Anda di halaman 1dari 18

PANDUAN PELYANAN

BEDAH

RSU ST MADYANG
KOTA PALOPO

1
BAB I
DEFINISI

Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara
infasive dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Proses
operasi merupakan pembukaan bagian tubuh untuk dilakukan perbaikan yang diakhiri dengan
penutupan dan penjahitan luka.

Operasi / Pembedahan terdapat beberapa macam tahap :


Preoperatif adalah Fase dimulai ketika keputusan untuk menjalani operasi / pembedahan
dibuat dan diakhiri ketika pasien dipindahkan ke meja operasi. Dalam tahapan ini persiapan
fisik maupun pemeriksaan penunjang serta persiapan mental sangat penting dilakukan, karena
kesuksesan suatu tindakan pembedahan pasien berasl dari kesuksesan persiapan yang
dilakukan selama tahap preoperasi.

Kesalahan yang dilakukan pada saat tindakan preoperasi apapun bentuknya dapat berdampak
pada tahap tahap selanjutnya untuk diperlukan kerjasama yang baik antara masing-masing
komponen yang berkopeten untuk menghasilkan outcome yang optimal. Berikut ini persiapan
yang perlu dilakukan pada tahap preoperasi yaitu :
a. Persiapan fisik.
Persiapan fisik yang dilakukan sebelum operasi biasanya mencakup status kesehatan
fisik secara umum, status nutrisi, pencukuran daerah operasi, personal hygiene, dll
b. Persiapan Penunjang
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tindakan
pembedahan/operasi. Pemerksaan penunjang yang dimaksud adalah berbagai
pemeriksaan radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan lainnya.
c. Informed consent
Informed consent adalah sebuah istilah yang sering dipakai untuk terjemahan dari
persetujuan tindakan medic. Inform konsen terdiri dari dua kata yaitu inform dan
consen. Inform diartikan telah diberitahukan telah disampaika atau telah
diinformasikan dan consen yang berarti persetujuan yang diberikan oleh seseorang
untuk berbuat sesuatu. Dengan demikian pengertian bebas dari informed consent

2
adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien kepada dokter untuk berbuat sesuatu
setelah mendapatkan penjelasan atau informasi.
Pengertian inform consen oleh Komalawati (1989 :86) disebutkan sebagai berikut:
“Yang dimaksud dengan inform consen adalah suatu kesepakatan/ persetujuan pasien
atas upaya medis yang akan dilakukan oleh dokter terhadap dirinya, setelah pasien
mendapatkan informasi dari dokter mengenai upaya medis yang dapat mungkin
terjadi.”
Sedangkan tatacara pelaksanaan tindakan medis yang akan dilaksanakan oleh
dokter pada pasien, lebih lanjut diatur dalam Pasal 45 UU No. 29 Tahun 2009 Tentang
Praktek Kedokteran yang menegaskan sebagai berikut:
(1) Setiap Tindakan Kedokteran atau Kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh
dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien
diberikan penjelasan lengkap
(3) Penjelasan lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya
mencakup:
a. Diagnosis dan tatacara tindakan medis
b. Tujuan tindakan medis dilakukan
c. Alternatif tindakan lain dan resikonya
d. Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi dan
e. Prognosis terhadap tindakan yang akan dilakukan.
Dengan lahirnya UU No.29 Tahun 2004 ini, maka semakin terbuka luas
peluang bagi pasien untuk mendapatkan informasi medis yang sejelas-jelasnya
tentang penyakitnya dan sekaligus mempertegas kewajiban dokter untuk memberikan
informasi medis yang benar, akurat dan berimbang tentang rencana sebuah tindakan
medic yang akan dilakukan, pengobatan maupun perawatan yang akan diterima oleh
pasien. Karena pasien yang paling berkepentingan terhadap apa yang akan dilakukan
terhadap dirinya dengan segala resikonya, maka Informed Consent merupakan syarat
subjektif terjadinya transaksi terapeutik dan merupakan hak pasien yang harus
dipenuhi sebelum dirinya menjalani suatu upaya medis yang akan dilakukan oleh
dokter terhadap dirinya .
Sehubungan dengan penjelasan tersebut diatas maka Informed Consent bukan
hanya sekedar mendapatkan formulir persetujuan tindakan yang ditanda tangani oleh
pasien atau keluarganya tetapi persetujuan tindakan medik adalah sebuah proses
3
komunikasi intensif untuk mencapai sebuah kesamaan persepsi tetang dapat tidaknya
dilakukan suatu tindakan, pengobatan, perawatan medis. Jika porses komunikasi
intesif ini telah dilakukan oleh kedua belah pihak yaitu antara dokter sebagai pemberi
pelayanan dan pasien sebagai penerima pelayanan kesehatan maka hal tersebut
dikukuhkan dalam bentuk pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh kedua belah
pihak,demikian halnya jika bahwa ternyata setelah proses komunikasi ini terjadi dan
ternyata pasien menolak maka dokter wajib untuk menghargai keputusan tersebut dan
meminta pasien untuk menandatangani surat pernyataan menolak tindakan medik
jadi informed Consent adalah sebuah proses bukan hanya sekedar mendapatkan
tandatangan lembar persetujuan tindakan. Hal pokok yang harus di perhatikan dalam
proses mencapai kesamaan persepsi antara dokter dan pasien agar terbangun suatu
persetujuan tindakan medik adalah bahasa komunikasi yang digunakan. Jika terdapat
kesenjangan penggunaan bahasa atau istilahistilah yang sulit dimengerti oleh pasien
maka besar kemungkinan terjadinya mispersepsi yang akan membuat gagalnya
persetujuan tindakan medis yang akan dilakukan. Sehubungan dengan hal tersebut ,
Komalawati ( 2002: 111) mengungkapkan bahwa informed conset dapat dilakukan
,antara lain :
a. Dengan bahasa yang sempurna dan tertulis
b. Dengan bahasa yang sempurna secara lisan
c. Dengan bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima pihak lawan
d. Dengan bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawan.
e. Dengan diam atau membisu tetapi asal dipahami atau diterima oleh pihak lawan
Jika setelah proses informed yang dilakukan oleh dokter pada pasien dan ternyata
pasien gagal memberikan consent sebagaimana yang di harapkan , tidaklah berari
bahwa upaya memperoleh persetujuan tersebut menjadi gagal total tetapi dokter harus
tetap memberikan ruang yang seluas-luasnya untuk pasien berfikir kembali setiap
keuntungan dan kerugian jika tindakan medis tersebut dilakukan atau tidak dilakukan.
Selain itu dokter tetap berusaha melakukan pendekatan-pendekatan yang lebih efektif
dan efisien yang memungkinkan untuk memperoleh persetujuan atas tindakan yang
akan dilakukan jika memang tindakan tersebut adalah tindakan yang utama dan satu-
satunya cara yang dapat dilakukan untuk menolong menyembuhkan atau meringankan
sakit pasien.

4
BAB II
RUANG LINGKUP

Pembedahan merupakan cabang dari ilmu medis yang ikut berperan terhadap
kesembuhan dari luka atau penyakit melalui prosedur manual atau melalui operasi dengan
tangan.
Bedah atau operasi merupakan tindakan pembedahan cara dokter untuk mengobati
kondisi yang sulit atau tidak mungkin disembuhkan hanya dengan obat-obatan sederhana.

Jenis Pembedahan :
a. Bedah Minor
Bedah Minor merupakan pembedahan dimana seacara sederhana, tidak memiliki
risiko terhadap nyawa pasien dan tidak memerlukan bantuan asisten untuk
melakukannya seperti :
1. Membuka abses superficial
2. Pembersih luka
3. Inokulasi
4. Superfisial neuroktomi dan tenotomi
b. Bedah Mayor
Bedah mayor merupakan pembedahan dimana secara relative lebih sulit untuk
dilakukan daripada pembedahan mayor, membutuhkan waktu, melibatkan risiko
terhadap nyawa pasien dan memerlukan bantuan asisten seperti :
1. Bedah Caesar
2. Mammektomi
3. Bedah Torak
4. Bedah Otak
c. Bedah Antiseptik
Bedah Antiseptik merupakan pembedahan yang berhubungan terhadap penggunaan
agen antiseptic untuk mengontrol kontaminasi bakterial
d. Bedah Radikal
Bedah Radikal merupakan pembedahan dimana akar penyebab atau sumber dari
penyakit tersebut dibuang seperti : Pembedahan radikal untuk neoplasma,
pembedahan radikal untuk hernia.

5
e. Pembedahan Rekonstruktif
Pembedahan yang dilakukan untuk melakukan koreksi terhadap pembedahan yang
telah dilakukan pada deformitas atau malformasi seperti : pembedahan terhadap
langit-langit mulut yang terbelah, tendon yang mengalami kontraksi.
f. Bedah Plastik
Bedah plastik merupakan pembedahan dimana dilakukan untuk memperbaiki efek
atau deformitas, baik dengan jaringan setempat atau dengan transfer jaringan dari
bagian tubuh lainnya.

Sifat Operasi
a. Bedah Elektif
Bedah elektif merupakan pembedahan dimana dapat dilakukan penundaan tanpa
membahayakan nyawa pasien.
b. Emergensi
Bedah Emergensi merupakan pembedahan yang dilakukan dalam keadaan sangat
mendadak untuk menghindari kmplikasi lanjut dari proses penyakit atau untuk
menyelamatkan jiwa pasien.

Ruang lingkup pelayanan kamar bedah meliputi:


• Pelayanan persiapan / premedikasi
• Pelayanan intra operasi
• Pelayanan pasca operasi
• Pelayanan pulih sadar / pemulihan

6
BAB III
TATA LAKSANA

Tata laksana Pelayanan Instalasi bedah Sentral, meliputi :


A. Penjadwalan Operasi
Penjadwalan pasien yang akan dioperasi dikamar bedah agar dapat dilaksanakan sesuai
jadwal yang telah ditentukan. Prosedurpenjadwalan dapat dilihat di SPO ….
B. Penerimaan Dan Penyerahan Pasien
Menerima pasien yang akan dilakukan tindakan operasi yang diantar petugas, baik rawat
inap, IGD, Poliklinik maupun ODC.
Agar tidakt terjadi kesalahan pasien dan kesalahan diagnose/tindakan maka perawat pre
operasi memeriksa kelengkapan pasien :
1. Nama pasien (bila pasien dibawah umur bias ditanyakan kepada keluarga pasien).
2. Daerah operasi yang akan dilakukan tindakan operasi telah ditandai.
3. Riwayat penyakit (ashma, alergi obat dan riwayat penggunaan obat steroid dalam
tiga bulan terkhir).
4. Terpasang gigi palsu atau tidak, bila ya petugas anasthesi membantu untuk
melepaskannya.
5. Menanggalkan semua perhiasan pasien dan menyerahkannya kekeluarga pasien.
6. Pastikan kuku dan bibir pasien bebas dari zat pewarna (cutek dan lipstick) bila masih
ada, petugas anesthesia membantu membersihkannya.
7. Dokumen pasien : Informed consend, hasil pemeriksaan laboratorium, hasil
pemeriksaan radiologi, hasil pemeriksaan fisik terakhir)
C. Persiapan Operasi
Dalam pemberian rasa aman dan nyaman kepada pasien sangat berhubungan dengan
pemberian informasi yang sejelas-jelasnya mencakup manfaat dan risiko pembedahan .
Beberapa hal yang perlu perbaikan sebagai berikut :
1. Informed consent perlu dibuat secara tertulis dan untuk operasi standart dikuatkan
risalah informasi bahwa agar memudahkan dalam pemberian karena factor bebas
pelayanan yang cukup banyak.

7
2. Untuk operasi yang melibatkan beberapa disiplin (operasi bersama) atau operasi oleh
tim khusus disamping risalah tertulis harus ada pertemuan khusus antara tim dengan
pasien dan keluarganya sebelum operasi dilaksanakan.
D. Kerjasama Antar Disiplin
1. Pre Operasi
a. Persiapan Operasi
Persiapan Operasi, pasien diperiksa di IRJ, IGD oleh SMF dan konsultasi ke SMF
yang diperlukan. Setelah memenuhi standar pelayanan anastesi pasien dikonsulkan ke
SMF Anastesi.
b. Evaluasi Pra Bedah, Dokter operator harus melakukan evaluasi pra bedah untuk
menentukan kemungkinan pemeriksaan tambahan dan konsultasi SMF lain untuk
membuat suatu asesmen pra bedah. Semua informasi yang dibrikan pada pasien,
mengenai kondisi pasien, rencana tindakan, alternative tindakan, tingkat keberhasilan,
kemungkinan-kemungkinan yang terjadi dan rencana pengelolaan pasca bedah harus
didokumentasi lengkap dan disertakan dalam rekam medis pasien dan ditandatangani
oleh dokter bedah yang bersangkutan.
c. Pendaftaran Operasi, Poliklinik / IRNA mendaftar IBS / kamar operasi dan IBS
menentukan jadwal operasi serta mempersiapkan instrument, alat-alat, obat dan alkes
yang diperlukan. Unsur yang terkait disini adalah bagian instrument, linen, depo
farmasi, anastesi, teknisi, kebersihan CSSD. Awal rencana operasi didistribusikan ke
perawat kontrol, IRNA terkait, Instalasi Anestesi – Reanimasi, SMF terkait.

2. Durante Operasi
• Premedikasi dilakukan oleh Petugas anestesi
• Bila timbul penyulit selama operasi dokter operator minta konsul kepada dokter dari
SMF yang diminta melalui perawat sirkuler (onloop) dan diteruskan kepada PJ
pelayanan.
• PJ Pelayanan menghubungi dokter konsulen yang bertugas di IBS saat itu dan dokter
tersebut menjawab konsultasi tersebut. Bila dokter yang ada di IBS tidak dapat
menangani konsul tersebut, konsul diteruskan ke Ka. SMF bertanggung jawab untuk
menjawab konsul.
• Bila harus dilakukan operasi bersama maka tanggungjawab utama terhadap pasien
tetap berada pada operator pertama.

8
• Prosedur umum durante operasi :
a. Melakukan Aseptik dan antiseptic pada area operasi.
b. Tutup area non steril dengan linen operasi steril.
c. Membantu pelaksanaan operasi, sebagai scrub nurse dan sirkuler
d. Menutup luka operasi

3. Post Operasi
a. Pasien diantar ke ruang pulih oleh penata anestesi dan perawat sirkuler dan
diobservasi diruang pulih dibawah tanggung jawab petugas Anestesi.
b. Memonitoring keadaan pasien yang telah dilakukan tindakan operasi dengan
mengukur tanda – tanda vital dan mencatat pada lembar pengawasan, apabila kondisi
pasien menurun menunjukkan kearah yang lebih buruk atau tidak stabil dan untuk
dilakukan re operasi atau dilakukan pengawasan di ICU / HCU.
c. Pasien dipindahkann ke IRNA sesudah mendapat persetujuan Petugas anestesi dan
diserah terimakan kepada perawat IRNA yang menjemput pasien.
d. Bila perlu di rawat di ICU / HCU, pasien diantar langsung dari OK ke ICU / HCU
oleh Petugas anestesi dan perawat ruang pulih.

E. Pelayanan Anestesi
Pelayanan ini berlaku seragam bagi semua pasien yang mendapat pelayanan anestesi.
Semua tindakan pelayanan peri-anestesi didokumentasikan dalam rekammedis pasien
dan ditanda tangani oleh dokter anestesi yang bertanggungjawab dalam pelayanan
anestesi tersebut. Pelayanan anestesi dapat dilakukan diluar kamar bedah dengan
persiapan sesuai standar.
1. Sign In
Demi peningkatan keamanan pasien, sebelum pelayanan anestesi, dokter anestesi
berperan dalam pelaksanaan prosedur “Sign In” yang tata caranya dijabarkan dalam
SPO.

2. Pengelolaan Pre Anestesi


a. Seorang spesialis anestesi bertanggung jawab untuk menilai dan menentukan status
medis pasien pre anestesi, membuat rencana pengelolaan anestesi, asesmen pre
anestesi dan member informasi (informed consent) Anestesi kepada pasien dan
keluarga. Informasi berisi tentang rencana tindakan anestesi beserta alternatifnya,
9
manfaat dan risiko dan tindakan tersebut dan dicatat dalam lembar khusus
informed consent anestesi yang disertakan dalam rekam medis pasien.
b. Sebelum dimulai tindakan anestesi dan resusitasi Spesialis Anestesi yang
bertanggung jawab melakukan verifikasi , memastikan prosedur keamanan telah
dilaksanakan dan dicatat dalam rekam medis pasien.
3. Standar Pengelolaan Preanestesi
a. Proses assessment preanestesi dilakukan pada semua pasien setelah pasien yang
akan menjalani prosedur bedah dikonsultasikan ke bagian anestesi untuk
dilakukan operasi elektif minimal dalam 1 x 24 jam sebelum operasi, atau sesaat
sebelum operasi seperti pada pasien emergensi
b. Dokter Spesialis Anestesi bertanggung jawab untuk melakukan pemeriksaan
pasien preanestesi untuk membuat asesmen pre anestesi dan rencana anestesi.
Resume dari evaluasi pre anestesi dan rencana anestesi dicatat dalam rekam
medis pasien.
c. Demi peningkatan keamanan pasien, sebelum dilakukan anestesi, dokter spesialis
anestesi bertanggung jawab atas pelaksanaan prosedur sign in yang tata caranya
dijabarkan dalam SPO.
d. Dokter anestesi dibantu oleh perawat anestesi bertanggung jawab melakukan
verifikasi diruangan persiapan operasi, pemeriksaan ulang pasien untuk menilai
assesmen prasedasi memastikan prosedur keamanan telah diksanakan, dicatat
dalam rekam medis anestesi dan dalam bentuk check list (sign in)
e. Sebelum induksi anestesi dilakukan pengecekan kelengkapan mesin, alat, dan
obat anestesi dan resusitasi.
4. Pemantauan Selama Anestesi Umum dan Regional.
Berlaku pada anestesi umum maupun regional dan standard pemantauan ini dapat
berubah dan direvisi seperlnya sesuai dengan perkembangan teknologi dan ilmu
anestesi.
a. Tenaga anestesi yang berkualifikasi tetap berada dalam wilayah kamar operasi
selama tindakan anestesi umum maupun regional.
b. Selama pemberian anestesi tenaga yang bertanggung jawab harus secara kontiniu
mengevaluasi tanda-tanda vital pasien seperti oksigenasi, ventilasi, sirkulasi, suhu
dan perfusi jaringan yang semuanya dicatat dalam lembar rekam medis anestesi
interval waktu pengawasan bias setiap tiga, lima menit, atau sesuai dengan
penilaian dokter penanggung jawab terhadap keadaan pasien.
10
5. Standar Pengelolaan Selama Anestesi
a. Tenaga anestesi yang berkualitas (dokter spesialis anestesi dan atau piñata /
perawat anestesi) tetap berada dalam wilayah kamar operasi selama tindakan
anestesi umum maupun regional.
b. Bila ada bahaya langsung (radiasi) dan diperlukan pemantauan jarak jauh yang
intermiten maka harus ada alat pelindung bagi tenaga anestesi.
c. Selama pemberian anestesi, tenaga anestesi yang bertanggung jawab harus
mengevaluasi tanda-tanda vital pasien :
1. Oksigenasi, dipantau continual dengan pengamatan visual atau alat seperti
oksimetri pulsa.
2. Ventilasi, dipantau continual dengan pengamatan klinis seperti pengembangan
dada, auskultasi, pengembangan antong udara (bag) dan bila terpasang pipa
trakeal atau sungkuplaryngeal posisi pemasangan yang tepat harus selalu
dicek.
3. Sirkulasi dan perfusi, dipantau continual dengan bed side monitor untuk
tekanan darah minimal tiap 5 (lima) menit, oksimetri pulsa, EKG dan produksi
urin sesuai kebutuhan.
4. Suhu, jika diperkirakan terjadi perubahan suhu yang bermakna secara klinis
maka monitor suhu dilakukan secara berkala.
5. Semua tindakan, kejadian dicatat dalam rekam medis anaestesi yang akan
disertakan dalam rekam medis pasien.
6. Pengelolaan Pasca Anestesi
a. Semua pasien yang menjalani anestesi umum atau regional harus menjalani
tatalaksana pasca anestesi yang tepat, pemindahan pasien ke ruangan pulih harus
didampingi tenaga anestesi yang mengerti kondisi pasien.
b. Setelah tiba diruangan pulih dilakukan serah terima pasien kepada tenaga anestesi
ruang pulih sadar. Kondisi pasien harus dinilai kembali oleh tenaga anestesi yang
mendampingi pasien bersama sama dengan tenaga anestesi pulih sadar.
c. Kondisi tanda vital pasien dimonitor secara kontiniu atau dengann interval 3-5
menit, atau sesuai dengan penilaian dokter penangung jawab terhadap keadaan
pasien.
d. Dokter Spesialis anestesi bertanggung jawab atas pengeluaran dari ruang pulih
berdasar kriteria yang ada.

11
7. Standar Pengeolaann Pasca Anestesi
a. Semua pasien pasca tindakan anestesi menjalani perawatan dan monitoring pasca
anesthesia di ruang pulih sampai dikeluarkan diruang pulih dalam tanggung
jawab dr. Spesialis Anestesi yang bertugas.
b. Dalam ruang pulih sadar harus tersedia alat-alat monitor pasien serta alat dan obat
emergensi
c. Waktu masuk dan kondisi pasien setelah tiba diruang pulih dicatat.
d. Tenaga anestesi yang menangani pasien di ruang pulih sadar dicatat.
e. Tenaga anestesi yang mengelola pasien harus berada di ruang pulih sadar sampai
tenaga anestesi di ruang pulih sadar menerima pengalihan tanggung jawab .
f. Tanda-tanda vital pasien dimonitor dan dicata dengan metode yang sesuai dengan
kondisi pasien.
g. Pasien dikeluarkan dari ruang pulih berdasar criteria yang telah dibuat oleh
Petugas anestesi.
h. Instruksi pasca anestesi harus diberikan pada petugas atau perawat ruangan
sebelum pasien dibawa kemabali keruangan perawatan umum
8. Standar Pencatatan Dan Pelaporan
a. Tindakan-tindakan
Perubahan rencana dan kejadian yang terkait dengan persiapan dan pelaksanaan
pengelolaan pasien selama preanestesi selam anestesi dan pasca anestesi dicatat
secara kronologis dalam catatan anestesi yang disertakan dalam rekam medis
pasien.
b. Catatan Anestesi
Diverifikasi dan ditanda tangani oleh dokter Anestesiologi yang melakukan
tindakan anestesi dan bertanggung jawab atas semua yang dicatat tersebut.
c. Catatan Anestesi harus memuat :
1. Tanggal operasi
2. Jam dimulai dan diakhirinya anestesi dan pembedahan
3. Dokter operator dan asisten
4. Dokter Spesialis Anestesi ddan piñata/perawat anestesi di kamar operasi atau
di ruang pulih sadar.
5. Diagnosa pre dan pasca operasi.
6. Jenis pembedahan
7. Keadaan pasien pre anestesi dan status fisik berdasarkan ASA
12
8. Teknik anestesi beserta obat yang digunakan selama anestesi.
9. Jumlah cairan masuk dan keluar termasuk perdarahan, urin dan cairan rongga
ketiga.
10. Tanda vital pasien selama operasi.
11. Waktu masuk dan keluar ruang pulih sadar beserta kriterianya.
12. Keadaan dan tanda vital selama diruang pulih sadar
13. Instruksi pasca anestesi
9. Sedasi Ringan, Moderat, dan Dalam
Dokter spesialis anestesi bertanggung jawab atas pemebrian sedasi moderat dan
dalam termasuk anestesi umum kepada pasien, termasuk dalam memonitor
keadaan umum dan tanda-tanda vital pasien serta pemberian instruksi tatalaksan
pasca pemberian sedasi. Untuk anestesi local dengan sedasi ringan tanggung jawab
ada pada masing-masing dokter penanggung jawab pasien. Pada pemberian
anestesi local dengan jumlah besar, keadaan pasien harus dimonitor seperti pada
pemberian sedasi moderat dan dalam.
a. Kriteria Sedasi Ringan.
Pasien dalam keadaan sadar dan mampu berkomunikasi setiap saat tanpa
perubahan fungsi kardiorepirasi.
b. Kriteria Sedasi Moderat
a. Pasien memiliki respon terhadap perintah verbal.
b. Pasien dapat menjaga potensi jalan nafasnya sendiri.
c. Perubahan ringan dari respon ventilasi.
d. Fungsi kardiovaskuler masih normal
e. Dapat terjadi gangguan orientasi lingkungan serta motorik ringan sampai
sedang.
c. Kriteria Sedasi Dalam
a. Pasien tidak mudahh dibangunkan tetapi masih member respon terhadap
stimulasi berupa nyeri.
b. Respon ventilasi menurun, tidak dapat menjaga potensi jalan nafasnya.
c. Fungsi kardiovaskuler masih baik
d. Membutuhkan alat monitor yang lebih lengkap dari sedasi moderat atau
ringan
F. Pelayanan Bedah
1. Pemeriksaan Pra bedah dan Perencanaan Pra bedah yang berdokumentasi
13
Dokter operator harus melakukan evaluasi pra bedah untuk menentukan
kemungkinan pemeriksaan tanbahan dan konsultasi SMF lain untuk membuat
suatu asesmen pra bedah. Semua informasi yang diberikan pada pasien
mengenai kondisi pasien, diagnosis penyakit (indikasi operasi/tindakan),
Alasan mengapa harus dilakukan operasi/tindakan, hal yang akan terjadi bila
tidak dilakukan operasi/tindakan, apa yang dilakukan saat operasi atau
tindakan, rencana tindakan, alternative tindakan, tingkat keberhasilan,
komplikasi operasi atau tindakan yang mungkin terjadi, alternative terapi atau
tindakan lain (bila ada), prognosis / kemungkinan-kemungkinan gambaran
kedepan yang terjadi dan rencana pengelolaan pasca bedah, perkiraan biaya,
harus di dokumentasikan lengkap dan disertakan dalam rekam medis pasien
dan ditanda tangani oleh pasien atau keluarga, dokter bedah yang
bersangkutan/DPJP, saksi pihak pasien atau keluarga dan saksi pihak RS.
INformasi yang diberikan dicatat dalam lembar khusu informed consent yang
disertakan dalam rekam medis pasien.
2. Penandaan Lokasi Operasi
Penandaan lokasi operasi oleh operator dilakukan diruang perawatan atau
diruang persiapan operasi dengan tanda garis menggunakan spidol permanen.
Penandaan dilakukan pada semua kasus-kasus yang memungkinkan untuk
dilakukan penandan, sebagai contoh pengecualian pada kasus pembedahan
mata, syaraf, gigi dan mulut, persalinan, hemoroid.
3. Edukasi Pasien dan Keluarga
Dokter operator melakukan edukasi kepada pasien dan kelurga mengenai :
a. Prosedur yang akan dijalani baik prosedur bedah atau alternatif tindakan
lain.
b. Resiko, komplikasi dan manfaat tindakan yang akan dilakukan .
c. Kemungkinan kebutuhan transfuse darah maupun komponennya beserta
resiko dan manfaatnya.
d. Kemungkinan perawatan diruang rawat intensif ICU/HCU.
4. Time Out dan Sign Out
Demi peningkatan keamanan pasien, sebelum dilakukan insisi, dokter operator
bertanggung jawab atas pelaksanaan prosedur “time out” dan “sign out” yang
tata caranya dijabarkan dalam SPO

14
5. Laporan Operasi
Dokter operator harus mendokumentasi semua tindakan bedah dan kejadian –
kejadian yang terjadi selam pembedahan. Dokter bedah mencatat laporan
operasi yang harus memuat minimal :
a. Tanggal dan jam waktu operasi dimulai dan selesai
b. Diagnosa pre dan pasca bedah.
c. Dokter operator dan asisten
d. Nama prosedur bedah
e. Spesimen bedah dan pemeriksaan
f. Catatan spesifik yang terjadii selam pembedahan termasuk ada tidaknya
komplikasi. Yang terjadi, dan jumlah perdarahan.
g. Instruksi Pasca Bedah.
h. Tanda tangan dokter tang bertanggung jawab.
6. Pemantauan keadaan pasien selama tindakan bedah
a. Pada tindakan bedah dengan anestesi local tanda vital pasien dimonitor secara
kontinu dengan interval sesuai dengan keadaan pasien menurut penilaian
dokter penanggung jawab pasien dan dicatat dam rekam medis pasien.
Pencatatan selama anestesi local atau sedasi ringan dilakukan oleh perawat
sirkuler. Formulir Pemantauan keadaan pasien selama anestesi lokal atau
sedasi ringan ditanda tangani oleh DPJP. Pemilihan jenis obat anestesi local
dan sedasi ringan ditentukan oleh dokter atau DPJP bedah.
b. Pada tindakan bedah dengan anestesi baik umum atau regional kebijakan
pencatatan keadaan tanda vital diserah kepada tenaga anestesi yang bertugas.
7. Awareness anestesi: kasus-kasus di mana pasien bangun di tengah-tengah
anestesi (intraoperatif)
a. mengidentifikasi pasien-pasien berisiko
b. perawatan peralatan
c. monitoring pasien
8. Hal-hal lain yang perlu dimonitor secara ketat selama operasi:
a. Pemberian obat
b. kadar glukosa
c. suhu tubuh
d. penggunaan darah

15
9. Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menghindari masalah dalam ruang operasi:
a. meminimalkan distraction dan interupsi
b. mencegah trauma benda tajam
1) keselamatan alat (skalpel yang terlindung, jarum berujung tumpul,dll)
2) keselamatan teknik
a) menggunakan zona netral di mana benda-benda tajam ditempatkan
tanpa kontak tangan
b) menggunakan teknik tanpa sentuh
c) menggunakan sarung tangan dua rangkap
d) mempertimbangkan penggunaan sarung tangan anti-robek
e) mengganti sarung tangan bedah secara rutin
f) menggunakan teknik jahit yang mencegah trauma
g) sebisa mungkin menghindari lapangan bedah ketika dokter bedah
memotong dan menjahit
h) memakai alas kaki yang terlindung
10. Mencegah tertinggalnya benda-benda di dalam luka operasi dengan metode
penghitungan alat-alat
11. Menangani spesimen secara benar (meliputi kontainer dan alat pengambilan
spesimen, identifikasi spesimen, labeling, tranportasi Spesimen, komunikasi,
pembuangan spesimen)
12. Mencegah kebakaran
a. persiapan pasien
b. penggunaan alat-alat secara aman
c. persiapan alat-alat
d. membatasi bahan-bahan yang mudah terbakar
e. mengkontrol oksigen
13. Membagi tugas di antara anggota tim bedah mengenai pencegahan kebakaran
14. Komunikasi efektif dan kerja tim
15. Manajemen post operasi
a. Pembersihan lingkungan kamar operasi harian, mingguan dan sentinel
b. Penanganan linen dan alat yang terkontaminasi berdasarkan sop
c. Pembuangan sampah medis sesuai sop
d. Mengkaji status mental, fisik pasien, dapat dilakukan dengan memeriksa
tanda vital, derajat nyeri, adanya pembengkakan, fungsi respirasi, drainage
16
luka, efek samping anestesi, atau deep vein thrombosis
e. Mengkaji obat-obatan yang dibutuhkan, hal ini meliputi obat-obatan apa
yang harus diteruskan dari operasi, atau mana yang harus distop atau obat-
obat baru, termasuk darah dan komponen-komponen darah yang
diperlukan. Peresepan dan pemberian obat-obatan tersebut harus dicatat
dengan baik sesuai urutannya, semua perintah verbal diulang kembali, dan
dilabel secara benar.
f. Mencegah infeksi (khususnya dari surgical site, kateter urin, dan akses
intravena)

Kesimpulan: Sepuluh Prinsip Pelayanan Bedah


1. Tim bedah mengoperasi pasien yang benar pada lokasi tubuh (situs) yang tepat
2. Tim bedah menggunakan cara-cara yang tepat untuk mencegah hal-hal yang
membahayakan yang diakibatkan penggunaan anestesi dalam melindungi pasien
dari nyeri
3. Tim bedah mengenali dan siap secara efektif menangani terhadap keadaan-keadaan
jalan napas atau fungsi respirasi yang mengancam nyawa
4. Tim bedah mengenali dan siap secara efektif menangani risiko pasien kehilangan
darah massif
5. Tim bedah menghindari mencetuskan reaksi alergi atau efek samping obat di mana
pasien telah diketahui memiliki risiko
6. Tim bedah secara konsisten menggunakan cara-cara yang tepat untuk
meminimalisasi risiko infeksi di lokasi / lapangan operasi
7. Tim bedah mencegah ketidaksengajaan meninggalkan kassa atau instrumen bedah
di dalam luka operasi
8. Tim bedah mengamankan dan mengidentifikasi secara akurat semua spesimen
bedah
9. Tim bedah mengkomunikasikan secara efektif segala informasi penting yang
diperlukan demi keamanan penanganan operasi
10. Rumah sakit dan sistem kesehatan menetapkan surveilans rutin tentang surgical
capacity, volume, dan results

17
DOKUMENTASI

A. Form Informed Consent


B. Form Laporan Operasi
C. Form Asuhan Keperawatan Perioperatif
D. Form Sedasi / Anestesi
E. Form Daftar Tilik Keselamatan Bedah
F. Form Chek List Kesiapan Anastesi
G. Form Chek List Perhitungan Laporan Perawat
H. Form Pemantauan Anestesi Lokal

18

Anda mungkin juga menyukai