Latar Belakang
Hak asasi manusia untuk hidup sehat yang dicanangkan oleh masyarakat
keseahtan harus diartikan “ Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa
dan social yang memungkinkan setiap orang hidup proaktif secara social dan
ekonomi.
kesejahteraan itu berakar dari piagam atlantik 1942, piagam PBB 1945, dan
deklarasi Hak azasi sedunia 1948. Muatan nilai norma hak asasi manusia tertuang
dalam pasal 22, 25 ,dan 29 yang pada pokoknya” the right to healt care” dan “social
welfare” merupakan azas dari Negara yang menyelenggarakan “ the general welfare
internasional lainya yaitu pelayanan kesehatan yang berunsur Hak Azasi manusi
dan kesejahteraan, hak azasi manusia itupun menjadi dasar utama pengadaan
sakit tanpa diperhitungkan dalam arti dilupakan kedudukanya sebagai manusia yang
mempunyai hak asasi kesehatannya, sementara Menurut pandangan paternalistik,
hubungan anatara dokter dengan pasien, dimana dokter berperan sebagai orang tua
dari pasien dan keluarga, segala informasi, keputusan, dan tindakan medis terhadap
yang didorong oleh kepentingan sumber mencari nafkah melalui ilmu pengetahuan
hipokrates bahwa ilmu kedokteran adalah ilmu yang mulia, yang seharusnya
kepentingannya sendiri. .
Pelaksanaan informed concent wajib hukumnya bagi dokter dan perawat,
jika kewajiban informed concent ini diabaikan akan dapat merugikan salah satu
pihak, baik dokter maupun pasien, apa bila pasien tidak puas dengan informasi yang
informed concent merupakan suatu tugas yang dianggap sukar untuk dikerjakan,
1.Informad concent.
Informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang
efektif antara dokter dengan pasien dan bertemunya pemikiran tentang apa yang
akan dan apa yang tidak akan dilakukan terhadap pasien. Informed consent dilihat
dari aspek hukum bukanlah sebagai perjanjian antara dua pihak, atau perjanjian
yang bersifat khusus, karena dalam pelayanan kesehatan, dokter tidak bisa
dokter akan selalu berupaya semaksimal mungkin menurut standar pelayanan dan
keilmuan tertinggi yang dimiliki oleh dokter tersebut dalam upaya penyembuhan dan
mengandung resiko, maka dari itu informed concent lebih cendrung kearah
Informed concent terdidri atas dua suku kata yaitu informed dan concent,
profesi kedokteran adalah persetujuan yang diberikan pasien atau keluarga pasien
terhadap pelayanan kesehatan yang akan dijalani oleh seorang pasien, setelah
Salah satu tujuan dari informed concent adalah agar pasien mendapatkan
informasi yang cukup untuk dapat mengambil keputusan atas tindakan medis yang
akan dijalani, kecuali jika penyampaian informasi akan mempengaruhi psikis pasien,
atau pasien sendiri yang meminta dokter untuk tidak menyampaikan informasi
serta tidak memaksa pasien untuk segera memberikan keputusan setelah pasien
mendapatkan informasi.
luas, penjelasan tersebut kemungkinan berbeda bagi setiap individu, tergantung dari
kondisi dan tindakan medis yang akan dijalani dalam rangka tanggung jawab moril
terhadap pasien (Puoernomo B) Petugas kesehatan perlu memilih yang terbaik
terlupakan, tanpa mengabaikan keadaan psikis, mental, sikap dari akibat ketakutan,
serta kegoncangan jiwa pasien. Pada dasarnya penjelasan dokter tersebut meliputi
Seorang dokter harus menjelaskan keadaan yang abnormal dari tubuh pasien yang
Pasien berhak untuk menolak atau melanjutkan pemeriksaan serta mengetahui hasil
c) Pengobatan
kecacatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan sesuai dengan ilmu yang dimiliki
dipertanggungjawabkan.
d) Resiko
Setiap tindakan medis memiliki resiko. Resiko yang mungkin terjadi dalam
upaya antisipasi yang dilakukan oleh dokter untuk menghindari terjadinya hal
zat-zat lain berdasarkan kelainan genetika) bahkan mungkin kematian, yang selama
terapi, dimana setiap proses harus dijelaskan apa prosedur, manfaat, kerugian, dan
efek yang mungkin dapat timbul dari beberapa pilihan tersebut. Sebagai contoh
terdapat 3 pilihan, dengan obat, iodium radioaktif, subtotal tireidektomi, dokter harus
f) Prognosis
Pasien berhak mengetahui tingkat keberhasilan dari suatu tindakan medis, meskipun
kondisi ini tidak bisa dipastikan, namun berdasarkan ilmu pengetahuan dan
pengalaman yang dimiliki oleh seorang dokter, prediksi tindakan medis yang akan
dijalani oleh seorang pasien harus dijelaskan, komplikasi yang akan terjadi,
ketidaknyamanan, biaya dan resiko dari setiap pilihan, termasuk tidak mendapatkan
pengobatan atau tindakan. Pasien juga berhak mengetahui apa yang diharapkan
dan apa yang bakalan terjadi sehubungan dengan tindakan tersebut, semua ini
berdasarkan kejadian dan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh seorang medis.
antara awal pemeriksaan sampai keputusan tindakan medik, karena kondisi seperti
ini akan menimbulkan suatu pertanyan dan persoalan bagi pasien jika penyampaian
informasi dengan tindakan medik memakan waktu yang cukup lama dan kondisi ini
juga akan berpengaruh terhadap penyakit dan tindakan medis yang akan dilakukan
3) Siapa yang harus menyampaikan
untuk tindakan bedah dan tindakan invatif lain harus disampaikan oleh dokter yang
akan melakukan tindakan dan tenaga paramedic (bidan, perawat) yang terlibat
dalam tindakan tersebut. Dan jika dalam keadaan tertentu dokter tersebut tidak ada
maka informasi harus diberikan oleh dokter lain dengan pengetahuan atau petunjuk
jawab jika timbul eror yang tidak diinginkan oleh dokter atau pihak yang
bersangkutan
menginformasikan seluruhnya tentang keadaan dan kondisi pasien dan tidak ada
hal-hal yang dirahasiakan, kecuali dokter menilai dan pasien menolak untuk
concent yang harus disampaikan kepada pasien, namun dalam kondisi tertentu
dengan tindakan medis tidak perlu disampaikan, mengingat kondisi pasien yang
tidak sadar dan tidak bisa memberikan persetujuan, dan hal yang terpenting adalah
penyelamatan nyawa pasien, maka dalam kondisi seperti ini tidak praktis lagi untuk
terlambat dilakukan tindakan pasien akan celaka, ketentuan ini tercantum dalam
Permenkes No 585 Tahun 1989 Pasal 11 yang berbunyi, dalam hal pasien yang
tidak sadar atau pingsan serta tidak didampingi oleh keluarga terdekat dan secara
medik berada dalam keadaan gawat dan atau darurat yang memerlukan tindakan
medik segera, untuk kepentingannya tidak perlu minta persetujuan dari siapapun
Untuk tiap tindakan medis telah ditetapkan bahwa dalam keadaan tidak
darurat, seorang dokter harus meminta persetujuan pasien terhadap terapi sebelum
terapi diberikan. Terdapat dua teori tentang persetujuan pasien, yaitu teori
dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak walaupun tidak terjadi suatu kelalaian.
menolak terapi, terlepas dari bijaksana atau tidaknya keputusan tersebut. Prinsip
dasar dalam hukum kita adalah setiap orang memiliki hak untuk memutuskan hal-hal
yang menyangkut tubuh mereka. Hubungan dokter pasien dikenal sebagai fiduciary
dokter pasien yang harus dimengerti dokter tidak hanya sebagai kewajiban hukum,
tetapi juga sebagai bagian dari etika kedokteran. Pemberian persetujuan secara
tertulis atau tidak tergantung dari keadaan saat itu. Dasar dari teori tradisional
adalah hukum penganiayaan dan dinyatakan pada persidangan tahun 1905 oleh
hakim Cardozo, “ Setiap manusia dewasa dan sehat mental memiliki hak untuk
menentukan apa yang akan dilakukan terhadap tubuhnya dan ahli bedah yang
penganiayaan...”.
tidak sah secara hukum bila diberikan atas dasar paksaan atau penipuan.
Persetujuan juga dianggap tidak sah bila tindakan yang disetujui adalah tindakan
melawan hukum atau persetujuan diberikan oleh orang yang tidak punya
pemberian obat, pemeriksaan rontsen dan tindakan pengobatan lain tanpa kontak
seseorang, atau mengangkat topi yang sedang dipakai seseorang secara paksa.
diberikan pasien dalam bentuk lisan maupun tulisan. Persetujuan secara tertulis
secara tidak langsung adalah persetujuan yang dapat diberikan secara tidak
prosedur rutin, kondisi seperti ini dianggap pasien telah menyatakan persetujuannya
secara tidak langsung. Secara hukum persetujuan dinyatakan sah apabila pasien
telah mengerti tujuan terapi dan risikonya, serta ia dapat menghentikan terapi kapan
ia menghendakinya.
dokter harus melakukan pencatatan lengkap dalam rekam medis mengenai terapi
yang diberikan dan penjelasan yang telah diberikan pada pasien mengenai terapi.
pasien tersebut dengan sukarela mengangkat lengan baju dan tangannya untuk
divaksinasi. Walaupun tanpa pernyataan lisan atau tertulis, tindakan tersebut sudah
adalah pada kasus-kasus darurat, anak di bawah umur yang memerlukan perawatan
darurat, orang yang tidak sehat secara mental, tidak tersedianya wali yang sah,
pasien koma, korban keracunan yang belum mampu memberikan persetujuan saat
itu, dan pasien yang tidak menandatangani persetujuan tapi tidak keberatan
terhadap pengobatan.
ruang lingkup persetujuan yang diberikan pasien. Seorang ahli bedah yang bertindak
Begitu pula apabila ia melakukan tindakan yang salah, yang tidak sesuai dengan
untuk melakukan pengangkatan polip pada telinga kiri dan pasien menyetujuinya.
Ternyata saat operasi ia menemukan bahwa penyakit pada telinga kanan lebih
parah daripada telinga kiri dan memutuskan untuk melakukan ossiculectomy pada
prosedur yang dilakukan melebihi persetujuan dalam keadaan darurat. Pada banyak
negara, ahli bedah dapat memperluas tindakan bila saat operasi ditemukan keadaan
abnormal dan terapi diperlukan segera untuk keselamatan pasien. Bila pasien
dan bukan atas prosedur tertentu, maka pengadilan akan membenarkan segala
Tindakan medis yang sifatnya tidak darurat terhadap anak dibawah umur
(batas usia ditentukan oleh negara tempat tinggalnya) harus atas persetujuan
persetujuan orangtua. Pada kasus yang harus ditangani segera tapi tidak
persetujuan. Misalnya pada seorang ortopedist yang menangani patah tulang femur
pada anak.
Reduksi harus segera dilakukan untuk mencegah kerusakan neurovaskular
permanen. Pada kasus ini yang harus dilakukan pertama kali adalah menenangkan
pasangan ditunjuk oleh pengadilan sebagai pengambil keputusan atas diri pasien.
Sebagai contoh adalah kasus Janney di Maryland. Ny. Janney menjalani operasi
Kasus yang serupa juga terjadi pada pasangan Murray, dimana suami
memutuskan bahwa seorang istri secara hukum berhak untuk memiliki penghasilan
kelangsungan hidupnya.
Dokter dapat bertindak atas persetujuan pasangan pada pasien yang
pada pasien yang kompeten tidak dapat digunakan untuk menggantikan persetujuan
Tetapi disarankan untuk berdiskusi dengan pasien dan pasangan mengenai terapi
persetujuan suami terhadap inseminasi buatan yang dilakukan istri tidak dibutuhkan,
tetapi suami yang tidak menyetujui hal itu akan menolak merawat anak hasil
keputusan atas diri pasien kecuali anggota keluarga tersebut telah ditunjuk sebagai
wali yang bertanggung jawab oleh pengadilan atau merupakan wali bagi anak di
bawah umur. Anggota keluarga atau wali berhak memberikan persetujuan atau
penolakan jika :
a) Pasien di bawah umur 21 tahun, belum menikah, tidak mempunyai orang tua atau
b) Pasien di bawah umur 21 tahun tetapi belum menikah, persetujuan atau
penolakan dapat diberikan oleh Ayah atau Ibu kandung atau saudara kandung.
c) Pasien dalam kondisi gangguan mental dan tidak mampu mengambil keputusan
maka persetujuan dan penolakan diberikan orang tua atau wali atau saudara-
saudara kandung.
Perubahan nilai dan perkembangan hak asasi manusia terhadap jaminan
hidup yang sehat menimbulkan hak dan kewajiban antara pasien dan dokter/
hubungan asas kontraktual, sehingga terjadi dua jalur hubungan karikatif yang
berdasarkan kaedah etika dengan alat control moral dan yuridis/ normative
berdasarkan kaedah hukum dengan sanksi-sanksi yang lebih kongrit atau keras.
Dalam hubungan dokter dengan pasien di awali dengan kedatangan pasien
kepada dokter. Pasien yang datang kepada dokter dan menginformasikan segala
informasi tenteng penyakit dan tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien.
Informasi yang diberikan oleh seorang dokter terhadap pasien haruslah dalam
bahasa yang dapat dimengerti, dengan uraian yang sederhana namun cukup terinci
sehingga dapat membuat gambaran yang jelas sehingga pasien mampu membuat
keputusan.
Dengan demikian, informasi dari dokter merupakan hak pasien dan
kewajiban dokter yang merawatnya. Ini bearti pasien berhak tanpa harus bertanya
Azaz hubungan dokter/ petugas kesehatan dengan pasien bertumpu pada dua
macam hak asasi manusia, sebagai mana terdapat dalam informed concent yaitu:
Hak Pasien
Manusia dianugrahi oleh Tuhan Yang Maha Esa akal budi dan nurahi yang
memberikan kepadanya kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang buruk
yang akan membimbing dan mengarahkan sikap dan prilaku dalam menjalani
kehidupan. Dengan akal budi dan nurani nya itu, maka manusia memiliki kebebasan
kemampuan untuk bertanggung jawab atas tindakan dan keputusan yang diambil.
rights, dan individual choices. Immanuel Kant mengatakan bahwa setiap orang
memiliki kapasitas untuk memutuskan nasibnya sendiri. sedangkan John Stuart Mills
berkata bahwa kontrol sosial atas seseorang individu hanya sah apabila dilakukan
karena “terpaksa” untuk melindungi hak orang lain.Salah satu hak pasien yang
disahkan dalam Declaration of Lisbon dari World Medical Association (WMA) adalah
45 ayat (1) setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan
oleh dokter dan dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan, pada ayat
secara lengkap.
penyerangan atas hak orang lain atau perbuatan melanggar hukum (tort).Prinsip
otonomi pasien ini dianggap sebagai dasar dari doktrin informed consent. Tindakan
medis terhadap pasien harus mendapat persetujuan (otorisasi) dari pasien tersebut,
kewajiban mengakui dan dan menghormati hak asasi orang lain. Adapun hak asasi
10. Hak melihat rekam medis ( fred ameln 1991 dan suryono sukamto.
adalah hak atas informasi dan hak member persetujuan, artinya seorang pasien
harus menerima informasi simple dan lengkap tentang suatu tindakan medic
Kewajiban pasien.
yang dibebankan kepadanya. Suatu kewajiban moral dari pasien adalah untuk
2004 adalah:
dokter dan tenaga medis juga mempunyai hak- hak dan kewajiban yang harus
dipenuhi, sehingga jika hak dan kewajiban tersebut telah terpenuhi maka akan
perlindungan baik bagi pasien maupun bagi tenaga kesehatan itu sendiri. Sebagai
Hak dokter.
2. Hak menolak pelaksananan tindakan medic karena secara professional tidak dapat
mempertanggung jawabkanya,
kesehatan pada masyarakat, dan pelayanan kesehatan tersebut ada kalanya tidak
memuasakan dalam arti kegagalan diagnosis maupun therapeutic. Dalam hal
kesadaran pula melakukan tugas sesuai dengan standard profesi yang berlaku,
Consent dan rekam medic. Sebaliknya kesadaran hukum bagi reciever diperlukan
bertujuan untuk melindungi pasien dari segala tindakan medic dan perlindungan
tenaga kesehatan terutama dokter terhadap terjadinya akibat yang tak terduga serta
hubungan yang lancar antara pasien denga tenaga kesehatan, akan tetapi bisa
menimbulkan masalah bila terbentur antara 2 dilema prisip yaitu prisip memberikan
kebaikan kepada pasien yang bertolak dari sudut pandang “ nilai etika” dan ilmu
kesehatan berdasarka pengetahuan, pengalamam, dan ketrampilan dokter dan
perawat , kontra dengan prinsip menghormati hak menentukan hak menentukan diri
penjelasan yang tidak lengkap keran ada bagian yang sengaja disimpan untuk
menghindari akibat buruk kepada pasien, suatu dari penjelasan yang tidak lengkap
ini biasanya dalam kasus yang terjadi terdapat” resiko besar” sebelumnya tidak
terduga lebih dahulu yang disebabkan oleh rasa tanggung jawab etika kedokteran
masing-masing pihak (pasien dan dokter) memiliki otonomi kebebasan, hak dan
kewajiban) dalam menjalin komunikasi dan interaksi dua arah. Hukum memberikan
perlindungan kepada kedua belah pihak melalui perangkat hukum yang disebut
yang berlaku.
Dalam palayanan kesehatan hal yang harus diutamakan dalam hubungan ini adalah
kedua belah pihak. Hak individu di bidang kesehatan bertumpu pada lima prinsip,
yaitu:
2. Hak memperoleh pemeliharaan kesehatan atau” the right to helt it care”
3. Hak untuk memperileh informasai secara terbuka atau” the right to information”
5. Hak untuk pendapat dokter kedua “ the right to second opini”( Poernomo.B)
Hak tersebut berorientasi pada nilai sosial dan berorientasi pada ciri atau
karakteristik individual. Hak dan kewajiban yang timbul dalam hubungan pasien
dengan dokter (dan dokter gigi) meliputi penyampaian informasi dan penentuan
dan berhak menerima informasi yang cukup dari dokter/dokter gigi (right to
(right to self determination). Dokter berhak mendapatkan informasi yang cukup dari
pasien dan wajib memberikan informasi yang cukup pula sehubungan dengan
kondisi ataupun akibat yang akan terjadi. Selanjutnya dokter berhak mengusulkan
Secara tegas didalam UUPK telah mengatur materi muatan tentang informed
consent:
pasien baru dapat diberikan setelah menerima informasi dan memahami segala
C. Prinsip pencatatan (rekam medik)26 yang wajib dibuat oleh dokter. Beberapa
perdata maupun pidana dikenal: alat bukti dengan tulisan, bertolak dari hal tersebut
maka, selama ini rekam medic sebagai catatan yang dibuat dokter (dan dokter gigi)
dianggap dapat digunakan sebagai: alat bukti dengan tulisan, meskipun di dalam
diderita pasien. Tanpa adanya kepercayaan maka upaya penyembuhan dari dokter
akan kurang efektif. Untuk itu dokter dituntut melaksanakan hubungan yang setara
Hubungan antara dokter dengan pasien yang seimbang atau setara dalam
terapeutik terjadi karena para pihak, yaitu dokter dan pasien masing-masing diyakini
mempunyai kebebasan dan mempunyai kedudukan yang setara. Kedua belah pihak
terapeutik dimulai dengan tanya jawab (anamnesis) antara dokter dengan pasien,
Tindakan Medis. Selain itu pengaturan informed concent juga bisa didapat dalam UU
pasien; Pasal 45 yaitu (1) setiap tindakan harus mendapat persetujuan pasien (2)
prognosis (4) persetujuan secara tertulis maupun lisan; Pasal 52 yaitu (a) pasien
penting dan wajib. Kewajiban ini dikaitkan dengan upaya maksimal yang dilakukan
timbal balik yang berisi informasi ini, maka secara jelas dan tegas diatur
2, Pasal 45 ayat (2), (3), Paragraf 6, Pasal 50 huruf (c), Paragraf 7, Pasal 52 huruf
(a), (b), dan Pasal 53 huruf (a). Paragraf 6 dan 7 dalam Undang Undang Nomor 29
Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran secara jelas menyebutkan mengenai hak
dan kewajiban dokter dan hak dan kewajiban pasien yang di antaranya memberikan
penjelasan dan mendapatkan informasi. Hak pasien sebenarnya merupakan hak
yang asasi yang bersumber dari hak dasar individual dalam bidang kesehatan (The
pasien berada dalam posisi yang lebih lemah. Kekurangmampuan pasien untuk
membela kepentingannya yang dalam hal ini disebabkan ketidaktahuan pasien pada
atau perlakuan dari para profesional kesehatan. Berdasarkan hak dasar manusia
dirinya atau tubuhnya, tetapi ia juga terlebih dahulu berhak untuk mengetahui hal-hal
mengenai dirinya. Pasien perlu diberi tahu tentang penyakitnya dan tindakan-
tindakan apa yang dapat dilakukan dokter terhadap tubuhnya untuk menolong
Informed consent dilihat dari aspek hukum bukanlah sebagai perjanjian antara dua
pihak, atau perjanjian yang bersifat khusus, karena dalam pelayanan kesehatan,
dokter tidak bisa menjanjikan sesuatu dalam upaya penyembuhan seseorang, akan
tetapi seorang dokter akan selalu berupaya semaksimal mungkin menurut standar
pelayanan dan keilmuan tertinggi yang dimiliki oleh dokter tersebut dalam upaya
cendrung kearah persetujuan sepihak atas layanan yang ditawarkan pihak lain.
DAFTAR PUSTAKA
2007.
Jakarta.2004
Bandung
Bandung.
yustisia,Yogyakarta.
Sampurno.s Health and Human righth otonomi pasien dan Informed Consent,
2007.
Yulianto, Feri M, 2006, Pengaruh Pemberian Informasi Tertulis Terhadap Tingkat