Anda di halaman 1dari 20

 

PANDUAN
Pelayanan Unit Kamar Operasi

Rumah Sakit Permata Keluarga


Jababeka 2022
BAB 1

Definisi

A. Latar Belakang
Pembedahan menurut WHO adalah segala prosedur yang dilakukan di ruang Operasi,
yang didalamnya termasuk incise, excise, manipulasi maupun penjahitan jaringan yang
biasanya memerlukan general anesthesia dan local anesthesia atau sedasi yang yang
dalam untuk mengontrol nyeri (WHO,20008)

Dengan demikian disusun buku pedoman ini maka diharapkan dapat membantu
meningkatkan mutu pelayanan ruang operasi dan dapat mengurangi kesalahan dalam
meningkatkan kepuasan bagi pasien dan keluarga yang mendapatkan pelayanan di
Rumah Sakit Permata Keluarga Jababeka.

B. Tujuan
a. Meningkatkan keamanan tindakan pembedahan dan keselamatan pasien dengan
membuat standar acuan Standar Prosedur Operasional (SPO)
b. Meningkatkan sumber daya manusia untuk SDM Rumah Sakit Permata Keluarga
Jababeka Khususnya Ruang Operasi (Bedah)
c. Mwngurangi tingkat mortalitas, morbiditas, dan disabilitas/kecacatan akibat
komplikasi prosedur bedah
d. Me-recall memory, terutama pada hal hal kecil yang mudah terabaikan pada keadaan
pasien yang kompleks

C. Definisi
Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara
infasive dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani Rumah
Sakit Permata Keluarga Jababeka. Proses operasi merupakan pembukaan bagian tubuh
yang dilajkukan perbaikan yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka.
Operasi/pembedahan terdapat beberapa macam tahap
a. Preoratif adalah : fase dimulai ketika keputusan untuk menjalani
operasi/pembedahan dibuat dan diakhiri ketika pasien dipindahkan ke meja operasi .

Dalam tahapan ini persiapan fisik maupun pemeriksaan maupun pemeriksaan


penunjang serta persiapan mental sangat penting dilakukan, karena kesuksesan serta
tindakan pembedahan pasien berasal dari kesuksesan persiapan yang dilakukan selama
tahap preopersai. Kesalahan yang dilakukan pada saat preoperasi apapun bentuknya
dapat berdampak pada tahap tahap selanjutnya. Untuk diperlukan kerjasma yang baik
antara masing-masing komponen yang berkompeten untuk menghasilkan outcome
yang optimal. Berikut ini persiapan yang perlu dilakukan pada tahap preoperasi yaitu :

1. Persiapan fisik
Persiapan fisik yang dilakukan sebelum operasi biasanya mencakup status
kesehatan fisik secara umum, status nutrisi (puasa), pencukuran daerah operasi,
personal hygiene, pemasangan alat seperti NGT dan Dawer catheter bila
diperlukan

2. Persiapan penunjang
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tindakan
pembedahan/operasi . pemeriksa penunjang yang dimaksud adalah berbagai
pemeriksaan radiologi, laboratorium maupun mpemeriksaan lainnya.

3. Informed Consent

Informed consent adalaha sebuah istilah yang sering dipakai untuk terjemahan
dari persetujuan tindakan medik. Informed consent terdiri dari dua kata yaitu
informed dan consent. Informed diartikan tela diberitahukan telah disampaikan
atau telah diinformasikan dan consent yang berarti persetujuan yang telah
diberikan oleh seseorang untuk berbuat sesuatu. Dengan demikian pengertian
bebas dari informed consent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien
kepada dokter untuk melakukan sesuatu setelah mendapatkan penjelasan atau
informasi apa yang akan dilakukan.
Sedangkan tata cara pelaksanaan tindakan media yang akan dilaksanakan oleh
dokter pada pasien, lebih lanjut diatur dalam pasal 45 UU No. 29 Tahun 2009
Tentang Praktek Kedokteran yang menegaskan sebagai berikut :

1. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh
dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
2. Persetujuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah
pasien diberikan penjelasan lengkap
3. Penjelasan lengkap sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) sekurang
kurangnya mencakup
a. Diagnosis dan tatacara tindakan medis
b. Tujuan tindakan medis dilakukan
c. Alternatif tindakan lain dan resikonya
d. Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi dan
e. Prognosis terhadap tindakan yang akan dilakukan

Dengan lahirnya UU No. 29 Tahun 2004 ini, maka semakin terbuka luas peluang
bagi pasien untuk mendapatkan informasi medis yang sejelas-jelasnya tentang
penyakitnya dan sekaligus mempertegas kewajiban dokter untuk memberikan
informasi medis yang benar, akurat dan berimbang tentang rencana sebuah medic
yang akan dilakukan, pemgobatan maupun perawatan yang akan diterima oleh
pasien. Karena pasien yang paling berkepentingan terhadap apa yang akan
dilakukan terhadap dirinya dengan segala resikonya, maka informed consent
merupakan syarat subjektif terjadinya transaksi terapeutik dan merupakan hak
pasien yang harus dipenuhi sebelum dirinya menjalani suatu upaya pengobatan
dengan cara tindkan medis yang akan dilakukan dokter terhadap dirinya.

Sehubungan dengan penjelasan tersebut diatas maka informed consent bukan


hanya sekedar mendapatkan formulir persetujuan tindakan yang di tanda tangani
oleh pasien atau keluarganya tetapi persetujuan tindakan medik adalah sebuah
proses komunikasi intensif untuk mencapai sebuah kesamaan presepsi tentang
dapat tidaknya dilakukan suatu tindakan, pengobatan, perawatan medis. Jika
proses komunikasi intensif ini telah dilakukan oleh kedua belah pihak yaitu antara
dokter sebagai pemberi pelayanan dan pasien sebagai penerima pelayanan
kesehatan maka hal tersebut dikukuhkan dalam bentuk pernyataan tertulis yang
telah ditanda tangani oleh kedua belah pihak dan diketahui oleh saksi, demikian
halnya jika setelah proses komunikasi ini terjadi dan ternyata pasien menolakj
maka dokter wajin untuk menghargai keputusan tersebut dan meminta pasien
untuk mentandatangani surat pernyataan menolak tindakan medik jadi informed
consent adalah sebuah proses bukan hanya sekedar mendapatkan tanda tangan
lembar persutujan tindakan. Hal pokok yang harus di perhatikan dalam proses
mencapai kesamaan presepsi antara dokter dan pasien agar terbangun suatu
persetujuan tindakan medik adalah Bahasa mis-komunikasi yang digunakan. Jika
terdapat kesenjangan penggunaan Bahasa atau istilah yang sulit dimengerti oleh
pasien maka besar kemungkinan terjadinya mis-komunikasi dan presepsi yang
akan membuat gagalnya persetujuan tindakan medis yang akan dilakukan.
Sehubungan dengan hal tersebut, Komalawati (2002: 111) mengungkapkan bahwa
informed consent dapat dilakukan antara lain :
A. Dengan Bahasa yang sempurna dan tertulis
B. Dengan Bahasa yang sempurna secara lisan
C. Dengan Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima pihak pasien
D. Dengan Bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak pasien
E. Dengan diam atau membisu tetapi asal dipahami dan diterima oleh pihak
pasien
Jika setelah proses informed yang dilakukan oleh dokter pada pasien dan ternyata
pasien gagal memberikan consent sebagaimana yang diharapkan, tidaklah berarti
bahwa upaya memperoleh persetujuan tersebut menjadi gagal total tetapi dokter
harus tetap memberikan ruang yang seluas-luasnya untuk pasien berfikir kembali
setiap keuntungan dan kerugian jika tindakan medis tersebut dilakukan atau tidak
dilakukan. Selain itu dokter tetap berusaha melakukan pendekatan-pendekatan
yang lebih efektif dan efesien yang memungkinkan untuk memperoleh
persetujuan atas tindakan yang akan dilakukan jika memang tindakan tersebut
adalah tindakan yang utama dan satu-satunya cara yang dapat dilakukan untuk
menolong menyebuhkan atau meringankan sakit pasien.
BAB II
RUANG LINGKUP

Pembedahan merupakan cabang dari ilmu medis yang ikut berperan terhadap kesembuhan dari
luka atau penyakit melalui prosedur manual atau melalui opersai dengan tangan. Bedah atau
operasi merupakan tindakan pembedahan. Ini adalah cara dokter untuk mengobati kondisi yang
sulit atau tidak mungkin disembuhkan hanya dengan obat-obatan sederhana.
A. Jenis pembedahan
a. Bedah Minor
Bedah minor merupakan pembedahan dimana secara sederhana, tidak memiliki resiko
terhadap nyawa pasien (tidak mengancam nyawa) untuk melakukannya seperti :
1. Membuka abses superficial
2. Pembersihan luka
3. Inokulasi
4. Superficial nekrotomi dan tenotomi
b. Bedah Mayor
Bedah mayor metupakan pembedahan dimana secara relatif lebih sulit untuk
dilakukan terhadap pembedahan minor, membutuhkan waktu, melibatkan resiko
terhadap nyawa pasien dan memerlukan bantuan asisten seperti :
1. Bedah Caesar / Laparatomy
2. Cholecystectomy
3. Bedah Torak
4. Bedah Otak
5. Dan lain-lain
c. Bedah Antiseptik
Bedah antiseptic merupakan pembedahan yang berhubungan terhadap penggunaan
agen antiseptic untuk mengontrol kontaminasi bacterial. Seperti :

1. Laparascopy
2. URS
3. Dan lain-lain
d. Bedah Radikal
Bedah Radikal merupakan pembedahan dimana akar penyebab atau sumber dari
penyakit tersebut dibuang seperti :
1. Pembedahan radikal untuk neoplasma
2. Pembedahan radikal untuk hernia
3. Amputasi pada orthopedy
4. Histerektomy pada kasus obgyn
5. Dan lain-lain.
e. Pembedahan Rekonstruksi
Pembedahan yang dilakukan untuk melakukan koreksi terhadap pembedahan yang
telah dilakukan pada deformitas atau malformasi seperti :
1. Pembedahan terhadap langit-langit mulut yang terbelah
2. Tendon yang mengalami kontraksi
3. Dan lain-lain
f. Bedah Plastik
Bedah plastic merupakan pembedahan dimana dilakukan untuk memperbaiki efek
atau deformitas, baik dengan jaringan setempat atau dengan transfer jaringan dari
bagian tubuh lainnya.

B. Sifat Bedah
1. Bedah Efektif
Bedah Efektif merupakan pembedahan dimana dapat dilakukan penundaan tanpa
membahayakan nyawa pasien.

2. Emergency / Cito
Bedah Emergency/cito merupakan pembedahan yang dilakukan dalam keadaan
sangat mendadak untuk menghindari komplikasi lanjut dari proses penyakit atau
untuk menyelamatkan jiwa pasien.
BAB III
TATA LAKSANA

A. Penjadwalan Operasi
Penjadwalan pasien yang akan dioperasi dikamar bedah agar dapat dilaksanakan sesuai
jadwal yang telah di tentukan. Prosedur penjadwalan dapat dilihat di SPO penjadwalan
operasi.
1. Bila jadwal operasi bersaman dan tim operasi terbatas maka petugas tim bedah
mengkonfirmasi ulang ke dokter bedah untuk mengatur jadwal atau juga bisa diatur
oleh petugas tim bedah.
2. Jadwal sedapat mungkin diatur agar tidak penuh dalam waktu yang bersamaan.
Dalam hal terjadi banyak kasus cito dalam waktu yang bersamaan, pasien diprioritas
kan bedasarkan kegawatandaruratnnya dan dipertimbangkan berdasarkan masing-
masing keilmuaan. Ada empat prinsip dalam menyusun prioritas pasien untuk kamar
operasi, yaitu: Keselamatan pasien, akses dokter bedah dan pasien ke tempat
tindakan, memaksimalkan efisensi kamar bedah, dan meminmalkan waktu tunggu
pasien.

B. Peneriman dan Penyerahan pasien


Menerima pasien yang akan dilakukan tindakan operasi yang diantar oetugas, baik rawat
inap, IGD, ploiklinik. Agar tidak terjadi kesalahan pasien dan kesealahan
diagnose/tindakan maka perawat pre operasi memeriksa kelengkapan pasien:
1. Nama pasien (bila pasien dibawah umur bisa dinyatakan kepada keluarga pasien)
2. Daerah operasi yang akan di lakukan tindakan operasi telah ditandai
3. Riwayat penyakit (ashma, alergi obat dan riwayat penggunan obat steroid dalam tiga
bulan terakhir).
4. Terpasang gigi palsu atau tidak, bila ya petugas anasthesi membantu melepaskanya.
5. Meningalkan semua perhiasan pasien dan menyerahkannya ke keluarga pasien.
6. Pastikan bibir dan kuku pasien terbebas dari zat pewarna (cutek dan lipstick) bila
masih ada, petugas anathesia membantu membersihkannya.
7. Dokumen pasien : Informed consent, hasil pemeriksaan labotarium, hasil
pemeriksaan radiologi, hasil pemeriksaan fisik terakhir.

C. Persiapam Operasi
1. Pemberianmasukan dalam hal keagamaan “siraman rohani”.
2. Pemberian informasi yang sejelas-jelasnya mencakup manfaat dan risiko
pembedahan. Beberapa hal yang perlu di perhatikan sebagai berikut:
1. Informed consent perlu dibuat secara tertulis dan untuk operasi standarad
dikuatkan form informasi bahwa agar memudahkan dalam pemberian karena
factor bebas pelayanan yang cukup banyak.
2. Untuk operasi yang melibatkan beberapa disiplin (operasi bersama) atau operasi
oleh tim khusus disamping form tertulis harus ada pertemuan khusus antara tim
dengan pasien dan keluarganya sebelum operasi di mulai.

D. Kerjasama antar Disiplin


1. Pre Operasi
a. Persiapan Operasi
Persiapan operasi, pasien di periksa di poliklinik, UGD oleh SMF dan konsultasi
ke SMF yang diperlukan. Setelah memenuhui standar pelayanan anastesi pasien
dikonsulkan ke SMF Anastesi.
b. Evaluasi pra Bedah
Dokter operator harus melakukan evaluasi pra bedah untuk menentukan
kemungkinan pemeriksaan tambahan dan konsultasi SMF lain untuk membuat
suatu asesmen pra bedah. Semua informasi yang diberikan pada pasien,
mengenai pasien, kondisi pasien,rencana tindakan , alternative tindakan, tingkat
keberhasilan, kemungkinan-kemungkinan yang terjadi dan rencana pengelolaan
pasca bedah harus di dokumentasi lengkap dan disertakan dalam rekam medis
pasien dan ditandatangani oleh dokter bedah yang bersangkutan.
c. Pendaftaran Operasi
Petugas poliklinik menghubungi kamar bedah untuk mendaftarkan pasien Untuk
menentukan jadwal operasi serta mempersiapkan team bedah dan anastesi serta
instrument, alat-alat, obat dan alkes yang di perlukan. Unsur yang terikat di sini
adalah bagian instrument,linen,depo farmasi, anastesi, teknisi, kebersihan CSSD.
Jadwal rencana operasi harus di distribusikan ke perawat poliklinik terkait,
Instalasi Anestesi – Reanimasi, SMF terkait (dokter operator ybs), SMF Patologi
Anatomi

2. Durante Operasi
a. Premediaksi dilakukan oleh SMF Anestesi.
b. Bila timbul penyulit pada operasi dokter operator minta konusl kepada dokter dari
SMF yang diminta melalui perawatan sirkuler (onloop) dan diteruskan kepada PJ
pelayan.
c. PJ pelayanan menghubungi dokter konsulen, saat itu dan dokter konsulen menjawab
konsultasi tersebut. Bila dokter yang ada di ruang operasi tidakdapat menangani
konsul tersebut, konsul di teruskan ke Ka. SMF bertanggung jawab untuk menjawab
konsul.
d. Bila harus dilakukan operasi bersama maka tanggung jawab utama terhada pasien
tetap berada pada operator umum.
e. Proses umum durante opreasi:
1) Melakukan aseptik dan antiseptic pada area operasi.
2) Tutup area non steril dengan linen operasi steril.
3) Membantu pelaksanaan operasi, sebagai scrub nurse dan sirkuler
4) Menutup luka operasi.

3. Post Operasi
a. Pasien diantar ke ruang pulih oleh penata anestesi dan perawat sirkuler dan di
observasi di ruang pulih dibawah tanggung jawab SMF Anestesi.
b. Memonitoring keadaan pasien yang telah dilakukan tindakan operasi dengan
mengukur tanda-tanda vital dan mencatat pada lembar pengawasan, apabila kondisi
pasien menurun menunjukan kearah yang lebih buruk atau tidak stabil dan untuk
melakukan re operasi atau di lakukan pengawasan d ICU/HCU.
c. Pasien yang di pindahkan ke unit rawat inap sesudah mendapat persetujuan dari
SMF anestesi dan diserah terimakan kepada perawat rawat inap yang menjemput
pasien.
d. Bila perlu dirawat di ICU/NICU/HICU, pasien diantar langsung dari ok ke
ICU/NICU/HICU oleh SMF Anestesi dan perawat sirkuler.

E. Pelayanan Anestesi
Pelayanan ini berlaku seragam bagi semua pasien yang mendapat pelayanan anestesi.
Semua tindakan pelayanan pri-anestesi di dokumentasikan dalam rekam medis pasien dan
ditanda tangani oleh dokter anestesi yang bertanggung jawab dalam pelayanan anestesi
tersebut. Pelayanan anestesi dapat dilakukan diluar lamar bedah dengan persiapan sesuai
standar.
1. Sign in
Demi peningkatan keamanan pasien, sebelum pelayanan anestesi, dokter anestesi
berperan dalam pelaksanaan prosedur “sign in” yang tata caranya dijabarkan dalam
SPO.
2. Pengelolaan pre anestesi
a. Seorang spesialis anestesi bertanggung jawab untuk menilai dan menentukan
status medis pasien pre anestesi, membuat rencana pengelolaan anestesi, asesmen
pre anestesi dan memberi informasi (informed consent) Anestesi kepada pasien
dan keluarga. Informasi berisi tentang rencana tindakan anestesi beserta
alternatifnya, manfaat dan resiko dan tindakan tersebut dan dicatat dalam lembar
khusus informed consent anestesi yang disertakan dalam rekam medis pasien.
b. Sebelum dimulai tindakan anestesi dan resusitasi Spesialis Anestesi yang
bertanggung jawab melakukan verifikasi, memastikan prosedur keamanan telah
dilaksanakan dan dicatat dalam rekam medis pasien.
3. Standar Pengelolaan Pre Anestesi
a. Proses assessment pre anestesi dilakukan pada semua pasien setelah pasien yang
akan menjalani prosedur bedah dikonsultasikan ke bagian anestesi untuk
dilakukan operasi efektif minimal 1 x 24 jam sebelum operasi, atau sesaat
sebelum operasi seperti pada pasien emergency.
b. Dokter Spesialis Anestesi bertanggung jawab untuk melakukan pemeriksaan
pasien pre anestesi untuk membuat assessment pre anestesi dam rencana anestesi.
Resume dari evaluasi pre anestesi dan rencan anestesi dicatat dalam rekam medis
pasien.
c. Demi peningkatan keamanan pasien, sebelum dilakukan anestesi, dokter spesialis
anestesi bertanggung jawab atas pelaksanaan prosedur sign in yang tata carnya
dijabarkan dalam SPO.
d. Dokter anestesi dibantu oleh perawat anestesi bertanggung jawab melakukan
verifikasi diruangan persiapan operasi, Pemeriksaan ulang pasien untuk menilai
assesmen prasedasi memastikan prosedur keamanan telah dilaksanakan, dicatat
dalam rekam medis anestesi dan dalam bentuk check list (sign in).
e. Sebelum induksi anestesi dilakukan pengecekan kelengkapan mesin, alat, dan
obat anestesi dan resusitasi.
4. Pemanfaatan Selama Anestesi Umum dan Regional
Berlaku pada anestesi umum maupun regional dan standar pemantauan ini ini dapat
berubah dan direvisi seperlunya sesuaidengan perkembangan teknologi dan ilmu
anestesi.
a. Tenaga anestesi yang berkualifikasi tetap berada dalam wilayah kamar operasi
selama tindakan anestesiumum maupun regional.
b. Selama pemberian anestesi tenaga yang bertanggung jawab harus secara kontiniu
mengevaluasi tanda-tanda vital pasien seperti oksigenasi, ventilasi, sirkulasi, suhu
dan perfusi jaringan yabf semuanya dicatat dalam lembar rekam medis anestesi
interval waktu pengawasan bius setiap tiga, lima menit, atau sesuai dengan
penilaian dokter penanggung jawab terhadap keadaan pasien.
5. Standar Pengelolaan Selama Anestesi
a. Tenaga anestesi yang berkualitas (dokter spesialis anestesi dana tau penata
/perawat anestesi) tetap berada dalam wilayah kamar operasi selama tindakan
anestesi umum maupun regional.
b. Bila ada bahaya langsung ( radiasi) dan diperlakukan pemantauan jarak jauh yang
intermiten maka harus ada alat pelindung bagi tenaga anestesi.
c. Selama pemberian anestesi, tenaga anestesi yang bertanggung jawab harus
mengevaluasi tanda-tanda vital pasien :
1.) Oksigenasi, dipantau countinual dengan pengamatan visual atau alat seperti
oksimetri pulse.
2.) Ventilasi, dipantau continual dengan pengamatan klinis seperti pengembangan
dada, auskultasi, pengembangan kantong udara (bag) dan bila terpasang pipa
trakeal atau sungkup laryngeal posisi pemasangan yang btepat harus selalu
dicek.
3.) Sirkulasi dan perfusi, dipantau continual dengan bed side monitor untukm
tekananan darah 5 (menit), oksimetri pulse, EKG dan produksi urin sesuai
kebutuhan.
4.) Suhu, jika diperkirakan terjadi perubahan suhu yang bermakna secara klinis
maka monitor suhu dilakukan secara berkala.
5.) Semua tindakan, kejadian dicatat dalam rekam medis anestesi yang akan
disertakan dalam rekam medis pasien.
6. Pengelolaan Pasca Anestesi
a. Semua pasien yang menjalani anestesi umum atau regional harus menjalani
tatalaksana pasca anestesi yang tepat, pemindahan oasien keruangan pulih harus
didampingi tenaga anestesi yang mengerti kondisi pasien.
b. Setelah tiba diruangan pulih dilakukan serah terima pasien kepada tenaga anestesi
ruang pul;ih sadar. Kondisi pasien harus dinilai kembali oleh tenaga anestesi yang
mendampingi pasien bersama sama dengan tenaga anestesi pulih sadar.
c. Kondisi tanda vital pasien dimonitor secara countinu atau dengan interval 3-5
menit, atau sesuai dengan penilaian dokter penanggung jawab terhadap keadaan
pasien.
d. Dokter spesialis anestesi bertanggung jawab perpindahan dari ruang pulih
berdasarkan kriteria yang ada.
7. Standar Pengfelolaan Pasca Anestesi
a. Semua pasien pasca tindakan anestesi menjalani perawatan dan monitoring pasca
anesthesia di ruang pulih sampai pasien pindah ruang masih dalam tanggung
jawab dokter Spesialis Anestesi yang bertugas.
b. Dalam ruang pulih sadar harus tersedia alat-alat monitor pasien serta alat dan obat
emergensi.
c. Waktu masuk dan kondisi pasien setelah tiba diruang pulih dicatat.
d. Tenaga anestesi yang menangani pasien diruang pulih sadar dicatat.
e. Tenaga anestesi yang mengelola pasien harus berada diruang pulih sadar sampai
tenaga anestesi diruang pulih sadar menerima pengalihan tanggung jawab.
f. Tanda-tanda vital pasien dimonitor dan dicatat dengan metode yang sesuai dengan
kondisi pasien.
g. Pasien pindah dari ruang pulih berdasarkan kriteria yang telah dibuat oleh SMF
anestesi.
h. Intruksi pasca anestesi harus diberikan pada petugas atau perawat ruangan
sebelum pasien dibawa kembali keruangan perawatan umum.
8. Standar Pencatatan dan Pelaporan
a. Tindakan-tindakan
Perubahan rencana dan kejadian yang terkait dengan persiapan dan pelaksanaan
pengelolaan pasien selama preanestesi selama anestesi pada pasca anestesi dicatat
secara kronologis dalam catatan anestesi yang disertakan dalam rekam medis
pasien.
b. Catatan Anestesi.
Diverifikasi dan ditanda tangani oleh dokter Anestesiologi yang melakukan
tindakan anestesi dan bertanggung jawab atas semua yang dicatat tersebut.
1). Catatan Anestesi harus memuat
1. Tanggal operasi
2. Jam dimulai dan diakhirinya anestesi dan pembedahan
3. Dokter operator dan asisten
4. Dokter spesialis Anestesi dan penata/ perawat anestesi dikamar operasi atau
diruang pulih sadar.
5. Diagnosa pre dan pasca operasi
6. Jenis pembedahan
7. Keadaan pasien pre anestesi dan status fifik berdasarkan ASA
8. Teknik anestesi beserta obat yang digunakan selama anestesi.
9. Jumlah cairan masuk dan keluar termasukperdarahan, urine dan cairan
rongga ketiga.
10. Tanda vital pasien pada saat operasi.
11. Waktu masuk dan keluar ruang pulih sadar berserta kriterianya.
12. Keadaan dan tanda vital selama diruang pul;ih sadar.
13. Intrukai pasca anestesi.
9. Sedasi Ringan., Moderat dan Dalam
Dokter spesialis anestesi bertanggung jawab atas pemberian sedasi moderat dan
dalam termasuk anestesi umum kepada pasien, termasuk dalam memonitor keadaan
umum dan tanda-tanda vital serta pemberian intruksi tatalaksana pasca pemberian
sedasi. Untuk anestesi local dengan sedasi ringan tanggung jawab ada pada masing-
masing dokter penanggung jawab pasien. Pada pemberian anestesi local dengan
jumlah yg besar, keadaan pasien harus dimonitor seperti pada [pemberian sedasi
moderat dan dalam.
a. Kriteria Sedasi Ringan
Pasien dalam keadaan sadar dan mampu berkomunikasi setiap saat tanpa
perubahan fungsi kardio-respirasi.
b. Kriteria Sedasi Moderat
1.) Pasien memiliki respon terhadap perintah verbal
2.) Pasien dapat menjaga potensi jalan nafasnya sendiri
3.) Perubahan ringan dari respon pasien
4.) Fungsi kardiovaskuler masih normal
5.) Dapat terjadi gangguan orientasi lingkungan serta motoric ringan sampai
sedang
c. Kriteria Sedasi Dalam
1.) Pasien tidak mudah dibangunkan tetapi masih memberi respon terhadap
stimulasi berupa nyeri.
2.) Respon ventilasi menurun, tidak dapat menjaga potensi jalan nafasnya.
3.) Fungsi kardiovaskuler masih baik.
4.) Membutuhkan alat monitor yang lebih lengkapdarisedasi moderat atau dalam.

F. Pelayanan Bedah

1. Tim bedah

a. Tim bedah terdiri dari dokter operator bedah sebagai DPJP Merupakan seorang dokter
spesialis yang memimiliki SIP/STR dan telah menyelesaikan program studi spesialis di
bidangnya terakreditasi.

b. Non dokter

Terdiri dari perawat asisten, instrument dan srikuler. Merupakan perawat dengan
SIP/STR yang telah menyelesaikan program studi dan dibekali dengan pelatihan
dibidangnya.

2. Pemeriksaan pra bedah dan perencanaan pria bedah yang berdokumentasi Dokter operator
harus melakukan evaluasi pra bedah untuk menentukan kemungkinaan pemeriksaan
tambahan dan konsultasi SMF lain untuk membuat suatu asesmen pra bedah. Semua
informasi yang diberikan pada pasien mengenai kondisi pasien, diagnosis penyaki (indikasi
operasi/tindakan), Alasan mengapa operasi/tindakan, apa yang dilakukan saat operasi atau
tindakaan, rencana tindakan, alternative tindakan, tingkat keberhasilan, komplikasi operasi
atau tindakan yang mungkin terjadi, alternative terapi tindakan lain (bila ada),
prognosis/kemungkinan-kemungkinan gambaran kedepan yang terjadi dan rencana
penglolaan pasca bedah, perkiraan biaya, harus di dokumentasikan lengkap dan disertakan
dalam rekam medis pasien dan ditanda tangani oleh pasien atau keluarga, dokter bedah yang
bersangkutan dengan/DPJP, saksi pihak pasien atau keluarga dan saksi pihak RS. Informasi
yang diberikan dicatat dalam lembar khusus informed consent yang disertakan dalam reka
medis pasien.

3. Penandaan Lokasi Operasi

Penandaan lokasi operasi oleh operator dilakukan diruang perawatan atau diruang persiapan
operasi dengan tanda garis menggunakan spidol permanen. Penandaan dilakukan pada
semua kasus-kasus yang memungkinkan untuk dilakukan penandan, sebagai contoh
pengecualian pada kasus pembedahan mata, syaraf, gigi dan mulut, persalinan,hemoroid.

4. Edukasi Pasien dan Keluarga

Dokter operator melakukan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai :

1) Prosedur yang akan dijalani baik prosedur bedah atau tindakan lain.

2) Resiko, komplikasi dan manfaat tindakan yang akan dilakukan.

3) Kemungkinan kebutuhan transfusi darah maupun komponennya beserta resiko dan


manfaatnya.

4) Kemungkinan perawatan diruang rawat intensif ICU/HCU

5. Time Out dan Sign Out

Demi peningkatan keamanan pasien, sebelum dilakukan insisi, dokter operator bertanggung
jawab atas pelaksanaan prosedur “time out” dan “sign out” yang tata caranya dijabarkan
dalam SPO dan pada keselamatan pasien.

6. Laporan Operasi

Dokter operator harus mendokumentasi semua tindakan bedah dan kejadian-kejadian yang
terjad selama pembedahan. Dokter bedah mencatat laporan

Operasi yang harus memuat minimal:

a. Tanggal dan jam waktu operasi dimulai dan selesai

b. Diagnosa pre dan pasca bedah

c. Dokter operator dan asisten

d. Nama prosuder bedah

e. Spesimen bedah dan pemeriksaan

f. Catatan spesifik yang terjadi selama pembedahan termasuk ada tidknya komplikasi yang
terjadi, dan jumlah perdarahan
g. Instruksi pasca bedah.

h. Tanda tangan dokter yang bertanggung jawab.

7. Pemantauan keadaan pasien selama tindakan bedah

a. Pada tindakan bedah dengan anestesi local, tanda vital pasien dimonitor secara continue
dengan interval sesuai dengan keadaan pasien menurut penilaian dokter penanggung
jawab pasien dan dicatat dalam rekam medis pasien. Pencatatan selama anestesi local
atau sedasi ringan dilakukan oleh perawat sirkuler. Formulir pemantauan keadaan pasien
selama anestesi lokal atau sedasi ringan ditanda tangani oleh DPJP. Pemilihan jenis obat
anestesi lokal dan sedasi ringan ditentukan oleh DPJP bedah.

b. Pada tindakan bedah dengan anestesi umum atau regional kebijakan pencatatan keadaan
tanda vital diserah kepada tenaga anestesi yang bertugas.

8. Pemantauan pasien di ruang pulih sadar “pemulihan”

Semua pasien pasca tindakan Operasi menjalani perawatan dan monitoring pasca anesthesia
di ruang pulih sadar sampai keluar dari ruang pulih sadar sampai keluar dari ruamg pulih
sadar dalam tanggung jawab dokter spesialis yang bertugas yang dibantu oleh perawat dan
penata anastesi.
BAB IV

DOKUMENTASI

Dalam pelaksanaannya pembuatan catatan laporan pelayanan didokumentasikan dalam lembar


formulir laporan operasi oleh dokter operator sebagai DPJP.

Anda mungkin juga menyukai