DISUSUN OLEH
MUHAMMAD AKRAM
UNIVERSITAS HALUOLEO
FAKULTAS HUKUM
ILMU HUKUM
2019/2020
1|Page
Muhammad Akram H1A119475
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Saya
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada saya, sehingga saya bisa selesaikan makalah ilmiah
mengenai limbah dan manfaatnya untuk masyarakat.
Makalah ilmiah ini sudah selesai saya susun dengan semaksimal mungkin. Untuk itu
saya menyampaikan banyak terima kasih kepada ibu Dr. Ruliah, SH,MH. Yang telah
memberikan tugas makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Saya menyadari seutuhnya bahwa masih jauh dari kata
sempurna baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, saya
terbuka untuk menerima segala masukan dan kritik yang bersifat membangun dari
pembaca sehingga saya bisa melakukan perbaikan makalah ilmiah ini sehingga menjadi
makalah yang baik dan benar.
Akhir kata saya meminta semoga makalah ilmiah tentang permasalahan perkawinan
adat suku tolaki ini bisa memberi ma mafaat utaupun inpirasi/pelajaran pada pembaca.
.
PENYUSUN
2|Page
Muhammad Akram H1A119475
DAFTAR ISI
COVER .......................................................................................
3|Page
Muhammad Akram H1A119475
adanya salah satu pihak yang tidak memenuhi kewajiban dalam perjanjian
internasional
adanya salah satu pihak yang melakukan penghinaan terhadap harga diri bangsa
pembahasan
Konflik sosial adalah suatu proses sosial dimana terjadi perselisihan atau ketidak
cocokan antara satu pihak dengan pihak lainnya, dengan tujuannya untuk
menyingkirkan pihak lawan tersebut dengan cara membuat lawan menjadi tidak
berdaya. Secara umum konflik sosial dapat diklasifikasikan menjadi :
a. Konflik pribadi. Konflik yang terjadi antara dua individu yang disebabkan oleh adanya
permasalahan pribadi diantara keduanya.
b. Konflik antar kelas. Konflik yang terjadipada dua kelompok atau individu yang berada
pada suatu kelas atau kelompok
c. Konflik politik. Konflik yang terjadi antara dua individu atau kelompok dengan
penyebab konflik adalah adanya perbedaan pada prisip ketatanegaraan.
d. Konflik rasial. konflik yang terjadi antar kelompok ras karena adanya kebudayaan
yang bertolak belakang.
4|Page
Muhammad Akram H1A119475
f. Konflik antar suku bangsa. Konflik disebabkan adanya perbedaan Bahasa daerah, adat
istiadat, kebudayaan, dan lain sebagainya.
g. Konflik antar agama. Konflik yang terjadi antara pemeluk satu agama dengan yang
lainnya.
- Konflik vertical
Konflik yang terjadi dalam suatu lingkungan, misalkan antara manager dangan
karyawannya
- Konflik horizontal
Konflik antara individu atau kelomok yang memiliki kedudukan sama, misalkan antar
anggota dalam suatu organisasi.
- Konflik diagonal
Konflik yang muncul akibat pembagian atau pengalokasian sumber daya ke organisasi
yang tidak adil sehingga menyebabkan terjadinya pertentangan.
5|Page
Muhammad Akram H1A119475
Tidak hanya secara umum, namun konflik sosial dapat diklasaifikasikan berdasarkan
sifat, diantaranya :
a. Konflik Konstruktif. Konflik ini dapat terjadi karena adanya perbedaan pemahaman
antar individu atau kelompok terhadap masalah yang sedang dihadapi
b. Konsflik Destruktif. Konflik ini dapat terjadi karena adanya perasaan benci, dendam ,
atau tidak senang kepada pihak lain, sehingga dengan adanya konflik ini akan
menyebabkan terjadinya bentrokan-bentrokan fisik.
6|Page
Muhammad Akram H1A119475
4. Konsiliasi
istilah konsiliasi mempunyai suatu arti yang luas dan sempit. Dalam pengertian luas,
konsiliasi mencakup berbagai ragam metode dimana suatu sengketa diselesaikan secara
damai dengan bantuan negara-negara lain atau badanbadan penyelidik dan komite-
komite penasihat yang tidak berpihak.
Dalam pengertian sempit, konsiliasi berarti penyerahan suatu sengketa kepada sebuah
komisi atau komite untuk membuat laporan beserta usulan-usulan kepada para pihak
bagi penyelesaian sengketa tersebut, usulan itu tidak memiliki sifat mengikat.
Konsiliasi adalah merupakan suatu proses-proses penyusunan dari usulan-usulan
penyelesaian setelah diadakan suatu penyelidikan mengenai fakta-fakta dan suatu
upaya-upaya untuk mencari titik temu dari pendirian-pendirian yang saling
bertentangan, para pihak dalam sengketa itu tetap bebas untuk menerima atau dapat
menolak proposal-proposal yang dirumuskan tersebut.
Penyelesaian sengketa melalui cara konsiliasi juga melibatkan pihak ketiga atau
konsiliator yang tidak berpihak atau netral dan keterlibatannya karena diminta oleh
para pihak. Unsur ketidakberpihakan dan kenetralan merupakan kata kunci untuk
keberhasilan fungsi konsiliasi, hanya dengan terpenuhinya dua unsur ini, objektifitas
dari konsiliasi dapat terjamin
7|Page
Muhammad Akram H1A119475
Begitu juga sengketa yang telah melanda Indonesia dan Malaysia, kedua negara berhak
untuk menentukan pilihan penyelesaian sengketa yang digunakan untuk mencari solusi
demi terciptanya kedamaian di kedua belah pihak.
1. Negosiasi.
Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa yang paling dasar dan yang paling tua
paling penting. Banyak sengketa diselesaikan setiap hari oleh negosiasi ini tanpa adanya
Alasan utamanya adalah karena dengan cara ini, para pihak dapat mengawasi
8|Page
Muhammad Akram H1A119475
fakta. Meskipun suatu sengketa berkaitan dengan hak dan kewajiban, namun acapkali
permasalahannya bermula pada perbedaan pandangan para pihak terhadap fakta yang
Oleh sebab itu dengan memastikan kedudukan fakta yang sebenarnya dianggap
sebagai bagian penting dari prosedur penyelesaian sengketa. Dengan demikian para
Jasa-jasa baik adalah cara penyelesaian sengketa melalui atau dengan bantuan pihak
ketiga. Pihak ketiga ini berupaya agar para pihak menyelesaikan sengketanya dengan
negosiasi. Jadi fungsi utama jasa baik ini adalah mempertemukan para pihak
sedemikian rupa sehingga mereka mau bertemu, duduk bersama dan bernegosiasi.
Keikutsertaan pihak ketiga dalam suatu penyelesaian sengketa dapat dua macam:
atas permintaan para pihak atau atas inisiatifnya menawarkan jasa-jasa baiknya guna
menyelesaikan sengketa. Dalam kedua cara ini, syarat mutlak yang harus ada adalah
4. Mediasi
Mediasi adalah suatu cara penyelesaian melalui pihak ketiga. Ia bisa negara,
organisasi internasional (misalnya PBB) atau individu (politikus, ahli hukum atau
secara aktif dalam proses negosiasi. Biasanya ia dengan kapasitasnya sebagai pihak
yang netral berupa mendamaikan para pihak dengan memberikan saran penyelesaian
sengketa.
9|Page
Muhammad Akram H1A119475
Jika usulan tersebut tidak diterima, mediator masih dapat tetap melanjutkan fungsi
mediasinya dengan membuat usulan-usulan baru. Karena itu, salah satu fungsi utama
dapat disepakati para pihak serta membuat usulah-usulan yang dapat mengakhiri
sengketa.
5. Konsiliasi
Konsiliasi adalah cara penyelesaian sengketa yang sifatnya lebih formal dibanding
mediasi. Konsiliasi adalah suatu cara penyelesaian sengketa oleh pihak ketiga atau oleh
Komisi tersebut bisa yang sudah terlembaga atau ad hoc (sementara) yang berfungsi
6. Arbitrase
Arbitrase adalah penyerahan sengketa secara sukarela kepada pihak ketiga yang
netral serta putusan yang dikeluarkan sifatnya final dan mengikat. Badan arbitrase
dewasa ini sudah semakin populer dan semakin banyak digunakan dalam
suatu compromis, yaitu penyerahan kepada arbitrase suatu sengketa yang telah lahir;
atau melalui pembuatan suatu klausul arbitrase dalam suatu perjanjian sebelum
tersebut di atas adalah melalui pengadilan. Penggunaan cara ini biasanya ditempuh
10 | P a g e
Muhammad Akram H1A119475
Pengadilan dapat dibagi ke dalam dua kategori, yaitu pengadilan permanen dan
menjadi pilihan para pihak, biasanya mengacu kepada badan-badan peradilan yang
terdapat dan diatur oleh berbagai organisasi internasional, baik yang sifatnya global
maupun regional.
1. Perang;
2. Retorsi (retortion);
3. Tindakan-tindakan pembalasan (repraisals)
4. Blokade secara damai;
5. Intervensi (intervention).
Perang
Keseluruhan tujuan dari perang adalah untuk menaklukan negara lawan dan untuk
membebankan syarat-syarat penyelesaian sengketa di mana negara yang ditaklukan
tersebut tidak memiliki alternatif lain selain mematuhinya. Cara perang untuk
menyelesaikan sengketa merupakan cara yang telah diakui dan di praktikkan sejak
lama. Bahkan perang telah juga dijadikan sebagai alat atau instrumen dan kebijakan
luar negeri untuk memaksakan hak-hak dan pemahaman mereka mengenai aturan-
aturan hukum internasional. Dalam perkembangannya kemudian, seiring dengan
berkembangnya teknologi senjata pemusnah massal, masyarakat internasional
menyadari besarnya bahaya dari penggunaan perang, karenanya masyarakat
internasional sekarang ini tengah berupaya untuk menghilangkan cara penyelesaian ini
atau sedikitnya dibatasi penggunaannya.
11 | P a g e
Muhammad Akram H1A119475
menyebutkan bahwa setiap negara anggota PBB diwajibkan untuk menempuh cara-cara
penyelesian sengketa secara damai.
Restorsi (Restortion)
Retorsi merupakan istilah untuk melakukan pembalasan oleh suatu negara terhadap
tindakan-tindakan tidak pantas dari negara lain, balas dendam tersebut dilakukan
dalam bentuk tindakan-tindakan sah yang tidak bersahabat, misalnya pemutusan
hubungan diplomatik, pencabutan hak istimewa, penghentian bantuan ekonomi dan
penarikan konsesi pajak dan tarif.
Keadaan yang memberikan penggunaan retorsi hingga kini belum dapat secara pasti
ditentukan karena pelaksanaan retorsi sangat beraneka ragam. Dalam Pasal 2 paragraf
3 Piagam PBB ditetapkan bahwa anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa harus
menyelesaikan sengketa mereka dengan cara damai sehingga tidak mengganggu
perdamaian dan keamanan internasional dan keadilan. Penggunaan retorsi secara sah
oleh negara anggota PBB terikat oleh ketentuan piagam tersebut.
Reprisal adalah upaya paksa untuk memperoleh jaminan ganti rugi, akan tetapi terbatas
pada penahanan orang dan benda. Pembalasan merupakan upaya yang dilakukan oleh
suatu negara terhadap negara lain dengan maksud untuk menyelesaikan sengketa yang
timbul oleh karena negara tersebut telah melakukan tindakan yang tidak dibenarkan.
Perbedaan tindakan repraisal dan retorsi adalah bahwa pembalasan adalah mencakup
tindakan yang pada umumnya dapat dikatakan sebagai tindakan ilegal, sedangkan
retorsi meliputi tindakan balas dendam yang dapat dibenarkan oleh hukum.
Blokade secara damai adalah tindakan blokade yang dilakukan pada waktu damai.
Tindakan ini pada umumnya ditunjukan untuk memaksa negara yang pelabuhannya
diblokade untuk mengganti kerugian oleh negara yang melakukan blokade. Blokade
secara damai dapat dipandang sebagai suatu prosedur kolektif yang diakui untuk
memperlancar penyelesaian sengketa antara negara. Secara tegas tindakan blokade
disebut dalam Pasal 42 Piagam PBB sebagai suatu tindakan yang boleh diprakasai oleh
Dewan Keamanan demi untuk memelihara kedamaian dunia.
Intervensi (Intervention)
12 | P a g e
Muhammad Akram H1A119475
Suatu tindakan intervensi harus dilakukan dengan mendapatkan izin terlebih dahulu
melalui Dewan Keamanan PBB. Izin ini berbentuk rekomendasi yang berisikan
pertimbangan-pertimbangan terhadap keadaan yang menjadi alasan tindakan
intervensi dan apakah tindakan intervensi diperlukan dalam keadaan tersebut.
Karena jika tidak dilakukan penyelesain sengketa denga segera akan terjadi
yang semua orang yang tidak diinginkan seperti perang, pelanggaran HAM, dan
lain sebagainya. Dan kemungkinan besar akan terjadiya perang dunia ke 3.
Perang
Keseluruhan tujuan dari perang adalah untuk menaklukan negara lawan dan untuk
membebankan syarat-syarat penyelesaian sengketa di mana negara yang ditaklukan
tersebut tidak memiliki alternatif lain selain mematuhinya. Cara perang untuk
menyelesaikan sengketa merupakan cara yang telah diakui dan di praktikkan sejak
lama. Bahkan perang telah juga dijadikan sebagai alat atau instrumen dan kebijakan
luar negeri untuk memaksakan hak-hak dan pemahaman mereka mengenai aturan-
aturan hukum internasional. Dalam perkembangannya kemudian, seiring dengan
berkembangnya teknologi senjata pemusnah massal, masyarakat internasional
menyadari besarnya bahaya dari penggunaan perang, karenanya masyarakat
internasional sekarang ini tengah berupaya untuk menghilangkan cara penyelesaian ini
atau sedikitnya dibatasi penggunaannya.
13 | P a g e
Muhammad Akram H1A119475
Restorsi (Restortion)
Retorsi merupakan istilah untuk melakukan pembalasan oleh suatu negara terhadap
tindakan-tindakan tidak pantas dari negara lain, balas dendam tersebut dilakukan
dalam bentuk tindakan-tindakan sah yang tidak bersahabat, misalnya pemutusan
hubungan diplomatik, pencabutan hak istimewa, penghentian bantuan ekonomi dan
penarikan konsesi pajak dan tarif.
Keadaan yang memberikan penggunaan retorsi hingga kini belum dapat secara pasti
ditentukan karena pelaksanaan retorsi sangat beraneka ragam. Dalam Pasal 2 paragraf
3 Piagam PBB ditetapkan bahwa anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa harus
menyelesaikan sengketa mereka dengan cara damai sehingga tidak mengganggu
perdamaian dan keamanan internasional dan keadilan. Penggunaan retorsi secara sah
oleh negara anggota PBB terikat oleh ketentuan piagam tersebut.
Reprisal adalah upaya paksa untuk memperoleh jaminan ganti rugi, akan tetapi terbatas
pada penahanan orang dan benda. Pembalasan merupakan upaya yang dilakukan oleh
suatu negara terhadap negara lain dengan maksud untuk menyelesaikan sengketa yang
timbul oleh karena negara tersebut telah melakukan tindakan yang tidak dibenarkan.
Perbedaan tindakan repraisal dan retorsi adalah bahwa pembalasan adalah mencakup
tindakan yang pada umumnya dapat dikatakan sebagai tindakan ilegal, sedangkan
retorsi meliputi tindakan balas dendam yang dapat dibenarkan oleh hukum.
Blokade secara damai adalah tindakan blokade yang dilakukan pada waktu damai.
Tindakan ini pada umumnya ditunjukan untuk memaksa negara yang pelabuhannya
diblokade untuk mengganti kerugian oleh negara yang melakukan blokade. Blokade
secara damai dapat dipandang sebagai suatu prosedur kolektif yang diakui untuk
memperlancar penyelesaian sengketa antara negara. Secara tegas tindakan blokade
14 | P a g e
Muhammad Akram H1A119475
disebut dalam Pasal 42 Piagam PBB sebagai suatu tindakan yang boleh diprakasai oleh
Dewan Keamanan demi untuk memelihara kedamaian dunia.
Intervensi (Intervention)
Suatu tindakan intervensi harus dilakukan dengan mendapatkan izin terlebih dahulu
melalui Dewan Keamanan PBB. Izin ini berbentuk rekomendasi yang berisikan
pertimbangan-pertimbangan terhadap keadaan yang menjadi alasan tindakan
intervensi dan apakah tindakan intervensi diperlukan dalam keadaan tersebut.
15 | P a g e
Muhammad Akram H1A119475
secara sepihak Peta Malaysia 1979 pada tanggal 21 Desember 1979. Selanjutnya Pada
bulan Desember 1979 Malaysia mengeluarkan Peta Barudengan batas terluar klaim
maritim yang sangat eksesif di Laut Sulawesi. Peta tersebut secara jelas memasukkan
kawasan dasar laut sebagai bagian dari Malaysia yang kemudian disebut Blok Ambalat
oleh Indonesia. Hanya Malaysia sendiri yang mengetahui garis pangkal dan titik pangkal
untuk menentukan batas wilayahnya. Dalam pergaulan internasional suatu negara
harus memberitahukan titik-titik pangkal dan garis pangkal laut teritorialnya agar
negara lain dapat mengetahuinya.Peta 1979 yang dikeluarkan pemerintah Malaysia
tersebut tidak hanya mendapat protes Indonesia saja tetapi juga dari Filipina,
Singapura, Thailand, Tiongkok, Vietnam, karena dianggap sebagai upaya atas perebutan
wilayah negara lain.13Filipina dan Tiongkok misalnya mengajukan protes terkait
Spratly Island.Pada bulan April tahun 1980, Singapura mengirimkan protesnya terkait
dengan Pedra Branca (Pulau Batu Puteh). Protes juga dilayangkan oleh Vietnam,
Taiwan, Thailand dan United Kingdom atas nama Brunei Darussalam. Dengan demikian
klaim Malaysia terhadap wilayah territorial berdasarkan Peta 1979 tidak mendapat
pengakuan dari negara-negara tetangga dan dunia internasional. Namun Malaysia tetap
menjadikan Peta 1979 tetap menjadi peta resmi yang berlaku hingga saat ini.Ditinjau
dari hukum laut internasional, Malaysia bukanlah negara Kepulauan oleh karena itu
tidak dibenarkan menarik garis pangkal demikian sebagai penentuan batas laut wilayah
dan landas kontinennya. Malaysia hanyalah negara pantai biasa yang hanya dibenarkan
menarik garis pangkal normal (biasa)
1. Tahun 1979, Malaysia menggunakan Peta Wilayah Malaysia 1979 yang secara
unilateral memasukkan wilayah Ambalat sebagai wilayahnya sebagai dasar klaim
16 | P a g e
Muhammad Akram H1A119475
tersebut. Padahal peta tersebut sudah diprotes, tidak hanya negara Indonesia tetapi
juga seperti Filipinan dan Singapore.
2. Klaim Malaysia yaitu 12 mil laut yang berada di sekitar Pulau Karang Ambalat, hal
tersebut jika dari Pulau Sipadan dan Ligitan sudah sejauh 70 mil.
3. Malaysia mengklaim wilayah di sebelah timur Kalimantan Timur itu miliknya dan
menyebut wilayah Ambalat sebagai Blok XYZ berdasarkan peta yang dibuatnya pada
1979. Sedangkan Indonesia menyebut blok yang sama sebagai Blok Ambalat dan Blok
East Ambalat. Di Ambalat, Indonesia telah memberikan konsesi eksplorasi kepada ENI
(Italia) pada 1999. Sementaraitu, Blok East Ambalat diberikan kepada Unocal (Amerika
Serikat) pada 2004.
4. Malaysia belum siap untuk melakukan dialog dengan Indonesia pada bulan Juli 2004,
karena sedang melakukan survei titik dasar (precise location) dari peta 1979.
6. Garis dasar adalah garis lurus yang menghubungkan titik-titik terluar, apabila tarik
dari garis lurus itu, maka Ambalat masuk di dalamnya dan bahkan lebih jauh ke luar
lagi. Sikap itu sudah dicantumkan Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1960, yang kemudian diakui dalam Konvensi Hukum Laut 1982.
8. Masalah yang dihadapi Indonesia saat ini terkait dengan kasus Sipadan dan Ligitan.
Masalahnya, pada saat berseteru dengan Malaysia dalam kasus
9Sipadan dan Ligitan, Indonesia tidak meminta Mahkamah Internasional memutuskan
garis perbatasan laut sekaligus. Indonesia tidak pernah merundingkannya.Dalam
kelaziman hukum internasional, karena Malaysia tidak memprotes, itu berarti
pengakuan terhadap sikap Indonesia sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 4 Tahun
1960. Malaysia, baru mulai mengajukannota protes pada 2004 setelah menang dalam
kasus Pulau Sipadan-Ligitan.
9. Pada 1998 Indonesia memberikan konsesi kepada Shell untuk melakukan eksplorasi
minyak. Malaysia tahu itu, tapi tidak memprotes. Akhir 2004, saat Indonesia
menawarkan konsesi blok baru di Ambalat, namun hal tersebut mendapat protes dari
Malaysia.
17 | P a g e
Muhammad Akram H1A119475
Klaim Malaysia atas kepemilikan blok Ambalat berdasarkan Peta 1979 dan
berdasarkan kedaulatan atas Sipadan dan Ligitan yang diberikan kepada Malaysia.
Dalam peta 1979 Malaysia tersebut diumumkan lebar laut teritorialnya 12 mil laut yang
diukur dengan garisdasar dengan menarik garis pangkal lurus menurut hukum laut
1958 dengan tindakan tersebut Malaysia merugikan negara disekitarnya karena garis
pangkal dan titik pangkal untuk menentukan batas wilayahnya hanya diketahui oleh
Malaysia sendiri. Dalam pergaulan Internasional suatu negara harus memberitahukan
titik-titik pangkal dan garis laut teritorialnya agar negara-negara lain dapat
mengetahuinya. Sebagai negara pantai biasa oleh pengaturan dalam United
NationsConvention on the Law Of the Sea 1982 dinyatakan bahwa Malaysia hanya
diperbolehkan menarik garis pangkal biasa (normal baselines) atau garis pangkal lurus
(Straight Baselines), karena alasan ini seharusnya Malaysia tidak diperbolehkan
menarik garis pangkal lautnya dari pulau sipadan legitan karena malaysia bukan
merupakan negara pantai. namun dilain pihak Malaysia menggunakan pasal 121
UNCLOS yang menyatakan bahwa setiap pulau berhak mendapatkan laut teritorial,
Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas kontinennya sendiri-sendiri hal ini dapat
dibenarkan namun dalam penetapan landas kontinen antar negara juga harus
memperhatikan apakah daratan dasar laut itu merupakan kelannjutan tanah alamiah
tanah diatasnya sehingga itu merupakan daerah landas kontinen suatau negara dan
juga harus diperhatikan perjanjian batas landas kontinen yang telah ditetapkan oleh
Indonesia dan Malaysia.Berdasarkan kelaziman hukum Internasional karena Malaysia
tidak melakukan Klaim atas tidakan Indonesia atas kegiatan penambangan dan
eksploitasi di wilayah Blok Ambalat sejak Tahun 1960hingga pasca keluarnya peta
Malaysia tahun 1979 itu merupakan bukti pengakuan Malaysia terhadap wilayah Blok
Ambalat dan Indonesia memiliki Hak berdaulat di wilayah tersebut . Disampingitu
berdasarkan sejarah wilayah tersebut sejak zaman penjajah Belanda.Indonesia adalah
negara Kepulauan (archipelagic state). Deklarasi Negara Kepulauan Indonesia telah
dimulai ketika diterbitkan Deklarasi Djuanda tahun 1957, lalu diikuti Prp No. 4/1960
tentang Perairan Indonesia. Deklarasi Negara Kepulauan ini juga telah disahkan oleh
The United Nations Convention on the Law of the Sea(UNCLOS) tahun 1982 Bagian IV.
Isi deklarasi UNCLOS 1982 antara lain di antara pulau-pulau Indonesia tidak ada laut
bebas, dan sebagai Negara Kepulauan, Indonesia boleh menarik garis pangkal
(baselines) dari titik-titik terluar pulau-pulau terluar.
garis batas yang membagi kawasan perairan tersebut.Sedangkan untuk, garis batas
darat antara Indonesia dan Malaysia di Borneo memang sudah ditetapkan. Garis itu
melalui Pulau Sebatik, sebuah pulau
11kecil di ujung timur Borneo, pada lokasi lintang 4° 10’ (empat derajat 10 menit)
lintang utara. Garis tersebut berhenti di ujung timur Pulau Sebatik. Idealnya, titik akhir
dari batas darat ini menjadi titik awal dari garis batas maritim. Meski demikian, ini tidak
berarti bahwa garis batas maritim harus berupa garis lurus mengikuti garis 4° 10’
lintang utara. Garis batas maritim ini harus sedemikian rupa sehingga membagi
kawasan maritim di Laut Sulawesi secara adil. Garis inilah yang akan menentukan
“pembagian” kedaulatan dan hak berdaulat Indonesia dan Malaysia atas kawasan
maritim di Laut Sulawesi, termasuk Blok Ambalat. Hingga kini, garis tersebut ni belum
ada/disepakati dan sedang dirundingkan. Menurut UNCLOS, proses penentuan garis
batas landas kontinen mengacu pada Pasal 83 yang mensyaratkan dicapainya solusi
yang adil atau “equitable solution” (Ayat 1). Untuk mencapai solusi yang adil inilah
kedua negara dituntut untuk berkreativitas sehingga diperlukan tim negosiasi yang
berkapasitas memadai. Perlu diperhatikan bahwa ’adil’ tidak selalu berarti sama jarak
atau equidistance.Sehingga dapat disimpulkan bahwa status hak berdaulat atas Ambalat
belum sepenuhnya jelas. Belum ada garis batas maritim yang menetapkan/membagi
kewenangan kedua negara. Meski demikian, pada landas kontinen (dasar laut) Laut
Sulawesi memang sudah terjadi eksplorasi sumber daya laut berupa pemberian konsesi
oleh PemerintahIndonesia sejak tahun 1960an kepada perusahaan asing yang tidak
pernah diprotes secara langsung oleh Malaysia sampai dengan tahun 2002. Sejalan
dengan itu, Malaysia juga telah menyatakan klaimnya atas kawasan tertentu di Laut
Sulawesi melalui Peta 1979 meskipun kenyataannya peta itu diprotes tidak saja oleh
Indonesia tetapi juga negara tetangga lainnya dan dunia internasional.
D. Langkah Hukum Negara Indonesia dalam Menghadapi Klaim Malaysia Atas Blok
Ambalat
19 | P a g e
Muhammad Akram H1A119475
selanjutnya masuk langkah kedua dengan menetapkan wilayah sengketa sebagai status
quo dalam kurun waktu tertentu. Pada tahap ini, bisa saja dilakukan eksplorasi di Blok
Ambalat sebagai sarana untuk menumbuhkan rasa saling percaya kedua belah pihak
(confidence building measures). Pola ini pernah dijalankan Indonesia-Australia dalam
mengelola Celah Timor. Langkah ketiga bisa memanfaatkan organisasi regional sebagai
sarana resolusi konflik, misalnya, melalui ASEAN dengan memanfaatkan High Council
seperti termaktub dalam Treaty of Amity and Cooperationyang pernah digagas dalam
Deklarasi Bali 1976. Malaysia akan enggan menggunakan jalur ini karena takut
dikeroyok negara-negara ASEAN lainnya. Sebab, mereka memiliki persoalan perbatasan
dengan Malaysia akibat ditetapkannya klaim unilateral Malaysia berdasarkan peta
1979, seperti Filipina, Thailand, dan Singapura. Di samping itu, kedua negara juga bisa
memanfaatkan jasa baik (good office) negara yang menjadi ketua ARF (ASEAN Regional
Forum) untuk menengahi sengketa ini.
Jika langkah ketiga tersebut tidak juga berjalan, masih ada cara lain. Membawa kasus itu
ke MahkamahInternasional (MI) sebagai langkah nonpolitical legal solution. Mungkin,
ada keengganan Indonesia untuk membawa kasus tersebut ke MI karena pengalaman
pahit atas lepasnya Sipadan dan Ligitan. Tetapi, jika Indonesia mampu menunjukkan
bukti yuridis dan fakta-fakta lain yang kuat, peluang untuk memenangkan sengketa itu
cukup besar. Pasal-pasal yang ada pada UNCLOS 1982 cukup menguntungkan
Indonesia, bukti ilmiah posisi Ambalat yang merupakan kepanjangan alamiah wilayah
Kalimantan Timur, bukti sejarah bahwa wilayah itu merupakan bagian dari Kerajaan
Bulungan, dan penempatan kapal-kapal patroli TNI-AL adalah modal bangsa Indonesia
untuk memenangkan sengketa tersebut.
20 | P a g e