Ruang bedah rumah sakit merupakan salah satu faktor yang sangat penting
dalam penyelenggaraan pelayanan medik sarana pelayanan kesehatan. Dalam rangka
mendukung undang-undang no. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit maka perlu disusun
persyaratan teknik fasilitase ruang operasi rumah sakit yang memenuhi standar
pelayanan, keamanan, serta keselamatan dan kesehatan kerja.
Ruang operasi adalah salah satu unit khusus dirumah sakit yang berfungsi
sebagai daerah pelayanan kritis yang mengutamakan aspek hirarki zona sterilitas. Oleh
karena itu kegagalan dalam pembedahan jangan sampai disebabkan oleh faktor kamar
operasi.
Dengan disusunanya pedoman kamar operasi ini diharapkan dapat memberikan
pelayanan bedah yang bermutu tinggi, efektif dan efisien kepada pasien, keluarga pasien
dan masyarakat di RSKIA.
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang .........................................................................5
B. Maksud & Tujuan ....................................................................5
C. Sasaran .....................................................................................6
D. Pengertian .................................................................................6
BAB II RUANG LINGKUP
BAB III TATA LAKSANA
BAB IV DOKUMENTASI
Daftar Pustaka .........................................................................................................37
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perubahan Undang Undang Dasar Negara Replubik Indonesia tahun 1945 pasal
28 bagian H, ayat (1) telah menegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh
pelayanan kesehatan, kemudian pasal 34 ayat (3) dinyatakan negara bertanggung
jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum
yang layak.
Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan
merupakan bagian dari sumberdaya kesehatan yang sangat diperlukan dalam
mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Pada hakikatnya rumah sakit
berfungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Fungsi
dimaksud memiliki makna tanggungjawab yang seyogyanya merupakan tanggung
jawab pemerintah dalam meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat.
Dalam rangka mendukung Undang undang no. 44 tentang rumah sakit, maka
harus disusun pedoman pelayanan bedah yang memenuhi standar pelayanan,
keamanan, keselamatan, kemudahan dan kenyamanan. Sehingga ruang operasi
yang merupakan tempat pembedahan secara elektif maupun akut, yang
membutuhkan kondisi steril dan kondisi khusus lainnya dapat dilaksanakan dengan
sebenar-benarnya sesuai pedoman pelayanan bedah.
Penggunaan anestesi, sedasi, dan intervensi bedah adalah proses yang umum dan
kompleks di rumah sakit. Tindakan-tindakan ini membutuhkan assesmen pasien
yang lengkap dan komprehensif, perencanaan asuhan yang terintegrasi, monitoring
pasien yang berkesinambungan dan kriteria transfer untuk pelayanan berkelanjutan,
rehabilitasi, akhirnya transfer maupun pemulangan (discharge). Anestesi dan sedasi
umumnya dipandang sebagai suatu rangkaian kegiatan (continuum) dari sedasi
minimal sampai anestesi penuh. Karena respons pasien dapat berada pada
sepanjang kontinue, maka penggunaan anestesi dan sedasi dikelola secara
terintegrasi.
B. Maksud Dan Tujuan
Panduan pelayanan bedah ini, dimaksudkan sebagai acuan dalam memberikan
pelayanan bedah kepada pasien, keluarga pasien dan masyarakat secara profesional
dan holistik, dengan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dan solusi tanpa
membedakan bangsa, suku, agama, dan dilaksanakan oleh seluruh perawat / bidan
RSKIA secara cepat, ramah dan ilmiah.
Panduan pelayanan bedah ini bertujuan memberikan pelayanan bedah yang
bermutu tinggi, efektif dan efisien kepada pasien, keluarga pasien dan masyarakat
di RSKIA
C. Sasaran
Panduan pelayanan bedah rumah sakit ini akan menjadi acuan dalam
memberikan pelayanan bedah dikamar operasi kepada pasien, keluarga pasien, dan
masyarakat. Sehingga pasien, keluarga pasien, dan masyarakat mendapatkan
kepuasan dalam hal pelayanan bedah dikamar operasi.
D. Pengertian
Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan
cara infasive dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan
ditangani RSKIA. Proses operasi merupakan pembukaan bagian tubuh untuk
dilakukan perbaikan yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka. Operasi /
pembedahan terdapat beberapa macam tahap :
1. Preoperatif adalah : Fase dimulai ketika keputusan untuk menjalani operasi /
pembedahan dibuat dan diakhiri ketika pasien dipindahkan ke meja operasi.
Dalam tahapan ini persiapan fisik maupun pemeriksaan penunjang serta
persiapan mental sangat penting dilakukan, karena kesuksesan suatu
tindakan pembedahan pasien berasal dari kesuksesan persiapan yang
dilakukan selama tahap preoperasi. Kesalahan yang dilakukan pada saat
tindakan preoperasi apapun bentuknya dapat berdampak pada tahap-tahap
selanjutnya untuk diperlukan kerjasama yang baik antara masing-masing
komponen yang berkopeten untuk menghasilkan outcome yang optimal.
Berikut ini persiapan yang perlu dilakukan pada tahap preoperasi yaitu :
a. Persiapan fisik.
Persiapan fisik yang dilakukan sebelum operasi biasanya mencakup
status kesehatan fisik secara umum, status nutrisi, pencukuran daerah
operasi, personal hygiene, dll
b. Persiapan Penunjang
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
tindakan pembedahan / operasi. Pemeriksaan penunjang yang dimaksud
adalah berbagai pemeriksaan radiologi, laboratorium maupun
pemeriksaan lainnya.
c. Informed consent
Informed consent adalah sebuah istilah yang sering dipakai untuk
terjemahan dari persetujuan tindakan medis. Informed consent terdiri dari
dua kata yaitu informed dan consent. Informed diartikan telah
diberitahukan telah disampaikan atau telah diinformasikan dan consent
yang berarti persetujuan yang diberikan oleh seseorang untuk berbuat
sesuatu. Dengan demikian pengertian bebas dari informed consent adalah
persetujuan yang diberikan oleh pasien kepada dokter untuk berbuat
sesuatu setelah mendapatkan penjelasan atau informasi. Pengertian
informed consent oleh Komalawati (1989 : 86) disebutkan sebagai
berikut: “Yang dimaksud dengan informed consent adalah suatu
kesepakatan / persetujuan pasien atas upaya medis yang akan dilakukan
oleh dokter terhadap dirinya, setelah pasien mendapatkan informasi dari
dokter mengenai upaya medis yang dapat mungkin terjadi. Sedangkan
tatacara pelaksanaan tindakan medis yang akan dilaksanakan oleh dokter
pada pasien, lebih lanjut diatur dalam Pasal 45 UU No. 29 Tahun 2009
tentang praktek kedokteran yang menegaskan sebagai berikut:
1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan
dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus
mendapat persetujuan. Persetujuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diberikan setelah pasien diberikan
2) Penjelasan lengkap
a. Penjelasan lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) sekurang-kurangnya mencakup:
a. Diagnosis dan tatacara tindakan medis
b. Tujuan tindakan medis dilakukan
c. Alternatif tindakan lain dan resikonya
d. Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi dan
e. Prognosis terhadap tindakan yang akan
dilakukan.
Dengan lahirnya UU No.29 Tahun 2004 ini, maka semakin terbuka luas
peluang bagi pasien untuk mendapatkan informasi medis yang sejelas-
jelasnya tentang penyakitnya dan sekaligus mempertegas kewajiban
dokter untuk memberikan informasi medis yang benar, akurat dan
berimbang tentang rencana sebuah tindakan medis yang akan dilakukan,
pengobatan maupun perawatan yang akan diterima oleh pasien. Karena
pasien yang paling berkepentingan terhadap apa yang akan dilakukan
terhadap dirinya dengan segala resikonya, maka informed consent
merupakan syarat subjektif terjadinya transaksi terapeutik dan merupakan
hak pasien yang harus dipenuhi sebelum dirinya menjalani suatu upaya
medis yang akan dilakukan oleh dokter terhadap dirinya. Sehubungan
dengan penjelasan tersebut diatas maka informed consent bukan hanya
sekedar mendapatkan formulir persetujuan tindakan yang ditandatangani
oleh pasien atau keluarganya tetapi persetujuan tindakan medis adalah
sebuah proses komunikasi intensif untuk mencapai sebuah kesamaan
persepsi tetang dapat tidaknya dilakukan suatu tindakan, pengobatan,
perawatan medis. Jika proses komunikasi intesif ini telah dilakukan oleh
kedua belah pihak yaitu antara dokter sebagai pemberi pelayanan dan
pasien sebagai penerima pelayanan kesehatan maka hal tersebut
dikukuhkan dalam bentuk pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh
kedua belah pihak, demikian halnya jika bahwa ternyata setelah proses
komunikasi ini terjadi dan ternyata pasien menolak maka dokter wajib
untuk menghargai keputusan tersebut dan meminta pasien untuk
menandatangani surat pernyataan menolak tindakan medik jadi informed
consent adalah sebuah proses bukan hanya sekedar mendapatkan
tandatangan lembar persetujuan tindakan. Hal pokok yang harus
diperhatikan dalam proses mencapai kesamaan persepsi antara dokter dan
pasien agar terbangun suatu persetujuan tindakan medik adalah bahasa
komunikasi yang digunakan. Jika terdapat kesenjangan penggunaan
bahasa atau istilah-istilah yang sulit dimengerti oleh pasien maka besar
kemungkinan terjadinya misspersepsi yang akan membuat gagalnya
persetujuan tindakan medis yang akan dilakukan. Sehubungan dengan hal
tersebut, Komalawati ( 2002 : 111) mengungkapkan bahwa informed
conset dapat dilakukan, antara lain :
a. Dengan bahasa yang sempurna dan tertulis
b. Dengan bahasa yang sempurna secara lisan
c. Dengan bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima pihak
lawan
d. Dengan bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawan.
e. Dengan diam atau membisu tetapi asal dipahami atau diterima oleh
pihak lawan
Jika setelah proses informed yang dilakukan oleh dokter pada pasien dan
ternyata pasien gagal memberikan consent sebagaimana yang di
harapkan , tidaklah berarti bahwa upaya memperoleh persetujuan tersebut
menjadi gagal total tetapi dokter harus tetap memberikan ruang yang
seluas-luasnya untuk pasien berfikir kembali setiap keuntungan dan
kerugian jika tindakan medis tersebut dilakukan atau tidak dilakukan.
Selain itu dokter tetap berusaha melakukan pendekatan-pendekatan yang
lebih efektif dan efisien yang memungkinkan untuk memperoleh
persetujuan atas tindakan yang akan dilakukan jika memang tindakan
tersebut adalah tindakan yang utama dan satu-satunya cara yang dapat
dilakukan untuk menolong menyembuhkan atau meringankan sakit
pasien.
E. Batasan Operasional
1. Bedah
Pembedahan merupakan cabang dari ilmu medis yang ikut berperan terhadap
kesembuhan dari luka atau penyakit melalui prosedur manual atau melalui
operasi dengan tangan. Hal ini memiliki sinonim yang sama dengan kata
“Chirurgia” (dibaca; KI-RUR-JIA). Dalam bahasa Yunani “Cheir” artinya
tangan, dan “ergon” artinya kerja.
Bedah atau operasi merupakan tindakan pembedahan cara dokter untuk
mengobati kondisi yang sulit atau tidak mungkin disembuhkan hanya dengan
obat-obatan sederhana (Potter, 2006)
Perkembangan baru juga terjadi pada pengaturan tempat untuk dilaksanakan
prosedur operasi. Bedah sehari (ambulatory surgery), kadangkala disebut
pembedahan tanpa rawat inap (outpatient surgery) atau pembedahan sehari (one-
day surgery).
Jenis Pembedahan
a. Bedah Minor
Bedah minor merupakan pembedahan dimana secara relatif dilakukan secara
sederhana, tidak memiliki risiko terhadap nyawa pasien dan tidak
memerlukan bantuan asisten untuk melakukannya, seperti: membuka abses
superficial, pembersihan luka, inokulasi, superfisial neuroktomi dan
tenotomi
b. Bedah Mayor
Bedah mayor merupakan pembedahan dimana secara relatif lebih sulit untuk
dilakukan daripada pembedahan minor, membutuhkan waktu, melibatkan
risiko terhadap nyawa pasien, dan memerlukan bantuan asisten, seperti:
bedah caesar, mammektomi, bedah torak, bedah otak.
c. Bedah Antiseptik
Bedah antiseptik merupakan pembedahan yang berhubungan terhadap
penggunaan agen antiseptik untuk mengontrol kontaminasi bakterial.
d. Bedah konservatif
Bedah konservatif merupakan pembedahan dimana dilakukan berbagai cara
untuk melakukan perbaikan terhadap bagian tubuh yang diasumsikan tidak
dapat mengalami perbaikan, daripada melakukan amputasi, seperti: koreksi
dan imobilisasi dari fraktur pada kaki daripada melakukan amputasi
terhadap kaki.
e. Bedah Radikal
Bedah radikal merupakan pembedahan dimana akar penyebab atau sumber
dari penyakit tersebut dibuang, seperti: pembedahan radikal untuk
neoplasma, pembedahan radikal untuk hernia.
f. Pembedahan Rekonstruktif
Pembedahan rekonstruktif merupakan pembedahan yang dilakukan untuk
melakukan koreksi terhadap pembedahan yang telah dilakukan pada
deformitas atau malformasi, seperti: pembedahan terhadap langit-langit
mulut yang terbelah, tendon yang mengalami kontraksi.
g. Bedah Plastik
Bedah plastik merupakan pembedahan dimana dilakukan untuk
memperbaiki defek atau deformitas, baik dengan jaringan setempat atau
dengan transfer jaringan dari bagian tubuh lainnya.
Sifat Operasi:
1. Bedah Elektif
Bedah elektif merupakan pembedahan dimana dapat dilakukan penundaan tanpa
membahayakan nyawa pasien.
2. Bedah Emergensi
Bedah emergensi merupakan pembedahan yang dilakukan dalam keadaan sangat
mendadak untuk menghindari komplikasi lanjut dari proses penyakit atau untuk
menyelamatkan jiwa pasien.
BAB II
RUANG LINGKUP
Panduan ini diterapkan kepada seluruh tindakan yang dilakukan dari persiapan, tindakan
operasi dan setelah selesai operasi. Prinsip pelayanan bedah tepat lokasi, tepat prosedur
dan tepat pasien operasi, yaitu :
a. Sebelum tindakan, petugas melakukan pengecekan ulang seluruh identifikasi pasien
dan kelengkapan berkas penunjang sebelum dilakukan tindakan operasi.
b. Sebelum tindakan dilakukan, petugas melakukan penandaan area yang akan
dilakukan operasi.
c. Dalam pelaksanaan tindakan operasi, petugas melakukan tindakan berdasarkan atas
SPO yang berlaku.
Pembedahan merupakan cabang dari ilmu medis yang ikut berperan terhadap
kesembuhan dari luka atau penyakit melalui prosedur manual atau melalui operasi
dengan tangan. Bedah atau operasi merupakan tindakan pembedahan cara dokter untuk
mengobati kondisi yang sulit atau tidak mungkin disembuhkan hanya dengan obat-
obatan sederhana.
Jenis Pembedahan :
a. Bedah Minor
Bedah minor merupakan pembedahan dimana secara sederhana, tidak memiliki
risiko terhadap nyawa pasien dan tidak memerlukan bantuan asisten untuk
melakukannya, seperti :
1. Membuka abses superficial
2. Pembersih luka
3. Inokulasi
4. Superfisial neuroktomi dan tenotomi
b. Bedah Mayor
Bedah mayor merupakan pembedahan dimana secara relative lebih sulit untuk
dilakukan daripada pembedahan mayor, membutuhkan waktu, melibatkan risiko
terhadap nyawa pasien dan memerlukan bantuan asisten seperti :
1. Bedah caesar
2. Mammektomi
3. Bedah toraks
4. Bedah otak
c. Bedah Antiseptik
Bedah antiseptik merupakan pembedahan yang berhubungan terhadap
penggunaan agen antiseptic untuk mengontrol kontaminasi bakterial
d. Bedah Radikal
Bedah radikal merupakan pembedahan dimana akar penyebab atau sumber dari
penyakit tersebut dibuang seperti : pembedahan radikal untuk neoplasma,
pembedahan radikal untuk hernia.
e. Pembedahan Rekonstruktif.
Pembedahan yang dilakukan untuk melakukan koreksi terhadap pembedahan
yang telah dilakukan pada deformitas atau malformasi seperti : pembedahan
terhadap langit-langit mulut yang terbelah, tendon yang mengalami kontraksi.
f. Bedah Plastik
Bedah plastik merupakan pembedahan dimana dilakukan untuk memperbaiki
efek atau deformitas, baik dengan jaringan setempat atau dengan transfer
jaringan dari bagian tubuh lainnya.
Sifat Operasi
a. Bedah Elektif
Bedah elektif merupakan pembedahan dimana dapat dilakukan penundaan tanpa
membahayakan nyawa pasien.
b. Bedah Emergensi
Bedah emergensi merupakan pembedahan yang dilakukan dalam keadaan sangat
mendadak untuk menghindari komplikasi lanjut dari proses penyakit atau untuk
menyelamatkan jiwa pasien.
BAB III
TATA LAKSANA
Rumah sakit wajib mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepat lokasi,
tepat prosedur, dan tepat pasien. Prosedur Salah lokasi, salah prosedur, salah pasien
pada operasi adalah sesuatu yang mengkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah
sakit. Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat
antara anggota tim bedah, kurang / tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi
(site marking), dan tidak ada prosedur untuk verifikasi lokasi operasi. Disamping itu
pula asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaah ulang catatan medis tidak adekuat,
budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah,
permasalahan yang berhubungan dengan resep yang tidak terbaca (illegible
handwriting) dan pemakaian singkatan adalah merupakan faktor-faktor kontribusi yang
sering terjadi. Rumah sakit mengembangkan suatu kebijakan / prosedur yang efektif di
dalam mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan ini. Digunakan juga praktek
berbasis bukti, seperti yang digambarkan di Surgical Safety Checklist dari WHO Patient
Safety (2009), juga di The Joint Commission’s Universal Protocol for Preventing
Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong Person Surgery. Tahap “Sebelum insisi” (Time
out) memungkinkan semua pertanyaan atau kekeliruan diselesaikan. Time out dilakukan
ditempat dimana tindakan akan dilakukan, tepat sebelum tindakan dimulai, dan
melibatkan seluruh tim operasi. Rumah sakit menetapkan bagaimana proses itu
didokumentasikan secara ringkas, dengan menggunakan ceklist.
Tata laksana pelayanan instalasi bedah sentral, meliputi :
A. Penjadwalan Operasi
Penjadwalan pasien yang akan dioperasi dikamar bedah agar dapat dilaksanakan
sesuai jadwal yang telah ditentukan. Prosedur penjadwalan dapat dilihat di SPO
B. Penerimaan dan Penyerahan Pasien
Menerima pasien yang akan dilakukan tindakan operasi yang diantar petugas,
baik rawat inap, UGD, Poliklinik maupun ODC.
Agar tidak terjadi kesalahan pasien dan kesalahan diagnose / tindakan maka perawat
saat pre operasi memeriksa kelengkapan pasien (sign in) :
a. Nama pasien (bila pasien dibawah umur bisa ditanyakan kepada keluarga
pasien)
b. Daerah operasi yang akan dilakukan tindakan operasi telah ditandai.
c. Riwayat penyakit (asma, alergi obat dan riwayat penggunaan obat steroid
dalam tiga bulan terkhir).
d. Terpasang gigi palsu atau tidak, bila ya petugas anastesi membantu untuk
melepaskannya.
e. Menanggalkan semua perhiasan pasien dan menyerahkannya ke keluarga
pasien.
f. Pastikan kuku dan bibir pasien bebas dari zat pewarna (kutek dan lipstik)
bila masih ada, petugas anestesi membantu membersihkannya.
g. Dokumen pasien : informed consent, hasil pemeriksaan laboratorium,
hasil pemeriksaan radiologi, hasil pemeriksaan fisik terakhir
C. Persiapan Operasi
Dalam pemberian rasa aman dan nyaman kepada pasien sangat berhubungan
dengan pemberian informasi yang sejelas-jelasnya mencakup manfaat dan risiko
pembedahan .
Beberapa hal yang perlu perbaikan sebagai berikut :
a. Informed consent perlu dibuat secara tertulis dan untuk operasi standart
dikuatkan risalah informasi bahwa agar memudahkan dalam pemberian
karena faktor bebas pelayanan yang cukup banyak.
b. Untuk operasi yang melibatkan beberapa disiplin (operasi bersama) atau
operasi oleh tim khusus disamping risalah tertulis harus ada pertemuan
khusus antara tim dengan pasien dan keluarganya sebelum operasi
dilaksanakan.
D. Kerjasama Antar Disiplin
1. Pre Operasi
a. Persiapan Operasi
Persiapan operasi, pasien diperiksa di unit rawat jalan, UGD oleh KSM
dan konsultasi ke KSM yang diperlukan. Setelah memenuhi standar
pelayanan anastesi pasien dikonsulkan ke KSM anastesi.
b. Evaluasi Pra Bedah, dokter operator harus melakukan evaluasi pra bedah
untuk menentukan kemungkinan pemeriksaan tambahan dan konsultasi
KSM lain untuk membuat suatu asesmen pra bedah. Semua informasi
yang diberikan pada pasien, mengenai kondisi pasien, rencana tindakan,
alternative tindakan, tingkat keberhasilan, kemungkinan-kemungkinan
yang terjadi dan rencana pengelolaan pasca bedah harus didokumentasi
lengkap dan disertakan dalam rekam medis pasien dan ditandatangani
oleh dokter bedah yang bersangkutan.
c. Pendaftaran Operasi, poliklinik / IRIN mendaftar OK (kamar operasi),
dan OK (kamar operasi) menentukan jadwal operasi serta
mempersiapkan instrument, alat-alat, obat dan alkes yang diperlukan.
Unsur yang terkait disini adalah bagian instrument, linen, depo farmasi,
anastesi, teknisi, kebersihan CSSD. Jadwal rencana operasi
didistribusikan ke perawat control, IRIN terkait, instalasi anestesi
reanimasi, KSM terkait (dokter operator ybs), KSM patologi anatomi,
durante operasi
Premedikasi dilakukan oleh KSM anestesi
Bila timbul penyulit selama operasi, dokter operator minta konsul kepada
dokter dari KSM yang diminta melalui perawat sirkuler (onloop) dan
diteruskan kepada PJ pelayanan.
PJ Pelayanan menghubungi dokter konsulen yang bertugas di OK (kamar
operasi) saat itu dan dokter ybs menjawab konsultasi tersebut. Bila
dokter yang ada di IBS tidak dapat menangani konsul tersebut, konsul
diteruskan ke Ka. KSM bertanggung jawab untuk menjawab konsul.
Bila harus dilakukan operasi bersama maka tanggungjawab utama
terhadap pasien tetap berada pada operator pertama.
Prosedur umum durante operasi :
a. Melakukan aseptik dan antiseptic pada area operasi.
b. Tutup area non steril dengan linen operasi steril.
c. Membantu pelaksanaan operasi, sebagai perawat sirkuler
d. Menutup luka operasi
2. Post Operasi
a. Pasien diantar ke ruang pulih oleh penata anestesi dan perawat sirkuler
dan diobservasi diruang pulih dibawah tanggung jawab KSM
Anastesi.
b. Memonitoring keadaan pasien yang telah dilakukan tindakan operasi
dengan mengukur tanda-tanda vital dan mencatat pada lembar
pengawasan, apabila kondisi pasien menurun menunjukkan kearah
yang lebih buruk atau tidak stabil dan untuk dilakukan re operasi atau
dilakukan pengawasan di HCU.
c. Pasien dipindahkan ke unit rawat inap sesudah mendapat persetujuan
KSM anestesi dan diserah terimakan kepada perawat unit rawat inap
yang menjemput pasien.
d. Bila perlu dirawat di HCU, pasien diantar langsung dari OK ke HCU
oleh KSM anestesi dan perawat sirkuler.
E. Pelayanan Anestesi
Pelayanan ini berlaku seragam bagi semua pasien yang mendapat pelayanan
anestesi. Semua tindakan pelayanan perianestesi didokumentasikan dalam
rekam medis pasien dan ditanda tangani oleh dokter anestesi yang
bertanggungjawab dalam pelayanan anestesi tersebut. Pelayanan anestesi dapat
dilakukan diluar kamar bedah dengan persiapan sesuai standar.
1. Sign In
Demi peningkatan keamanan pasien, sebelum pelayanan anestesi, dokter
anestesi berperan dalam pelaksanaan prosedur “Sign In” yang tata caranya
dijabarkan dalam SPO.
2. Pengelolaan Pre Anestesi
a. Seorang spesialis anestesi bertanggung jawab untuk menilai dan
menentukan status medis pasien pre anestesi, membuat rencana pengelolaan
anestesi, asesmen pre anestesi dan member informasi (informed consent)
anestesi kepada pasien dan keluarga. Informasi berisi tentang rencana
tindakan anestesi beserta alternatifnya, manfaat dan risiko dan tindakan
tersebut dan dicatat dalam lembar khusus informed consent anestesi yang
disertakan dalam rekam medis pasien.
b. Sebelum dimulai tindakan anestesi dan resusitasi spesialis anestesi yang
bertanggung jawab melakukan verifikasi, memastikan prosedur keamanan
telah dilaksanakan dan dicatat dalam rekam medis pasien.
3. Standar Pengelolaan Pre anestesi
a. Proses assessment preanestesi dilakukan pada semua pasien setelah pasien
yang akan menjalani prosedur bedah dikonsultasikan ke bagian anestesi
untuk dilakukan operasi elektif minimal dalam 1 x 24 jam sebelum operasi,
atau sesaat sebelum operasi seperti pada pasien emergensi dokter spesialis
anestesi bertanggung jawab untuk melakukan pemeriksaan pasien pre
anestesi untuk membuat asesmen pre anestesi dan rencana anestesi.
b. Resume dari evaluasi pre anestesi dan rencana anestesi dicatat dalam rekam
medis pasien. Demi peningkatan keamanan pasien, sebelum dilakukan
anestesi, dokter spesialis anestesi bertanggung jawab atas pelaksanaan
prosedur sign in yang tata caranya dijabarkan dalam SPO.
c. Dokter anestesi dibantu oleh perawat anestesi bertanggung jawab
melakukan verifikasi diruangan persiapan operasi, pemeriksaan ulang
pasien untuk menilai assesmen prasedasi memastikan prosedur keamanan
telah diksanakan, dicatat dalam rekam medis anestesi dan dalam bentuk
check list (sign in) Sebelum induksi anestesi dilakukan pengecekan
kelengkapan mesin, alat, dan obat anestesi dan resusitasi.
4. Pemantauan Selama Anestesi Umum dan Regional.
Berlaku pada anestesi umum maupun regional dan standar pemantauan ini dapat
berubah dan direvisi seperlunya sesuai dengan perkembangan teknologi dan
ilmu anestesi.
a. Tenaga anestesi yang berkualifikasi tetap berada dalam wilayah kamar operasi
selama tindakan anestesi umum maupun regional.
b. Selama pemberian anestesi, tenaga yang bertanggung jawab harus secara
kontiniu mengevaluasi tanda-tanda vital pasien seperti oksigenasi, ventilasi,
sirkulasi, suhu dan perfusi jaringan yang semuanya dicatat dalam lembar rekam
medis anestesi interval waktu pengawasan bisa setiap tiga menit, lima menit,
atau sesuai dengan penilaian dokter penanggung jawab terhadap keadaan pasien.
Salah satu titik berat dalam menerapkan sasaran keselamatan pasien dirumah sakit
adalah melakukan penandaan area operasi (surgery site marking) dan ini dilakukan
sesuai dengan kebijakan masing-masing rumah sakit tentunya.
Pada prinsipnya, site marking bertujuan untuk memberi tanda pada pasien yang akan
menjalani pembedahan / operasi, umumnya menggunakan tinta permanen yang aman
untuk kulit, yang akan memberikan informasi lokasi sayatan / pembedahan, jenis
pembedahan, sisi pembedahan, dan lain-lainnya jika diperlukan.
Salah satu ilustrasi penandaan pada wilayah perut (abdominal) sebelum dilakukan
operasi. Sumber gambar: redorbit.com
Tergantung dari kebijakan rumah sakit, panduan dapat memuat pembagai hal terkait
praktik penandaan area operasi yang berlaku, terutama karena rumah sakit satu dan
lainnya tentunya tidak akan sama. Panduan pada umumnya berisi hal yang sejenis,
mulai dari melibatkan pasien dan keluarga tentang proses panandaan, kapan melakukan,
bagaimana caranya, siapa yang melakukan (termasuk pendelegasian dan aspek
hukumnya), bagaimana jika pasien menolak, apa saja peranan petugas rumah sakit
didalamnya. Kasus-kasus khusus dan pengecualian juga bisa ditambahkan jika itu
berlaku dirumah sakit. Kemudian berisi contoh gambar sejumlah ilustrasi tanda yang
diterapkan pada pasien.
Panduan juga harus memuat bagaimana penandaan dapat dilacak (traceable), dan juga
dapat dilakukan verifikasi, sehingga mencegah terjadinya kasus-kasus seperti membawa
pasien yang salah ke ruang operasi, melakukan jenis operasi yang salah, hingga posisi
operasi yang keliru.
Jangan lupa untuk menambahkan / melampirkan sejumlah daftar tilik (checklist) yang
diperlukan, seperti sebelum dilakukan insisi dan final time out didalam ruang operasi.
Berikut merupakan teknik yang dilakukan dalam penandaan lokasi operasi:
a. Pasien diberi tanda saat informed concent telah dilakukan
b. Penandaan dilakukan sebelum pasien berada dikamar operasi
c. Pasien harus dalam keadaan sadar saat dilakukan penandaan lokasi
operasi
d. Tanda yang digunakan dapat berupa : tanda ceklist “V”
e. Penandaan dilakukan sedekat mungkin dengan lokasi operasi
f. Penandaan dilakukan dengan spidol hitam (anti luntur, anti air) dan tetap
terlihat walau sudah diberi desinfektan
g. Penandaan lokasi operasi dilakukan pada semua kasus termasuk sisi
(laterality), multipel struktur (jari tangan, jari kaki, lesi), atau multipel
level (tulang belakang).
Anjuran penandaan lokasi operasi:
a. Gunakan tanda yang telah disepakati, yaitu dengan mengunakan
tanda “V”
b. Tandai pada atau dekat daerah insisi
c. Daerah yang tidak dioperasi jangan ditandai, kecuali sangat
diperlukan.
d. Penandaan dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar. Jika
memungkinkan dan harus terlihat sampai saat akan di insisi.
Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan merupakan
bagian dari sumberdaya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung
penyelenggaraan upaya kesehatan. Memberikan pelayanan bedah kepada pasien,
keluarga pasien dan masyarakat secara profesional dan holistik, dengan mengedepankan
nilai-nilai kemanusiaan dan solusi tanpa membedakan bangsa, suku, agama, dan
dilaksanakan oleh seluruh perawat / bidan RSKIA secara cepat, ramah dan ilmiah.
Panduan pelayanan bedah RSKIA mmempunyai tujuan untuk memberikan pelayanan
bedah yang bermutu tinggi, efektif dan efisien kepada pasien, keluarga pasien dan
masyarakat di RSKIA.
DAFTAR PUSTAKA