Anda di halaman 1dari 11

Pelaksanaan Informed Consent

PELAKSANAAN INFORMED CONSENT

Informed consent sebaiknya disampaikan dalam bentuk bahasan atau diskusi. Diberikan
dalam bentuk Tanya jawab. 

Diberikan dalam bahasa yang dimengerti oleh pasien, tidak banyak menggunakan istilah
medis, tutur bahasa yang dapat menimbulkan kepercayaan pasien terhadap dokter.
Dokter dapat pula menyampaikan daftar pertanyaan yang bersifat dasar dalam
menjelaskan informed consent. Hendaknya diingat pula bahwa proses informed consent
tidak dapat dilengkapi pada satu pertemuan saja namun setiap saat selalu diperlukan
informed consent yang disesuaikan dengan tindakan medis yang akan dilakukan serta
kondisi pasiennya.

Dalam Permenkes 585/Men.Kes/Per/ IX/1989 tentang Persetujuan Medik pasal 6 ayat 1


sampai 3 disebutkan bahwa yang memberikan informasi dalam hal tindakan bedah
adalah dokter yang akan melakukan operasi, atau bila tidak ada, dokter lain dengan
pengetahuan atau petunjuk dokter yang bertanggung jawab. Dalam hal tindakan yang
bukan bedah (operasi) dan tindakan invasif lainnya, informasi dapat diberikan oleh
dokter lain atau perawat, dengan pengetahuan atau petunjuk dokter yang bertanggung
jawab.
Dalam peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan pasal 22 ayat 1 disebutkan bagi tenaga kesehatan jenis tertentu dalam
melaksanakan tugas profesinya berkewajiban untuk diantaranya adalah kewajiban untuk
menghormati hak pasien, memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan
tindakan yang akan dilakukan, dan kewajiban untuk meminta persetujuan terhadap
tindakan yang akan dilakukan. Tenaga kesehatan yang tidak menunaikan hak pasien
untuk memberikan informed consent yang jelas, bisa dikategorikan melanggar case law
(merupakan sifat hukum medik) dan dapat menimbulkan gugatan dugaan mal praktek.

Bahasa dalam Informed Consent

Penggunaan bahasa oleh dokter dalam menjelaskan rencana tindakan medis kepada
pasien/keluarganya merupakan hal yang sangat penting, karena adanya perbedaan
pengetahuan dokter dan pasien/keluarganya, mengenai materi yang harus dijelaskan
kepada pasien, biasanya merupakan istilah-istilah kedokteran, dan adanya perbedaan
status sosial, ketersediaan waktu dokter, beban tugas cukup banyak, dapat
mengakibatkan komunikasi kurang efektif. Hal ini senada dengan pendapat Astuti (2013),
pemberian informasi dengan menggunakan bahasa kedokteran, tidak akan membawa
hasil apa-apa, malah akan membingungkan pasien. Oleh karena itu seyogyanya informasi
yang diberikan oleh dokter terhadap pasiennya disampaikan dalam bahasa yang
sederhana dan mudah dimengerti oleh pasien. Seperti diketahui kebanyakan pasien
adalah awam dengan bahasa kedokteran dan tidak semua istilah-istilah kedokteran
dapat diterjemahkan dengan mudah ke dalam bahasa orang awam. Akan lebih baik jika
penjelasannya disertai dengan gambar-gambar sederhana, sehingga pasien/keluarganya
akan cepat memahaminya.

Dasar Hukum Pelaksanaan Informed Consent :


  Sebagai dasar ditetapkannya Panduan Pelaksanaan
Persetujuan Tindakan Kedokteran ini adalah peraturan perundang-undangan dalam
bidang kesehatan yang menyangkut persetujuan tindakan kedokteran, yaitu :

1.Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran;

2.Undang –Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan;

3.Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

4.Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia


Kedokteran;

5.Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

6.Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam


Medis;

7.Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan


tindakan kedokteran;

8.Keputusan Direktorat Jendral Pelayanan Medik nomor : HK.00.06.3.5.1866 tahun 1999


tentang Pedoman Pelaksanaan Persetujuan Tindakan Medis.

Waktu Pemberian Informed Consent

Waktu pemberian informasi medis dan persetujuan medis menjadi masalah penting
dalam pelayanan kesehatan berkaitan dengan tindakan yang sifatnya pilihan, bukan
kegawatdaruratan.  Berdasarkan Kep.Dir.Yanmedis HK.00.06.3.5.1866/1999,
mengharuskan pasien sudah memberi persetujuan paling lambat 24 jam. Maknanya
(dalam keadaan normal) informasi medis seharusnya sudah diberikan lebih dari 24 jam
(minimal 36 jam sebelum jadwal tindakan), dengan demikian pasien masih mempunyai
waktu berfikir 12 jam untuk menentukan apakah tawaran/usulan dokter tersebut
disetujui atau ditolak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu pemberian informasi
medis dan persetujuan oleh keluarga pasien dilakukan sehari sebelum tindakan
dilakukan. Pelaksanaan pemberian informasi medis oleh dokter dan persetujuan oleh
pasien/keluarganya sudah sesuai dengan keputusan Dir.Yanmedis tersebut diatas,
namun sebaiknya penjelasan diberikan lebih dari satu hari. Hasil penelitian ini sesuai
dengan Samino (2003), yang menyatakan bahwa tenggang waktu pemberian informasi
medis dengan rencana tindakan yang akan dilakukan lebih dari 24 jam bahkan ada yang
satu bulan sebelumnya. Peneliti menyadari bahwa informasi tersebut perlu di konfirmasi
dengan sumber lain, misalnya dengan melakukan observasi. Dengan observasi ini diyakini
dapat memperoleh informasi yang lebih akurat, oleh karena itu metode pengambilan
data dengan observasi penting untuk dipertimbangkan.

Dokumen Persetujuan Tindakan Medis (Kedokteran)

 
(1) Semua hal –  hal yang sifatnya luar biasa dalam proses mendapatkan persetujuan
tindakan kedokteran harus dicatat dalam rekam medis.
(2) Seluruh dokumen mengenai persetujuan tindakan kedokteran harus disimpan
bersama-sama rekam medis.
(3) Format persetujuan tindakan kedokteran atau penolakan tindakan kedokteran,
menggunakan formulir dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Diketahui dan ditandatangani oleh dua orang saksi. Tenaga keperawatan  bertindak
sebagai salah satu saksi; 
b. Formulir asli harus disimpan dalam berkas rekam medis pasien;
c. Formulir harus sudah mulai diisi dan ditandatangani 24 jam sebelum tindakan
kedokteran;
d. Dokter atau dokter gigi yang memberikan penjelaan harus ikut membubuhkan tanda
tangan sebagai bukti bahwa telah memberikan informasi dan penjelasan secukupnya;
e. Sebagai tanda tangan, pasien atau keluarganya yang buta huruf harus membubuhkan
cap jempol jari kanan

Hal – Hal Yang Dapat Diinformasikan

Penjelasan dari tenaga medis kepada pasien harus diberikan secara lengkap dengan
bahasa yang mudah dimengerti atau cara lain yang bertujuan untuk mempermudah
pemahaman. Penjelasan tersebut dicatat dan didokumentasikan dalam berkas rekam
medis oleh dokter atau perawat yang memberikan penjelasan dengan mencantumkan :

 tanggal
 waktu
 nama
 tanda tangan
 pemberi penjelasan dan penerima penjelasan.

Dalam hal dokter menilai bahwa penjelasan yang akan diberikan dapat merugikan
kepentingan kesehatan pasien atau pasien menolak diberikan  penjelasan, maka dokter
atau dokter gigi dapat memberikan penjelasan kepada keluarga terdekat dengan
didampingi oleh seorang tenaga kesehatan lain sebagai saksi.
Berikut hal-hal yang harus disampaikan oleh Tenaga Kesehatan kepada pasien dalam
rangka melaksanakan informed consent :

o Hasil Pemeriksaan. Pasien memiliki hak untuk mengetahui hasil


pemeriksaan yang telah dilakukan. Misalnya perubahan keganasan pada
hasil Pap smear. Apabila infomasi sudah diberikan, maka keputusan
selanjutnya berada di tangan pasien.
o Risiko Risiko yang mungkin terjadi dalam terapi harus diungkapkan
disertai upaya antisipasi yang dilakukan dokter untuk terjadinya hal
tersebut. Reaksi alergi idiosinkratik dan kematian yang tak terduga
akibat pengobatan selama ini jarang diungkapkan dokter. Sebagian
kalangan berpendapat bahwa kemungkinan tersebut juga harus
diberitahu pada pasien.Jika seorang dokter mengetahui bahwa tindakan
pengobatannya berisiko dan terdapat alternatif pengobatan lain yang
lebih aman, ia harus memberitahukannya pada pasien. Jika seorang
dokter tidak yakin pada kemampuannya untuk melakukan suatu
prosedur terapi dan terdapat dokter lain yang dapat melakukannya, ia
wajib memberitahukan pada pasien.
o Alternatif. Dokter harus mengungkapkan beberapa alternatif dalam
proses diagnosis dan terapi. Ia harus dapat menjelaskan prosedur,
manfaat, kerugian dan bahaya yang ditimbulkan dari beberapa pilihan
tersebut. Sebagai contoh adalah terapi hipertiroidisme. Terdapat tiga
pilihan terapi yaitu obat, iodium radioaktif, dan subtotal tiroidektomi.
Dokter harus menjelaskan prosedur, keberhasilan dan kerugian serta
komplikasi yang mungkin timbul.
o Rujukan atau konsultasi. Dokter berkewajiban melakukan rujukan
apabila ia menyadari bahwa kemampuan dan pengetahuan yang ia miliki
kurang untuk melaksanakan terapi pada pasien-pasien tertentu.
Pengadilan menyatakan bahwa dokter harus merujuk saat ia merasa
tidak mampu melaksanakan terapi karena keterbatasan kemampuannya
dan ia mengetahui adanya dokter lain yang dapat menangani pasien
tersebut lebih baik darinya.
o Prognosis. Pasien berhak mengetahui semua prognosis, komplikasi,
sekuele, ketidaknyamanan, biaya, kesulitan dan risiko dari setiap pilihan
termasuk tidak mendapat pengobatan atau tidak mendapat tindakan
apapun. Pasien juga berhak mengetahui apa yang diharapkan dari dan
apa yang terjadi dengan mereka. Semua ini berdasarkan atas kejadian-
kejadian beralasan yang dapat diduga oleh dokter. Kejadian yang jarang
atau tidak biasa bukan merupakan bagian dari informed consent.

Demi kepentingan pasien, persetujuan tindakan kedokteran tidak diperlukan bagi pasien
gawat darurat dalam keadaan tidak sadar dan tidak didampingi oleh keluarga pasien
yang berhak memberikan persetujuan atau penolakan tindakan kedokteran.

Yang Berhak Untuk Memberikan Persetujuan Setelah Mendapatkan Informasi :

 a. Pasien sendiri, yaitu apabila telah berumur 21 tahun atau telah


menikah. 
 b. Bagi Pasien dibawah umur 21 tahun, persetujuan (informed consent)
atau Penolakan Tindakan Medis diberikan oleh mereka menurut urutan
hak sebagai  berikut : 1) Ayah/ Ibu Kandung 2) Saudara –  saudara kandung
 c. Bagi pasien dibawah umur 21 tahun dan tidak mempunyai orang tua
atau orang tuanya berhalangan hadir, persetujuan (Informed Consent)
atau Penolakan Tindakan medis diberikan oleh mereka menurut hak
sebagai berikut : 1) Ayah/Ibu Adopsi 2) Saudara –  saudara Kandung 3)
Induk Semang.
 d. Bagi pasien dewasa dengan gangguan mental, persetujuan (Informed
Consent) atau penolakan penolakan tindakan medis diberikan oleh mereka
menurut hak sebagai berikut: 1) Ayah/Ibu kandung 2) Wali yang sah 3)
Saudara – Saudara Kandung
 e. Bagi pasien dewasa yang berada dibawah pengampunan (curatelle)
Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan menurut hal
tersebut. 1) Wali 2) Curator
 f. Bagi Pasien dewasa yang telah menikah/ orang tua, persetujuan atau
penolakan tindakan medik diberikan oleh mereka menurut urutan hal
tersebut.
1) Suami/ Istri 2) Ayah/ Ibu Kandung 3) Anak- anak Kandung 4) Saudara – 
saudara Kandung

Cara pasien menyatakan persetujuan dapat dilakukan secara terucap (oral consent),
tersurat (written consent), atau tersirat (implied consent). Setiap tindakan kedokteran
yang mengandung risiko tinggi harus memperoleh  persetujuan tertulis yang
ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan. Persetujuan tertulis dibuat
dalam bentuk pernyataan yang tertuang dalam formulir Persetujuan Tindakan
Kedokteran. Sebelum ditandatangani atau dibubuhkan cap ibu jari tangan kiri, formulir
tersebut sudah diisi lengkap oleh dokter atau dokter gigi yang akan melakukan tindakan
kedokteran atau oleh tenaga medis lain yang diberi delegasi, untuk kemudian yang
bersangkutan dipersilahkan membacanya, atau jika dipandang perlu dibacakan
dihadapannya. Persetujuan secara lisan diperlukan pada tindakan kedokteran yang tidak
mengandung risiko tinggi. Dalam hal persetujuan lisan yang diberikan dianggap
meragukan, maka dapat dimintakan persetujuan tertulis.

Peran Perawat dalam Pemberian Informed Consent 

Peran merupakan sekumpulan harapan yang dikaitkan dengan suatu posisi dalam
masyarakat. Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain
terhadap seseorang, sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Berhubungan dengan
profesi keperawatan, orang lain dalam definisi ini adalah orang-orang yang berinteraksi
dengan perawat baik interaksi langsung maupun tidak langsung terutama pasien sebagai
konsumen pengguna jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit.
 
Peran perawat professional dalam pemberian informed consent adalah dapat
sebagai client advocate dan educator. Client advocate yaitu perawat bertanggung jawab
untuk membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan informasi dari berbagai
pemberi pelayanan dan dalam memberikan informasi lain yang diperlukan untuk
mengambil persetujuan (informed consent) atas tindakan keperawatan yang diberikan
kepadanya. A client advocate is an advocate of client’s rights. Sedangkan educator yaitu
sebagai pemberi pendidikan kesehatan bagi klien dan keluarga.
Perawat memiliki peran memberikan informasi kepada pasien dan keluarganya
sehubungan dengan penyakit yang diderita dan rencana perawatan kedepannya.
Informasi yang diberikan tersebut harus menggunakan informasi yang efektif dan jelas.
Komunikasi interpersonal merupakan inti pekerjaan bagi seorang perawat. Semua tugas
keperawatan berkisar pada kebutuhan bagi perawat untuk menjadi komunikator yang
efektif, salah satunya dalam memberikan informed consent. Setelah tingkat kecemasan
pasien menurun sampai sedang atau ringan, re-edukatif atau berorientasi pada kognitif
adalah prinsip intervensi keperawatan yang diberikan. Tujuannya adalah menolong
pasien dalam mengembangkan kemampuan menoleransi kecemasan dengan mekanisme
koping dan strategi pemecahan masalah yang konstruktif. Mengenali dan mampu
mengendalikan perasaan pasien adalah intervensi utama yang diberikan perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan. Prinsip intervensi keperawatan pada pasien tersebut
adalah melindungi pasien dari bahaya fisik dan memberikan rasa aman pada pasien
karena pasien tidak dapat mengendalikan perilakunya.

Faktor yang mempengaruhi kecemasan pasien  yang didapatkan di Rumah Sakit karena
mereka sering berfikir, seperti takut nyeri setelah pembedahan, takut keganasan, takut
menghadapi ruangan operasi dan takut operasi gagal. Pemberdayaan pasien dengan
memulihkan kemampuannya dalam mengendalikan situasi dapat mengurangi rasa
cemas. Dengan melibatkan pasien untuk mengambil keputusan atau berpartisipasi dalam
perawatannya akan membuat pasien merasa bisa mengendalikan situasi. Pasien juga bisa
dibantu dalam memilih kegiatan atau latihan yang bisa mengurangi rasa cemas.
Misalnya, memilih dan mendengarkan lagu-lagu (terapi musik), relaksasi progresif,
imajinasi terbimbing.

Sebelum melaksanakan aktivitas penyuluhan, perawat harus terlebih dahulu mengkaji


kesiapan dan kemampuan pasien. Perlu diingat bahwa pasien yang mengalami stres akan
sulit menangkap apa yang dijelaskan perawat. Juga tidak semua pasien tertarik untuk
membaca instruksi yang dicetak dalam bentuk pamflet atau brosur. Perawat perlu
memilih metode yang tepat untuk pasiennya. Brosur dapat diberikan kepada pasien,
tetapi akan lebih efektif jika setelah dibaca, brosur dijelaskan atau didiskusikan dengan
pasien dan keluarganya.

  
     Contoh Formulir Informed Consent

Anda mungkin juga menyukai