Anda di halaman 1dari 18

MEDIASI SEBAGAI UPAYA PREVENTIF POLIANDRI

Akhmad Asrori Maulidani


Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahaim Malang
Jalan GajayanaNomor 50

Surel: Akhmadasrori313@gmail.com
Abstrak
Pada artikel ilmiah ini disajikan informasi mengenai mediasi sebagai
upaya preventif poliandri. Medasi merupakan salah satu alternatif
penyelesaian sengketa secara “non litigasi”, yaitu penyelesaian yang
dilakukan di luar jalur pengadilan. Namun tidak selamanya proses
penyelesaian sengketa secara mediasi, murni ditempuh di luar jalur
pengadilan. Dari kandungan ayat al-Qur’an surah an-nisaa ayat 35, dapat
dipahami bahwa salah satu cara menyelesaikan
perselisihan/persengketaan antara suami isteri, yaitu dengan jalan
mengirim seorang hakam selaku “mediator” dari kedua belah pihak untuk
membantu menyelesaikan perselisihan yang terjadi.

Kata Kunci: Mediasi, Poliandri, Monogamy, Alternative Dispute Resolution (ADR)

Perkawinan merupakan salah satu peristiwa kehidupan yang sangat


penting dalam kehidupan manusia sebagai salah satu gerbang untuk
memasuki kehidupan yang baru bagi seorang pria dengan seorang
wanita yaitu kehidupan rumah tangga. Semua agama resmi di Indonesia
memandang perkawinan sebagai suatu hal yang sakral, sehingga tidak
mengherankan jika agama-agama, tradisi atau adat masyarakat, dan juga
institusi negara tidak ketinggalan mengatur perkawinan yang berlaku di
kalangan masyarakat. Kehidupan manusia di dalam ini yang berlainan
jenis kelamin secara alamiah mempunyai daya tarik antara satu dengan
yang lainnya untuk hidup bersama atau secara logis dapat dikatakan
untuk membentuk suatu ikatan lahir batin dengan tujuan menciptakan
suatu keluarga dan rumah tangga yang rukun, bahagia, sejahtera, dan
abadi1.
Kesejahteraan dan kebahagiaan hidup bersama menentukan
kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat dan negara. Sebaliknya,

1
Djoko Prakosadan dan I Ketut Murtika, Azas-Azas Hukum Perkawinan Di Indonesia, PT Bina
Aksara, Jakarta, 1987, hlm .1
rusak dan kacaunya hidup bersama yang bernama keluarga ini
menimbulkan rusak dan kacaunya bangunan masyarakat2.
Perkawinan pada umumnya tidak berlangsung secara Monogamy,
tetapi tidak jarang di jumpai perkawinan poligami dan poliandri.
Perkawinan Monogami adalah suatu asas dalam Undang-undang
Perkawinan, dengan suatu pengecualian, yang ditunjukkan kepada
mereka yang menurut agama dan hukumnya mengizinkan seseorang
boleh beristri lebih dari seorang3. Perkawinan Monogami dan Poligami
diperbolehkan baik dalam hukum perkawinan di Indonesia dan hukum
islam. Sedangkan perkawinan poliandri dimana seorang wanita yang
memiliki lebih dari satu suami tidak di perbolehkan baik secara syari’at
agama islam dan juga dasar hukum Negara. Perkawinan tersebut akan
merusak kehidupan rumah tangga seorang keluarga yang sudah
berlangsung.
Detiknews (1 April 2019 melansir informasi mengenai kasus
poliandri yang terjadi di Bali). Berdasarkan data tersebut diketahui
bahwasannya seorang wanita asal Magetan telah berpoliandri selama 2
tahun di Bali.Tak hanya melakukan poliandri dia pun juga telah
merugikan dua orang laki-laki baik suami pertama yang dikelabuhi
selama 2 tahun dan suami kedua yang telah dibohongi selama
melakukan pernikahan tersebut berlangsung.

Berdasarkan data tersebut, maka harus ada suatu usaha atau upaya preventif
yang dapat mendamaikan pada pihak-pihak yang bersangkutan. Diantaranya ialah
melakukan mediasi antara kedua belah pihak yang bersangkutan.
Menurut Garry Goopaster mediasi adalah proses negoisasi penyelesaian
sengketa atau pemecahan masalah dimana pihak-pihak ketiga yang tidak memiliki
hak (impartial) bekerja sama dengan para pihak yang bersengketa membantu
memperoleh keepakatan perjanjian yang memuaskan4.
2
Soedaryo Soimin, Hukum Orang Dan Keluarga Perspektif Hukum Perdata Barat (BW) Hukum
Islam Dan Hukum Adat, Jakarta,1992, hlm 3.
3
Ibid hlm 3
4
Susanti dan Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen.Ditinjau dari hokum Acara
serta Kendala Implementasinya,(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008)Hlm.109
Jika hal itu tidak diupayakan secara eksplisit pada masyarakat, maka dengan
berkembangnya zaman akan lebih banyak timbul dampak-dampak yang akan
sangat merugikan bagi kedua pasangan, keturunan dan juga warga sekitar.

BAHASAN
Konsep Dasar Mediasi Sebagai Upaya Preventif Poliandri
Pada asasnya dalam suatu perkawinan, seorang pria hanya boleh memiliki
satu orang istri, dan seorang wanita hanya boleh memiliki seorang suami5.
Apabila ada seorang wanita yang melakukan sebuah praktik haram (Poliandri)
maka secara agama islam dan dasar hukum Negara tidak diperbolehkan bahkan
diharamkan dan tentunya juga bersifat implisit.

Pada dasarnya penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan dua cara, yang
biasa digunakan adalah penyelesaian sengketa melalui pengadilan, kemudian
dengan perkembangan peradaban manusia berkembang pula penyelesaian
sengketa di luar pengadilan. Proses penyelesaian sengketa melalui pengadilan
menghasilkan suatu keputusan yang bersifat adversarial yang belum mampu
merangkul kepentingan bersama, karena menghasilkan suatu putusan win lose
solution, dengan adanya pihak yang menang dan kalah tersebut, di satu pihak akan
merasa puas tapi di pihak lain merasa tidak puas, sehingga dapat menimbulkan
suatu persoalan baru di antara para pihak yang bersengketa. Belum lagi proses

penyelesaian sengketa yang lambat, waktu yang lama, dan biaya yang relatif lebih
mahal.

Sedangkan proses penyelesaian sengketa di luar pengadilan, menghasilkan


kesepakatan yang “win-win solution” karena penyelesaian sengketa di luar
pengadilan melalui kesepakatan dan musyawarah di antara para pihak sehingga
dapat menghasilkan suatu keputusan bersama yang dapat diterima baik oleh kedua
belah pihak, dan keputusan yang dihasilkan dapat dijamin kerahasiaan sengketa
para pihak karena tidak ada kewajiban untuk proses persidangan yang terbuka

5
Undang-Undang RI No.1 tahun 1974 pasal 3
untuk umum dan dipublikasikan. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan ini
umumnya dinamakan “Alternative Dispute Resolution” (ADR)6.

Di Indonesia, proses penyelesaian sengketa melalui ADR bukanlah sesuatu yang


baru dalam nilai-nilai budaya bangsa, karena jiwa dan sifat masyarakat Indonesia
dikenal dengan sifat kekeluargaan dan kooperatif dalam menyelesaikan masalah.

Salah satu penyelesaian sengketa melalui ADR adalah mediasi. Mediasi


merupakan proses para pihak yang bersengketa menunjuk pihak ketiga yang netral
untuk membantu mereka dalam mendiskusikan penyelesaian dan mencoba
menggugah para pihak untuk menegosiasikan suatu penyelesaian dan sengketa itu.
Tujuan utama mediasi itu adalah kompromi dalam menyelesaikan suatu
persengketaan.

Mediasi adalah suatu proses yang bersifat pribadi, rahasia (tidak terekspos
keluar) dan kooperatif dalam menyelesaikan masalah. Karena mediator selaku
pihak ketiga yang tidak memihak membantu para pihak (perorangan atau
lembaga) yang bersengketa dalam menyelesaikan konflik dan menyelesaikan atau
mendekatkan perbedaan-perbedaannya7.

Mediasi merupakan cara yang praktis, relatif dan tidak formal seperti proses
di pengadilan. Dalam banyak kasus, terutama kasus poliandri mediasi sangat
penting dalam uapaya preventif poliandri. Karena dalam proses mediasi, semua
pihak bertemu secara pribadi dan langsung dengan mediator bersama-sama
dan/atau, dalam pertemuan yang berbeda. Dalam pertemuan ini semua pihak
saling memberikan informasi, keterangan, penjelasan.yang dihadapi dan juga
saling menukar dokumen.

Syarat-Syarat Mediasi

Mediator adalah hakim atau pihak lain yang memiliki sertifikat mediator
sebagai pihak netral yang membantu para pihak yang berperkara dalam proses

6
Rachmadi Usman, “Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan” , PT. Citra Aditya Bakti,
(Bandung: 2003), hlm. 2-3.
7
Sulaiman, Mediasi sebagai Alternatif Hal 3
perundingan untuk mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa
menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian8.

Dalam Kamus Hukum Indonesia mediator berarti pihak penengah, pihak


ketiga sebagai pemisah atau juru damai antara pihak-pihak yang bersengketa9.
Secara legal-formal, mediator wajib memiliki sertifikat mediator yang diperoleh
dari pelatihan yang diadakan oleh Mahkamah Agung atau lembaga lain yang telah
memperoleh akreditasi dari Mahkamah Agung. Terdapat pengecualian, hakim
pengadilan yang tidak memiliki sertifikat mediator tetap dapat menjalankan
fungsinya sebagai mediator apabila terdapat kondisi keterbatasan jumlah mediator
yang bersertifikat, setelah disetujui dan mendapat surat keputusan dari Ketua
Pengadilan10.

Kemudian untuk menunjang keberhasilan proses mediasi, mediator harus


memiliki persyaratan-persyaratan yang secara garis besar bisa dilihat dari dua sisi,
yaitu persyaratan internal dan persyaratan eksternal.

Persyaratan internal mediator yaitu berupa kemampuan personal mediator


dalam menjalankan tugasnya, yaitu:

 Kemampuan membangun kepercayaan dari para pihak yang bersengketa


 Kemampuan menunjukan sikap simpati dan empati
 Bersikap ramah, sopan dan menarik dalam berpenampilan
 Tidak cepat menghakimi;
 Menunjukkan sifat dan sikap yang positif terhadap pernyataanpernyataan
yang disampaikan para pihak walaupun mungkin menurutnya tidak pas
dan melenceng
 Memiliki kesabaran yang tinggi terutama ketika sedang mendengarkan
argumen yang disampaikan kedua belah pihak11

8
Pasal 1 ayat (2) Ketentuan Umum Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2016
Tentang Mediasi di Pengadilan. Ibid.
9
B.N. Marbun, Kamus Hukum Indonesia, (Jakarta: Sinar Harapan, 2006), h. 168.
10
Pasal 13. Ibid.
11
Runtung, Pemberdayaan Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa di Indonesia,
(Medan: Universitas Sumatera Utara, 2006), h. 15.
Persyaratan eksternal mediator yaitu berupa persyaratan lain yang berkaitan
dengan para pihak dan permasalahan yang disengketakan kepada mereka.
Persyaratan tersebut adalah:

 Keberadaan mediator telah disetujui oleh kedua belah pihak


 Tidak mempunyai hubungan kekeluargaan berupa hubungan sedarah atau
semenda dengan salah satu pihak
 Tidak memiliki hubungan kerja dengan salah satu pihak yang bersengketa
 Tidak memiliki kepentingan finansial atau kepentingan lain terhadap
kesepakatan para pihak dan
 Tidak memiliki kepentingan terhadap proses perundingan maupun
hasilnya12

Proses mediasi sangat tergantung dengan kepiawaian mediator dalam


meyakinkan dan mendamaikan kedua pihak yang bersengketa, karena itu mediator
memiliki peran penting untuk:

 Melakukan diagnosa awal terhadap konflik yang terjadi


 Mengatasi masalah serta kepentingan-kepentingan kritis
 Menyusun agenda
 Mengendalikan dan memperlancar komunikasi
 Mengajar para pihak dalam proses dan posisi tawar-menawar
 Membantu para pihak dalam mengumpulkan informasi penting
 Menyelesaikan masalah dengan memberi pilihan-pilihan
 Mendiagnosis sengketa untuk memudahkan penyelesaikan problem13

Tahapan-Tahapan dalam Mediasi

Keberhasilan dan kegagalan mediasi sangat tergantung dengan proses yang


dijalankannya. Proses mediasi yang baik saja belum menjamin kesepakatan damai
antara kedua pihak, apalagi mengabaikan proses mediasi yang benar, tentu bisa

12
Syahrizal Abbas, Mediasi; Dalam Perspektif Hukum Syari’ah, Hukum Adat dan Hukum Nasional,
(Jakarta: Kencana Prenada Media, 2009), h. 60-65.
13
D. Y. Witanto, Hukum Acara Mediasi dalam Perkara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum
dan Peradilan Agama Menurut Perma No.01 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan,
(Bandung, Alfabeta, 2010), h. 102.
mengakibatkan kegagalan mediasi. Karena itu tahapan dalam mediasi sangat
penting untuk diperhatikan. PERMA Nomor 1 Tahun 2016 telah mengatur detail
tahapan mediasi. Berikut ini adalah tahapan-tahapannya

Tahapan Pra-Mediasi

Penggugat atau kuasa hukumnya mendaftarkan gugatan hukumnya di


kepaniteraan pengadilan. Kemudian Ketua Pengadilan akan menunjuk Majelis
Hakim yang akan memeriksa perkaranya. Pada hari sidang yang telah ditentukan
dan dihadiri para pihak, Hakim Pemeriksa mewajibkan para pihak untuk
menempuh mediasi. Apabila pada sidang (pertemuan) pertama ada pihak yang
tidak hadir, maka dapat dilakukan pemanggilan sekali lagi sesuai dengan praktik
hukum acara.

Apabila setelah diberikan panggilan salah satu pihak tidak hadir, mediasi
tetap bisa dilaksanakan dan tidak menghalangi proses mediasi. Kemudian Hakim
Pemeriksa perkara wajib menjelaskan tentang mediasi kepada para pihak, meliputi
pengertian mediasi, prosedurnya, manfaatnya, kewajiban para pihak untuk
menghadiri mediasi dan akibat hukumnya apabila tidak beri’tikad baik, biaya
mediasi dan pilihan menandatangani akta apabila terjadi kesepakatan damai
kemudian para pihak menandatangani formulir penjelasan mediasi.

Setelah Hakim Pemeriksa menjelaskan tentang mediasi dan menyerahkan


formulir tentang penjelasan mediasi dan kesediaan para pihak untuk menempuah
mediasi dengani i’tikad baik, maka para pihak dipersilakan untuk memilih
seorang atau lebih mediator yang terdaftar di pengadilan. Para pihak diberi waktu
paling lama 2 (dua) hari untuk menentukan mediatornya. Apabila sampai batas
waktu yang telah ditentukan belum atau tidak sepakat dalam menentukan
mediator, maka ketua majelis hakim pemeriksa perkara akan menunjuk langsung
mediator hakim atau pegawai pengadilan yang bersertifikat. Setelah menerima
penetapan penunjukan sebagai mediator, maka mediator menentukan hari dan
tanggal mediasi14

Tahap Proses Mediasi

14
Lihat PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Pasal 17-23.
Dalam tahap ini paling lambat 5 (lima) hari terhitung sejak para pihak
memilih mediator dan Ketua Majelis Hakim menetapkan mediator (Pasal 20 ayat
5), para pihak dapat menyerahkan Resume Perkara kepada pihak lain atau
mediator.Pada tahap ini dilakukan pertemuan bersama untuk berdialog dan
bertukar informasi dari semua pihak. Di forum pertemuan ini mediator harus
menampung semua masukan, membimbing dan menciptakan hubungan yang baik
dengan para pihak agar terjalin saling percaya. Mediator harus mengerahkan
kemampuannya untuk mendalami permasalahan, mengolah data dan
mengembangkan informasi, melakukan eksplorasi kepentingan para pihak,
memberikan penilain terhadap kepentingan yang telah diinventarisir dan akhirnya
mendorong para pihak untuk menyelesaikan masalah. Termasuk diperbolehkan
mediator melakukan kaukus.

Proses mediasi menurut PERMA Nomor 1 Tahun 2016 adalah 30 (tiga puluh)
hari terhitung sejak penetapan perintah melakukan mediasi.32 Jika waktu kurang
memadai atau tidak cukup untuk mediasi, maka atas dasar kesepakatan para pihak
jangka waktu mediasi dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak
berakhir jangka waktu mediasi yang pertama. Untuk mendapatkan perpanjangan
waktu tersebut para pihak—melalui mediator—harus mengajukan permohonan
kepada hakim pemeriksa perkara disertai dengan alasannya15

Tahap berakhirnya mediasi.

Mediasi akan dinyatakan berakhir dengan dua kesimpulan, yaitu:

Pertama, mediasi sukses dengan menghasilkan poin-poin kesepakatan


diantara para pihak. Selanjutnya proses perdamaian tersebut akan ditindaklanjuti
dengan penetapan kesepakatan damai menjadi akta perdamaian yang mengandung
kekuatan hukum seperti layaknya putusan hakim yang telah mempnyai kekuatan
hukum tetap.

Kedua, proses mediasi dinyatakan buntu dan berakhir dengan kegagalan. Jika
sudah gagal maka akan dilanjutkan ke proses persidangan di pengadilan.

15
PERMA No. 1 Tahun 2016 Pasal 24 ayat (3).
Jika terjadi kesepakatan damai, maka para pihak dengan dibantu mediator
wajib merumuskan “hitam diatas putih” kesepakatan yang telah dicapai dan
ditandatangani oleh para pihak dan mediator

Kelebihan Dan Kekuangan Mediasi Sebagai Upaya Preventif Poliandri

Adanya kewajiban menggunakan jalur mediasi sebagai salah satu alternatif


dalam menyelesaikan sengketa tentu memiliki manfaat bagi pihak yang
berperkara. Manfaat atau kelebihan menggunakan mediasi adalah:

 Prosesnya cepat. Rata-rata proses mediasi dapat dituntaskan dalam waktu


yang relatif cepat, antara dua atau tiga minggu, walaupun regulasinya
memberikan waktu yang lebih lama dari itu. Setiap proses mediasinya pun
rata-rata tidak lebih dari dua jam.
 Bersifat rahasia. Segala yang diucapkan para pihak selama mediasi
bersifat rahasia karena tidak boleh dihadiri pihak lain yang tidak
berkepentingan dan materi mediasinya pun tidak disampaikan ke publik.
 Adil. Karena solusi yang ditawarkan dapat disesuaikan dengan kebutuhan
masing-masing pihak. Preseden-preseden hukum tidak akan diterapkan
dalam kasus yang diperiksa melalui jalur mediasi.
 Relatif Murah. Pelayanan mediasi baik di dalam pengadilan maupun di
luar pengadilan biayanya relatif murah. Bahkan banyak lembaga bantuan
yang menyediakan secara gratis dan tidak perlu melibatkan pengacara.
 Berhasil dengan baik. Banyak kasus yang bisa diselesaikan dengan baik
melalui proses mediasi. Walaupun untuk kasus-kasus tertentu— seperti
perceraian—tidak bisa menghasilkan perdamaian, tetapi banyak pihak
yang bisa menghasilkan “perdamaian sebagian” dan para pihak bisa
menerima hasil tanpa meninggalkan dendam16.

Meskipun memiliki banyak kelebihan atau manfaat mediasi juga mempunyai


kekurangan, karena pada dasarnya pertemuan yang dilakukan oleh pihak yang
bersangkutan tidak menjamin akan menemukan solusi, hal itu diantaranya ialah
sebagai berikut :

16
Ahmad Ali, Sosiologi Hukum; Kajian Empiris Terhadap Pengadilan, (Jakarta: Penerbit Iblam,
2004), h. 24-25.
 Sifatnya tidak memaksa,
 Mediator kurang terjamin,
 Bersiko gagal17

SIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan uraian informasi pada bagian pembahasan, berikut disajikan
simpulan dan saran dari pembahasan tersebut
Simpulan
Pada asasnya dalam suatu perkawinan, seorang pria hanya boleh memiliki
satu orang istri, dan seorang wanita hanya boleh memiliki seorang suami. Apabila
ada seorang wanita yang melakukan sebuah praktik haram (Poliandri) maka
secara agama islam dan dasar hukum Negara tidak diperbolehkan bahkan
diharamkan.
penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu penyelesaian
sengketa melalui pengadilan dan penyelesaian sengketa di luar pengadilan.
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan ini umumnya dinamakan “Alternative
Dispute Resolution” (ADR). Salah satu penyelesaian sengketa melalui ADR
adalah mediasi. Mediasi merupakan proses para pihak yang bersengketa
menunjuk pihak ketiga yang netral untuk membantu mereka dalam mendiskusikan
penyelesaian dan mencoba menggugah para pihak untuk menegosiasikan suatu
penyelesaian dan sengketa itu.

. Untuk menunjang keberhasilan proses mediasi, mediator harus memiliki


persyaratan-persyaratan yang secara garis besar bisa dilihat dari dua sisi, yaitu
persyaratan internal dan persyaratan eksternal. Persyaratan internal mediator yaitu
berupa kemampuan personal mediator dalam menjalankan tugasnya dan
Persyaratan eksternal mediator yaitu berupa persyaratan lain yang berkaitan
dengan para pihak dan permasalahan yang disengketakan kepada mereka.

Keberhasilan dan kegagalan mediasi sangat tergantung dengan proses yang


dijalankannya.. Karena itu tahapan dalam mediasi sangat penting untuk

17
https://www.seputarpengetahuan.co.id/2020/03/mediasi-adalah.html diakses pada tanggal 28
April 2020
diperhatikan, diantara tahapan mediasi terbagi menjadi 3 tahapan yaitu pertama
tahapan (pra mediasi), pada tahapan ini orang yang bersangkutan mengajukan
gugatan perkaranya serta melengkapi dokumen – dokumen yang diperlukan
selama proses mediasi itu berlangsung. Kedua yaitu tahapan (proses mediasi)
Pada tahap ini dilakukan pertemuan bersama untuk berdialog dan bertukar
informasi dari semua pihak. Ketiga yaitu tahapan ( berakhirnya mediasi ) Pada
tahap ini mediasi akan dinyatakan berakhir dengan dua kesimpulan Pertama,
mediasi sukses dengan menghasilkan poin-poin kesepakatan diantara para pihak.
Kedua, proses mediasi dinyatakan buntu dan berakhir dengan kegagalan. Jika
sudah gagal maka akan dilanjutkan ke proses persidangan di pengadilan.

Mediasi sebagai salah satu alternatif dalam menyelesaikan sengketa tentu


memiliki manfaat bagi pihak yang berperkara. Manfaat atau kelebihan
menggunakan mediasi antara lain (1) prosesnya cepat, (2) bersifat rahasia, (3)
adil, (3) relatif murah, (4) berhasil dengan baik. Disamping mempunyai banyak
kelebihan atau manfaat yang sudah di aparkan di atas mediasi juga mempunyai
beberapa kekurangan, diantaranya ialah (1) sifatnya tidak memaksa, (2) mediator
kurang terjamin, (3) bersiko gagal

Saran
Berdasarakan informasi yang sudah dikemukakan oelh penulis di atas, maka
mediasi merupakan salah satu penyelesaian yang dikira cukup praktis. Karena
proses mediasi di luar pengadilan berbeda dengan yang ada di pengadilan.

Proses penyelesaian sengketa atau mediasi melalui pengadilan menghasilkan


suatu keputusan yang bersifat adversarial yang belum mampu merangkul
kepentingan bersama, karena menghasilkan suatu putusan win lose solution,
kemudian di situ terdapat dua pihak yang menang dan kalah, sehingga ada salah
satu pihak yang belum merasa puas dan tentunya menimbulkan persoalan baru
lagi. Sedangkan proses penyelesaian sengketa di luar pengadilan, menghasilkan
kesepakatan yang “win-win solution” karena penyelesaian sengketa di luar
pengadilan melalui kesepakatan dan musyawarah di antara para pihak sehingga
dapat menghasilkan suatu keputusan bersama yang dapat diterima baik oleh kedua
belah pihak, dan keputusan yang dihasilkan dapat dijamin kerahasiaan sengketa
para pihak karena tidak ada kewajiban untuk proses persidangan yang terbuka
untuk umum dan dipublikasikan. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan ini
umumnya dinamakan “Alternative Dispute Resolution” (ADR).

Melihat dari sudut pandang keputusan yang ada pada dua cara penyelesaian
tersebut. Maka jika ada suatu pasangan suami istri yang mempunyai konflik
dalam rumah tangganya seperti poliandri, hak asuh anak, perceraian lebih baik
mengggunakan mediasi diluar pengadilan atau disebut dengan “Alternative
Dispute Resolution” (ADR). Karena keputusan yang akan dihasilkan secara
sempurna atau gagal dapat diterima oleh para pihak yang terlibat.

Daftar Rujukan

Djoko Prakosadan dan I Ketut Murtika, Azas-Azas Hukum Perkawinan Di


Indonesia, PT Bina Aksara, Jakarta, 1987, hlm .1
Soedaryo Soimin, Hukum Orang Dan Keluarga Perspektif Hukum Perdata
Barat (BW) Hukum Islam Dan Hukum Adat, Jakarta,1992, hlm 3.
Susanti dan Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen.Ditinjau dari
hokum Acara serta Kendala Implementasinya,(Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2008)Hlm.109

Susanti dan Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen.Ditinjau


dari hokum Acara serta Kendala Implementasinya,(Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2008)Hlm.109

Undang-Undang RI No.1 tahun 1974 pasal 3


Rachmadi Usman, “Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan” , PT.
Citra Aditya Bakti, (Bandung: 2003), hlm. 2-3.
Sulaiman, Mediasi sebagai Alternatif Hal 3
Pasal 1 ayat (2) Ketentuan Umum Peraturan Mahkamah Agung (PERMA)
Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Mediasi di Pengadilan. Ibid
B.N. Marbun, Kamus Hukum Indonesia, (Jakarta: Sinar Harapan, 2006), h.
168.
Runtung, Pemberdayaan Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa di
Indonesia, (Medan: Universitas Sumatera Utara, 2006), h. 15.
Syahrizal Abbas, Mediasi; Dalam Perspektif Hukum Syari’ah, Hukum Adat
dan Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2009), h. 60-65.
D. Y. Witanto, Hukum Acara Mediasi dalam Perkara Perdata di Lingkungan
Peradilan Umum dan Peradilan Agama Menurut Perma No.01 Tahun 2008
tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, (Bandung, Alfabeta, 2010), h. 102
PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Pasal 17-23.
PERMA No. 1 Tahun 2016 Pasal 24 ayat (3).
Ahmad Ali, Sosiologi Hukum; Kajian Empiris Terhadap Pengadilan, (Jakarta:
Penerbit Iblam, 2004), h. 24-25.
https://www.seputarpengetahuan.co.id/2020/03/mediasi-adalah.html diakses
pada tanggal 28 April 2020
Peta Konsep Bagian Latar Belakang

TEORI
FAKTA
Pasal 3 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 Sang istri menikah lagi dengan pria lai
tentang Perkawinan (UUP) secara diam-diam di Bali
(QS An-Nisaa` [4]: 24) (Detik.com)
(27 Maret 2019)

MASALAH
SEBAB SOLUSI
Poliandri

1. Hak dan kewajiban suami


atau istri tidak terpenuhi 1. Pemahaman bagi pasutri
2. Kurangnya skamata 2. Meningkatkan
tentang dampak dari pembelajaran tentang
poliandri pendidikan pra nikah
DAMPAK
3. Faktor ketidakharmonisan 3. Mediasi
1. Rusaknya nasab
2. Kejelasan hak asuh
anak
3. Kejelasan hak waris
Peta Konsep Bagian Bahasan
Profil Singkat Penulis

Akhmad Asrori Maulidani dilahirkan di


Mojokerto 30 July 2000. Tinggal di Desa
Mojodadi Kec Kemlagi Kab Mojokerto Prov
Jawa Timur. Penulis memulai mengenyam
pendidikan pada umur 4 tahun di Ra Miftahul
Ulum Kecamatan Kemlagi Kabupaten
Mojoerto selama 2 tahun yakni pada tahun
(2004-2006). Kemudian penulis melanjutkan
pendidikannya di tanah kelahirannya yaitu di
SDN Mojowono Kecamatan Kemlagi
Kabupaten Mojokerto selama 6 tahun lamanya (2006-2012). Kemudian penulis
melanjutkan pendidikan di SMP Islam Brawijaya Kota Mojokerto dan disana
sekaligus menetap di Pondok Pesantren Sabilul Muttaqin kota Mojokerto
dibawah pengasuh Romo KH Mutohharun Afif Lc. M. Hi selama 3 tahun
lamanya (2012-2015). Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikannya di
Madrasah Aliyah Negeri Tambakberas Jombang (sekarang MAN 3 Jombang)
disana penulis juga menetap di salah satu pondok pesantren dalam naungan
yayasan pondok pesantren Bahrul Ulum Jombang, yaitu Pondok Pesantren Al –
Mubtadi-ien Bahrul Ulum dibawah Pengasuh Dr. KH M Asrori Alfa & Hj.
Maslachatul Ammah, S. Ag selama 3 tahun juga (2015-2018). Pada saat penulis
lulus MAN penulis tidak melanjutkan studinya ke jenjang perkuliahan
dikarenakan pada saat itu penulis masih belum bisa memilih prodi apa yang
harus di kenyam pada tinggak perguruan tinggi. Kemudian penulis memutuskan
untuk gapyear atau tidak melanjutkan pendidikannya selama satu tahun. Selama
satu tahun penulis memutuskan untuk pergi ke pondok pesantren yang ada di
Kab Kuningan Provinsi Jawa Barat untuk mengenyam ilmu agama lagi
terutama ilmu al – quran selama 3 bulan lamanya. Saat ini, penulis sedang
menempuh pendidikan di sebuah kota di Jawa Timur yaitu malang. Penulis
tercatat sebagai mahasiswa Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim
Malang Jurusan Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah yang saat ini Semester
2. Dengan itulah, penulis menulis karya tulis ilmiah mengenai dengan jurusan
nya, yaitu Hukum Keluarga Islam dengan judul Mediasi Sebagai Upaya
Preventif Poliandri. Mungkin hanya ini profil singkat yang bisa diutarakan oleh
penulis. Sekian atas perhatiannya dan terimakasih.

Anda mungkin juga menyukai