Anda di halaman 1dari 8

REFERAT SKILL

KESEHATAN INDUSTRI DAN LINGKUNGAN

MEDIASI, ADVOKASI, SURAT RUJUKAN MEDIS, SURAT SAKIT SEHAT

OLEH:

Dafa Azmi Syauqi Shihab


201810330311054

SKILL 8

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

2021
MEDIASI

Menurut Dr. M. Nasser SpKK. D., hubungan hukum antara pasien dan dokter dalam
pelayanan kesehatan yaitu hubungan karena terjadi kontrak terapeutik4 dan hubungan
karena adanya peraturan-peraturan. Hubungan hukum yang terjadi secara kontrak
terapeutik diawali dengan perjanjian (tidak tertulis) sehingga kedua belah pihak
diasumsikan terakomodasi pada saat kesepakatan tercapai. Kesepakatan yang dapat
dicapai antara lain berupa persetujuan tindakan medis atau penolakan pada sebuah
rencana tindakan medis. Hubungan karena perundang undangan biasanya muncul
karena kewajiban yang dibebankan kepada dokter karena profesi nya tanpa perlu
dimintakan persetujuan pasien.

Hubungan antara pasien dengan rumah sakit yaitu pasien sebagai penerima jasa
pelayanan kesehatan di rumah sakit dan rumah sakit sebagai pemberi jasa pelayanan
kesehatan. Rumah sakit berkewajiban untuk memberikan jasa pelayanan kesehatan
sesuai dengan ukuran standar perawatan kesehatan. Dokter, pasien dan rumah sakit
pada zaman dahulu mempunyai hubungan yang hanya didasarkan pada kepercayaan
membuat anggapan bahwa dokter dapat menyembuhkan penyakit yang diderita
pasien dan akan melakukan hal yang terbaik bagi pasien. Pola pemikiran tersebut
berubah seiring perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat
mempengaruhi alam pikiran manusia.

Hubungan antara dokter, rumah sakit dan pasien dapat terjadi konflik dalam berbagai
bidang. Konflik yang timbul yaitu antara dokter sebagai pemberi layanan kesehatan
dengan pasien sebagai penerima layanan kesehatan. Konflik dapat berubah menjadi
sengketa apabila pihak yang merasa dirugikan telah menyatakan rasa tidak puas
kepada pihak yang telah dianggap sebagai penyebab kerugiannya. Hubungan antara
dokter dan pasien yang berdasarkan kepercayaan tersebut mempunyai kelemahan
yaitu kurang jelasnya penyelesaian sengketa dan tidak memiliki instrumen yang
memadai guna menyelesaikan sengketa.
Berdasarkan Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran, yang dimaksud dengan sengketa medis secara implisit adalah
sengketa yang terjadi karena kepentingan pasien yang dirugikan oleh tindakan dokter
atau dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran, dengan demikian maka
sengketa medis merupakan sengketa yang terjadi antara pasien dan dokter beserta
sarana kesehatan. Menurut Dr. M. Nasser SpKK. D., sengketa medis adalah sengketa
yang terjadi antara pasien atau keluarga pasien dengan tenaga kesehatan atau antara
pasien dengan rumah sakit/fasilitas kesehatan. Masalah yang dipersengketakan
merupakan hasil atau hasil akhir pelayanan kesehatan dengan tidak memperhatikan
atau mengabaikan prosesnya.6 Menurut Safitri Hariyani, ciri-ciri sengketa medis
yang terjadi antara dokter dengan pasien yaitu:

1. Sengketa terjadi dalam hubungan antara dokter dengan pasien


2. Obyek sengketa adalah upaya penyembuhan yang dilakukan oleh dokter terhadap
pasien
3. Pihak yang merasa dirugikan dalam sengketa medis adalah pasien, baik kerugian
berupa luka, cacat atau kematian
4. Kerugian yang diderita pasien disebabkan oleh adanya dugaan kelainan atau
kesalahan medis dari dokter yang sering disebut malpraktik medis.

Penyelesaian sengketa medik dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu melalui
mekanisme pengadilan (litigasi) dan diluar pengadilan (non litigasi). Penyelesaian
sengketa yang dilakukan dengan jalur litigasi membutuhkan banyak biaya, waktu
yang lama dan sering menghasilkan satu pihak sebagai pemenang dan pihak lain
yang kalah dianggap terlalu padat, lambat dan membuangbuang waktu. Berdasarkan
hal tersebut muncul ide untuk menyelesaikan sengketa tersebut secara win-win
solution yang salah satu caranya adalah menggunakan mediasi.

Menurut Safitri Hariyani, penyebab terjadinya sengketa disebabkan oleh beberapa


hal, yaitu:
1. Isi informasi (tentang penyakit yang diderita alternatif terapi yang dipilih tidak
disampaikan lengkap
2. Kapan informasi itu disampaikan (oleh dokter kepada pasien apakah pada waktu
sebelum terapi yang berupa tindakan tertentu itu dilaksanakan dan informasi harus
diberikan dokter kepada pasien baik diminta atau tidak sebelum terapi dilakukan,
lebihlebih jika informasi tersebut berkaitan dengan kemungkinan perluasan terapi
3. Cara penyampaian informasi harus lisan dan lengkap serta diberikan secara jujur
dan benar, kecuali bila menurut penilaian dokter penyampaian informasi akan
merugikan pasien, demikian pula informasi yang harus diberikan kepada dokter
maupun pasien;
4. Yang berhak atas informasi ialah pasien yang bersangkutan dan keluarga terdekat
apabila menurut penilaian dokter informasi yang diberikan akan merugikan pasien
atau bila ada perluasan terapi yang tidak dapat diduga sebelumnya yang harus
dilakukan untuk menyelamatkan nyawa pasien
5. Yang berhak memberikan informasi ialah dokter yang menangani atau dokter lain
dengan petunjuk dokter yang menangani.

ADVOKASI

Menurut Foss & Foss et al (1980); Toulmin (1981) advokasi adalah upaya
persuasif yang mencangkup kegiatan penyadaran, rasionalisasi, argumentasi, dan
rekomendasi tindak lanjut mengenai sesuatu (Hadi Pratomo dalam Notoatmodjo,
2005). Advokasi adalah usaha mempengaruhi kebijakan publik melalui bermacam-
macam bentuk komunikasi persuasif (John Hopkins School for Public Health). WHO
(1989) seperti dikutip UNFPA dan BKKBN (2002) mengungkapkan bahwa
“Advocacy is a cpmbination on individual and social action designto gain political
comitment, policy support, social acceptence and system support for particular health
goal programe”.
Jadi dapat disimpulkan bahwa advokasi adalah kombinasi kegiatan individu
dan social yang dirancang untuk memperoleh komitmen politis, dukungan kebijakan,
penerimaan sosial dan sistem yang mendukung tujuan atau program kesehatan
tertentu.Kata kunci dalam advokasi adalah “valid information ” (untuk input), “free
choice”, atau “persuasive”. Ringkasnya advokasi dapat diartikan sebagai upaya atau
proses untuk memperoleh komitmen, yang dilakukan secara persuasive untuk
mempengaruhi kebijakan public dengan menggunakan informasi yang akurat dan
tepat

Menurut Departemen Kesehatan RI (2007), tujuan advokasi kesehatan adalah sebagai


berikut:

Tujuan Umum

Diperolehnya komitmen dan dukungan dalam upaya kesehatan, baik berupa


kebijakan, tenaga, dana, sarana, kemudahan, keiktusertaan dalam kegiatan, maupun
berbagai bentuk lainnya sesuai keadaan dan usaha.

Tujuan Khusus

1) Adanya pemahaman atau pengenalan atau kesadaran.


2) Adanya ketertarikan atau peminatan atau tanpa penolakan.
3) Adanya kemauan atau kepedulian atau kesanggupan untuk membantu dan
menerima perubahan
4) Adanya tindakan/ perbuatan/ kegiatan nyata (yang diperlukan)
5) Adanya kelanjutan kegiatan (kesinambungan kegiatan)

Sasaran dan Pelaku Advokasi Kesehatan

Sasaran advokasi kesehatan adalah berbagai pihak yang yang diharapkan dapat
memberikan dukungan terhadap upaya kesehatan, khususnya para pengambil
keputusan dan penentu kebijakan di pemerintahan, lembaga perwakilan rakyat, mitra
di kalangan pengusaha/ swasta, badan penyandang dana, media masa, organisasi
profesi, organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, tokoh-tokoh
berpengaruh dan tenar, dan kelompok potensi lainnya di masyarakat. Semuanya
bukan hanya berpotensi mendukung, tetapi juga menentang atau berlawanan atau
merugikan kesehatan (misalnya industri rokok). Pelaku advokasi kesehatan: siapa
saja yang peduli terhadap upaya kesehatan, dan memandang perlu adanya mitra untuk
mendukung upaya tersebut. Pelaku advokasi dapat berasal dari kalangan pemerintah,
swasta, perguruan tinggi, organisasi profesi, organisasi berbasis masyarakat/ agama,
LSM, dan tokoh berpengaruh. Diharapkan mereka yang memahami masalah
kesehatan, mempunyai kemampuan advokasi khususnya melakukan pendekatan
persuasif, dapat dipercaya dan sedapat mungkin dihormati atau setidaknya tidak
tercela khususnya dihadapan kelompok sasaran.

SURAT RUJUKAN MEDIS

Surat rujukan adalah surat pengantar tenaga medis dalam hal ini ditujukan
kepada dokter maupun dokter gigi secara tertulis yang bertujuan sebagai advice
(petunjuk pengobatan)maupun pengobatan secara lebih lanjut kepada tenaga medis
yang lebih berkompeten dalam bidangnya. Dalam dunia kedokteran gigi, surat
rujukan biasanya diberikan oleh dokter gigi, dokter umum kepada dokter yang lebih
berkompeten atau dokter spesialis, contohnya diagnosasementara dokter gigi umum
adalah tumor maka sebaiknya pasien segera dirujuk kepadadokter gigi yang lebih
berkompeten, yaitu dokter gigi spesialis penyakit mulut. Ataupundokter gigi yang
ingin mengetahui kadar gula darah dan tekanan darah pasien dapatmemberikan surat
rujukan kepada dokter umum ataupun dokter spesialis penyakit dalam.

Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya penyembuhan penyakit serta


pemulihan kesehatan. Dengan demikian rujukan medik pada dasarnya berlaku untuk
pelayanan kedokteran (medical service). Sama halnya dengan rujukan kesehatan,
rujukan medik ini dibedakan atas tiga macam yakni rujukan penderita, pengetahuan
dan bahan bahan pemeriksaan.
Menurut Syafrudin (2009), rujukan medik yaitu pelimpahan tanggung jawab
secara timbal balik atas satu kasus yang timbul baik secara vertikal maupun
horizontal kepada yang lebih berwenang dan mampu menangani secara rasional. Jenis
rujukan medik antara lain:

1) Transfer of patient

Konsultasi penderita untuk keperluan diagnosis, pengobatan, tindakan operatif


dan lain-lain.

2) Transfer of specimen

Pengiriman bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih


lengkap.

3) Transfer of knowledge / personal.

Pengiriman tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk meningkatkan mutu
layanan setempat.

SURAT SEHAT SAKIT

Surat keterangan medis adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter
untuk tujuan tertentu tentang kesehatan atau penyakit pasien atas permintaan pasien.
Surat keterangan medis harus dibuat berdasarkan hasil pemeriksaan medis yang
secara teknis medis relevan, memadai, dan benar.
DAFTAR PUSTAKA

Dafi. 2011. Prosedur di Bagian Rekam Medis. Jakarta

Maulana D. J. Heri. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC

Nasution. 2020. Efektivitas Mediasi dalam Penyelesaian Sengketa Medis (Studi


Lapangan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping Sleman). Jurnal Widya
Pranata Hukum, Volume 2(2)

Notoatmodjo, S. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasinya. Jakarta: rineta


cipta

Ntaaja. 2013. Surat Keterangan Medis. Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai