Oleh:
Fathul Hamdani
I2B022018
Dosen Pengampu
Prof. Dr. H. Arba, S.H., M.Hum
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Hukum acara perdata peninggalan kolonial, Reglement Tot Regeling
van Het Rechtswezen In De Gewesten Buiten Java en Madura (RBg)
ataupun Het Herziene Inlandsch Reglement (HIR), selalu memosisikan
hakim sebagai orang yang menyelesaikan sengketa, baik dengan cara
memutus perkara atau mendamaikan para pihak yang berperkara.
Kewajiban hakim untuk menawarkan perdamaian telah diatur dalam Pasal
154 RBg dan Pasal 130 HIR. Cara berpikir dalam regulasi peninggalan
kolonial tersebut membuat hakim selalu menempatkan perdamaian sebagai
formalitas dalam setiap perkara perdata, meskipun akhirnya dilanjutkan
hingga tahap putusan.3
Jalur litigasi dianggap memakan waktu (time-consuming) dan berbiaya
tinggi (high-cost). Selain itu, litigasi bagi hakim telah mengakibatkan
penumpukan serta beban perkara, sementara bagi para pihak dapat
memengaruhi reputasi mereka sendiri. Alasan tersebut mendorong
Mahkamah Agung Republik Indonesia untuk menghidupkan kembali cara
perdamaian atau penyelesaian sengketa yang bersifat solusi menang-
menang (win-win solution) serta efisien dari segi waktu dan biaya, atau
dikenal juga dengan istilah mediasi di pengadilan.
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan pada umumnya menggunakan
cara-cara yang berbeda dengan penyelesaian sengketa melalui pengadilan,
yakni digunakannya beberapa cara antara lainnya ialah negosiasi dan
1
Makalah, Dipersantasikan pada Mata Kuliah Hukum dan Masyarakat, 2022.
2
Mahasiswa Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Mataram.
3
A. Haryo Yudanto, “Memberdayakan Mediasi: Musyawarah untuk Mufakat”,
https://jdih.bappenas.go.id/data/file/Memberdayakan_Mediasi_musyawarah_mufakat.pdf, diakses
pada 15 Oktober 2022.
2
4
Laurensius Arliman S., “Mediasi melalui Pendekatan Mufakat sebagai Lembaga Alternatif
Penyelesaian Sengketa untuk Mendukung Pembangunan Ekonomi Nasional”, UIR Law Review,
Vol. 2 No. 2 (2018), hlm. 387.
3
2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana analisis nilai sila ke-4 mengenai musyawarah mufakat dalam
pelaksanaan mediasi?
b. Sejauh mana mediasi dapat memberikan kemanfaatan, rasa adil, dan
kepastian hukum kepada para pihak?
3. Tujuan Permasalahan
a. Mengetahui nilai sila ke-4 mengenai musyawarah mufakat dalam
pelaksanaan mediasi.
b. Mengetahui sejauh mana mediasi dapat memberikan kemanfaatan, rasa
adil, dan kepastian hukum kepada para pihak.
B. PEMBAHASAN
1. Nilai Sila Ke-4 mengenai Musyawarah Mufakat dalam Pelaksanaan
Mediasi
Sebagai dasar negara, Pancasila memang menjadi sumber nilai bagi
hukum lainnya. Terutama keberadaan sila ke-4, yakni dengan
mengimplementasikannya dalam penyelesaian sengketa.
Pengimplementasian sila ke-4 tersebut, khususnya dalam pelaksanaan
mediasi menjadi sangat penting. Mediasi merupakan kosakata atau istilah
yang bersalah dari kosakata Inggris, yaitu mediation. Di Indonesia lebih
suka menggunakannya dengan istilah mediasi. W. Poeggel and E. Oeser
menyatakan mediasi adalah suatu cara penyelesaian melalui pihak ketiga. Ia
bisa individu (pengusaha) atau lembaga atau organisasi profesi atau dagang.
Mediator ikut serta secara aktif dalam proses negosiasi. Biasanya ia dengan
4
5
Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional Prinsip-prinsip dan Konsepsi Dasar (Jakarta:
Rajawali Press, 2004), hlm. 12.
6
Takdir Rahmadi, Mediasi Peyelesaian Sengketa melalui Pendekatan Mufakat (Jakarta:
Rajawali Press, 2010), hlm. 41.
7
Jimly Asshiddiqie, “Pancasila dan Agenda Pembaruan Birokrasi”, Makalah, disampaikan pada
Seminar Nasional Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang, Rabu, 18 Mei, 2011.
5
8
I Made Sukadana, Mediasi Peradilan (Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2012), hlm. 39.
9
Nikolas Simanjuntak, “Penguatan Lembaga Adat Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa”,
Jurnal Negara Hukum, Vol. 4 No. 1 (2013), hlm. 12.
10
Danang Wijayanto, et.al., Problematika Hukum dan Peradilan (Jakarta: Komisi Yudisial,
2014), hlm. 71.
6
11
Muzayin Mahbub, Dialektika Pembaruan Sistem Hukum Indonesia (Jakarta: Komisi Yudisial,
2012), hlm. 260.
12
Mohammad Jamin, Peradilan Adat, Pergeseran Politik Hukum, Perspektif Undang-undang
Otonomi Khusus Papua (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014), hlm. 88-89.
7
13
Teddy Lesmana, “Mediasi Penal sebagai Alternatif Penyelesaian Perkara Pidana dalam
Perspektif Pembaharuan Sistem Peradilan Pidana Indonesia”, Jurnal Rechten: Riset Hukum dan Hak
Asasi Manusia, Vol. 1 No. 1 (2019), hlm. 4.
14
Ismail Rumadan, “Efektivitas Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Negeri”,
https://bldk.mahkamahagung.go.id/id/component/k2/item/5-efektivitas-pelaksanaan-mediasi-di-
pengadilan-negeri.html, diakses tanggal 10 Oktober 2022.
9
mereka mengenali rasa keadilan. Posisi asali ini dapat dikatakan merupakan
status quo awal yang pas, sehingga persetujuan fundamental yang dicapai
di dalamnya adalah fair. Sehingga dalam pengambilan suatu keputusan akan
sangat sarat dengan kata “mufakat”, yang artinya tidak ada pihak yang
dirugikan atau berada di bawah paksaan ketika menjalani proses mediasi.
Ketiga, terkait aspek kepastian hukum, bahwa sesuai dengan Pasal
1858 ayat (1) dan (2) KUHPerdata dan Pasal 130 HIR/Pasal 154 RBg ayat
(2) dan (3) yang mengatur mengenai perdamaian dan perjanjian perdamaian,
menerangkan bahwa akta perdamaian mempunyai kekuatan hukum sebagai
berikut:
a. Putusan perdamaian mempunyai kekuatan yang sama layaknya putusan
hakim (pengadilan) dalam tingkat akhir, sehingga memiliki kekuatan
hukum tetap, dan terhadap putusan tersebut tidak dapat dimintakan upaya
hukum banding maupun kasasi. Dengan demikian, akta perdamaian yang
dikukuhkan dalam putusan perdamaian yang telah dibacakan di muka
sidang oleh majelis hakim telah memiliki kepastian hukum layaknya
putusan biasa yang telah berkekuatan hukum tetap.
b. Akta perdamaian memiliki kekuatan pembuktian sempurna, artinya
apabila akta perdamaian tersebut dijadikan alat bukti, maka tidak
memerlukan alat bukti pendukung lainnya untuk membuktikan telah
terjadinya peristiwa maupun hubungan hukum lainnya yang telah
menimbulkan hak dan kewajiban, karena akta perdamaian sama halnya
dengan akta otentik buatan pejabat umum yakni hakim melalui putusan
perdamaian dan dibuat secara sengaja untuk dapat dijadikan dan
digunakan sebagai alat bukti.
c. Akta perdamaian (acta van dading) hasil mediasi memiliki kekuatan
eksekutorial, karena dalam putusan perdamaian tersebut memuat irah-
irah “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG
MAHA ESA”. Setiap akta atau putusan yang dalam kepala putusannya
memuat irah-irah, maka termasuk dalam akta otentik yang memiliki
kekuatan eksekutorial.
13
C. PENUTUP
1. Sebagai dasar negara, Pancasila memang menjadi sumber nilai bagi hukum
lainnya. Terutama keberadaan sila ke-4, yakni dengan
mengimplementasikannya dalam penyelesaian sengketa, yaitu melalui
mediasi. Gagasan pendekatan mufakat di dalam mediasi sebagai lembaga
penyelesaian sengketa, secara ideologis ini sesuai dengan gagasan
Soekarno, untuk memberikan penegasan kembali identitas Indonesia
sebagai keagungan bangsa yang berdasarkan pada prinsip-prinsip
tradisional masyarakat Indonesia yang tinggi. Sehingga perlunya
penyelesaian sengketa melalui mediasi melalui pendekatan mufakat, pada
intinya untuk mencapai kesepakatan bersama diantara para pihak, selain
menutup kemungkinan menumpuknya berkas perkara di pengadilan, juga
dapat dijadikan sarana dalam memecahkan persengketaan secara damai
yang diterima, dan mengikat para pihak yang bersengketa dan
mengandalkan konsep mufakat sebagai ciri khas bangsa Indonesia.
2. Pertama, aspek kebermanfaatan yang diperoleh dari mediasi di samping
untuk mengurangi perkara di pengadilan, namun juga melalui mediasi akan
dapat memberikan para pihak win-win solution. Kedua, aspek keadilan
yang diperoleh adalah dalam hal ini hasil dari persetujuan dan tawar-
menawar yang diperoleh dari mediasi adalah fair. Karena dengan adanya
situasi posisi asali (para pihak tidak dikondisikan oleh suatu sistem negara),
relasi semua orang yang simetri, maka situasi awal ini adalah fair antar
individu sebagaimana person moral, yakni sebagai makhluk rasional dengan
tujuan dan kemampuan mereka mengenali rasa keadilan. Ketiga, terkait
aspek kepastian hukum, bahwa sesuai dengan Pasal 1858 ayat (1) dan (2)
KUHPerdata dan Pasal 130 HIR/Pasal 154 RBg ayat (2) dan (3) yang
mengatur mengenai perdamaian dan perjanjian perdamaian, menerangkan
bahwa akta perdamaian mempunyai kekuatan hukum sebagai berikut: a.
layaknya putusan hakim (pengadilan); b. Akta perdamaian memiliki
kekuatan pembuktian sempurna; dan c. Akta perdamaian (acta van dading)
hasil mediasi memiliki kekuatan eksekutorial.
14
DAFTAR PUSTAKA
Adolf, Huala. Hukum Perdagangan Internasional Prinsip-prinsip dan Konsepsi
Dasar. Jakarta: Rajawali Press, 2004.
Arliman S. Laurensius. “Mediasi melalui Pendekatan Mufakat sebagai Lembaga
Alternatif Penyelesaian Sengketa untuk Mendukung Pembangunan Ekonomi
Nasional”. UIR Law Review. Vol. 2 No. 2 (2018).
Asshiddiqie, Jimly. “Pancasila dan Agenda Pembaruan Birokrasi”. Makalah.
Disampaikan pada Seminar Nasional Fakultas Hukum Universitas Negeri
Semarang, Rabu, 18 Mei, 2011.
Jamin, Mohammad. Peradilan Adat, Pergeseran Politik Hukum, Perspektif
Undang-undang Otonomi Khusus Papua. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014.
Lesmana, Teddy. “Mediasi Penal sebagai Alternatif Penyelesaian Perkara Pidana
dalam Perspektif Pembaharuan Sistem Peradilan Pidana Indonesia”. Jurnal
Rechten: Riset Hukum dan Hak Asasi Manusia. Vol. 1 No. 1 (2019).
Mahbub, Muzayin. Dialektika Pembaruan Sistem Hukum Indonesia. Jakarta:
Komisi Yudisial, 2012.
Rahmadi, Takdir. Mediasi Peyelesaian Sengketa melalui Pendekatan Mufakat.
Jakarta: Rajawali Press, 2010.
Rumadan, Ismail. “Efektivitas Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Negeri”.
https://bldk.mahkamahagung.go.id/id/component/k2/item/5-efektivitas-
pelaksanaan-mediasi-di-pengadilan-negeri.html. Diakses tanggal 10 Oktober
2022.
Simanjuntak, Nikolas. “Penguatan Lembaga Adat Sebagai Alternatif Penyelesaian
Sengketa”. Jurnal Negara Hukum. Vol. 4 No. 1 (2013).
Sukadana, I Made. Mediasi Peradilan. Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2012.
Wijayanto, Danang, et.al. Problematika Hukum dan Peradilan. Jakarta: Komisi
Yudisial, 2014.
Yudanto, A. Haryo. “Memberdayakan Mediasi: Musyawarah untuk Mufakat”.
https://jdih.bappenas.go.id/data/file/Memberdayakan_Mediasi_musyawarah
_mufakat.pdf. Diakses pada 15 Oktober 2022.