Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

METODOLOGI PEMBAGIAN WARISAN MELALUI MUSYAWARAH DAN


PERDAMAIAN
Tugas Terstruktur
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Fiqih Mawaris
Dosen Pengampu : H. Mahbub Nuryadien, M.Ag

Disusun oleh:
PAI A/5
Kelompok 11
Siti Lailatul Fitriyah (1908101017)
Via Nurpajriah (1908101018)
Nur Rizky Awwaliyyah (1908101037)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
IAIN SYEKH NURJATI CIREBON
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Assalaamualaikum Warrahmatullahi Wabarakaatuh


Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Segala puji bagi Allah SWT Tuhan penguasa Alam semesta. Shalawat dan salam semoga
tetap tercurahkan pada Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam yang senantiasa menjadi
suri tauladan yang cahayanya tidak akan padam hingga kapanpun. Alhamdulillah, berkat
rahmat Allah Subhanallahu Wata'ala akhirnya kami dapat membuat makalah untuk
memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Fiqih Mawaris dengan judul "Metodologi
Pembagian Warisan Melalui Musyawarah atau Perdamaian". Juga tak lupa kami
mengucapkan banyak terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah Fiqih Mawaris,
Bapak H. Mahbub Nuryadien, M. Ag yang telah membimbing dalam penulisan ini.
Kami menyadari bahwasanya dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak
kekurangan, baik dalam segi penulisan maupun pengolahan materi. Untuk itu kami meminta
kritik dan saran yang membangun dari seluruh pihak agar dapat membuat makalah yang lebih
baik lagi di kemudian hari. Semoga Allah Subhanallahu Wata'ala senantiasa memberikan
limpahan keberkahan dalam hidup kita semua. Aamiin ya rabbalalamiin.
Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakaatuh

Cirebon, 7 Desember 2021

Kelompok 11

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i


DAFTAR ISI ............................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................................... 1
C. Tujuan Masalah .............................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 2
A. Pengertian dan Dasar Hukum Mediasi atau Perdamaian ............................................... 2
B. Proses Penyelesaian sengketa Waris Melalui Mediasi .................................................. 3
C. Upaya Menghadapi Kendala Dalam Pelaksanaan Proses Mediasi ................................ 6
BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 11
Kesimpulan ......................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia sebagai khalifah dimuka bumi dalam menjalankan tugasnya memiliki
berbagai konflik yang harus dihadapi dan tak dapat dihindari. Dalam hubungan sosial
kemasyarakatan, sengketa pada umumnya menyangkut hak dan kewajiban yang
digolongkan dalam permasalahan perdata yang berkaitan dengan hukum keluarga,
seperti kasus perceraian yang digabung dengan kasus harta bersama, pemeliharaan
anak, nafkah-nafkah serta sengketa kewarisan.
Dalam sengketa kewarisan, yang objeknya berupa harta benda yang dalam
pembagiannya sering timbul ketidakpuasan diantara sebagian para ahli waris disamping
ketidaktahuannya mengenai bagian-bagian yang diatur dalam Islam serta keserakahan
dan rasa egois. Penyelesaian dapat dilakukan dengan cara musyawarah mufakat secara
kekeluargaan antara para ahli waris. Jika persengketaan meningkat maka diperlukan
pihak ketiga yang memiliki otoritas dan wewenang untuk memberikan keadilan dan
keputusanyang memiliki kekuatan hukum yaitu Pengadilan Agama. Lembaga peradilan
ditempuh sebagai langkah terakhir dalam penyelesaian sengketa kewarisan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Mediasi atau Perdamaian dan bagaimana Dasar
Hukumnya?
2. Bagaimana Proses Penyelesaian sengketa Waris Melalui Mediasi?
3. Upaya Yang Dilakukan Hakim Guna Menghadapi kendala Yang Ditemui Dalam
Pelaksanaan Mediasi Kewarisan?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dan Dasar Hukum Mediasi atau Perdamaian.
2. Untuk mengetahui bagaimana Proses Penyelesaian sengketa Waris Melalui
Mediasi.
3. Untuk mengetahui Upaya Menghadapi Kendala Dalam Pelaksanaan Proses
Mediasi.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pegertian Dan Dasar Hukum Mediasi Atau Perdamaian
1. Pengertian Mediasi Atau Perdamaian
Mediasi berasal dari bahasa latin, mediere, yang berarti berada ditengah.
Mediasi yang dipakai sekarang ini diserap dari Bahasa Inggris, mediation. Dalam
Kamus Hukum Indonesia mediasi adalah proses penyelesaian sengketa secara
damai yang melibatkan bantuan pihak ketiga untuk memberikan solusi yang dapat
diterima pihak-pihak yang bersengketa.
Menurut Christper W. Moore sebagaimana dikutip Desriza Ratman,
mediasi adalah suatu masalah yang dapat dibantu (penyelesaian masalahnya) oleh
pihak ketiga yang dapat diterima oleh kedua belah pihak, adil dan tidak memihak
serta tidak mempunyai wewenang untuk membuat keputusan, tetapi mempercepat
para pihak yang bersengketa agar dapat mencapai suatu keputusan bersama dari
masalah yang disengketakan.1
Makna ini menunjuk pada peran yang ditampilkan pihak ketiga sebagai
mediator dalam menjalankan tugasnya menengahi dan menyelesaikan sengketa
antara para pihak. ‘Berada di tengah’ juga bermakna mediator harus berada pada
posisi netral dan tidak memihak dalam menyelesaikan sengketa. Ia harus mampu
menjaga kepentingan para pihak yang bersengketa secara adil dan sama, sehingga
menumbuhkan kepercayaan (trust) dari para pihak yang bersengketa.2
Adapun menurut Hukum Islam, secara etimologi perdamaian disebut
dengan istilah Islah (as-sulh) yang menurut bahasa adalah memutuskan suatu
persengketaan antara dua pihak, adapun menurut Syara‟ adalah suatu akad dengan
maksud untuk mengakhiri suatu persengketaan antar dua belah pihak yang saling
bersengketa.3
Jadi, mediasi atau perdamaian merupakan cara atau upaya untuk menyelesaikan
suatu persengketaan antara kedua belah pihak melalui proses perundingan dengan
dibantu oleh mediator. Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak
dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian

1 Desriza Ratman. 2012. Mediasi Non-Litigasi Terhadap Sengkata Medik dengan Konsep Win-Win Solition. Jakarta: Elex Media Komputindo. h.133.
2 Rika Lestari, "PERBANDINGAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETASECARA MEDIASI I PENGADILAN DAN DI LUAR PENGADILAN I INDONESIA",
Jurnal Ilmu Hukum, Vol.3 No.2, h. 223
3 Yulianti. 2018. MEDIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA WARIS DIPENGADILAN AGAMA BIMA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Putusan
No. 0476/Pdt.G/2015/PA.Bm). Skripsi : Jurusan Peradilan pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar hlm. 12

2
sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau melaksanakan sebuah
penyelesaian (pasal 1 ayat 6).
2. Dasar Hukum Mediasi
Perdamaian dalam syariat Islam sangat dianjurkan. Sebab, dengan adanya
perdamaian akan terhindar dari putusnya perpecahan silaturrahmi (hubungan kasih
sayang) sekaligus permusuhan di antara pihak-pihak yang bersengketa akan dapat
diakhiri. Adapun dasar hukum yang menegaskan tentang perdamaian dapat dilihat
dalam Al-Quran surat Al Hujuraat ayat 10 yang berbunyi:
َ‫ٱَّلل لَعَلَّ ُك ْم ت ُ ْر َح ُمون‬ ۟ ُ‫وا بَيْنَ أَخ ََو ْي ُك ْم ۚ َوٱتَّق‬
َ َّ ‫وا‬ ۟ ‫ص ِل ُح‬
ْ َ ‫إِنَّ َما ْٱل ُمؤْ مِ نُونَ إِ ْخ َوة ٌ فَأ‬
Artinya: "Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara. Sebab itu
damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah
terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat." 4
Ayat ini menjelaskan mengapa harus mendamaikannya? Karena
sesungguhnya orang-orang mukmin yang mantap imannya serta dihimpun oleh
keimanan, kendati tidak seketurunan adalah bagaikan bersaudara seketurunan,
dengan demikian mereka memiliki keterikatan bersama dalam iman dan juga
keterikatan bagaikan seketurunan. Karena itu wahai orang-orang yang tidak terlibat
langsung dalam pertikaian antar kelompok-kelompok damaikan walau pertikaian
itu hanya terjadi antara kedua saudara kamu, apalagi jumlahnya yang bertikai lebih
dari dua orang dan jagalah diri agar tidak ditimpa bencana baik akibat dari
pertikaian itu maupun selainnya, supaya kamu mendapat rahmat antaralain rahmat
persatuan kesatuan.5
B. Proses Penyelesaian Sengketa Melalui Mediasi
Penyelesaian secara damai merupakan jalan yang terbaik bagi semua pihak,
penggunaan jalur litigasi yang panjang dan berbelit-belit pada akhirnya hanya sebagai
sarana untuk menunjukkan sikap egois semata. Para pihak yang tetap berkeras
menginginkan agar penyelesaiannya diputuskan oleh pengadilan biasanya mengandung
konflik non hukum di luar pokok sengketanya, misalnya diantara para pihak terlibat
konflik emosional, dendam dan sentimen pribadi. Hal inilah yang sering mengemuka
menjadi dinding penghalang terjadinya perdamaian diantara para pihak.6

4 https://tafsirweb.com/9780-surat-al-hujurat-ayat-10.html. diakses pada tanggal 7 Desember 2021, pukul 17.14.


5 M. Quraish Shihab. 2012. Tafsir Al-Misbah (Pesan, Kesan dan KeserasianAl-qur‟an Vol. 13.) Jakarta: Lentera Hati. h.248.
6 I Made Sukadana. 2012. Mediasi Peradilan: Mediasi Dalam Sistem Peradilan Perdata Indonesia Dalam Rangka Mewujudkan Proses Peradilan Yang

Sederhana,Cepat, Dan Biaya Ringan. Jakarta: Prestasi Pustaka. hlm.55.

3
Mediasi merupakan alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang
bersifat sukarela atau pilihan. Pada konteks mediasi di pengadilan ternyata pengadilan
bersifat wajib. Hal ini mengandung arti proses mediasi dalam penyelesaian sengketa di
pengadilan harus terlebih dahulu dilakukan penyelesaiannya melalui perdamaian.
Pihak-pihak yang bersengketa di muka pengadilan terlebih dahulu harus menyelesaikan
persengketaannya melalui perdamaian atau perundingan dengan menyelesaikan
persengketaannya melalui perdamaian atau perundingan dengan dibantu mediator.
Ketentuan dalam Pasal 4 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008
Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan menyatakan bahwa: ‘’Kecuali perkara yang
diselesaikan melalui prosedur pengadilan niaga, pengadilan hubungan industrial,
keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dan keberatan atas
putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, semua sengketa perdata yang diajukan
ke Pengadilan Tingkat Pertama wajib lebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui
perdamaian dengan bantuan mediator’’.
Tidak ditempuhnya proses mediasi berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung
Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan tersebut merupakan
suatu pelanggaran atas ketentuan dalam Pasal 130 HIR/Pasal 154 RBg sehingga
mengakibatkan putusan atas perkara yang bersangkutan menjadi batal demi hukum. Hal
ini juga berkaitan dengan kewajiban hakim agar dalam pertimbangannya putusannya
menyebutkan bahwa perkara yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui
mediasi dengan menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.
Mediasi yang dilakukan oleh para ahli waris akan menghasilkan suatu
kesepakatan atas sengketa yang dialami oleh ahli waris. Ahli waris yang bersengketa
akan mengukuhkan hasil dari kesepakatan yang telah disepakati dalam proses mediasi
untuk mendapatkan kekuatan hukum dan dapat mengikat bagi para ahli waris. Hal ini
diatur dalam Pasal 17 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 Tentang
Prosedur Mediasi di Pengadilan, yang menyatakan bahwa:
1. Jika mediasi menghasilkan kesepakatan perdamaian, para pihak dengan bantuan
mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan
ditandatangani oleh para pihak dan mediator.
2. Jika dalam proses mediasi para pihak diwakili oleh kuasa hukum, para pihak wajib
menyatakan secara tertulis persetujuan atas kesepakatan yang dicapai.
3. Sebelum para pihak menandatangani kesepakatan mediator memeriksa materi
kesepakatan perdamaian untuk menghindari ada kesepakatan yang bertentangan
4
dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat itikad tidak
baik.
4. Para pihak wajib menghadap kembali kepada hakim pada hari sidang yang telah
ditentukan untuk memberitahukan kesepakatan perdamaian.
5. Para pihak dapat mengajukan kesepakatan perdamaian kepada hakim untuk
dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian.
Peranan hakim dalam usaha menyelesaikan perkara tersebut secara damai
adalah sangat penting. Putusan perdamaian mempunyai arti yang sangat baik bagi
masyarakat pada umumnya dan khususnya bagi orang yang mencari keadilan. Apabila
hakim berhasil untuk mendamaikan kedua belah pihak maka dibuat akta perdamaian
dan kedua belah pihak dihukum untuk menaati isi dari akta perdamaian tersebut. Terkait
akta perdamaian tersebut dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang berwenang untuk itu
yakni dibuat oleh hakim maka bisa disebut sebagai akta otentik. Akta otentik terutama
memuat keterangan dari seseorang pejabat yang menerangkan apa yang dilakukannya
dan dilihat dihadapannya. Terkait itu akta perdamaian merupakan bukti bagi para pihak
bahwa sengketa antara para pihak sudah selesai sama sekali dengan jalan damai dan
disaksikan pula oleh hakim yang memeriksa perkara para pihak.7
Adanya akta perdamaian maka kesepakatan perdamaian tersebut mendapat
kepastian hukum. Bahkan dengan dikuatkan kesepakatan damai dalam akta perdamaian
maka kesepakatan perdamaian itu memiliki kekuatan eksekutorial atau memiliki
kekuatan hukum sama dengan putusan pengadilan.
Setelah kesepakatan perdamaian yang telah dibuat oleh para ahli waris
dikukuhkan menjadi akta perdamaian maka akta perdamaian tersebut mengikat
terhadap ahli waris. Ahli waris wajib menaati akta perdamaian yang telah dikukuhkan
oleh hakim. Akta perdamaian tersebut berisikan kesepakatan diantara para ahli waris
mengenai sengketa pembagian harta waris, dengan kata lain, sengketa pembagian harta
waris tersebut telah berakhir karena munculnya akta perdamaian merupakan akhir dari
sengketa pembagian harta waris.
Terkait pengukuhan kesepakatan perdamaian yang dilakukan di luar pengadilan
menjadi akta perdamaian di atur dalam Pasal 23 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1
Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, yang menyatakan bahwa:

7 Victor M.Situmorang. 1993. Perdamaian dan Perwasitan dalam Hukum Acara Perdata. Jakarta: Rineka Cipta. hlm.34.

5
a. Para pihak dengan bantuan mediator bersertifikasi yang berhasil menyelesaikan
sengketa di luar pengadilan dengan kesepakatan perdamaian dapat mengajukan
kesepakatan perdamaian tersebut ke pengadilan yang berwenang untuk
memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan.
b. Pengajuan gugatan sebagaiamana dimaksud dalam ayat 1 harus disertai atau
dilampiri dengan kesepakatan perdamaian dan dokumen-dokumen yang
membuktikan ada hubungan hukum para pihak dengan objek segketa.
c. Hakim dihadapan para pihak hanya akan mengeluarkan kesepakatan perdamaian
dalam bentuk akta perdamaian apabila kesepakatan perdamaian tersebut memuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
• Sesuai kehendak para pihak;
• Tidak bertentangan dengan hukum;
• Tidak merugikan pihak ketiga;
• Dapat dieksekusi;
• Dengan itikad baik.
Ahli waris yang menggunakan mediasi di luar pengadilan wajib melaksanakan
ketentuan Pasal 23 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 Tentang
Prosedur Mediasi di Pengadilan untuk mengukuhkan kesepakatan damai yang di
sepakati menjadi akta perdamaian. 8
C. Upaya Menghadapi Kendala Dalam Pelaksanaan Proses Mediasi
Setiap perkara yang masuk kedalam Pengadilan Agama diwajibkan terlebih
dahulu untuk mengikuti mediasi supaya para pihak bisa menyelesaikan masalah mereka
secara kekeluargaan, sehingga para pihak dapat menemukan solusi yang
menguntungkan kedua belah pihak, dan tidak terjadi perselisihan lagi di luar
pengadilan, karena mereka sudah menyelesaikan masalah mereka secara damai.
Berdasarkan ketentuan tersebut, semua perkara termasuk perkara waris wajib
mengikuti mediasi, mediasi dijalankan berdasarkan ketentuan pada PERMA Nomor 1
Tahun 2008, setiap pihak yang mengikuti mediasi di fasilitasi ruang mediasi, waktu,
mediasi, dan mediator. Mediator disini bersifat netral, semua keputusan ada ditangan
para pihak. Keberhasilan mediasi ditentukan oleh para pihak, kalau mereka ingin
perkara diselesaikan dengan mediasi seharusnya mereka datang pada saat sidang

8 Rachmadi Usman. 2012. Mediasi Di Pengadilan: dalam teori dan praktek. Jakarta: Sinar Grafika. hlm.206

6
mediasi, dan mengikuti proses mediasi dengan iktikad baik, sehingga proses mediasi
mendapatkan hasil yang bagus.9
Ada beberapa kendala yang ditemui, ialah hambatan yang diakibatkan para
pihak itu sendiri maupun kendala karena ruang lingkup yang terdapat di Pengadilan
Agama. Kendala-kendala inilah yang menghambat keberhasilan dan kurang
maksimalnya pelaksanaan dalam proses mediasi, adapun kendala yang ditemui itu
antara lain adalah:
1. Kebanyakan para pihak yang datang ke Pengadilan Agama sangat sulit untuk
didamaikan atau menemukan kata sepakat karena mereka sudah mempunyai prinsip
sendiri untuk mempertahankan posisi mereka, yang mana masing pihak-pihak
menganggap tindakan yang diambil sudah benar dan sesuai yang diinginkan, dan
mungkin hanya sedikit dari mereka yang menemukan kata sepakat dan dapat
didamaikan dalam proses pelaksanaan mediasi.
2. Perkara sengketa waris yang sudah sangat parah, yang mana masalah waris tersebut
pernah diselesaikan secara kekeluargaan, namun tidak bisa diselesaikan dan merasa
jalan satu-satunya ialah menyelesaikan masalah di pengadilan, yang mana dalam
hal inilah yang menjadikan semua pendekatan, nasehat, pemahaman lain yang
diberikan saat mediasi menjadi sia-sia. Maka setiap masukan yang diberikan
mediator tidak akan diterima oleh oleh salah satu ataupun kedua belah pihak,
mereka sudah mempertahankan keyakinan masing-masing dan mereka
10
menganggap keyakinan merekalah yang benar dan akan menang dalam perkara
ini.
3. Para pihak tidak dapat diajak bekerja sama, dalam artian tidak memiliki niat
(beriktikad baik) dalam melakukan mediasi menurut penuturan dari Bapak Ahmad
Ansari menyebutkanbutkan bahwa tidak memiliki niat yakni salah satu pihak atau
kedua belah pihak tidak hadir dalam proses mediasi, sama halnya para pihak
memberikan kuasa hukum kepada pengacaranya, meskipun hal tersebut dibolehkan
dengan para pihak diwajibkan menyatakan secara tertulis persetujuan atas
kesepakatan yang dicapai, namun inti dari mediasi tidak terlaksana. Sebab mediasi
pada dasarnya harus dilakukan sendiri oleh para pihak yang berpekara. Ditambah
lagi kuasa hukum hanya berpegangan kepada surat gugatan, sehingga mediator

9 Komandanu, Arya. 2015. PENYELESAIAN SENGKETA KEWARISAN DENGAN CARA MEDIASI OLEH HAKIM DI PENGADILAN AGAMA KELAS I A

PADANG. Skripsi : Universitas Andalas Fakultas Hukum Program Kekhususan Perdata, hlm. 46

10 Muhibbin, Moh, dan Abdul wahid, 2011, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaruan Hukum Positif Di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika

7
tidak dapat menjalankan perannya sebagai orang yang mencari alternatif-alternatif
penyelesaian masalah secara maksimal.
Kendala-kendala ini timbul karena para pihak yang kurang memiliki kesadaran
ataupun tidak mengetahui keuntungan atau manfaat nyata bagi mereka sehingga mereka
menganggap proses mediasi hanyalah sebuah langkah formalitas sebelum memasuki
tahap peradilan, yang mereka pikir apabila mengikuti ataupun tidak mengikuti proses
mediasi tidak akan merubah pemikiran mereka dan menganggap proses mediasi tidak
akan bisa menyelesaikan perkara mereka. Yang mengira sengketa mereka akhirnya
hanya akan diselesaikan melalui peradilan.
Pemikiran-pemikiran singkat dari masyarakat awam inilah yang mempengaruhi
orang disekitar mereka bahwa mengikuti proses mediasi hanyalah sebuah langkah
formalitas, tidak mengikutinya mediasipun tidak apa-apa, dan tidak akan mengubah
apapun. Opini-opini ini terus menyebar di masyarakat, sehingga proses mediasi
dipandang sebelah mata oleh masyarakat awam.
Pandangan yang salah inilah yang membuat masyarakat awam yang hendak
menyelesaikan perkara mereka di pengadilan, tidak begitu menaruh perhatian lebih
terhadap mediasi. Mereka jadi mengira tidak perlu juga mengikuti proses mediasi,
pemikiran ini dipengaruhi oleh pandangan yang salah tadi, yang didapat dari orang yang
juga tidak mempunyai pengetahuan lebih mengenai mediasi, yang mana mungkin ia
hanya mendengar dari orang lain juga yang tidak jelas sumber informasinya.
Dalam menangani kendala-kendala yang muncul dalam proses mediasi
membuat para mediator harus berpikir bagaimana kendala-kendala tersebut agar dapat
dihadapi sehingga proses mediasi dapat berjalan sebagaimana mestinya dan lancar.
Membuat semua perkara perdata termasuk mengenai perkara waris dapat menempuh
proses mediasi secara efisien, dan memaksimalkan kinerja proses mediasi itu sendiri.
Peraturan yang telah ada dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2008 merupakan hasil
pemikiran para pakar mediasi yang dituangkan sebaik mungkin serta secara mendetail,
sehingga terciptalah sebuah pedoman yang baik tentang mediasi yang menjadi acuan
bagi para mediator di Indonesia, yang membuat pihak yang bersengketa mempercepat,
mempermurah, dan mempermudah dalam mencari keadilan, tapi dapat kita lihat pada
kenyataannya masih ada timbul kendala-kendala. Baik kendala yag ditimbulkan para
pihak, maupun kendala yang tanpa sengaja datang dari pengadilan itu sendiri.
Banyak cara atau yang dapat dilakukan mediator dalam meminimalisir kendala
yang terjadi. Kendala tersebut biasa dihilangkan asalkan kita sama-sama mau bekerja
8
sama mengikuti cara atau upaya untuk menghilangkan kendala tersebut, dibutuhkan
partispasi dari masyarakat itu sendiri sebagai para pihak dan pengadilan dalam
melaksanakannya. Adapun beberapa upaya tersebut antara lain11 :
1. Tidak mengulur-ulur waktu dengan tidak memperlama pembukaan dengan lansung
ke pokok permasalahan, dan membahas apa masalah apa yang terjadi antara pihak
serta keinginan mereka supaya cepat menemukan solusi yang memenangkan kedua
belah pihak(win-win solution).
2. Mediator melakukan pendekatan persuasif kepada para pihak yaitu memberikan
arahan dan nasehat yang bertujuan agar para pihak mau berubah pikiran mereka,
supaya bisa diselesaikan dengan cara baik-baik dan dapat didamaikan sehingga
hubungan mereka sebagai tidak renggang lagi.
3. Mediator di sini bersifat netral dengan memberikan arahan dan nasehat yang
dibutuhkan dengan tidak memperlama pembahasan kasus, karena mediator sebelum
proses mediasi dilaksanakan telah mempelajari masalah yang akan dimediasi,
sehingga dapat menghemat waktu dalam membahas masalah.
4. Masing-masing pihak bisa menemui mediator tanpa kehadiran pihak lainnya di luar
waktu mediasi untuk membahas masalah dan kepentigan yang tidak tersampaikan
selama proses mediasi karena tidak ingin didengar oleh pihak lawan.
5. Setelah terjadi kesepakatan damai, mediator merumuskan isi kesepakatan-
kesepakatan para pihak yang bersengketa secara tertulis dan ditandatangani oleh
para pihak sebagai bukti bahwa para pihak benar-benar sepakat untuk
menghentikan sengketa dan memilih jalan perdamaian. Setelah kesepaktan damai
selesai dan dibacakan kepada para pihak, mediator melaporkan hasil kesepakatan
yang telah dibuat kepada majelis hakim yang menangani perkara tersebut. Majelis
hakim yang menerima laporan perdamaian dari mediator, membacakan hasil
perdamaian yang telah dilaporkan dan di kuatkan dalam bentuk akta perdamaian
yang dimasukkan dalam putusan akhir.
Dengan adanya upaya-upaya ini, mediasi kembali menemukan tujuan utamanya
yakni sebagai alternatif penyelesaian sengketa yang mementingkan faktor ekonomi,
dengan menyelesaikan sengketa secara ekonomis, baik dari sudut pandang biaya
maupun dari sudut pandang waktu. Setiap orang menginginkan masalah meraka bisa
cepat diselesaikan tanpa mengulur-ulur waktu serta menghemat biaya yang

11 Sunggono, Bambang, 2001. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

9
dikeluarkan. Proses mediasi dipandang sebagai cara penyelesaian sengketa yang lebih
cepat dan murah dibandingkan dengan proses litigasi.12
Di indonesia memang belum ada penelitian yang membuktikan asumsi bahwa
mediasi merupakan proses penyelesaian sengketa yang cepat dan murah dibandingkan
proses litigasi. Akan tetapi, dapat dilihat bahwa pihak yang kalah seringkali
mengajukan upaya hukum, banding maupun kasasi, sehingga membuat penyelesaian
atas perkara yang bersangkutan dapat memakan waktu bertahun-tahun, dari sejak
pemeriksaan di pengadilan tingkat pertama hingga pemeriksaan tingkat kasasi
Mahkamah Agung. Sebaliknya, jika perkara dapat diselesaikan dengan proses mediasi,
maka para pihak dengan sendirinya dapat menerima hasil akhir karena merupakan hasil
kerja mereka yang mencerminkan kehendak bersama para pihak. Selain itu, dapat
ditemukan juga dalam literatur-literatur bahwa disebutkan mengenai penggunaan
mediasi merupakan proses penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan murah
dibandingkan proses litigasi.
Upaya-upaya ini membangkitkan kepercayaan masyarakat dalam peran mediasi
sebagai alternatif penyelesaian sengketa, menapis segala opini-opini yang salah
terhadap mediasi bahwa mediasi bukan sekedar suatu langkah formalitas dalam proses
peradilan, yang tidak harus diikuti. Dengan adanya upaya-upaya ini membuat tingkat
keberhasilan proses mediasi menjadi naik, yang menguatkan antusias masyarakat
tentang arti sebenarnya dari suatu proses mediasi, bahwa dengan proses mediasi segala
sengketa dapat diselesaikan, termasuk didalamnya sengketa kewarisan, dimana
permasalahan antar saudara yang meributkan masalah hak waris mereka dapat saudara,
sehingga hubungan mereka yang dulu sempat renggang bahkan terjadi pertikaian
mereka antar saudara dan kerabat bisa kembali utuh.

12 Yulianti. Op., Cit. hlm. 2

10
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Mediasi atau perdamaian merupakan cara atau upaya untuk menyelesaikan suatu
persengketaan antara kedua belah pihak melalui proses perundingan dengan dibantu oleh
mediator. Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan
guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara
memutus atau melaksanakan sebuah penyelesaian (pasal 1 ayat 6).
Perdamaian dalam syariat Islam sangat dianjurkan. Sebab, dengan adanya perdamaian
akan terhindar dari putusnya perpecahan silaturrahmi (hubungan kasih sayang) sekaligus
permusuhan di antara pihak-pihak yang bersengketa akan dapat diakhiri. Adapun dasar
hukum yang menegaskan tentang perdamaian dapat dilihat dalam Al-Quran surat Al Hujuraat
ayat 10.
Penyelesaian secara damai merupakan jalan yang terbaik bagi semua pihak,
penggunaan jalur litigasi yang panjang dan berbelit-belit pada akhirnya hanya sebagai sarana
untuk menunjukkan sikap egois semata. Para pihak yang tetap berkeras menginginkan agar
penyelesaiannya diputuskan oleh pengadilan biasanya mengandung konflik non hukum di
luar pokok sengketanya, misalnya diantara para pihak terlibat konflik emosional, dendam dan
sentimen pribadi.
Ada beberapa kendala yang ditemui, yaitu :
1. Kebanyakan para pihak yang datang ke Pengadilan Agama sangat sulit untuk
didamaikan.
2. Perkara sengketa waris yang sudah sangat parah, yang mana masalah waris tersebut
pernah diselesaikan secara kekeluargaan, namun tidak bisa diselesaikan dan merasa jalan
satu-satunya ialah menyelesaikan masalah di pengadilan.
3. Para pihak tidak dapat diajak bekerja sama.
Upaya untuk mengatasi kendala dalam pelaksanaan proses mediasi, yaitu :
1. Tidak mengulur-ulur waktu
2. Mediator melakukan pendekatan persuasif kepada para pihak
3. Mediator di sini bersifat netral
4. Masing-masing pihak bisa menemui mediator tanpa kehadiran pihak lainnya
5. Setelah terjadi kesepakatan damai, mediator merumuskan isi kesepakatan-kesepakatan
para pihak yang bersengketa secara tertulis dan ditandatangani oleh para pihak.

11
DAFTAR PUSTAKA
https://tafsirweb.com/9780-surat-al-hujurat-ayat-10.html diakses pada tanggal 7 Desember
2021, pukul 17.14.
Komandanu, Arya. 2015. PENYELESAIAN SENGKETA KEWARISAN DENGAN CARA
MEDIASI OLEH HAKIM DI PENGADILAN AGAMA KELAS I A PADANG. Skripsi :
Universitas Andalas Fakultas Hukum Program Kekhususan Perdata.
Lestari Rika, "PERBANDINGAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETASECARA MEDIASI
I PENGADILAN DAN DI LUAR PENGADILAN I INDONESIA", Jurnal Ilmu Hukum,
Vol.3 No.2,
M. Quraish Shihab. 2012. Tafsir Al-Misbah (Pesan, Kesan dan KeserasianAl-qur‟an Vol. 13.)
Jakarta: Lentera Hati.
M.Situmorang Victor. 1993. Perdamaian dan Perwasitan dalam Hukum Acara Perdata.
Jakarta: Rineka Cipta
Muhibbin, Moh, dan Abdul wahid. 2011. Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaruan Hukum
Positif Di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika
Rachmadi Usman. 2012. Mediasi Di Pengadilan: dalam teori dan praktek. Jakarta: Sinar
Grafika
Ratman Desriza. 2012. Mediasi Non-Litigasi Terhadap Sengkata Medik dengan Konsep Win-
Win Solition. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Sukadana Made. 2012. Mediasi Peradilan: Mediasi Dalam Sistem Peradilan Perdata
Indonesia Dalam Rangka Mewujudkan Proses Peradilan Yang Sederhana,Cepat, Dan
Biaya Ringan. Jakarta: Prestasi Pustaka
Sunggono, Bambang, 2001. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Yulianti. 2018. MEDIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA WARIS DIPENGADILAN
AGAMA BIMA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Putusan No.
0476/Pdt.G/2015/PA.Bm). Skripsi : Jurusan Peradilan pada Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Alauddin Makassar.

12

Anda mungkin juga menyukai