Surel: Akhmadasrori313@gmail.com
Abstrak
Pada artikel ilmiah ini disajikan informasi mengenai mediasi sebagai
upaya preventif poliandri. Medasi merupakan salah satu alternatif
penyelesaian sengketa secara “non litigasi”, yaitu penyelesaian yang
dilakukan di luar jalur pengadilan. Namun tidak selamanya proses
penyelesaian sengketa secara mediasi, murni ditempuh di luar jalur
pengadilan. Dari kandungan ayat al-Qur’an surah an-nisaa ayat 35, dapat
dipahami bahwa salah satu cara menyelesaikan
perselisihan/persengketaan antara suami isteri, yaitu dengan jalan
mengirim seorang hakam selaku “mediator” dari kedua belah pihak untuk
membantu menyelesaikan perselisihan yang terjadi.
1
Djoko Prakosadan dan I Ketut Murtika, Azas-Azas Hukum Perkawinan Di Indonesia, PT Bina
Aksara, Jakarta, 1987, hlm .1
rusak dan kacaunya hidup bersama yang bernama keluarga ini
menimbulkan rusak dan kacaunya bangunan masyarakat2.
Perkawinan pada umumnya tidak berlangsung secara Monogamy,
tetapi tidak jarang di jumpai perkawinan poligami dan poliandri.
Perkawinan Monogami adalah suatu asas dalam Undang-undang
Perkawinan, dengan suatu pengecualian, yang ditunjukkan kepada
mereka yang menurut agama dan hukumnya mengizinkan seseorang
boleh beristri lebih dari seorang3. Perkawinan Monogami dan Poligami
diperbolehkan baik dalam hukum perkawinan di Indonesia dan hukum
islam. Sedangkan perkawinan poliandri dimana seorang wanita yang
memiliki lebih dari satu suami tidak di perbolehkan baik secara syari’at
agama islam dan juga dasar hukum Negara. Perkawinan tersebut akan
merusak kehidupan rumah tangga seorang keluarga yang sudah
berlangsung.
Detiknews (1 April 2019 melansir informasi mengenai kasus
poliandri yang terjadi di Bali). Berdasarkan data tersebut diketahui
bahwasannya seorang wanita asal Magetan telah berpoliandri selama 2
tahun di Bali.Tak hanya melakukan poliandri dia pun juga telah
merugikan dua orang laki-laki baik suami pertama yang dikelabuhi
selama 2 tahun dan suami kedua yang telah dibohongi selama
melakukan pernikahan tersebut berlangsung.
Berdasarkan data tersebut, maka harus ada suatu usaha atau upaya preventif
yang dapat mendamaikan pada pihak-pihak yang bersangkutan. Diantaranya ialah
melakukan mediasi antara kedua belah pihak yang bersangkutan.
Menurut Garry Goopaster mediasi adalah proses negoisasi penyelesaian
sengketa atau pemecahan masalah dimana pihak-pihak ketiga yang tidak memiliki
hak (impartial) bekerja sama dengan para pihak yang bersengketa membantu
memperoleh keepakatan perjanjian yang memuaskan4.
2
Soedaryo Soimin, Hukum Orang Dan Keluarga Perspektif Hukum Perdata Barat (BW) Hukum
Islam Dan Hukum Adat, Jakarta,1992, hlm 3.
3
Ibid hlm 3
4
Susanti dan Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen.Ditinjau dari hokum Acara
serta Kendala Implementasinya,(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008)Hlm.109
Jika hal itu tidak diupayakan secara eksplisit pada masyarakat, maka dengan
berkembangnya zaman akan lebih banyak timbul dampak-dampak yang akan
sangat merugikan bagi kedua pasangan, keturunan dan juga warga sekitar.
BAHASAN
Konsep Dasar Mediasi Sebagai Upaya Preventif Poliandri
Pada asasnya dalam suatu perkawinan, seorang pria hanya boleh memiliki
satu orang istri, dan seorang wanita hanya boleh memiliki seorang suami5.
Apabila ada seorang wanita yang melakukan sebuah praktik haram (Poliandri)
maka secara agama islam dan dasar hukum Negara tidak diperbolehkan bahkan
diharamkan dan tentunya juga bersifat implisit.
Pada dasarnya penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan dua cara, yang
biasa digunakan adalah penyelesaian sengketa melalui pengadilan, kemudian
dengan perkembangan peradaban manusia berkembang pula penyelesaian
sengketa di luar pengadilan. Proses penyelesaian sengketa melalui pengadilan
menghasilkan suatu keputusan yang bersifat adversarial yang belum mampu
merangkul kepentingan bersama, karena menghasilkan suatu putusan win lose
solution, dengan adanya pihak yang menang dan kalah tersebut, di satu pihak akan
merasa puas tapi di pihak lain merasa tidak puas, sehingga dapat menimbulkan
suatu persoalan baru di antara para pihak yang bersengketa. Belum lagi proses
penyelesaian sengketa yang lambat, waktu yang lama, dan biaya yang relatif lebih
mahal.
5
Undang-Undang RI No.1 tahun 1974 pasal 3
untuk umum dan dipublikasikan. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan ini
umumnya dinamakan “Alternative Dispute Resolution” (ADR)6.
Mediasi adalah suatu proses yang bersifat pribadi, rahasia (tidak terekspos
keluar) dan kooperatif dalam menyelesaikan masalah. Karena mediator selaku
pihak ketiga yang tidak memihak membantu para pihak (perorangan atau
lembaga) yang bersengketa dalam menyelesaikan konflik dan menyelesaikan atau
mendekatkan perbedaan-perbedaannya7.
Mediasi merupakan cara yang praktis, relatif dan tidak formal seperti proses
di pengadilan. Dalam banyak kasus, terutama kasus poliandri mediasi sangat
penting dalam uapaya preventif poliandri. Karena dalam proses mediasi, semua
pihak bertemu secara pribadi dan langsung dengan mediator bersama-sama
dan/atau, dalam pertemuan yang berbeda. Dalam pertemuan ini semua pihak
saling memberikan informasi, keterangan, penjelasan.yang dihadapi dan juga
saling menukar dokumen.
Syarat-Syarat Mediasi
Mediator adalah hakim atau pihak lain yang memiliki sertifikat mediator
sebagai pihak netral yang membantu para pihak yang berperkara dalam proses
6
Rachmadi Usman, “Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan” , PT. Citra Aditya Bakti,
(Bandung: 2003), hlm. 2-3.
7
Sulaiman, Mediasi sebagai Alternatif Hal 3
perundingan untuk mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa
menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian8.
8
Pasal 1 ayat (2) Ketentuan Umum Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2016
Tentang Mediasi di Pengadilan. Ibid.
9
B.N. Marbun, Kamus Hukum Indonesia, (Jakarta: Sinar Harapan, 2006), h. 168.
10
Pasal 13. Ibid.
11
Runtung, Pemberdayaan Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa di Indonesia,
(Medan: Universitas Sumatera Utara, 2006), h. 15.
Persyaratan eksternal mediator yaitu berupa persyaratan lain yang berkaitan
dengan para pihak dan permasalahan yang disengketakan kepada mereka.
Persyaratan tersebut adalah:
12
Syahrizal Abbas, Mediasi; Dalam Perspektif Hukum Syari’ah, Hukum Adat dan Hukum Nasional,
(Jakarta: Kencana Prenada Media, 2009), h. 60-65.
13
D. Y. Witanto, Hukum Acara Mediasi dalam Perkara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum
dan Peradilan Agama Menurut Perma No.01 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan,
(Bandung, Alfabeta, 2010), h. 102.
mengakibatkan kegagalan mediasi. Karena itu tahapan dalam mediasi sangat
penting untuk diperhatikan. PERMA Nomor 1 Tahun 2016 telah mengatur detail
tahapan mediasi. Berikut ini adalah tahapan-tahapannya
Tahapan Pra-Mediasi
Apabila setelah diberikan panggilan salah satu pihak tidak hadir, mediasi
tetap bisa dilaksanakan dan tidak menghalangi proses mediasi. Kemudian Hakim
Pemeriksa perkara wajib menjelaskan tentang mediasi kepada para pihak, meliputi
pengertian mediasi, prosedurnya, manfaatnya, kewajiban para pihak untuk
menghadiri mediasi dan akibat hukumnya apabila tidak beri’tikad baik, biaya
mediasi dan pilihan menandatangani akta apabila terjadi kesepakatan damai
kemudian para pihak menandatangani formulir penjelasan mediasi.
14
Lihat PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Pasal 17-23.
Dalam tahap ini paling lambat 5 (lima) hari terhitung sejak para pihak
memilih mediator dan Ketua Majelis Hakim menetapkan mediator (Pasal 20 ayat
5), para pihak dapat menyerahkan Resume Perkara kepada pihak lain atau
mediator.Pada tahap ini dilakukan pertemuan bersama untuk berdialog dan
bertukar informasi dari semua pihak. Di forum pertemuan ini mediator harus
menampung semua masukan, membimbing dan menciptakan hubungan yang baik
dengan para pihak agar terjalin saling percaya. Mediator harus mengerahkan
kemampuannya untuk mendalami permasalahan, mengolah data dan
mengembangkan informasi, melakukan eksplorasi kepentingan para pihak,
memberikan penilain terhadap kepentingan yang telah diinventarisir dan akhirnya
mendorong para pihak untuk menyelesaikan masalah. Termasuk diperbolehkan
mediator melakukan kaukus.
Proses mediasi menurut PERMA Nomor 1 Tahun 2016 adalah 30 (tiga puluh)
hari terhitung sejak penetapan perintah melakukan mediasi.32 Jika waktu kurang
memadai atau tidak cukup untuk mediasi, maka atas dasar kesepakatan para pihak
jangka waktu mediasi dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak
berakhir jangka waktu mediasi yang pertama. Untuk mendapatkan perpanjangan
waktu tersebut para pihak—melalui mediator—harus mengajukan permohonan
kepada hakim pemeriksa perkara disertai dengan alasannya15
Kedua, proses mediasi dinyatakan buntu dan berakhir dengan kegagalan. Jika
sudah gagal maka akan dilanjutkan ke proses persidangan di pengadilan.
15
PERMA No. 1 Tahun 2016 Pasal 24 ayat (3).
Jika terjadi kesepakatan damai, maka para pihak dengan dibantu mediator
wajib merumuskan “hitam diatas putih” kesepakatan yang telah dicapai dan
ditandatangani oleh para pihak dan mediator
16
Ahmad Ali, Sosiologi Hukum; Kajian Empiris Terhadap Pengadilan, (Jakarta: Penerbit Iblam,
2004), h. 24-25.
Sifatnya tidak memaksa,
Mediator kurang terjamin,
Bersiko gagal17
17
https://www.seputarpengetahuan.co.id/2020/03/mediasi-adalah.html diakses pada tanggal 28
April 2020
diperhatikan, diantara tahapan mediasi terbagi menjadi 3 tahapan yaitu pertama
tahapan (pra mediasi), pada tahapan ini orang yang bersangkutan mengajukan
gugatan perkaranya serta melengkapi dokumen – dokumen yang diperlukan
selama proses mediasi itu berlangsung. Kedua yaitu tahapan (proses mediasi)
Pada tahap ini dilakukan pertemuan bersama untuk berdialog dan bertukar
informasi dari semua pihak. Ketiga yaitu tahapan ( berakhirnya mediasi ) Pada
tahap ini mediasi akan dinyatakan berakhir dengan dua kesimpulan Pertama,
mediasi sukses dengan menghasilkan poin-poin kesepakatan diantara para pihak.
Kedua, proses mediasi dinyatakan buntu dan berakhir dengan kegagalan. Jika
sudah gagal maka akan dilanjutkan ke proses persidangan di pengadilan.
Saran
Berdasarakan informasi yang sudah dikemukakan oelh penulis di atas, maka
mediasi merupakan salah satu penyelesaian yang dikira cukup praktis. Karena
proses mediasi di luar pengadilan berbeda dengan yang ada di pengadilan.
Melihat dari sudut pandang keputusan yang ada pada dua cara penyelesaian
tersebut. Maka jika ada suatu pasangan suami istri yang mempunyai konflik
dalam rumah tangganya seperti poliandri, hak asuh anak, perceraian lebih baik
mengggunakan mediasi diluar pengadilan atau disebut dengan “Alternative
Dispute Resolution” (ADR). Karena keputusan yang akan dihasilkan secara
sempurna atau gagal dapat diterima oleh para pihak yang terlibat.
Daftar Rujukan
TEORI
FAKTA
Pasal 3 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 Sang istri menikah lagi dengan pria lai
tentang Perkawinan (UUP) secara diam-diam di Bali
(QS An-Nisaa` [4]: 24) (Detik.com)
(27 Maret 2019)
MASALAH
SEBAB SOLUSI
Poliandri