereka meminta,
mereka membutuhkan perlindungan baik dari keluarga, masyarakat, dan negara.
Secara umum anakdapat diartikan keturunan dari manusia, hewan dan tumbuh-
tumbuhan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, anak diartikan sebagai orang
yang masih kecil, hewan yang masih kecil, dan tumbuhan yang masih kecil.
Menurut Undang-Undang anak diartikan berdasarkan batasan usia,
belum menikah dan belum dewasa, Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang dimaksud anak adalah orang
yang dalam perkara anak nakal telah berusia 12 tahun tetapi belum mencapai usia
18 tahun.
Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup
manusia dan keberlangsungan suatu bangsa dan negara. Dalam konstitusi
Indonesia, anak memiliki peran strategis yang secara tegas dinyatakan bahwa
negara menjamin hak setiap anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan
berkembang serta atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Oleh karena
itu, kepentingan terbaik bagi anak patut dihayati sebagai kepentingan terbaik bagi
kelangsungan hidup umat manusia. Konsekuensi dari ketentuan Pasal 28B
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu
ditindaklanjuti dengan membuat kebijakan pemerintah yang bertujuan melindungi
anak.
Pada saat ini keberadaan anak di dalam lingkungan masyarakat perlu
mendapat perhatian ekstra, baik dari keluarga maupun dari luar lingkungan
keluarga terutama di dalam melakukan control atau pengawasan terhadap tingkah
laku anak yang sedang dalam masa mencari jati dirinya. Anak perlu mendapat
perlindungan dari dampak negatif perkembangan yang cepat, arus globalisasi
dibidang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
serta perubahan gaya dan cara hidup sebagian orang tua yang telah membawa
perubahan sosial mendasar yang sangat berpengaruh terhadap nilai dan perilaku
anak.
Anak yang melakukan pelanggaran atau tindak pidana sangat besar
dipengaruhi oleh faktor diluar anak tersebut seperti pergaulan, pendidikan, teman
bermain dan sebagainya. Dalam mewujudkan kesejahteraan dan memberikan
jaminan perlindungan terhadap anak baik dalam hal pemenuhan hak-haknya serta
adanya perlakuan tanpa adanya pembeda-bedaan (discrimination), maka
diperlukan dukungan kelembagaan dan peraturan perUndang-Undangan yang
menjamin pelaksanaan dan menjamin hak-hak anak secara khusus.
Penyimpangan tingkah laku yang dilakukan oleh anak lebih tepatnya
disebut dengan kenakalan anak. Kenakalan anak yang diambil dari istilah juvenile
delinquency, yang juvenile artinya young, anak-anak, anak muda, ciri
karakteristik
pada masa muda, sifat kas pada masa muda, sifat khas pada masa
remaja sedangkan delinqunecy artinya wrong doing, terabaikan/mengabaikan,
yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, a-sosial, kriminal, pelanggar
aturan, pembuat ribut, pengacau, penteror, tidak dapat diperbaiki lagi, durjana,
dursusila, dan lain-lain.
Kompleksnya permasalahan yang mengacam perkembangan anak-anak
pada saat sekarang, baik itu masalah dalam lingkungan keluarga dan lingkungan
masyarakat mengakibatkan banyak anakyang terseret kedalam proses hukum,
dengan beragam tindakan pidana yang mereka lakukan, harapan masyarakat akan
keadilan terhadap kasus anak yang berhadapan dengan hukum itu sendiri ternyata
tidak memberikan jaminan keadilan dan kebaikan bagi anak, proses hukum
formal yang mereka tempuh memberikan dampak buruk terhadap fisik dan
mental, menjadikan mereka sulit kembali ketengah-tengah masyarakat dan
bahkan kelingkungan keluarga mereka masing-masing. Dimana keluargalah yang
seharusnya tumpuan seorang anak, dengan kondisi dan stigma negatif yang
meraka dapat setelah berhadapan dengan hukum seolah-olah tidak ada tempat
kembali bagi anak.
Bertitik tolak dari dampak buruk porses sistem peradian yang dilalui bagi
masa depan anak timbulah keinginan masyarakat agar anak terlepas dan terhindar
dari dampak tersebut ketika anak berhadapan dengan hukum, cara dimana
permasalahan anak berhadapan dengan hukum dapat diselesaikan tanpa menepuh
jalur sistem peradilan pidana, menempuh jalur non-formal dengan melibatkan
masyarakat, pelaku, keluarga pelaku, korban, keluarga korban dan juga
yang dirasakan punya kaitan, alternatif ini dikenal dengan pendekatan (restorative
juctice) yang dilaksanakan dengan cara mengalihkan (Diversion) proses
penyelesaian dengan mengutamakan kebaikan bagi anak dan menghapus stigma
negatif, anak kriminal, calon penjahat, anak asusila dan dampak lain yang
mempengaruhi perkembangan anak terutama perkembangan psikologis anak.
Untuk melakukan perlindungan terhadap anakdari pengaruh proses sistem
peradilan pidana,timbul pemikiran manusia atau para ahli hukum dan
kemanusiaan untuk membuat aturan formal tindakan mengeluarkan (remove)
seorang anak yang melakukan pelanggaran hukum atau melakukan tindak pidana
dari proses peradilan pidana dengan memberikan alternatif lain yang dianggap
lebih baik untuk anak. Berdasarkan pikiran tersebut, maka lahirlah konsep
Diversion yang dalam istilah bahasa Indonesia disebut Diversi.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Kompetensi Pengadilan Anak


1. Dalam hal anak melakukan tindak pidana sebelum berumur 18 (delapan belas)
tahun dan diajukan ke sidang Pengadilan setelah anak yang bersangkutan
melampaui batas umur tersebut, tetapi belum mencapai umur 21 (dua puluh
satu) tahun tetap diajukan ke sidang anak.
2. Hakim yang mengadili perkara anak, adalah Hakim yang ditetapkan
berdasarkan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung atas usul Ketua
Pengadilan Negeri yang bersangkutan melalui Ketua Pengadilan Tinggi.
3. Dalam hal belum ada Hakim Anak, maka Ketua Pengadilan dapat menunjuk
Hakim Anak dengan memperhatikan ketentuan Pasal 10 Undang-Undang No.
3 Tahun 1997, dengan ketentuan yang bersangkutan segera diusulkan sebagai
Hakim Anak.
4. Hakim Anak memeriksa dan mengadili perkara anak dengan Hakim Tunggal,
dan dalam hal tertentu Ketua Pengadilan Negeri dapat menunjuk Hakim
Majelis (Yang dimaksud dengan hal tertentu adalah apabila ancaman pidana
atas tindak pidana yang dilakukan anak yang bersangkutan lebih dari 5 (lima)
tahun dan sulit pembuktiannya).
5. Dalam hal anak melakukan tindak pidana bersama-sama dengan orang dewasa
dan atau anggota TNI, maka anak yang bersangkutan diajukan ke sidang Anak,
sedangkan orang dewasa dan atau anggota TNI diajukan ke sidang yang
bersangkutan.
6. Dalam hal anak melakukan tindak pidana HAM Berat, diajukan ke sidang
Anak.
7. Acara persidangan anak dilakukan sebagai berikut:
a. Persidangan dilakukan secara tertutup;
b. Hakim, Penuntut Umum dan Penasihat Hukum Terdakwa tidak
menggunakan Toga;
c. Sebelum sidang dibuka, Hakim memerintahkan agar Pembimbing
Kemasyarakatan menyampaikan laporan hasil Penelitian Kemasyarakatan
(Litmas) mengenai anak yang bersangkutan;
d. Selama dalam persidangan, Terdakwa wajib didampingi oleh orang tua atau
wali atau orang tua asuh, penasihat hukum dan pembimbing
kemasya¬rakatan;
e. Pada waktu memeriksa saksi, Hakim dapat memerintahkan agar Terdakwa
dibawa keluar ruang sidang, akan tetapi orang tua, wali atau orang tua asuh,
Penasihat Hukum, dan Pembimbing Kemasyarakatan tetap hadir;
f. Dalam persidangan, Terdakwa Anak dan Saksi Korban Anak dapat juga
didampingi oleh Petugas Pendamping atas izin Hakim atau Majelis Hakim;
g. Putusan wajib diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum;
8. Penahanannya:
a. Hakim di sidang pengadilan berwenang melakukan penahanan bagi anak
paling lama 15 (lima belas) hari dan dapat diperpanjang oleh Ketua
Pengadilan Negeri yang ersangkutan untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari;
b. Penahanan dilakukan setelah dengan sungguh¬-sungguh
mempertimbangkan kepentingan anak dan atau kepentingan masyarakat.
Alasan penahanan harus dinyatakan secara tegas dalam surat perintah
penahanan;
c. Tempat penahanan bagi anak harus dipisahkan dari orang dewasa;
9. Putusan:
a. Sebelum mengucapkan putusannya, Hakim membe¬rikan kesempatan
kepada orang tua, wali atau orang tua asuh, untuk mengemukakan segala
ikhwal yang bermanfaat bagi anak.
b. Putusan wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan dari
Pembimbing Kemasyarakatan.
c. Terhadap anak nakal dapat dijatuhi pidana atau tindakan:
1. Pidana yang dijatuhkan terdiri dari Pidana Pokok dan Pidana Tambahan.
Pidana Pokok meliputi: penjara, kurungan, denda atau pidana
pengawasan. Pidana Tambahan berupa perampasan barang-barang
tertentu dan/atau pembayaran ganti rugi.
2. Tindakan yang dapat dijatuhkan pada anak nakal berupa:
a. mengembalikan kepada orang tua, wali atau orang tua asuh;
b. menyerahkan pada Negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan
dan latihan kerja; atau
c. menyerahkan kepada Departemen Sosial atau Organisasi Sosial
Kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan dan
latihan kerja.
d. Terhadap Terdakwa anak sedapat mungkin tidak dijatuhi pidana penjara
(vide: UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak).
e. Pidana penjara, Pidana kurungan atau Pidana denda yang dapat dijatuhkan
kepada anak nakal paling lama atau paling banyak ½ (satu perdua)
maksimum ancaman pidana bagi orang dewasa. Ketentuan ini diberlakukan
juga dalam hal minimum ancaman pidana bagi anak (yurisprudensi tetap).
f. Apabila anak nakal melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana
mati atau pidana seumur hidup, maka pidana penjara yang dapat dijatuhkan
kepada anak tersebut paling lama 10 tahun, akan tetapi apabila anal nakal
tersebut belum mencapai usia 12 (dua belas) tahun, maka terhadap anak
nakal tersebut hanya dapat dijatuhi tindakan menyerahkan kepada negara
untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja atau
menyerahkan kepada Departemen Sosial atau Organisasi Sosial
Kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan dan
latihan kerja.
g. Apabila anak nakal yang melakukan tindak pidana belum mencapai umur 12
(dua belas) tahun yang tidak diancam pidana mati atau pidana penjara
seumur hidup, maka terhadap anak nakal tersebut dijatuhkan salah satu
tindakan sebagaimana dimaksud dalam butir 3b di atas, dan dapat disertai
dengan teguran dan syarat tambahan yang ditetapkan oleh Hakim.
h. Dalam hal anak nakal dijatuhi pidana denda dan denda tersebut tidak dapat
dibayar, maka diganti dengan wajib latihan kerja.
i. Wajib latihan kerja sebagai pengganti denda dilakukan paling lama 90
(sembilan puluh) hari kerja dan lama latihan kerja tidak lebih 4 (empat) jam
sehari serta tidak dilakukan pada malam hari.
j. Pidana bersyarat dapat dijatuhkan Hakim apabila pidana penjara yang
dijatuhkan paling lama 2 (dua) tahun, dan jangka waktu masa pidana
bersyarat paling lama 3 (tiga) tahun.
k. Dalam hal anak melakukan pelanggaran lalu lintas jalan, diterapkan acara
pemeriksaan menurut ketentuan sebagaimana diatur dalam KUHAP, demi
kepentingan anak yang bersangkutan (yurisprudensi tetap).

2. Asas Asas Pengadilan Anak


A. Asas Perlindungan
Perlindungan yang dimaksud meliputi kegiatan yang bersifat langsung dan
tidak langsung dari tindakan yang membahayakan anak secara fisik dan/atau
psikis.
B. Asas Keadilan
Keadilan yang dimaksud adalah bahwa setiap penyelesaian perkara anak
harus mencerminkan rasa keadilan bagi anak.
C. Asas Nondiskriminasi
Nondiskriminasi yang dimaksud adalah tidak adanya perlakuan yang
berbeda didasarkan pada suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya
dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, serta kondisi fisik dan/atau
mental.
D. Asas Kepentingan Terbaik Bagi Anak
Kepentingan terbaik bagi anak yang dimaksud adalah segala pengambilan
keputusan harus selalu mempertimbangkan kelangsungan hidup dan tumbuh
kembang anak.
E. Asas Penghargaan Terhadap Pendapat Anak
Penghargaan terhadap anak adalah penghormatan atas hak anak untuk
berpartisipasidan menyatakan pendapatnya dalam pengambilan keputusan,
terutama jika menyangkut hal yang memengaruhi kehidupan anak.
F. Asas kelangsungan Hidup Dan Tumbuh Kembang Anak
Kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak adalahhak asasi yang
paling mendasari bagi anakyang dilindungi oleh negara, pemerintah, masyarakat,
keluarga, dan Orang tua.
G. Asas Pembinaan Dan Pembimbingan Anak
Pembinaan yang dimaksud adalah kegiatan bentuk meningktkan kualitas
ketakwaan kepada tuhan yang maha Esa, intelektual, siakap dan perilaku,
pelatihan keterampilan, profesional, serta kesehatan jasmani dan rohani anak, baik
didalam proses maupun diluar proses pidana.
Sedangkan pembimbingan adalah pemberian dan tuntunan untuk
meningkatkan kualitas ketakwaan kepada tuhan yang maha esa intelektual, siakap
dan perilaku, pelatihan keterampilan, profesional, serta kesehatan jasmani dan
rohani anak.
H. Asas Proporsional
Profesional yang dimaksud adalah segala sesuatuperlakuan terhadap anak
harus memperhatikanbatas keperluan, umur, dan kondisi anak.
I. Asas Perampasan Kemerdekaan dan Pemidanaan Sebagai Upaya Terakhir
Perampasan kemerdekaan dan pemidaanaan sebagai upaya yang dimaksud
adalah pada dasarnya anak tidak dapat dirampas kemerdekaannya kecuali
terpaksa guna menyelesaikan perkara.
J. Asas Penghindaran Pembalasan
Penghindaran pembalasan yang dimaksud adalah untuk menghindari upaya
pembalasan dalam proses pidana.
3. Hakim Pengadilan Anak
Hakim anak adalah tokoh sentral dalam sistem peradilan pidana anak. Jika
hakim anak tidak berkualitas, sangat pantas jika putusannya dapat menyesatkan
anak. Karena itu, hakim anak di Indonesia harus profesional dan direktut dari
Hakim yang andal. Fakta tentang kelemahan persyaratan dan prosedur penetapan
hakim anak di Indonesia ternyata ikut menunjangkurang baiknya citra peradilan
pidana anak selama ini. Ketentuan hukum yang abstrak dan tidak terukut tersebut
kadang kala menjadikan para pihak yang memproses penetapan hakim anak di
Indonesia galau. Sudah waktunya ada pembaharuan ketentuan hukum yang
mengatur hakim anak baik secara substantif maupun administratif. Hakim anak
yang ideal pada masa mendatang juga akan tercipta jika ada perbaikan perangkat
hukum yang mengatur hakim anak, baik persyaratan, proses seleksi, pengukuran
kinerja, sertifikasi, pengawasan dan penghargaannya.

4. Sanksi Terhadap Anak Yang Nakal


A. Proses Pemeriksaan Perkara Terhadap Anak Nakal
Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan MK No. 1/PUU-VIII/2010
memutuskan bahwa batas usia anak yang dapat dimintai pertanggungjawaban
pidana adalah 12 tahun. Dalam pertimbangannya, mahkamah menilai perlu
menetapkan batas umur bagi anak untuk melindungi hak konstitusional anak
terutama hak terhadap perlindungan dan hak untuk tumbuh dan berkembang. Usia
maksimal 12 tahun sebagai batas usia pertanggungjawaban hukum bagi anak
telah diterima dalam praktik sebagian negara-negara. Dalam proses penyidikan
kepada anak terhadap tindak pidana yang dilakukannya adalah sebagai bentuk
perhatian dan perlakuan khusus untuk melindungi kepentingan anak. Perhatian
dan perlakuan khusus tersebut berupa perlindungan hukum agar anak tidak
menjadi korban dari penerapan hukum yang salah yang dapat menyebabkan
penderitaan mental, fisik dan sosialnya.
Adapun proses pemeriksaan pidana kepada anak yang berkonflik dengan
hukum adalah dilakukan oleh penyidik anak. Penyidik anak dalam hal ini adalah
penyidik yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian
Negara Republik Indonesia. Disamping hal tersebut diatas perlu juga diperhatikan
mengenai kenyamanan psikologis anak dalam penanganan anak yang berhadapan
dengan hukum, misalnya pemeriksaan di tingkat penyelidikan, penyidikan,
penuntutan maupun eksekusi pidana dilakukan dengan pendekatan secara efektif
dan simpatik.
Kemudian dalam penanganannya juga dilakukan dengan memperhatikan
asas restoratif. Dalam hal ini diberlakukannya pengalihan proses peradilan anak
atau yang disebut dengan diversi. Proses diversi dilakukan melalui musyawarah
dengan melibatkan anak dan orang tua, korban atau orang tua, pembimbing
kemasyarakatan, dan pekerja sosial Profesional berdasarkan pendekatan keadilan
restorative. Suatu perbuatan dikatakan melawan hukum apabila orang tersebut
melanggar undang-undang yang ditetapkan oleh hukum (Candra, 2013).Tindak
pidana yang dilakukan oleh seorang anak harus dilihat dan dipahami sebagai
suatu gejala sosial, artinya kita tidak boleh memberikan suatu pandangan bahwa
anak itu jahat karena dalam melakukan tindak pidana kita harus memahami dan
memberikan perhatian dan kasih sayang kepada mereka. Oleh karena itu
pendekatan yuridis kepada anak yang melakukan tindak pidana hendaknya lebih
mendekatkan pada persuasif, edukatif, psikologis, yang berarti sejauh mungkin
menghindari proses hukum yang semata-mata bersifat menghukum, menjatuhkan
mental (degradasi mental) dan menghadapi stigmatisasi yang dapat menghambat
perkembangan dan kematangan yang wajar pada anak.
Sanksi tindakan terhadap anak yang melakukan tindak pidana itu lebih
menitik beratkan pada kesejahteraan anak itu sendiri dan pada kepentingan
masyarakat secara keseluruhan. Kata “Pidana” berarti hal yang “dipidanakan”,
maka unsur “hukuman” sebagai suatu pembahasan termasuk dalam kata “pidana”.
Anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak yang disangka, didakwa,
atau dinyatakan terbukti bersalah melawan hukum, dan memerlukan perlindungan
hukum. Perlindungan anak dapat mempunyai arti sebagai usaha perlindungan
hukum, yang diberikan terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hokum
(Nurmala, 2018). Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu gambaran
dari fungsi hukum, yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu
keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian. mengemukakan
bahwa “kepastian hukum perlu diusahakan demi kelangsungan kegiatan
perlindungan anak dan mencegah penyelewengan yang membawa akibat negatif
yang tidak diinginkan dalam pelaksanaan perlindungan anak “.

B. Perlindungan Hukum Anak Nakal Dalam Penjatuhan Sanksi Pidana


Perlindungan hukum terhadap anak menyangkut semua aturan hukum yang
berlaku berupa perlindungan dari kesalahan penerapan peraturan perundang-
undangan yang diberlakukan terhadap dirinya. Sebagai bagian masyarakat yang
mempunyai keterbatasan secara fisik dan mentalnya, anak memerlukan
perlindungan dan perawatan khusus, yang dibedakan dengan orang dewasa.
Perlindungan dan perawatan khusus dalam Peradilan anak hendaknya harus
memastikan jaminan:
1. Anak tidak terputus hubungannya dengan orang tua.
2. Anak tidak terputus hak pendidikan, kebudayaan, dan pemanfaatan waktu
luang.
3. Anak memperoleh kebutuhan hidup yang memadai sehingga tidak
mengganggu tumbuh kembangnya.
4. Anak memperoleh layanan kesehatan.
5. Anak terbebas dari kekerasan dan ancaman kekerasan.
6. Tidak menimbulkan trauma psikis.
7. Tidak boleh ada stigmasi dan labelisasi pada anak- anak.
8. Tidak boleh ada publikasi pengungkapan identitas pada anak yang berkonflik
dengan hukum.
Menurut Pasal 28 D ayat 2, dimana setiap anak berhak atas kelangsungan
hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan
dan diskriminasi. Ketentuan dalam UUD ini memang tidak secara langsung
terkait dengan anak berkonflik hukum, tetapi secara umum menegaskan perihal
hak-hak dan perlindungan anak- anak. Ketentuan dalam UUD ini kemudian
dipertegas dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 58
ayat 1 yang berbunyi “Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan
hukum dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan
buruk, dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya,
atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan anak tersebut”
Beberapa faktor yang dapat menghambat pengembangan hak-hak ANAK dalam
peradilan. pidana adalah kurangnya pengertian yang tepat mengenai usaha
pembinaan, pengawasan, dan pencegahan yang merupakan salah satu usaha
dalam perlindungan anak. Dalam hal ini pemerintah dan masyarakat harus
berusaha memperluas usaha-usaha nyata dalam menyediakan fasilitas bagi
perlindungan anak
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Terkait upaya pemberian perlindungan terhadap anak yang berhadapan
dengan hukum, system peradilan pidana anak harus dimaknai secara luas, ia tidak
hanya dimaknai hanya sekedar penanganan anak yang berhadapan dengan hukum
semata, namun juga harus dimaknai mencakup akar permasalahan. Dari penelitian
dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :
1. Bentuk perlindungan yang dapat diberikan kepada anak sebagai pelaku dalam
tindak pidana narkotika di tingkat penyidikan adalah :
1) Dikembalikan kepada orangtua
Menurut Pasal 45 KUHP sebagai berikut :
“ Jika seorang yang belum dewasa dituntut karena perbuatan yang
dilakukannya itu ketika umurnya belum enam belas tahun, hakim boleh
memerintahkan, supaya si tersalah itu dikembalikan kepada orang tuanya,
walinya atau orang yang memeliharanya, dengan tidak dikenakan sesuatu
hukuman”.
2) Rehabilitasi
Ada dua macam rehabilitasi, yaitu rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial
adalah sebagai berikut :
a. Rehabilitasi medis (Pasal 56) adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara
terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika. Rehabilitasi
medis dilakukan dirumah sakit yang ditunjuk menteri, lembaga rehabilitasi dapat
melakukan rehabilitasi dengan persetujuan.
b. Rehabilitasi sosial (Pasal 58) adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara
terpadu, baik fisik, mental, maupun sosial, agar bekas pecandu narkotika dapat
kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat. Rehabilitasi
sosial mantan pecandu narkotika diselenggarakan oleh pemerintah maupun
masyarakat. Rehabilitasi sosial ini termasuk melalui pendekatan keagamaan,
tradisional, dan pendekatan alternatif lainnya. Dasar hukumnya adalah UU No. 35
Tahun 2009 tentang Narkotika.
3) Proses penahanan
Proses pemidanaan anak ini merupakan upaya terakhir, apabila si anak tersebut
sudah dianggap berbahaya dan dikhawatirkan akan melakukan tindakan tersebut
lagi. Namun proses penahan ini berbeda dengan proses penahanan orang dewasa
pada umumnya. Pada anak proses penahanan yang dilakukan biasa ditahan disel
tersendiri, terpisah dari orang dewasa atau khusus untuk anak berada di Polsekta
Ngampilan, lalu penyidik wajib memeriksa tersangkan anak dalam suasana
kekeluargaan, dan penanganan perkaranya dilakukan lebih cepat waktunya yaitu,
- 20 hari dilakukan penahanan kepolisian
- setelah itu 10 hari perpanjangan penahanan dari kejaksaan,
- terakhir 30 hari adalah penyerahan semua barang bukti dan tersangka sudah
dikirim ke kejaksaan.

2. Masalah perlindungan anak adalah suatu hal yang kompleks dan menimbulkan
berbagai macam permasalahan lebih lanjut, yang tidak selalu dapat diatasi secara
perorangan, tetapi harus secara bersama-sama, dan penyelesaian tersebut menjadi
tanggung jawab bersama. Kendala yang dihadapi oleh aparat penegak hukum
khususnya penyidik dalam melindungi anak sebagai pelaku tindak pidana
narkotika di tingkat penyidikan adalah Kondisi Psikis anak masih labil, bahwa
anak dalam hal ini masih berada di bawah umur dan masih labil dalam berfikir,
sehingga apabila penyidik melakukan pemeriksaan berupa mengkorek pertanyaan
kepada si anak terkadang si anak tidak konsisten dalam menjawab pertanyaan
penyidik. Lalu kendala yang kedua adalah asal usul pelaku dan terkait dengan
waktu, dalam hal ini karena tidak semua anak pelaku tindak pidana narkotika
berasal dari Yogyakarta, maka dari itu penyidik membutuhkan waktu untuk
melakukan konfirmasi kepada orangtua si anak dan kepada Bapas setempat agar
saling dapat bekerjasama dalam memberikan keterangan untuk dilakukan
penyidikan lebih lanjut. Kendala terakhir adalah kurangnya kerjasama dan
Koordinasi, perlindungan anak adalah suatu hasil interaksi karena adanya
interrelesai antara fenomena yang ada dan saling mempengaruhi. Maka dari itu
koordinasi dan kerjasama perlu dilaksanakan dalam rangka mencegah
ketidakseimbangan kegiatan perlindungan anak, yang pada hakekatnya
menghambat kegiatan perlindungan anak secara keseluruhan.

B. Saran
Pelaksanaan kewajiban dari Undang-undang Peradilan Anak di setiap
lembaga harus dipahami benar dan dilaksanakan dengan memperhatikan kendala-
kendala yang dihadapi dalam upaya pemberian perlindungan terhadap anak ini.
Tercapainya tujuan Peradilan anak tentunya juga tergantung dari bagaimana cara
kerja penegak hukum dalam pelaksanaannya.
Bertitik tolak pada kesimpulan diatas, maka penulis menyampaikan saran
agar dalam menangani kasus anak yang terlibat dalam tindak pidana narkotika
hendaknya kepolisian dalam hal ini lebih meningkatkan kerjasamanya dan
koordinasi kepada Balai Pemasyarakatan, Hakim dan Lembaga Pemasyarakatan
Anak maupun Lembaga Sosial lainnya yang terkait dan lebih meningkatkan
kinerjanya, agar proses penyidikan pada anak ini dapat dengan cepat dilakukan
agar tidak memakan waktu yang lama dan juga diharapkan agar tidak merusak
psikologis si anak yang sedang dihadapkan pada proses peradilan.

Anda mungkin juga menyukai