Anda di halaman 1dari 18

KELOMPOK 1

INFORMED CHOICE DAN INFORMED CONSENT

NAMA KELOMPOK :
DIAN PERMATASARI DAULAY
AULIA HARFA
CHINDY WIDYA PUTRI
ANGGI PUSPITA SARI
DINDA RIZKY AURELLIA
1. Informed Choice
Informed Choice berarti membuat pilihan setelah
mendapatkan penjelasan tentang alternatif asuhan
yang akan dialaminya, pilihan (choice) harus
dibedakan dari persetujuan (concent). Persetujuan
penting dari sudut pandang bidan, karena itu
berkaitan dengan aspek hukum yang memberikan
otoritas untuk semua prosedur yang dilakukan oleh
bidan. Sedangkan pilihan (choice) lebih penting
dari sudut pandang wanita (pasien) sebagai
konsumen penerima jasa asuhan kebidanan.
A. Tujuan informed choice

Tujuannya adalah untuk mendorong wanita


memilih asuhannya. Peran bidan tidak hanya
membuat asuhan dalam manajemen asuhan
kebidanan tetapi juga menjamin bahwa hak
wanita untuk memilih asuhan dan
keinginannya terpenuhi.
B. Rekomendasi

• 1. Bidan harus terus meningkatkan pengetahuan dan


keterampilannya dalam berbagai aspek agar dapat membuat
keputusan klinis dan secara teoritis agar dapat memberikan
pelayanan yang aman dan dapat memuaskan kliennya.
• 2. Bidan wajib memberikan informasi secara rinci dan jujur dalam
bentuk yang dapat dimengerti oleh wanita dengan menggunakan
media laternatif dan penerjemah, kalau perlu dalam bentuk tatap
muka secara langsung.
• 3. Bidan dan petugas kesehatan lainnya perlu belajar untuk
membantu wanita melatih diri dalam menggunakan haknya dan
menerima tanggung jawab untuk keputusan yang mereka ambil
sendiri.
• 4. Dengan berfokus pada asuhan yang berpusat
pada wanita dan berdasarkan fakta, diharapkan
bahwa konflik dapat ditekan serendah
mungkin.
• 5. Tidak perlu takut akan konflik tapi
menganggapnya sebagai suatu kesempatan
untuk saling memberi dan mungkin suatu
penilaian ulang yang objektif, bermitra dengan
wanita dari sistem asuhan dan suatu tekanan
positif.
C. Bentuk Pilihan (Choice) Pada Asuhan
Kebidanan
Ada beberapa jenis pelayanan kebidanan yang dapat
dipilih oleh pasien antara lain :
• 1. Gaya, bentuk pemeriksaan antenatal dan pemeriksaan
laboratorium/screaning antenatal.
• 2. Tempat bersalin (rumah, polindes, RB, RSB, atau RS)
dan kelas perawatan di RS.
• 3. Masuk kamar bersalin pada tahap awal persalinan.
• 4. Pendampingan waktu bersalin.
• 5. Clisma dan cukur daerah pubis.
• 6. Metode monitor denyut jantung janin.
• 7. Percepatan persalinan.
• 8. Diet selama proses persalinan.
• 9. Mobilisasi selama proses persalinan.
• 10. Pemakaian obat pengurang rasa sakit.
• 11. Pemecahan ketuban secara rutin.
• 12. Posisi ketika bersalin
• 13. Episiotomi.
• 14. Penolong persalinan.
• 15. Keterlibatan suami waktu bersalin, misalnya
pemotongan tali pusat.
• 16. Cara memberikan minuman bayi.
• 17. Metode pengontrolan kesuburan.
2. Informed Consent
Consent Informed concent berasal dari dua kata, yaitu
informed (telah mendapat
penjelasan/keterangan/informasi)dan concent
(memberikanpersetujuan/mengizinkan). Informed
concent adalah suatu persetujuan yang diberikan setelah
mendapatkan informasi. Informed Consent adalah
persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan kepada
pasien atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan
penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran
yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.
Dalam Permenkes no 585 tahun 1989 ( pasal 1),
Informed concent ditafsirkan sebagai persetujuan
tindakan medis adalah persetujuan yang diberikan
pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan
mengenai tindakan medik yang dilakukan terhadap
pasien tersebut.
a. Dasar Hukum Informed Consent.

• Dengan adanya peraturan Permenkes No.585 Tahun 1989


tentang persetujuan tindakan medik, maka peraturan
tersebut menjadi aturan pelaksanaan dalam setiap
tindakan medis yang berhubungan dengan persetujuan
dan pemberian informasi terhadap setiap tindakan medik.
Peraturan tersebut menyebutkan bahwa setiap tindakan
medik harus ada persetujuan dari pasien yang diatur
dalam Pasal 2 ayat (1) Permenkes No.585 Tahun 1989,
yang berbunyi “semua tindakan medik yang akan
dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan”.
Adanya pengaturan mengenai informed consent yang terdapat
dalam Permenkes No.585 Tahun 1989 tersebut juga diperkuat
dengan adanya Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang
Praktik Kedokteran yang terdapat pada Pasal 45 ayat (1) sampai
(6) yang berbunyi: Pasal 45 ayat 1. Setiap tindakan kedokteran
atau kedokteran gig iyang akan dilakukan oleh dokter atau
dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
2. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap.
3. Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-
kurangnya mencakup: a. diagnosis dan tata cara tindakan medis;
b. tujuan tindakan medis yang dilakukan; c. alternatif tindakan
lain dan risikonya; d. risiko dan komplikasi yang mungkin
terjadi; dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
4. Persetujuan sebagaimana dimaksud padaf ayat (2) dapat
diberikan baik secara tertulis maupun lisan.
5. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang
mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan
tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan
persetujuan.
6. Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran
atau kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), ayat (30), ayat (4) dan ayat (5) diatur dengan Peraturan
Menter. Dari Ketentuan Undang Undang Nomor 29 Tahun
2004 Tentang Praktik Kedokteran tersebut terutama pada pasal
45 ayat (6) menyebutkan bahwa pengaturan mengenai tata cara
persetujuan tindakan kedokteran (informend consent) diatur
oleh peraturan menteri yaitu Permenkes No.585 Tahun 1989.
b. Bentuk Informed Consent Informed
consent
harus dilakukan setiap kali akan melakukan tindakan medis,
sekecil apapun tindakan tersebut. Menurut depertemen kesehatan
(2002), informed consent dibagi menjadi 2 bentuk :
 
1) Implied consent.
Yaitu persetujuan yang dinyatakan tidak langsung. Contohnya:
saat bidan akan mengukur tekanan darah ibu, ia hanya
mendekati si ibu dengan membawa sfingmomanometer tanpa
mengatakan apapun dan si ibu langsung menggulung lengan
bajunya (meskipun tidak mengatakan apapun, sikap ibu
menunjukkan bahwa ia tidak keberatan terhadap tindakan yang
akan dilakukan bidan)
2) Express Consent.
Express consent yaitu persetujuan yang dinyatakan dalam
bentuk tulisan atau secara verbal. Sekalipun persetujuan
secara tersirat dapat diberikan, namun sangat bijaksana bila
persetujuan pasien dinyatakan dalam bentuk tertulis karena
hal ini dapat menjadi bukti yang lebih kuat dimasa
mendatang. Contoh, persetujuan untuk pelaksanaan sesar.

Secara umum bentuk persetujuan yang diberikan


pengguna jasa tindakan medis (pasien) kepada pihak
pelaksana jasa tindakan medis (petugas kesehatan) untuk
melakukan tindakan medis dapat dibedakan menjadi tiga
bentuk, yaitu :
• a. Persetujuan Tertulis, biasanya diperlukan untuk tindakan medis
yang mengandung resiko besar, sebagaimana ditegaskan dalam
PerMenKes No. 585/Men.Kes/Per/IX/1989 Pasal 3 ayat (1) dan SK
PB-IDI No. 319/PB/A.4/88 butir 3, yaitu intinya setiap tindakan
medis yang mengandung resiko cukup besar, mengharuskan adanya
persetujuan tertulis, setelah sebelumnya pihak pasien memperoleh
informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medis serta
resiko yang berkaitan dengannya (telah terjadi informed consent);
• b. Persetujuan Lisan, biasanya diperlukan untuk tindakan medis
yang bersifat noninvasif dan tidak mengandung resiko tinggi, yang
diberikan oleh pihak pasien;
• c. Standar pada reasonable person Standar ini merupakan hasil
kompromi dari kedua standar sebelumnya, yaitu dianggap cukup
apabila informasi yang diberikan telah memenuhi kebutuhan
umumnya orang awam.
c. Etik Dalam Informed Consent

• 1. Informed concent
• 2. Negosiasi
• 3. Persuasi
• 4. Komite etik
Akhirnya bahwa manfaat informed consent
adalah untuk mengurangi keadaan malpraktek dan
agar bidan lebih berhati-hati dan alur pemberian
informasi benar-benar dilakukan dalam
memberikan pelayanan kebidanan.
3.Perbedaan Pilihan (Choice) Dengan
Persetujuan (Consent)

• a. Persetujuan atau consent penting dari sudut pandang bidan,


karena berkaitan dengan aspek hukum yang memberikan
otoritas untuk semua prosedur yang akan dilakukan bidan.
• b. Pilihan atau choice penting dari sudut pandang klien sebagai
penerima jasa asuhan kebidanan, yang memberikan gambaran
pemahaman masalah yang sesungguhnya dan merupakan aspek
otonomi pribadi menentukan pilihannya sendiri.
• c. Choice berarti ada alternatif lain, ada lebih dari satu pilihan
dan klien mengerti perbedaannya sehinggga dia dapat
menentukan mana yang disukai atau sesuai dengan
kebutuhannya.
THANKS YOU

Anda mungkin juga menyukai