Anda di halaman 1dari 6

Konsep Dasar Pembedahan

1. Definisi pembedahan
Pembedahan atau operasi adalah semua tindak pengobatan dengan menggunakan
prosedur invasif, dengan tahapan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang ditangani.
Pembukaan bagian tubuh yang dilakukan tindakan pembedahan pada umumnya dilakukan
dengan membuat sayatan, setelah yang ditangani tampak, maka akan dilakukan perbaikan
dengan penutupan serta penjahitan luka (Sjamsuhidayat & Jong, 2016).
Pembedahan merupakan salah satu tindakan medis yang bertujuan untuk menyelamatkan
nyawa pasien, mencegah kecacatan dan komplikasi. Namun demikian, operasi atau
pembedahan yang dilakukan dapat menyebabkan komplikasi yang dapat membahayakan
nyawa pasien.
Terdapat tiga faktor penting dalam pembedahan yaitu, penyakit pasien, jenis
pembedahan, dan pasien itu sendiri. Bagi pasien tindakan operasi atau pembedahan adalah
hal menakutkan yang pasien alami. Sangatlah penting melibatkan pasien dalam setiap proses
pre operatif (Haynes et al., 2010). Jadi dapat disimpulkan bahwa operasi atau pembedahan
adalah tindakan medis dengan menggunakan prosedur invasif yang dilakukan untuk
mencegah komplikasi atau menyelamatkan nyawa pasien, sehingga dalam prosesnya
membutuhkan keterlibatan pasien dan tenaga kesehatan untuk manajemen pre operatif.
2. Indikasi pembedahan
Beberapa indikasi pasien yang dilakukan tindakan pembedahan di antaranya adalah:
1. Diagnostik : biopsi atau laparotomi eksploitasi.
2. Kuratif : eksisi tumor atau pengangkatan apendiks yang mengalami inflamasi.
3. Reparatif : memperbaiki luka multiple.
4. Rekonstruktif/kosmetik : mamaoplasti, atau bedah plastik.
5. Paliatif : menghilangkan nyeri atau memperbaiki masalah, misalnya pemasangan selang
gastrotomi yang dipasang untuk mengkompensasi terhadap ketidakmampuan menelan
makanan (Virginia, 2019)
3. Klasifikasi pembedahan
Tindakan Pembedahan berdasarkan urgensinya dibagi menjadi lima tingkatan, antara lain:
1. Kedaruratan/Emergency Pasien membutuhkan tindakan segera, yang memungkinkan
mengancam jiwa. Indikasi pembedahan tanpa yang tidak dapat ditunda, misalnya;
perdarahan hebat, obstruksi kandung kemih, fraktur tulang tengkorak, luka tembak atau
tusuk, luka bakar yang sangat luas.
2. Urgent Pasien membutuhkan penanganan segera. Pembedahan dalam kondisi urgent
dapat dilakukan dalam 24-30 jam, misalnya infeksi kandung kemih akut, batu ginjal atau
batu uretra.
3. Diperlukan pasien harus menjalani pembedahan Pembedahan yang akan dilakukan dapat
direncanakan dalam waktu beberapa minggu atau bulan, misalnya pada kasus hyperplasia
prostate tanpa adanya obstruksi kandung kemih, gangguan tiroid, dan katarak.
4. Efektif Pasien harus dioperasi saat memerlukan tindakan pembedahan. Indikasi
pembedahan, bila tidak dilakukan pembedahan maka tidak terlalu
membahayakan, misalnya perbaikan sesar, hernia sederhana, dan perbaikan vaginal.
5. Pilihan keputusan tentang dilakukannya pembedahan sepenuhnya kepada pasien. Indikasi
pembedahan merupakan pilihan dan keputusan pribadi yang biasanya kaitannya dengan
estetika, misalnya bedah kosmetik (Effendy, 2015).
Menurut faktor resikonya, pembedahan diklasifikasikan menjadi bedah minor dan bedah
mayor, tergantung pada keparahan penyakit, bagian tubuh yang terkena, tingkat kerumitan
pembedahan, dan lamanya waktu pemulihan (Virginia, 2019).
a) Bedah minor Bedah minor atau operasi kecil merupakan operasi yang paling sering
dilakukan dirawat jalan, dan pasien yang dilakukan tindakan bedah minor dapat
dipulangkan pada hari yang sama (Virginia, 2019).
b) Bedah mayor Bedah mayor atau operasi besar adalah operasi yang penetrates dan exposes
semua rongga badan, termasuk tengkorak, pembedahan tulang, atau kerusakan signifikan
dari anatomis atau fungsi faal (EU-IACUC, 2011).
Operasi besar meliputi pembedahan kepala, leher, dada dan perut. Pemulihan memerlukan
waktu yang cukup lama dan memerlukan perawatan intensif dalam beberapa hari di rumah
sakit. Pembedahan ini memiliki komplikasi yang lebih tinggi setelah pembedahan. Operasi
besar sering melibatkan salah satu badan utama di perut cavities (laparotomy), di dada
(thoracotomy), atau tengkorak (craniotomy) dan dapat juga pada organ vital.
4. Tahap-tahap keperawatan perioperative
Tahap pembedahan dibagi dalam tiga tahap keperawatan perioperative meliputi tahap pre
operatif, tahap intra-operatif dan tahap post operatif (Maryunani, 2014):
a. Tahap pre operatif Tahap pre operatif merupakan tahap pertama dari perawatan
perioperatif yang dimulai sejak pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan
berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan tindakan
pembedahan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat
mencakup penetapan pengkajian dasar pasien di tatanan klinik atau rumah, wawancara
pre operatif dan menyiapkan pasien untuk anestesi yang diberikan pada saat pembedahan
(Apipudin et al., 2017).
b. Tahap intra-operatif Perawatan intra operatif dimulai sejak pasien ditransfer ke meja
bedah dan berakhir bila pasien di transfer ke wilayah ruang pemulihan. Pada fase ini
lingkup lingkup aktivitas keperawatan mencangkup pemasangan IV cath, pemberian
medikasi intravena, melakukan pemantauan kondisi fisiologis menyeluruh sepanjang
prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Misalnya memberikan dukungan
psikologis selama induksi anestesi, bertindak sebagai perawat scrub, atau membantu
mengatur posisi pasien di atas meja operasi dengan menggunakan prinsip-prinsip
kesimetrisan tubuh (Virginia, 2019).
c. Tahap post-operatif
Tahap post operatif merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre operatif dan intra
operatif yang dimulai ketika klien diterima di ruang pemulihan (recovery room) / pasca
anestesi dan berakhir sampai evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah.
Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencangkup rentang aktivitas yang luas
selama periode ini. Pada fase ini fokus pengkajian meliputi efek agen anestesi dan
memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian
berfokus pada peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan
lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi serta pemulangan
(Maryunani, 2014)
5. Persiapan pembedahan
Terdapat beberapa persiapan dan perawatan pre operatif, di antaranya adalah :
a) Persiapan mental Pasien yang akan dioperasi biasanya menjadi agak gelisah dan takut.
Perasaan gelisah dan takut kadang-kadang nampak tidak jelas. Tetapi kecemasan itu dapat
terlihat jika pasien menanyakan pertanyaan yang berulang, meskipun pertanyaannya telah
dijawab. Pasien tidak mau berbicara dan memperhatikan keadaan sekitarnya, tetapi
berusaha mengalihkan perhatiannya, atau muncul gerakan yang tidak terkontrol, dan tidur
gelisah. Pasien sebaiknya diberikan informasi bahwa selama operasi tidak akan merasa
sakit karena sudah dilakukan tindakan bius atau anestesi. Selain itu perlu dijelaskan
kepada pasien, semua operasi besar memerlukan transfusi darah untuk menggantikan
darah yang hilang selama operasi dan transfusi darah bukan berarti keadaan pasien dalam
kondisi sangat gawat (Apipudin et al., 2017).
b) Persiapan fisik Pasien yang akan dioperasi diberi makanan yang rendah lemak, tetapi
tinggi karbohidrat, protein, vitamin, dan kalori, pasien harus puasa 12-18 jam sebelum
operasi dimulai. Selain pasien dipuasakan pasien dilakukan lavemen/klisma untuk
mengosongkan usus besar agar tidak mengeluarkan feses di meja operasi. Kebersihan
mulut juga harus diperhatikan, mulut harus dibersihkan dan gigi disikat untuk mencegah
terjadinya infeksi terutama bagian paru-paru dan kelenjar ludah. Sebelum dioperasi
pasien harus mandi atau dimandikan. Kuku disikat dan cat kuku harus dibuang agar ahli
anestesi dapat melihat perubahan warna kuku dengan jelas. Selain itu juga harus
memperhatikan bagian yang akan dioperasi. Berkaitan dengan tempat dan
http://repository.unimus.ac.id luasnya daerah yang harus dicukur tergantung dari jenis
operasi yang akan dilakukan (Maryunani, 2014).
c) Sebelum masuk kamar bedah Persiapan fisik pada hari operasi, harus diambil data suhu,
tekanan darah, nadi, dan pernapasan. Operasi yang bukan darurat, bila ada demam,
penyakit tenggorokan atau sedang menstruasi biasanya ditunda oleh ahli bedah atau ahli
anastesi. Pasien yang akan dilakukan pembedahan harus dibawa ke tempat tepat pada
waktunya. Tidak dianjurkan terlalu cepat, sebab jika terlalu lama menunggu akan
menyebabkan pasien menjadi gelisah dan cemas (Oswari, 2015).

Konsep Dasar exterpatie


1. Pengertian
exterpatie adalah suatu Tindakan pembedahan yang dilakukan oleh dokter dengan
Teknik mengangkat sesuatu di dalam jaringan tubuh karena dianggap tidak perlu atau
menganggu, seperti lipoma, naeveus dan lain lain. Eksterpasi adalah suatu Tindakan
pembedahan yang dilakukan dengan Teknik mengangkat sesuatu didalam jaringan tubuh
karena dianggap tidak perlu atau mengganggu. exterpatie adalah Tindakan pengangkatan
seluruh massa tumor beserta kapsulnya.
2. indikasi
- Dapat menentukan diagnose yang tepat
- Mempercepat tindakan selanjutnya
3. Kontraindkasi
- Menimbulkan infeksi pada daerah insisi
- Proses penyembuhanya membutuhkan waktu
4. Tujuan
- Tujuan umum: mengetahui dan memahami teknik instrumen exterpatie
- Sebagai acuan penerapan langkah-langkah perawat instrument untuk:
a) Mengatur alat secara sistematis dimeja instrumen
b) Memperlancar handling isntrument
c) Mempertahankan kesterilan alat-alat instrument selama operasi.
5. Prosedur Tindakan exterpatie
a) Cuci tangan sebelum asisten tindakan
b) Identifikasi pasien
c) Pengkajian pasien sebelum dilakukan tindakan exterpatie
d) Siapkan perlengkapan yang di butuhkan:
 Trolley
 Doek biasa dan doek bolong steril
 Scapel dan bisturi
 Koem berisi betadine sol 10% secukupnya
 Mosquito bengkok dan lurus
 1 kocher
 1 doek klem
 1 needle holder
 2 buah hak (kalau perlu )
 1 gunting jaringan dan gunting benang
 1 pinset anatomis dan chirurgis
 1 spuit (nomor sesuai instruksi dokter)
 Needle nomor sesuai instruksi dokter)
 Lampu operasi
 Sarung tangan steril
 Kassa dan tuffer secukupnya
 Benang jahit
 Lidocaine 2%
 Perlak
 Nierbecken
 Schort hijau
 Obat antibiotic untuk luka
 Botol formalin yang sudah diberi etiket untuk pemeriksaan patalogi
 Plester
e) Beritahu pasien bahwa akan dilakukan tindakan exterpatie dan dipersilahkan pasien
untuk mengisi formulir persetujuan tindakan exterpatie yang telah ditandatangani oleh
dokter
f) Persilahkan pasien menuju ruang tindakan dan berbaring dimeja tindakan kemudian
tutup gorden
g) Arahkan lampu operasi kebagian tubuh pasien yang akan di exterpatie
h) Dekatkan trolley dan peralatan kemeja tindakan
i) Beritahu dokter bahwa semua pasien dan alat sudah siap
j) Bantu dokter memakai schort hijau dan sarung tangan steril
k) Dampingi dokter saat melakukan tindakan pada saat akan melakukan lokal, anastesi,
siapkan lidocain 2% yang sudah didensinfektan dan bantu dokter selama proses
tindakan
l) Setelah selesai tutup luka pasien dengan balutan yang sesuai dengan kondisi luka,
m) Observasi keadaan pasien post tindakan
n) Informasikan pada pasien agar balutan luka operasi tidak basah dan informasikan
waktu control kembali ke dokter
o) Rapikan semua perlengkapan yang telah digunakan
p) Cuci tangan setelah tindakan selesai
q) Dokumentasi dalam clinical note .

Konsep Dasar Surgical Safety Checklist


Pengertian Surgical Safety Checklist
Surgical Safety Checklist merupakan bagian dari Safe Surgery Saves Lives yang
berupa alat komunikasi untuk keselamatan pasien yang digunakan oleh tim bedah di ruang
operasi. Surgical Safety Checklist adalah sebuah daftar periksa untuk memberikan
pembedahan yang aman dan berkualitas pada pasien. Surgical safety checklist merupakan alat
komunikasi untuk keselamatan pasien yang digunakan oleh tim bedah di ruang operasi. Tim
bedah terdiri dari perawat, dokter bedah, anestesi dan lainnya. Tim bedah harus konsisten
melakukan setiap item yang dilakukan dalam pembedahan mulai dari sign in, time out, sign
out sehingga dapat meminimalkan setiap risiko yang tidak diinginkan (Safety & Compliance,
2012).
Tujuan Surgical Safety Cheklist
Tujuan dari surgical safety checklist adalah untuk mengurangi morbiditas dan
mortalitas dan meningkatkan komunikasi dan kerja tim pada tindakan pembedahan operasi
sehingga menjadikan pelayanan bedah yang aman dan berkualitas dan menjamin patient
safety pada tindakan pembedahan oleh tim bedah dan anestesi di ruang operasi
Pelaksanaan Surgical Safety Checklist
Surgical safety checklist dibagi tiga tahap yaitu sebelum induksi anestesi (Sign In),
periode setelah induksi dan sebelum bedah sayatan (Time 9 Out), serta periode selama atau
segera setelah penutupan luka dan sebelum mengeluarkan pasien dari operasi kamar (Sign
Out)
a) Sign in (Briefing Phase)
Sign In merupakan fase dimana verifikasi pertama kali saat pasien tiba di ruang
penerimaan atau ruang persiapan atau fase sebelum induksi anestesi, koordinator yang
biasanya dilakukan oleh penata anestesi dimana bertanya dan memeriksa apakah identitas
pasien benar, prosedur dan bagian yang akan dioperasi sudah benar, dan telah diberi
tanda, persetujuan operasi dan pembiusan telah ditandatangani oleh pasien, pulse
oksimetri dapat berfungsi. Perawat serta dokter anestesi konfirmasi ulang kemungkinan
adanya risiko apakah pasien ada resiko kehilangan darah dalam jumlah banyak, ada
kemungkinan kesulitan bernafas, dan pasien ada reaksi alergi (WHO, 2009).
b) Time out (Time out Phase)
Time out merupakan fase dimana setiap anggota tim operasi memperkenalkan diri dan
memberitahu perannya masing-masing. Operator harus memastikan bahwa semua orang
di ruang operasi harus kenal satu sama lain. Sebelum melakukan insisi pertama kali pada
kulit operator konfirmasi ulang dengan suara yang keras bahwa mereka melakukan
prosedur operasi yang sesuai pada pasien yang tepat, dan insisi di tempat yang tepat.
Tidak lupa konfirmasi ulang bahwa antibiotik profilaksis telah diberikan 30-60 menit
sebelum insisi. (WHO, 2009).
c) Sign out (Debriefing Phase)
Sign Out merupakan bagian dimana seluruh tim (bedah dan anestesi) akan menilai akhir
operasi yang sudah selesai dilakukan. Pengecekan kelengkapan pasca operasi seperti,
kasa dan penghitungan alat-alat bedah, pemberian label pada spesimen 15 jaringan yang
diambil, adanya kerusakan alat selama operasi dan masalah lain yang belum dan telah
ditangani. Periode final dimana tim bedah dan anestesi merencanakan manajemen setelah
operasi dan fokus perhatian pada manajemen pemulihan pasien dan disebutkan
rencananya oleh operator dan dokter anestesi belum memindahkan pasien dari kamar
operasi (WHO, 2009)

Anda mungkin juga menyukai