Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Akhir-akhir ini banyak dibicarakan di media massa masalah dunia
kebidanan yang dihubungkan dengan hukum. Bidang kebidanan yang dahulu
dianggap profesi mulia seakan- akan sulit tersentuh oleh orang awam kini
mulai dimasuki unsur hukum. Salah satu tujuan dari hukum atau peraturan atau
deklarasi atau kode etik kesehatan atau apapun namanya adalah untuk
melindungi kepentingan pasien disamping mengembangkan kualitas profesi
bidan atau tenaga kesehatan. Keserasian antara kepentingan pasien dan
kepentingan tenaga. Kesehatan merupakan salah satu penunjang keberhasilan
pembangunan sistem kesehatan.
Pada awal abad ke-20 telah tumbuh bidang hukum yang bersifat khusus (lex
spesialis)salah satunya hukum kesehatan yang berakar dari pelaksanaan hak
asasi manusia memperoleh kesehatan (the Right to health care)Masing-masing
pihak yaitu yang memberi pelayanan (medical providers) dan yang menerima
pelayanan (medical receivers) mempunyai hak dan kewajiban yang harus
dihormati.
Agar dapat menanggulangi masalah secara proporsional dan mencegah apa
yang dinamakan malpraktek di bidang kebidanan, perlu adanya informed
consent (persetujuan penjelasan) dan informed choice (pilihan pasien)
"Informed consent" terdiri dari dua kata yaitu "informed" yang berarti telah
mendapat penjelasan atau keterangan (informasi), dan "consent" yang berarti
persetujuan atau memberi izin. Consent dibagi menjadi 2 yaitu expressed yang
berarti dapat secara lisan atau tulisan, implied yang berarti yang dianggap telah
diberikan. Jadi "informed consent" mengandung pengertian suatu persetujuan
yang diberikan setelah mendapat informasi. Dengan demikian "informed
consent" dapat didefinisikan sebagai persetujuan yang diberikan oleh pasien
dan atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang
akan dilakukan terhadap dirinya serta risiko yang berkaitan dengannya (John,
2012)
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari informed choice?
2. Apa tujuan dari informed choice?
3. Bagaimana rekomendasi bidan tentang informed choice?
4. Bagaimana bentuk informed choice pada asuhan kebidanan?
5. Apa pengertian dari informed consent?
6. Bagaimana aspek – aspek hukum dalam informed consent?
7. Apa saja kendala dalam pelaksanaan informed consent?
8. Apa fungsi informed consent?
9. Apa saja bentuk – bentuk informed consent?
10. Apa saja tujuan dan manfaat informed consent?
11. Bagaimana dimensi informed consent?
12. Bagaimana contoh persetujuan tindkan pertolongan persalinan?
13. Apa perbedaan pilihan ( choice ) dengan persetujuan )

1.3 Tujuan Masalah


1. Mengetahui pengertian dari informed choice.
2. Mengetahui tujuan dari informed choice.
3. Mengetahui rekomendasi bidan tentang informed choice.
4. Mengetahui bentuk informed consent pada asuhan kebidanan.
5. Mengetahui pengertian dari informed consent.
6. Mengetahui aspek – aspek hukum dalam informed consent.
7. Mengetahui kendala dalam pelaksanaan informed consent.
8. Mengetahui fungsi informed consent.
9. Mengetahui bentuk – bentuk informed consent.
10. Mengetahui tujuan dan manfaat informed consent.
11. Mengetahui dimensi informed consent.
12. Mengetahui contoh persetujuan tindakan pertolongan persalinan.
13. Mengetahui perbedaan pilihan (choice) dengan persetujuan (consent).
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Informed Choice


2.1.1 Pengertian Informed Choice
Informed choice berarti membuat pilihan setelah mendapatkan
penjelasan tentang alternatif asuhan yang akan dialaminya, pilihan
(choice) harus dibedakan dari persetujuan (consent)Persetujuan penting
dari sudut pandang bidan, karena itu berkaitan dengan aspek hukum
yang memberikan otoritas untuk semua prosedur yang dilakukan oleh
bidan.
Sedangkan pilihan (choice) lebih penting dari sudut pandang wanita
(pasien) sebagai konsumen penerima jasa asuhan kebidanan.

2.1.2 Tujuan Informed Choice


Tujuan informed choice adalah untuk mendorong wanita memilih
asuhannya. Peran bidan tidak hanya membuat asuhan dalam
manajemen asuhan kebidanan tetapi juga menjamin bahwa hak wanita
untuk memilih asuhan dan keinginannya terpenuhi. Hal ini sejalan
dengan kode etik internasional bidan yang dinyatakan oleh ICM 1993,
bahwa bidan harus menghormati hak wanita setelah mendapatkan
penjelasan dan mendorong wanita untuk menerima tanggung jawab
untuk hasil dari pilihannya

2.1.3 Rekomendasi bagi bidan


a. Bidan harus terus meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya
dalam berbagai aspek agar dapat membuat keputusan klinis dan
secara teoritis agar dapat memberikan pelayanan yang aman dan
dapat memuaskan kliennya.
b. Bidan wajib memberikan informasi secara rinci dan jujur dalam
bentuk yang dapat dimengerti oleh wanita dengan menggunakan
media alternatif dan penerjemah kalau perlu dalam bentuk tatap
muka secara langsung.
c. Bidan dan petugas kesehatan lainnya perlu belajar untuk membantu
wanita melatih diri dalam menggunakan haknya dan menerima
tanggung jawab untuk keputusan yang mereka ambil sendiri.
d. Dengan berfokus pada asuhan yang berpusat pada wanita dan
berdasarkan fakta, diharapkan bahwa konflik dapat ditekan
serendah mungkin.
e. Tidak perlu takut akan konflik tapi menganggapnya sebagai suatu
kesempatan untuk saling memberi dan mungkin suatu penilaian
ulang yang objektif, bermitra dengan wanita dari sistem asuhan dan
suatu tekanan positif.

2.1.4 Bentuk pilihan (choice) yang ada dalam asuhan kebidanan


Ada beberapa jenis pelayanan kebidanan yang dapat dipilih oleh pasien
antara lain :
a. Gaya, bentuk pemeriksaan dan pemeriksaan laboratorium/screening
antenatal
b. Tempat bersalin (rumah, polindes, Rumah Bersalin, Rumah Sakit
Bersalin, atau Rumah Sakit) dan kelas perawatan di Rumah Sakit
c. Masuk kamar bersalin pada tahap awal persalinan
d. Pendampingan waktu bersalin
e. Klisma dan cukur daerah pubis
f. Metode monitor denyut jantung janin
g. Percepatan persalinan
h. Diet selama proses persalinan
i. Mobilisasi selama proses persalinan
j. Pemakaian obat pengurang rasa sakit
k. Pemecahan ketuban secara rutin
1. Posisi ketika bersalin.
m. Episiotomi
n. Penolong persalinan
o. Keterlibatan suami waktu bersalin, misalnya pemotongan tali pusat.
p. Cara memberikan minuman bayi
q. Metode pengontrolan kesuburan

2.2 Informed Consent


2.2.1 Pengertian Informed Consent
Informed consent bukan hal yang baru dalam bidang pelayanan
kesehatan. Informed consent telah diakui sebagai langkah yang paling
penting untuk mencegah terjadinya konflik dalam masalah etik.
Informed consent berasal dari dua kata, yaitu informed (telah mendapat
penjelasan atau keterangan atau informasi) dan consent (memberikan
persetujuan atau mengizinkan.
Informed consent adalah suatu persetujuan yang diberikan setelah
mendapatkan informasi. Pengertian lain dari informed consent adalah
suatu kesepakatan atau persetujuan pasien atas upaya medis yang akan
dilakukan dokter terhadap dirinya setelah pasien mendapatkan
informasi dari dokter mengenai upaya medis yang dapat dilakukan
untuk menolong dirinya disertai informasi mengenai segala risiko yang
mungkin terjadi.
Informed consent adalah persetujuan yang diberikan pasien kepada
tenaga kesehatan setelah diberi penjelasan. Dalam praktiknya,
seringkali istilah informed consent disamakan dengan surat izin operasi
(SIO) yang diberikan oleh tenaga kesehatan kepada keluarga sebelum
seorang pasien dioperasi, dan dianggap sebagai persetujuan tertulis.
Akan tetapi, perlu diingatkan bahwa informed consent bukan sekedar
formulir persetujuan yang didapat dari pasien, juga bukan sekedar tanda
tangan keluarga, namun merupakan proses komunikasi Informed
consent bukan perjanjian terapetik, tetapi pernyataan sepihak oleh
pasien (for person with capacity to consent) atau orang yang berhak
mewakili (for person without capacity to consent.) Bukan juga
pernyataan kesanggupan membayar sebab ia tidak berkaitan dengan
tindakan medis, serta dapat diberikan oleh siapa saja yang bersedia
menanggung biaya pasien.
Kementerian Kesehatan RI (2008) menyatakan bahwa Informed
consent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya
atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang akan dilakukan
terhadap pasien tersebut. Pernyataan oleh pasien, atau dalam hal pasien
tidak berkompeten, diberikan oleh orang yang berhak mewakili, yang
isinya berupa persetujuan kepada dokter untuk melakukan tindakan
medik sesudah pasien atau orang yang berhak tersebut diberi informasi
secukupnya mengenai rencana tindakan medik yang akan dilakukan
dokter (Dahlan S, 2002) Dari ketiga definisi tadi maka yang paling
reliabel adalah definisi yang mampu memberikan pemahaman bahwa
pemegang hak utama untuk memberikan persetujuan ialah pasien dan
hak keluarga untuk mewakili pasien bukan bersifat alternatif,
melainkan kondisional, yaitu manakala pasien tidak berkompeten
(belum dewasa atau tidak sehat akal)Jika pasien sudah dewasa dan sehat
akal maka keluarga sama sekali tidak berhak.
Inti dari informed consent adalah kesepakatan antara tenaga
kesehatan dan klien, sedangkan formulir hanya merupakan
pendokumentasian hasil kesepakatan. Dapat disimpulkan informed
consent adalah persetujuan yang diberikan pasien atau keluarganya
kepada tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan. Mengandung
dimensi hukum, berupa perlindungan bagi pasien atas tindakan bidan
yang berperilaku memaksakan kehendaknya; mengandung dimensi
etik, berupa menghargai otonomi pasien, tidak melakukan intervensi
melainkan membantu bila diminta atau dibutuhkan dan menggali
keinginan pasien secara subjektif.

2.2.2 Aspek – aspek hukum dalam informed consent :


a. Tidak meniadakan atau mencegah diadakannya tuntutan dimuka
pengadilan atau membebaskan bidan atau rumah bersalin terhadap
tanggung jawabnya apabila terdapat kelalaian;
b. Tidak mempunyai kekuatan hukum atas penghindaran oleh bidan
atau rumah bersalin karena seseorang tidak dapat membebaskan
diri dari tanggung jawabnya atas kesalahan yang dilakukan.
Merupakan pernyataan kehendak kedua belah pihak yaitu bidan
dan pasien yang dituangkan dalam persetujuan bersifat mengikat
dan tidak dapat dibatalkan oleh salah satu pihak;
Dasar hukumnya adalah pasal 1320 KUHPerdata:
a. Adanya kata sepakat;
b. Adanya kecakapan;
c. Suatu hal atau objek tertentu;
d. Suatu sebab yang halal.

2.2.3 Kendala dalam pelaksanaan informed consent:


a. Sulit memastikan adanya kemampuan/kecakapan secara hukum
dari orang yang akan menjalani tindakan, karena adanya indikator
yuridis atas batas usia, kesadaran, kondisi mental dan lain-lain;
b. Sulit memastikan wali yang sah;
c. Sulit mengukur bahwa informasi telah diberikan secara rinci dan
dapat dimengerti;
d. Sulit menentukan saksi apabila diperlukan untuk memberikan
persetujuan atas suatu tindakan;
e. Dalam keadaan darurat sulit menentukan siapa yang bertanggung
jawab atas tindakan yang akan dilakukan

2.2.4 Fungsi Informed Consent


Untuk mengurangi kejadian mal praktik dan agar bidan lebih
berhati- hati dalam memberikan pelayanan kebidanan.

2.2.5 Bentuk – bentuk Informed Consent


Informed consent harus dilakukan setiap kali akan melakukan
tindakan medis, sekecil apapun tindakan tersebut. Menurut
Departemen Kesehatan (2002), informed consent dibagi menjadi 2
(dua) bentuk.
a. Implied consent
Yaitu persetujuan yang dinyatakan tidak langsungContohnya:
saat bidan akan mengukur tekanan darah ibu, ia hanya mendekati
si ibu dengan membawa sfingmomanometer tanpa mengatakan
apapun dan si ibu langsung menggulung lengan bajunya
(meskipun tidak mengatakan apapun, sikap ibu menunjukkan
bahwa ia tidak keberatan terhadap tindakan yang akan dilakukan
bidan)
b. Express Consent
Express consent yaitu persetujuan yang dinyatakan dalam
bentuk tulisan atau secara verbal. Sekalipun persetujuan secara
tersirat dapat diberikan, namun sangat bijaksana bila persetujuan
pasien dinyatakan dalam bentuk tertulis karena hal ini dapat
menjadi bukti yang lebih kuat dimasa mendatang. Contoh,
persetujuan untuk pelaksanaan operasi caesar.
Persetujuan pada informed consent dapat dibedakan menjadi
tiga bentuk, yaitu :
1) Persetujuan tertulis, biasanya diperlukan untuk tindakan
medis yang mengandung risiko besar, sebagaimana
ditegaskan dalam PerMenkes No. 585/ Men.Kes/ Per/ IX/
1989 Pasal 3 ayat (1) dan SK PB-IDI No. 319/PB/A.4/88
butir 3, yaitu intinya setiap tindakan medis yang
mengandung risiko cukup besar, mengharuskan adanya
persetujuan tertulis, setelah sebelumnya pihak pasien
memperoleh informasi yang adekuat tentang perlunya
tindakan medis serta risiko yang berkaitan dengannya
(telah terjadi informed consent)
2) Persetujuan lisan, biasanya diperlukan untuk tindakan
medis yang bersifat non invasif dan tidak mengandung
risiko tinggi, yang diberikan oleh pihak pasien.
3) Persetujuan dengan isyarat, dilakukan pasien melalui
isyarat, misalnya pasien yang akan disuntik atau diperiksa
tekanan darahnya, langsung menyodorkan lengannya
sebagai tanda menyetujui tindakan yang akan dilakukan
terhadap dirinya.

2.2.6 Tujuan dan Manfaat Informed Consent


a. Tujuan
1) Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap
tindakan petugas kesehatan yang sebenarnya tidak
diperlukan dan secara medik tidak ada dasar
pembenarannya yang dilakukan tanpa sepengetahuan
pasiennya
2) Memberi perlindungan hukum kepada petugas kesehatan
terhadap suatu kegagalan dan bersifat negatif, karena
prosedur medik modern bukan tanpa resiko, dan pada
setiap tindakan medik ada melekat suatu resiko
(Permenkes No.290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3)

b. Manfaat
1) Membantu kelancaran tindakan medis Melalui
informed consent, secara tidak langsung terjalin
kerjasama antara bidan dan klien sehingga
memperlancar tindakan yang akan dilakukan.
Keadaan ini dapat meningkatkan efisiensi waktu
dalam upaya tindakan kedaruratan.
2) Mengurangi efek samping dan komplikasi yang
mungkin terjadi. Tindakan bidan yang tepat dan
segera, akan menurunkan risiko terjadinya efek
samping dan komplikasi
3) Mempercepat proses pemulihan dan penyembuhan
penyakit karena si ibu memiliki pemahaman yang
cukup terhadap tindakan yang dilakukan
4) Meningkatkan mutu pelayanan. Peningkatan mutu
ditunjang oleh tindakan yang lancar, efek samping
dan komplikasi yang minim, dan proses pemulihan
yang cepat.
5) Melindungi bidan dari kemungkinan tuntutan hukum.
Jika tindakan medis menimbulkan masalah, bidan
memiliki bukti tertulis tentang persetujuan pasien.

2.2.7 Dimensi Informed Consent


a. Dimensi yang menyangkut hukum
Dalam hal ini informed consent merupakan perlindungan
bagi pasien terhadap bidan yang berprilaku memaksakan
kehendak, dimana proses informed consent sudah memuat
tentang keterbukaan informasi dari bidan kepada pasien,
informasi tersebut harus dimengerti pasien dan memberikan
kesempatan kepada pasien untuk memberikan persetujuan
atas tindakan yang akan dilakukan kepadanya.
b. Dimensi yang menyangkut etik
Dari proses informed consent terkandung nilai etik
sebagai berikut menghargai kemandirian atau otonomi
pasien, tidak melakukan intervensi melainkan membantu
pasien bila dibutuhkan atau diminta sesuai dengan informasi
yang telah dibutuhkan dan bidan menggali keinginan pasien
baik yang dirasakan secara subjektif maupun sebagai hasil
pemikiran yang rasional
Berdasarkan Pasal 45 UU No29 Tahun 2004 terdapat
beberapa prinsip yang harus ada berkaitan dengan informed
consent tersebut, yaitu :
1) Setiap tindakan medis harus mendapat persetujuan
pasien.
2) Persetujuan diberikan setelah pasien mendapat
penjelasan secara lengkap.
3) Penjelasan tersebut sekurang-kurangnya mencakup:
a) diagnosis dan tata cara tindakan medis.
b) tujuan tindakan medis yang dilakukan.
c) alternatif tindakan lain dan risikonya.
d) risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi.
e) prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
4) Persetujuan dapat diberikan baik secara tertulis maupun
lisan
5) Setiap tindakan medis yang mengandung risiko tinggi
harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang
ditandatangani oleh yang berhak memberikan
persetujuan.

Pasal 1354 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata


(KUHPdt) yang mengatur "zaakwarneming" atau perwakilan
sukarela, yaitu sikap/tindakan yang pada dasarnya merupakan
pengambilalihan tanggung jawab dengan tindakan menolong
pasien, dan bila pasien telah sadar, tenaga kesehatan dapat
bertanya apakah perawatan dapat diteruskan atau ingin
beralih ke tenaga kesehatan yang lain.
Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa terdapat dua
unsur yang harus ada dalam informed consent yaitu pasien
harus mendapatkan informasi mengenai tindakan medis yang
akan dilakukan dan tindakan medis yang dilakukan harus
mendapatkan persetujuan oleh pasien tersebutPersetujuan
dari pasien tersebut dapat diwakilkan oleh pihak lain apabila
pasien dalam kondisi kritis dan memerlukan pengobatan
secepat mungkin, akan tetapi setelah pasien sadar tenaga
kesehatan wajib menjelaskan dan menanyakan persetujuan
dari pasien tersebut.
Berdasarkan hal tersebut maka tindakan medis yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan harus sesuai dengan standar
pelayanan atau tindakan medis yang telah ditetapkan. Selain
itu, hal terpenting dan yang menjadi perioritas utama dalam
melakukan tindakan medis adalah keselamatan pasien
(patient safety) itu sendiri. Dokter atau bidan dituntut untuk
melakukan tindakan medis semaksimal mungkin dan tidak
melakukan tindakan yang dapat membahayakan keselamatan
pasien (patient safety). Pelayanan atau tindakan medis
dilakukan oleh dokter maupun bidan di rumah sakit yang
dapat membahayakan keselamatan pasien (patient safety)
merupakan tanggung jawab dokter ataupun bidan tersebut,
jadi dokter ataupun tenaga kesehatan bertanggung jawab atas
kerugian yang di derita oleh pasien.

2.2.8 Contoh Persetujuan Tindakan Pertolongan Persalinan


Alamat........
Telp.......
Kode Pos...
PERSETUJUAN TINDAKAN PERTOLONGAN PERSALINAN
Nomor:........
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama :
Tempat/Tinggal Lahir :
Alamat :
Kartu Identitas :
Pekerjaan :
Selaku individu yang meminta bantuan pada fasilitas kesehatan ini
bersama ini menyatakan kesediaannya untuk dilakukan tindakan dan
prosedur pertolongan persalinan pada diri saya berikan setelah
mendapat penjelasan dari bidan yang berwenang di fasilitas
kesehatan tersebut diatas, sebagaimana berikut ini:
a. Diagnosis kebidanan .................................................................
b. Untuk melakukan pertolongan persalinan perlu dilakukan
tindakan .....................................................................................
c. Setiap tindakan kebidanan yang dipilih bertujuan untuk
kesejahteraan dan keselamatan ibu dan janin. Namun demikian,
sebagaimana telah dijelaskan terdahulu, setiap tindakan
mempunyai risiko baik yang telah diduga maupun yang tidak
diduga sebelumnya.
d. Penolong telah pula menjelaskan bahwa ia akan berusaha
sebaik mungkin untuk melakukan tindakan pertolongan
persalinan dan menghindarkan kemungkinan risiko, agar
diperoleh hasil asuhan kebidanan yang optimal.
e. Semua penjelasan tersebut diatas, sudah saya maklumi dan
dijelaskan dengan kalimat yang jelas dan saya mengerti
sehingga saya memaklumi arti tindakan atau asuhan kebidanan
yang saya alami. Dengan demikian terjadi kesalahan.
pahaman diantara pasien dan bidan tentang upaya serta tujuan
untuk mencegah timbulnya masalah hukum dikemudian hari.

Dalam keadaan dimana saya tidak mampu untuk memperoleh


penjelasan dan memberi persetujuan maka saya menyerahkan mandat
kepada suami atau wali saya yaitu :

Nama : ..........................................................
Tempat/Tanggal Lahir : ..........................................................
Alamat : ..........................................................
Kartu Identitas : ..........................................................
Pekerjaan : ..........................................................

Demikian agar saya maklum, surat persetujuan ini saya buat tanpa
paksaan dari pihak manapun dan agar dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya.

Bidan Suami/Wali Yang Memberi Persetujuan

(...............................) (...............................) (................................................)

2.9 Perbedaan Pilihan ( Choice ) Dengan Persetujuan ( Consent )

a. Persetujuan atau consent penting dari sudut pandang bidan


karena berkaitan dengan aspek hukum yang memberikan
otoritas untuk semua prosedur yang akan dilakukan bidan.
b. Pilihan atau choice penting dari sudut pandang klien sebagai
penerima jasa asuhan kebidanan, yang memberikan gambaran
pemahaman masalah yang sesungguhnya dan merupakan aspek
otonomi pribadi menentukan pilihannya sendiri.
c. Choice berarti ada alternatif lain, ada lebih dari satu pilihan
dan klien mengerti perbedaannya sehinggga dia dapat
menentukan mana yang disukai atau sesuai dengan
kebutuhannya.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Informed Consent adalah persetujuan tindakan kebidanan atau


kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya
setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan
yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.
Informed Choice adalah membuat pilihan setelah mendapatkan
penjelasan tentang alternatif asuhan yang akan dialaminya, pilihan
(choice)Persetujuan (consent) penting dari sudut pandang bidan,
karena berkaitan dengan aspek hukum yang memberikan otoritas
untuk semua prosedur yang dilakukan oleh bidan. Pilihan (choice)
lebih penting dari sudut pandang wanita (pasien) sebagai konsumen
penerima jasa asuhan kebidanan.

3.2 Saran
Sebelum melakukan tindakan medis, bidan dan klien harus
membuat dan/atau menyetujui informed consent dan informed choice
agar dapat menanggulangi masalah secara proporsional dan mencegah
apa yang dinamakan malpraktek di bidang kebidanan.
DAFTAR PUSTAKA

Purwoastuti, Th Endang, dkk. 2015. Etikolegal Dalam Praktik Kebidanan.


Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Riyanti, 2019. Etikolegal Dalam Praktik Kebidanan. Wineka Media.
Zulvadi, Dudi. 2010. Etika dan Manajemen Kebidanan. Yogyakarta: Cahaya
Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai