Anda di halaman 1dari 5

I.

Persiapan Mental

Persiapan mental merupakan hal yang penting dalam proses persiapan operasi karena
mental pasien yang tidak siap atau labil dapat berpengaruh terhadap kondisi fisiknya.
Kecemasan merupakan reaksi normal yang dapat dihadapi dengan sikap terbuka dan
penerangan yang cukup. Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun
aktual pada integeritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stres fisiologis
maupun psikologis. (Barbara C. Long).
Contoh perubahan fisiologis yang muncul akibat kecemasan atau ketakutan antara lain;
sulit tidur dan tekanan darah meningkat (pada pasien hipertensi) dan menstruasi lebih
cepat dari biasanya, sehingga operasi terpaksa harus ditunda (pada wanita).
Berbagai alasan yang dapat menyebabkan kecemasan pasien dalam menghadapi
pembedahan antara lain : Takut nyeri setelah pembedahan (body image), takut
keganasan, takut cemas mengalami kondisi yang sama dengan orang lain, takut ngeri
menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan petugas, dan takut operasi gagal.
Persiapan mental yang kurang memadai dapat mempengaruhi pengambilan keputusan
pasien dan keluarganya. Sehingga tidak jarang pasien menolak operasi yang
sebelumnya telah disetujui. Oleh karena itu persiapan mental pasien menjadi hal yang
penting untuk diperhatikan dan didukung oleh keluarga orang terdekat pasien.
Kehadiran dan keterlibatan keluarga sangat mendukung persiapan mental pasien.
Keluarga dapat mendampingi pasien sebelum operasi, memberikan doa dan dukungan
dengan kata-kata yang menenangkan hati dan meneguhkan keputusan pasien untuk
menjalani operasi.
Peranan dokter dan dibantu perawat dalam memberikan dukungan mental dapat
dilakukan dengan membantu pasien mengetahui tentang tindakan-tindakan yang dijalani
sebelum operasi, memberikan informasi tentang waktu operasi, hal-hal yang akan
dialami selama proses operasi, dan menunjukkan tempat kamar operasi. Dengan

mengetahui berbagai informasi selama operasi maka diharapkan pasien menjadi lebih
siap menghadapi operasi. Gunakan bahasa yang sederhana dan jelas, misalnya: jika
pasien harus puasa, perawat akan menjelaskan kapan mulai puasa dan sampai kapan,
manfaatnya untuk apa. Diharapkan dengan pemberian informasi yang lengkap,
kecemasan pasien akan dapat diturunkan.
Untuk menimbulkan kenyamanan lagi, dokter memberi kesempatan pada pasien dan
keluarganya untuk menanyakan tentang segala prosedur yang ada. Dokter juga dapat
mengoreksi pengertian yang salah tentang tindakan pembedahan dan hal-hal lain karena
pengertian yang salah akan menimbulkan kecemasan pada pasien.
II.

Konsultasi Medis

Konsultasi medis meliputi, konsultasi bedah, konsultasi anestesi, konsultasi dengan


sejawat anestesi dan spesialis lain, konsultasi untuk mendapat dan memberi informasi
tambahan, konsultasi untuk dapat menghilangkan kecemasan dan ketakutan pasien, dan
konsultasi untuk mempertimbangkan apakah pasien perlu melakukan pemeriksaan
tambahan.
Setelah dokter bedah memutuskan untuk dilakukan operasi maka dokter anstesi
berperan untuk menentukan apakan kondisi pasien layak menjalani operasi. Hal ini
diperlukan konsultasi antara dokter bedah dan dokter anestesi. Selain itu, dokter bedah
juga harus dapat berkonsultasi masalah kesehatan dan kondisi pasien terhadap dokter
bedah lain yang terkait dalam pelaksanaan pembedahan. Konsultasi yang saling
berkaitan ini bertujuan untuk mempersiapkan pasien untuk tindakan pembedahan agar
tidak menimbulkan komplikasi atau kecelakaan saat pembedahan, dan dapat membantu
untuk mempermudah dalam pengelolaan pasca operasinya.
III.

Informed Consent

Informed consent merupakan suatu proses komunikasi antara dokter dan pasien untuk
menentukan terapi pengobatan yang terbaik. Pelaksanaan informed consent dapat dilihat

dalam Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran, yaitu pada
Pasal 45 ayat (1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan
oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan. Pasal 45 ayat
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat
penjelasan secara lengkap. Pasal 45 ayat (3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup : a. Diagnosis dan tata cara tindakan medis, b.
Tujuan tindakan medis yang dilakukan, c. Alternatif tindakan lain dan risikonya, d.
Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, e. Prognosis terhadap tindakan yang
dilakukan. Pasal 45 ayat (4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dpat
diberikan baik secara tertulis maupun lisan. Pasal 45 ayat (5) Setiap tindakan
kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung resiko tinggi harus diberikan dengan
persetujuan tertulis yang ditanda tangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.
Selain diatur dalam Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran,
juga diatur 79 dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran yaitu pada Pasal
2 ayat (1) Semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien harus
mendapat persetujuan, Pasal 2 ayat (2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat diberikan secara tertulis maupun lisan, Pasal 2 ayat (3) Persetujuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat penjelasan yang diperlukan
tentang perlunya tindakan kedokteran dilakukan. Informed consent hakikatnya adalah
hukum perikatan karena berhubungan dengan tanggungjawab profesional menyangkut
perjanjian perawatan dan perjanjian terapeutik.
Aspek perdata informed consent bila dikaitkan dengan hukum perikatan Pasal 1320
KUHPerdata yang memuat 4 syarat sahnya suatu perjanjian yaitu : 1. Adanya
kesepakatan antar pihak, bebas dari paksaan, kekeliruan dan penipuan, 2. Para pihak
cakap untuk membuat perikatan, 3. Suatu hal tertentu, berupa upaya penyembuhan yang
harus dijelaskan karena dalam pelaksanaannya diperlukan kerjasama dan saling percaya
antara dokter dengan pasien, 4. Adanya suatu sebab yang halal, yang dibenarkan dan

tidak dilarang oleh peraturan perundang-undangan serta merupakan sebab yang masuk
akal untuk dipenuhi.
Didalam KUHPerdata diatur perlindungan terhadap konsumen dalam konteks ini adalah
pasien. Bentuk perlindungan yang didapatkan oleh pasien adalah pertanggungjawaban
dari dokter karena wanprestasi dan perbuatan 80 melanggar/melawan hukum,
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1365, 1366, 1367 KUHPerdata.
Pelaksanaan informed consent belum berjalan dengan baik sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 290/MENKES/PER/III/2008
tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran, dimana dokter merasa telah memberikan
informasi yang jelas kepada pasien, sementara pasien kurang paham atas informasi
tersebut. Pasien karena keawaman mengenai hak dan kewajibannya dan kurangnya
pengetahuan yang dimilikinya maka cenderung bersifat pasrah atas tindakan yang akan
dilakukan kepadanya sehingga dengan begitu saja menandatangani persetujuan tersebut
dan mengganggap itu hanya sekedar formalitas saja.
IV.

Propilaksis Antibiotik

Yang dimaksud dengan antibiotik profilaksis pada pembedahan ialah antibiotik yang
diberikan pada pasien yang menjalani pembedahan sebelum adanya infeksi, tujuannya
ialah untuk mencegah terjadinya infeksi akibat tindakan pembedahan yaitu infeksi luka
operasi (ILO) atau surgical site infection (SSI). Antibiotik profilaksis biasanya di
berikan sebelum pasien di operasi. Antibiotik profilaksis biasanya di berikan 1-2 jam
sebelum operasi dimulai dan dilanjutkan pasca beda 2- 3 kali. Antibiotik profilaksis
harus aman, bakterisid dan efektif melawan bakteri yang menyebabkan infeksi.
Antibiotik yang dapat diberikan bermacam-macam sesuai indikasi pasien, biasanya pada
kedokteran gigi digunakan Clindamycin 300mg intravena.
Faktor pasien dapat mempermudah terjadinya ILO adalah pasien obesitas, diabetes,
mengalami pembedahan kontaminasi, rawat inap pre-operatif yang panjang, menjalani

operasi yang lama (>2 jam), bakteri Staphylococcus aureus, skil yang kurang terampil,
dan pertahanan tubuh yang lemah.
V.

Premedikasi

Sebelum operasi dilakukan, pasien akan diberikan obat-obatan premedikasi untuk


memberikan kesempatan kepada pasien untuk

istirahat yang cukup. Obat-obatan

premedikasi ini juga berfungsi untuk menurunkan sekresi cairan tubuh, mengurangi
kecemasan dan ketakutan, mengurangi mual dan muntah, mengurangi keasaman
lambung, serta berfungsi untuk memperkuat efek hipnotik pada penggunaan anestesi
umum. Obat-obatan premedikasi yang diberikan biasanya adalah Benzodazepine,
fenotiazin, analgetik, dan untuk operasi yang cukup berat dapat diberikan valium.
Pemberian obat-obat premedikasi ini dapat menginduksi obat-obat anestesi,
memelihara, dan memberikan pemulihan yang baik. Pemberian dosis dan jenis obat
premedikasi ini dipertimbangkan dengan usia, berat badan pasien, keadaan fisik dan
psikis, serta teknik anestesi dan pembedahan yang akan dilakukan.
Dalam kasus pembedahan apabila selama praevaluasi pasien dianggap tidak layak untuk
melakukan operasi bedah, maka operasi harus ditunda sampai waktu kedepan ketika
pasien dinilai layak untuk menjalani operasi bedah tersebut, kecuali pada kasus
pembedahan yang mengancam jiwa. Oleh karena itu, demi kelancaran kinerja operasi
bedah maka persiapan pasien secara menyeluruh sebelum operasi bedah harus benarbenar dilaksanakan dengan baik.
VI.

Pemilihan Anestesi

Faktor yang mempengaruhi pemilihan jenis anestesi tergantung dari umur, keadaan
umum pasien, jenis dari pembedahan, pemilihan jenis dan obat anestesi dan tergantung
permintaan pasien.

Anda mungkin juga menyukai