Blok KIL
Mediasi, advokasi, surat rujukan medis, surat
sakit sehat
OLEH:
Fairuz Din Sukowati
201810330311084
Proses mediasi merupakan salah satu bentuk dari alter-native dispute resolution (ADR)
atau alternatif penyelesaian masalah. Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melaluiproses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan parapihak dengan dibantu oleh mediator. Mediasi
itu sendiri dapat dilakukan melalui jalur pengadilan maupun di luar pengadilan dengan
menggunakan mediator yang telah mempunyai sertifikat mediator. Mediator adalah pihak netral
yang membantu para pihak dalam proses perundingan gunamencari berbagai kemungkinan
penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah
penyelesaian.
1.Aspek Urgensi/Motivasi
Urgensi dan motivasi mediasi adalah agar pihak-pihakyang berperkara menjadi damai
dan tidak melanjutkanperkaranya ke pengadilan. Apabila ada hal-hal yangmengganjal yang
selama ini menjadi masalah, maka harusdiselesaikan secara kekeluargaan dengan
musyawarahmufakat. Tujuan utama mediasi adalah untuk mencapaiperdamaian antara pihak-
pihak yang bertikai. Pihak-pihakyang bertikai atau berperkara biasanya sangat sulit
untukmencapai kata sepakat apabila bertemu dengansendirinya. Titik temu yang selama ini beku
mengenaihal-hal yang dipertikaikan itu biasanya dapat menjadicair apabila ada yang
mempertemukan. Maka mediasimerupakan sarana untuk mempertemukan pihak-pihakyang
berperkara dengan difasilitasi oleh seorang ataulebih mediator untuk menyaring persoalan agar
menjadijernih dan pihak-pihak yang bertikai mendapatkankesadaran akan pentingnya
perdamaian antara mereka.
2.Aspek Prinsip
Secara hukum mediasi tercantum dalam Pasal 2 ayat (2)Perma Nomor 01 Tahun 2008
yang mewajibkan setiap hakim, mediator dan para pihak untuk mengikuti prosedur penyelesaian
perkara melalui mediasi. Apabila tidak menempuh prosedur mediasi menurut Perma, hal
itumerupakan pelanggaran terhadap Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang mengakibatkan
putusan batal demihukum. Artinya, semua perkara yang masuk kepengadilan tingkat pertama
tidak mungkin melewatkan acara mediasi. Karena apabila hal itu terjadi risikonyaakan fatal.
3.Aspek Substansi
Mediasi merupakan rangkaian proses yang harus dilaluiuntuk setiap perkara perdata yang
masuk ke pengadilan.Substansi mediasi adalah proses yang harus dijalanisecara sunggguh-
sungguh untuk mencapai perdamaian.Karena itu diberikan waktu tersendiri untuk
melaksanakanmediasi sebelum perkaranya diperiksa. Mediasi bukanhanya sekadar untuk
memenuhi syarat legalitas formal,tetapi merupakan upaya sungguh-sungguh yang
harusdilakukan oleh pihak-pihak terkait untuk mencapaiperdamaian. Mediasi adalah merupakan
upaya pihak-pihak yang berperkara untuk berdamai demi kepentinganpihak-pihak itu sendiri,
bukan kepentingan pengadilanatau hakim, juga bukan kepentingan mediator. Dengandemikian
segala biaya yang timbul karena proses mediasiini ditanggung oleh pihak-pihak yang berperkara.
Ada dua belas langkah agar proses mediasi berhasildengan baik yaitu:
Berdasarkan uraian di atas sebenarnya proses mediasimerupakan upaya yang tepat dalam
menyelesaikan sengketamedis antara dokter dan pasien kecuali dalam proses pidanamurni seperti
pelecehan seksual, pengungkapan rahasiakedokteran, aborsi serta kelalaian berat, keterangan
palsu,penipuan dan lain-lain. Penyelesaian melalui jalur litigasiakan merugikan kedua belah
pihak. Apalagi cukup sukaruntuk memenuhi empat kriteria malpraktik medis, yaitu:
3. Terjadinya damage
Efek positif lainnya dari proses mediasi adalah hu-bungan dokter pasien akan tetap
senantiasa terjaga denganbaik. Karena bagaimanapun kedua belah pihak
memerlukankepentingan yang sama meskipun dalam konteks dantanggung jawabnya masing-
masing.Meskipun demikian, mediasi memiliki kelemahan yaituketerbatasan dukungan yuridis
terhadap proses danhasilnya, termasuk terhadap eksekusi perjanjian penyelesaian sengketa
(perdamaian) yang dihasilkan. Proses dankeputusan yang dihasilkan tidak dapat begitu
sajadipaksakan. Kelemahan lain adalah dari Perma itu sendiriyaitu menurut tata urutan
perundang-undangan IndonesiaPerma tidak bersifat wajib; mengikat, sehingga Perma
hanyadapat dijadikan pedoman. Perlu dibentuk undang-undangyang mengatur mediasi untuk
memberikan kepastian hukum.
Sedangkan ahli lain menyatakan bahwa Advokasi secara harfiah berarti pembelaan,
sokongan atau bantuan terhadap seseorang yang mempunyai permasalahan. Istilah advokasi
mula-mula digunakan di bidang hukum atau pengadilan.Menurut Johns Hopkins (1990) advokasi
adalah usahauntuk mempengaruhi kebijakan publik melalui bermacam-macam bentuk
komunikasi persuasif. Istilah advocacy/advokasi di bidang kesehatan mulai digunakan dalam
program kesehatan masyarakat pertama kali oleh WHO pada tahun 1984 sebagai salah satu
strategi global Pendidikan atau Promosi Kesehatan.WHO merumuskan bahwa dalam
mewujudkan visi dan misi Promosi Kesehatan secara efektif menggunakan 3 strategi pokok,
yaitu: 1) Advocacy, 2) Social support, 3) Empowerment.
Seperti dijabarkan dalam PMK no. 004 thn 2012, bahwa “Advokasi perlu dilakukan, bila
dalam upaya memberdayakan pasien dan klien, rumah sakit membutuhkan dukungan dari pihak-
pihak lain. Misalnya dalam rangka mengupayakan lingkungan rumah sakit yang tanpa asap
rokok, rumah sakit perlu melakukan advokasi kepada wakil-wakil rakyat dan pimpinan daerah
untuk diterbitkannya peraturan tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang mencakup di rumah
sakit.” Prinsipnya hal tersebut menunjukkan bahwa strategi advokasi merupakan hal penting dan
meliputi proses kerja yang tidak sederhana pula.Karenanyadibutuhkan tahapan kerja yang jelas
dalam pelaksanaannya yang akan disampaikan selanjutnya.
Prinsip dasar Advokasi tidak hanya sekedar melakukan lobby politik,tetapi mencakup
kegiatan persuasif,memberikan semangat dan bahkan sampai memberikan pressureatau tekanan
kepada para pemimpin institusi.
Metode atau cara dan teknik advokasi untuk mencapai tujuan ada bermacam-macam,
yaitu:
a. Lobi politik (political lobying)
b. Seminar/presentasi
c. Media
d. Perkumpulan
Rujukan Medik
Rujukan medik adalah upaya kesehatan yang berorientasi kepada kepentingan penderita,
bertujuan untuk memperoleh pemecahan masalah baik untuk keperluan diagnostik, pengobatan
maupun pengelolaan penderita selanjutnya.
Rujukan medik dapat dilakukan terhadap :
Penderita : penderita dikirim oleh perujuk kepada konsultan, atau apabila penderita tidak
dapat dikirim maka perujuk meminta kesediaan konsultan untuk bersama-sama
memeriksanya.
Bahan pemeriksaan : dapat berupa jaringan tubuh (hasil insisi, ekstirpasi, biopsi, maupun
reseksi), darah, serum, tinja, air seni, sekret, serta cairan tubuh yang lain. Rujukan medik
dapat berupa pengetahuan, keterampilan, maupun sikap, yang dapat dilaksanakan secara
lisan maupun tertulis.
1. BAB I Pasal 7 KODEKI : “ Setiap Dokter hanya memberikan keterangan dan pendapat yang
telah diperiksa sendiri kebenarannya”
2. BAB II Pasal 12 KODEKI :” Setiap Dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang
diketahuinya tentang seorang pasien bahkan juga setelah pasien meninggal dunia”
Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib menyimpan
rahasia kedokteran.
Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi
permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien
sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan Peraturan Menteri.
Persepsi dokter atas pasien berhak mendapatkan sura tketerangan cuti sakit sesuai dengan
Kodekipasal 52, persepsi dokter atas hubungankekerabatan tidak mempengaruhi
dalammemberikan surat keterangan cuti sakitsesuai dengan Kodeki pasal 7, pesepsidokter atas
pemberian lama cuti sakitmerupakan hak/ kewenangan mutlak doktersesuai dengan Kodeki
paragraf 6 pasal 50,sikap dokter tidak setuju apabila selalumemberikan surat keterangan cuti
sakitsesuai dengan Kodeki pasal 7, sikap doktertidak pernah memberikan surat keterangan cuti
sakit yang tidak sesuai dengan kondisipasien sesuai dengan Kodeki pasal 7 danKUHP pasal 267,
sikap dokter setuju dalam menuliskan lama cuti sakit terkadangmempertimbangkan permintaan
pasien,sikap dokter tidak setuju apabila menarikbiaya tersendiri dalam pemberian
suratketerangan cuti sakit sesuai dengan Kodekipasal 3.Dalam memberikan suratketerangan cuti
sakit hendaknya dokter tetapmemperhatikan kode etik kedokteran (Kodeki).
REFERENSI