Anda di halaman 1dari 7

NAMA : MEKI PRANATA

NIM : 19012030

1. Bagaimana sejarah adanya Informed Consent?


Jawab :
Pada awal mulanya, dikenal hak atas Persetujuan/Consent, baru kemudian dikenal hak atas
informasi kemudian menjadi ‘Informed Consent”. Kasus Slater vs Baker Stapleton, 1767
menurutAppelbaum merupakan kasus yang pertama di Inggris dimana diputuskan bahwa Dokter
harus memperoleh izin Pasien dahulu sebelum melakukan tindakannya. Sedangkan pada Kasus
Schoendorff vs Society of the New York Hospital, 1914 “Setiap manusia dewasa dan berakal
sehat, berakal sehat, berhak untuk menentukan apa yang hendak dilakukan terhadap tubuhnya
sendiri; dan seorang Dokter Ahli Bedah yang melakukan suatu operasi tanpa persetujuan
pasiennya dapat dipersalahkan telah melakukan suatu pelanggaran untuk mana ia harus
bertanggung jawab atas segala kerugian” (Hakim Benyamin Cardozo J). Menurut Prof. Azrul
Azwar: ‘kehendak untuk menghormati hak asasi manusia dalam bidang kedokteran
diterjemahkan sebagai hak – hak pasien (patient right) akhirnya ditetapkan sebagai salah satu
kewajiban etik yang harus dipatuhi oleh setiap warga profesi kedokteran.
2. Seberapa penting Informed Consent dalam pelayanan kesehatan?
Jawab :
Persetujuan (Informed Consent) ini sangat penting mengingat tindakan medis tidak dapat
dipaksakan karena tidak ada yang tahu pasti hasil akhir dari pelayanan kedokteran tersebut.
Pentingnya Informed Consent ini juga dikaitkan dengan adanya Pasal 351 KUHP tentang
penganiayaan, yang bisa saja dituduhkan kepada pihak dokter atau rumah sakit, terkait tindakan
medis yang dilakukan terhadap pasien. Sebagai contoh, dengan melakukan operasi,
memasukkan atau menggoreskan pisau ke badan seseorang hingga menimbulkan luka, atau
membius orang lain, dapat dikatakan sebagai suatu penganiayaan. Meskipun yang melakukan
tindakan tersebut seorang dokter, tetap dapat dianggap sebagai penganiayaan, kecuali jika :
1. Orang yang dilukai tersebut memberikan persetujuannya;
2. Tindakan tersebut berdasarkan indikasi medik, dan ditujukan pada suatu tujuan yang konkret;
3. Tindakan medik tersebut dilakukan sesuai ilmu kedokteran. Untuk itu, wajib hukumnya bagi
rumah sakit ataupun dokter untuk memberikan informasi dan keterangan kepada pasien
tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan penyakit pasien, tindakan yang akan
dilakukan dan resiko apa yang mungkin terjadi dari suatu tindakan, sebelum tindakan itu
dilakukan. Informasi dan penjelasan dianggap cukup, apabila telah mencakup beberapa hal
dibawah ini, yaitu :
1. Tujuan dan prospek keberhasilan tindakan medik yang akan dilakukan.
2. Tata cara tindakan medik yang akan dilakukan.
3. Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi.
4. Alternatif tindakan medik lain yang tersedia serta resikonya masing – masing.
5. Prognosis penyakit apabila tindakan medik tersebut dilakukan.
6. Diagnosis.

3. Apakah Informed Consent diwajibkan untuk semua jenis pelayanan kesehatan, jelaskan kenapa?

Jawab : Informed consent hanya untuk tindakan medis yang mempunyai resiko besar dan
adanya kemungkinan pasien mempermasalahkan secara hokum atas efek samping dari suatu
tindakan medis yang dilakukan.

4. Informed Consent hanyalah formalitas lembar persetujuan medis saja, bagaimana pendapat
bapak/ibu tentang pernyataan ini?
Jawab : informed consent bukan hanya sekedar formalitas saja, karena informed consent akan
menjadi pelindung dan alat antisipasi apabila kemudian hari ada tindakan medis yang
mempunyai resiko besar akan dipermasalahkan oleh pasien.
5. Apa saja hak dan kewajiban dokter dan pasien dalam Informed Consent?
Jawab :
Sebagai penerima jasa pelayanan dalam kontrak terapi pasien mempunyai hak, anatara lain hak
atas persetujuan tindakan yang dilakukan pada tubuhnya, hak atas rahasia dokter, hak atas
informasi, dan hak atas second opinion. Saat ini, telah mulai diatur mengenai Informed Consent,
yaitu suatu persetujuan yang diberikan oleh pasien dan keluarganya atas dasar informasi dan
penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Informed
consent dimuat dalam beberapa peraturan, meskipun demikian masih diperlukan pengaturan
hukum yang lebih lengkap mengenai hal ini, karena dibutuhkan suatu pengaturan hukum yang
tidak hanya melindungi pasien dari kesewenangan dokter, tetapi juga diperlukan untuk
melindungi dokter dari kesewenangan pasien yang melanggar batas – batas hukum dan
perundang – undangan.
6. Apa yang dimaksud dengan Hak Asasi Manusia?
Jawab :
hak asasi manusia di atas dapat disimpulkan:
a. Hak Asasi Manusia bersifat universal, artinya berlaku dimana saja dan kapan saja serta untuk
siapa saja dan tidak dapat diambil oleh siapapun.
b. Hak asasi dibutuhkan manusia untuk melindungi martabat kemanusiaannya dan digunakan
sebagai landasan moral dalam bergaul dan berkomunikasi dengan orang lain.
c. Konsep Hak Asasi Manusia mencakup seluruh segi kehidupan, baik hak hukum, hak sosial
budaya, hak ekonomi, maupun hak dalam pembangunan

7. Salah satu jenis HAM adalah kebebasan menyatakan pendapat. Penomena yang ada sekarang
justru kondisi semakin gaduh dengan adanya hak kebebasan menyatakan pendapat, bagaimana
pendapat bapak/ibu tentang hal tersebut?
Jawab :
Kegaduhan ini terjadi karena masih banyaknya masyarakat yang belum mengetahui batasan
kebebasan hak menyatakan pendapat tersebut.
8. Salah satu jenis HAM adalah hak asasi ekonomi, hak mendapat tunjangan hidup bagi orang
miskin dan anak terlantar. Apakah ini sudah terealisasi?
Jawab :
Hal ini masih belum terealisasi karena masih banyak orang miskin dan anak terlantar yang masih
terlihat kasat mata baik di jalan dan tempat umum lainnya

9. Jelaskan hak atas kesehatan atau pentingnya kesehatan sebagai Hak Asasi Manusia?
Jawab :
Kesehatan merupakan kondisi sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkin setiap
orang produktif secara ekonomis (Ps. 1 point (1) UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan).
Karena itu kesehatan merupakan dasar dari diakuinya derajat kemanusiaan. Tanpa kesehatan,
seseorang menjadi tidak sederajat secara kondisional. Tanpa kesehatan, seseorang tidak akan
mampu memperoleh hak-haknya yang lain. Seseorang yang tidak sehat dengan sendirinya akan
berkurang haknya atas hidup, tidak bisa memperoleh dan menjalani pekerjaan yang layak, tidak
bisa menikmati haknya untuk berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan pendapat, dan
tidak bisa memperoleh pendidikan demi masa depannya. Singkatnya, seseorang tidak bisa
menikmati sepenuhnya kehidupan sebagai manusia

10.Sebutkan hak-hak asasi manusia dalam etika kesehatan masyarakat?

Jawab :

Hak atas kesehatan merupakan bagian dari hak asasi manusia. Kesehatan berkaitan erat dengan


kehidupan manusia sehari-hari. Ketersediaan layanan kesehatan dan obat-obatan, lingkungan
yang bersih dan sehat, serta hal-hal lain terkait dengan kesehatan adalah faktor yang vital bagi
keberlangsungan hidup manusia.

11.Jelaskan apa yang dimaksud perjanjian terapeutik?

Jawab : adalah perikatan yang dilakukan antara dokter dan tenaga kesehatan dengan
pasien, berupa hubungan hukum yang melahirkan hak dan kewajiban bagi kedua belah
pihak.

12.Apa dasar terjadinya transaksi terapeutik?

Jawab :

Ketentuan mengenai perjanjian diatur dalam buku KUH Perdata Bab II sebagaimana yang
tersebut dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang menyatakan bahwa suatu persetujuan adalah
“suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap 1 (satu)
orang lain atau lebih”. Ikatan tersebut jelas ada dalam hubungan antara dokter dan tenaga
kesehatan dengan pasien yang disebut dengan perjanjian terapeutik atau perjanjian
penyembuhan.
13.Jelaskan unsur-unsur perjanjian terapeutik?

Jawab :

Perjanjian terapeutik adalah perikatan yang dilakukan antara dokter dan tenaga kesehatan
dengan pasien, berupa hubungan hukum yang melahirkan hak dan kewajiban bagi kedua belah
pihak. Berbeda dengan perjanjian pada umumnya, perjanjian terapeutik memiliki sifat dan ciri –
ciri khusus yang berbeda dengan perjanjian pada umumnya. Dalam suatu perjanjian terapeutik
sebagaimana dicantumkan dalam deklarasi Helsinki yang penyusunannya berpedoman pada The
Nuremberg Code yang semula disebut persetujuan sukarela, dikemukakan mengenai 4 (empat)
syarat sahnya persetujuan yang harus diberikan secara sukarela, yaitu : 1) Persetujuan harus
diberikan secara sukarela, 2) diberikan oleh yang berwenang dalam hukum, 3) diberitahukan;
dan 4) dipahami.

14.Siapa saja pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian terapeutik?

Jawab :

dilakukan antara dokter dan tenaga kesehatan dengan pasien

15.Apa saja syarat dalam perjanjian terapeutik?

Jawab :

1) Persetujuan harus diberikan secara sukarela,

2) diberikan oleh yang berwenang dalam hukum,

3) diberitahukan; dan

4) dipahami.

16.Jelaskan seberapa penting pemberlakuan kajian etika dalam penelitian?

Jawab :

Hal penting dalam melakukan penelitian adalah interaksi antara kita dengan pihak-pihak yang
dibutuhkan dalam penelitian, karena kita mengumpulkan data atau sampel melalui mereka.
Etika penelitian memegang peranan penting karena berhubungan dengan tata krama dalam
bersosialisasi. Sama halnya dengan pengumpulan data secara tidak langsung atau pustaka, kita
membutuhkan sumber atau kutipan data yang kita ambil untuk menghindari
penyebutan plagiat.
17.Jelaskan apa saja hak dan kewajiban peneliti?

Jawab :

Hak peneliti: Bila responden bersedia diminta informasinya (menyetujui inform concent),
peneliti mempunyai hak memperoleh informasi yang diperlukan sejujur – jujurnya dan
selengkap – lengkapnya dari responden atau informan. Apabila hak ini tidak diterima dari
responden, dalam arti responden menyembuntikan informasi yang diperlukan, maka responden
perlu diingatkan kembali terhadap “ inform concent” yang telah diberikan. Kewajiban peneliti: a.
Menjaga “privacy” responden: Seperti telah disebutkan bahwa posisi peneliti dalam etika
penelitian lebih rendah dibandingkan dengan responden. Oleh sebab itu, dalam melakukan
wawancara atau memperoleh informasi dari responden harus menjaga privacy mereka. Untuk
itu, peneliti atau pewawancara harus menyesuaikan diri dengan responden tentang waktu dan
tempat dilakukannya wawancara atau pengambilan data, sehingga responden tidak merasa
diganggu “ privacy” – nya. b. Menjaga kerahasiaan responden: Infrmasi atau hal – hal yang
terkait dengan responden harus dijaga kerahasiaannya. Peneliti atau pewawancara tidak
dibenarkan untuk menyampaikan kepada orang lain tentang apa pun yang diketahui oleh
peneliti tentang responden diluar untuk kepentingan atau mencapai tujuan penelitian. c.
Memberikan kompensasi: Apabila informasi yang diperlukan telah diperoleh dari responden
atau informan, maka penelitian atau pewawancara juga memenuhi kewajibannya. Kewajiban
penelitian atau pewawancara seyogyanya bukan sekedar ucapan terima kasih saja kepada
responden. Tetapi diwujudkan dalam bentuk penghargaan yang lain, misalnya berupa kenang –
kenangan atau apapun sebagai apresiasi peneliti terhadap responden atau informan yang telah
mengorbankan waktu, pikiran, mungkin tenaga dalam rangka memberikan informasi yang
diperlukan peneliti atau pewawancara.

18.Jelaskan apa saja hak dan kewajiban responden?

Jawab :

Hak responden: a. Hak untuk dihargai “privacy” nya: Privacy adalah hak setiap orang. Semua
orang mempunyai hak untuk memperoleh “privacy” atau kebebasan pribadinya. Demikian pula
responden sebagai objek penelitian ditempat kediamannya masing – masing. Seorang tamu,
termasuk peneliti atau pewawancara yang datang kerumahnya atau tempat kerjanya, lebih –
lebih akan menyita waktunya untuk diwawancarai, jelas merampas “privacy” hak atau
responden tersebut. b. Hak untuk merahasiakan informasi yang diberikan: Informasi yang
diberikan oleh responden adalah miliknya sendiri. Tetapi karena diperlukan dan diberikan
kepada peneliti atau pewawancara, maka kerahasiaan informasi tersebut perlu dijamin oleh
peneliti. Apabila informasi tersebut kemudian diberikan kepada peneliti dan kemudian
diolahnya, maka bentuknya bukan informasi indivual dari orang per orang dengan nama
tertentu, tetapi dalam bentuk agregat atau kelompok responden. Oleh sebab itu, realisasi hak
responden untuk merahasiakan informasi dari masing – masing responden, maka nama
respnden pun tidak tidak perlu dicantumkan, cukup dengan kode – kode tertentu saja. c. Hak
memperoleh jaminan keamanan atau keselamatan akibat dari informasi yang diberikan: Apabila
informasi yang diberikan itu membawa dampak terhadap keamanan atau keselamatan bagi
dirinya atau keluarganya, maka peneliti harus bertanggung jawab terhadap akibat tersebut. d.
Hak memperoleh imbalan atau kompensasi: Apabila semua kewajiban telah dilakukan, dalam
arti telah memberikan informasi yang diperlukan oleh peneliti atau pewawancara, responden
berhak menerima imbalan atau kompensasi dari pihak pengambil data atau informasi.

Kewajiban responden: Setelah adanya “inform concent” dari responden atau informan, artinya
responden sudah mempunyai keterikatan dengan peneliti atau pewawancara berupa kewajiban
responden untuk memberikan informasi yang diperlukan peneliti. Tetapi selama belum ada
“informn concent”, responden tidak ada kewajiban apa pun terhadap peneliti atau
pewawancara.

19.Jelaskan perbedaan antara etika penelitian survey dan penelitian eksperimen?

Jawab :

1. Pada penelitian survei pada umumnya hanya satu kali kontak antara peneliti responden, yakni
pada waktu pengambilan data (wawancara atau pengamatan) saja. Intensitas atau lamanya
waktu hubungan antara peneliti dengan yang diteliti (responden) dengan sendirinya tergantung
pada banyaknya data atau informasi yang akan diperoleh atau dicari: a. Apabila peneliti inggin
memperoleh informasi tentang: identitas responden (umur, pendidikan, agama, dan
sebagainya), pengetahuan dan sikap responden, perilaku berdasarkan “recall” maka cukup
dengan wawancara. Lamanya wawancara tergantung banyaknya pertanyaan (kuesioner). Makin
banyak pertanyaan, makin lama waktu yang dibutuhkan, hal ini berarti peneliti akan menyita
waktu yang lebih banyak dari responden, atau lebih banyak mengganggu kegiatan responden.
Implikasinya peneliti harus memberikan kompensasi waktu yang hilang bagi responden. b.
Apabila peneliti inggin memperoleh informasi tentang perilaku responden dengan menggunakan
metode observasi (pengamatan), maka ini berarti intensitas gangguan “privacy” responden lebih
tinggi. Hal ini berarti peneliti dituntutmemberikan imbalan yang lebih dibanding dengan
wawancara. c. Apabila peneliti dalam pengambilan informasi kepada responden dengan
melakukan tindakan invasi, misalnya pengambilan sampel darah maka penelitiharus
memberikan jaminan, bahwa hal tersebut tidak menimbulkan rasa sakit. Disamping itu, peneliti
harus bertanggung jawab apabila terjadi efek samping atau akibat buruk dari tindakan
pengambilan sampel darah tersebut. 2. Pada penelitian eksperimen kontak atau hubungan
antara peneliti dengan responden lebih intensif, yakni: a. Pengambilan data awal (pretest) dan
pengambilan setelah eksperimen intervensi (pottest). Kadang – kadang pengambilan data
setelah intervensi tidak hanya sekali saja, melainkan berkali – kali. Dalam pengambilan data ini
(pretest maupun posttest) intensitas hubungan juga berbeda – beda, tergantung pada jenis data
atau informasi seperti pada penelitian survei tersebut. Pengambilan data awal dan pengambilan
data setelah intervensi ini dilakukan pada kelompok eksperimen maupun pada kelompok
kontrol. b. Tahap intervensi atau eksperimen, hubungan antara peneliti dengan responden lebih
intensif dan dalam waktu yang relatif lama. Karena dalam penelitian ini peneliti melakukan
intervensi dalam berbagai bentuk, misalnya melakukan penyuluhan, pelatihan, mengajak atau
menyuruh mereka untuk melakukan kegiatan, dan sebagainya dari masyarakat (responden).
Meskipun akhirnya hasil kegiatan atau intervensi ini juga untuk mereka, tetapi tetap peneliti
“memperlakukan” mereka sebagai percobaan, sehingga perlu kompensasi bagi mereka. c. Dalam
penelitian eksperimen, memang kelompok eksprimen atau kelompok yang memperoleh
perlakukan tertentu akan memperoleh keuntungan (benefit), sekurang – kurangnya terpapar
informasi yang baik tentang suatu hal yang berguna bagi masyarakat perlakuan. Tetapi
masyarakat pada kelompok kontrol tidak memperoleh keuntungan apa- apa. Oleh sebab itu,
peneliti secara etika harus memberikan penghargaan bagi mereka. Imbalan yang paling baik
adalah, setelah dilakukan evaluasi atau pengumpulan data pasca (setelah) eksperimen pada
kelompok eksperimen. Secara etika, seyogyanya eksperimen pada kelompok eksperimen. Secara
etika, seyogianya eksperimen yang sama dilakukan juga pada kelompok kontrol, setelah
dilakukan evaluasi (posttest) pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Apabila hal
ini tidak memungkinkan biaya, waktu dan sebagainya, maka cukup memberikan sesuatu untuk
penghargaan atau kenang – kenangan pada masyarakat pada kelompok kontrol ini.

20.Jika penelitiannya mengambil data sekunder, apakah perlu dibuat Informed Consent, jelaskan
kenapa?

Jawab : tidak perlu, karena data sekunder berupa data yang sengaja atau bisa dipublikasi ke
masyarakat luas.

Anda mungkin juga menyukai