Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN PERI OPERATIF

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN


RSUPN CIPTO MANGUNKUSUMO
OLEH: ALIFIA SALSABHILLA 1506727154
I. Definisi
Keperawatan perioperatif merupakan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan
pengalaman pembedahan pasien yang mencakup tiga fase, praoperatif, intraoperatif dan
pascaoperatif. Tim operasi terdiri dari dokter ahli, asisten dokter ahli, anesthesiologist atau
penata anastesi, circulating nurses dan scrub nurses butuh kerjasama yang baik dan fasilitas
yang memadai untuk keberhasilan operasi (Baradero, Dayrit, & Siswadi, 2009).

Tujuan perawatan perioperatif ialah menciptakan hubungan yang baik dengan pasien atau tim
bedah yang lain, mengkaji, merencanakan dan memenuhi kebutuhan pasien perioperatif,
memahami dan mengetahui daerah dan prosedur pembedahan, mengetahui akibat pembedahan
dan pembiusan yang dilakukan terhadap pasien, mengobservasi kesulitan yang timbul, dan
mengevaluasi pengadaan, pemeliharaan alat serta tindakan secara berkesinambungan
(Baradero, Dayrit, & Siswadi, 2009).

II. Tipe Pembedahan (Berman, Snyder, & Frandsen, 2016)


1. Menurut fungsinya (berdasarkan tujuan) :
 Rekonstruktif atau kosmetik : mammoplasti, perbaikan wajah
 Paliatif: menghilangkan nyeri, memperbaiki masalah (gastrostomi ketidakmampuan
menelan)
 Transplantasi : penanaman organ tubuh untuk menggantikan organ atau struktur
tubuh yang malfungsi (cangkok ginjal, kornea).
 Diagnostik : biopsi, laparatomi eksplorasi
 Kuratif (ablatif) : tumor, appendiktomi
 Reparatif (constructif) : memperbaiki luka multiple
2. Menurut luas atau tingkat resiko :
Mayor (operasi yang melibatkan organ tubuh secara luas dan mempunyai tingkat resiko
yang tinggi terhadap kelangsungan hidup klien), dan minor (operasi pada sebagian kecil
dari tubuh yang mempunyai resiko komplikasi lebih kecil dibandingkan dengan operasi
mayor).

3. Menurut urgensi :
 Kedaruratan: Klien membutuhkan perhatian dengan segera, gangguan yang
diakibatkan diperkirakan dapat mengancam jiwa (kematian atau kecacatan fisik),
dan tidak dapat ditunda.
 Urgen: Klien membutuhkan perhatian segera, dilaksanakan dalam 24 – 30 jam.
 Diperlukan: Klien harus menjalani pembedahan, direncanakan dalam beberapa
minggu atau bulan.
 Elektif: Klien harus dioperasi ketika diperlukan, tidak terlalu membahayakan jika
tidak dilakukan.
 Pilihan: Keputusan operasi atau tidaknya tergantung kepada klien (pilihan pribadi
klien)
III. Tahap dalam Keperawatan Perioperatif :
A. FASE PRE OPERATIF
Fase pre operatif merupakan tahap pertama dari perawatan perioperatif yang dimulai
ketika pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan berakhir ketika pasien dipindahkan
ke meja operasi untuk dilakukan tindakan pembedahan. Pada fase ini lingkup aktivitas
keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian dasar pasien di
tatanan klinik ataupun rumah, wawancara pre operatif dan menyiapkan pasien untuk anestesi
yang diberikan pada saat pembedahan (Baradero, Dayrit, & Siswadi, 2009).
Persiapan pembedahan (Berman, Snyder, & Frandsen, 2016):
1). Status kesehatan fisik secara umum

Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status kesehatan secara


umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu, riwayat
kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, antara lain status hemodinamika, status
kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi,
dan lain- lain. Pemeriksaan status fisik yang digunakan yaitu klasifikasi pasien praoperasi
menurut ASA (American society of Anesthisiologi) adalah sebagai berikut (DeLaune, &
Ladner, 2011):

 ASA I : Pasien dalam keadaan sehat yang memerlukan operasi

 ASA II : Pasien dengan kelainan sistemik ringan/sedang baik oleh karena penyakit
bedah atau dengan penyakit lainnya
 ASA III : Pasien dengan gangguan sistemik berat yang diakibatkan oleh karena
berbagai penyebab = APP perforasi dengan iskemik

 ASA IV : Pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara langsung mengancam
kehidupannya

 ASA V : Pasien tidak diharapkan hidup setelah 24 jam walaupun dioperasi atau tidak.

2). Status nutrisi

Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat kulit trisep,
lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan keseimbangan nitrogen.
Segala bentuk defisiensi nutrisi harus di koreksi sebelum pembedahan untuk memberikan
protein yang cukup untuk perbaikan jaringan.

3). Keseimbangan cairan dan elektrolit

Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output cairan. Demikian
juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang normal. Kadar elektrolit yang biasanya
dilakukan pemeriksaan diantaranya adalah kadar natrium serum (normal : 135 -145 mmol/l),
kadar kalium serum (normal : 3,5 – 5 mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70 – 1,50 mg/dl).

4). Kebersihan lambung dan kolon

Lambung dan kolon harus di bersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan yang bisa
diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan lambung
dan kolon dengan tindakan enema/ lavement. Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam.
Tujuan dari pengosongan lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya
cairan lambung ke paru-paru) dan menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan
sehingga menghindarkan terjadinya infeksi pasca pembedahan.

5). Pencukuran daerah operasi

Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi pada daerah
yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat
bersembunyi kuman dan juga mengganggu/ menghambat proses penyembuhan dan perawatan
luka.

6). Personal hygiene


Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh yang kotor dapat
merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah yang di operasi. Pada
pasien yang kondisi fisiknya kuat diajurkan untuk mandi sendiri dan membersihkan daerah
operasi dengan lebih seksama.

7). Pengosongan kandung kemih

Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan kateter. Selain untuk
pengosongan isi bladder tindakan kateterisasi juga diperlukan untuk mengobservasi balance
cairan.

8). Latihan pra operasi

Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini sangat penting sebagai
persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca operasi, seperti: nyeri daerah operasi, batuk
dan banyak lendir pada tenggorokan. Latihan- latihan yang diberikan pada pasien sebelum
operasi, antara lain latihan nafas dalam, latihan batuk efektif, dan latihan gerak sendi.

9). Persiapan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah berbagai pemeriksaan radiologi, laboratorium


maupun pemeriksaan lain seperti ECG, pemeriksaan masa perdarahan (bledding time) dan
masa pembekuan (clotting time) darah pasien, elektrolit serum, hemoglobin, protein darah, dan
hasil pemeriksaan radiologi berupa foto thoraks dan EKG.

10).Pemeriksaan status anestesi

Pemeriksaaan status fisik untuk pembiusan perlu dilakukan untuk keselamatan selama
pembedahan. Sebelum dilakukan anastesi demi kepentingan pembedahan, pasien akan
mengalami pemeriksaan status fisik yang diperlukan untuk menilai sejauh mana resiko
pembiusan terhadap diri pasien. Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah pemeriksaan
dengan menggunakan metode ASA (American Society of Anasthesiologist). Pemeriksaan ini
dilakukan karena obat dan teknik anastesi pada umumnya akan mengganggu fungsi pernafasan,
peredaran darah dan sistem saraf.

11). Inform consent

Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien, hal lain yang
sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab dan tanggung gugat, yaitu
Inform Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus menyadari bahwa tindakan medis,
operasi sekecil apapun mempunyai resiko.

12).Persiapan mental/ psikis

Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat dideteksi dengan adanya
perubahan- perubahan fisik seperti: meningkatnya frekuensi nadi dan pernafasan, gerakan-
gerakan tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan yang lembab, gelisah, menayakan
pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur, dan sering berkemih. Perawat perlu mengkaji
mekanisme koping yang biasa digunakan oleh pasien dalam menghadapi stres. Disamping itu
perawat perlu mengkaji hal- hal yang bisa digunakan untuk membantu pasien dalam
menghadapi masalah ketakutan dan kecemasan ini, seperti adanya orang terdekat, tingkat
perkembangan pasien, faktor pendukung/ support system.

13).Obat- obatan pre medikasi

Sebelum operasi dilakukan pada esok harinya. Pasien akan diberikan obat- obatan pre medikasi
untuk memberikan kesempatan pasien mendapatkan waktu istirahat yang cukup. Obat- obatan
premedikasi yang diberikan biasanya adalah valium atau diazepam. Antibiotik profilaksis
biasanya di berikan sebelum pasien di operasi. Antibiotik profilaksis yang diberikan dengan
tujuan untuk mencegah terjadinya infeksi selama tindakan operasi, antibiotika profilaksis
biasanya di berikan 1- 2 jam sebelum operasi dimulai dan dilanjutkan pasca bedah 2- 3 kali.
Antibiotik yang dapat diberikan adalah ceftriakson 1 gram dan lain-lain sesuai indikasi pasien.

 Diagnosis Keperawatan Praoperatif, yang mungkin terjadi :


 Ansietas berhubungan dengan pengalaman bedah (anesthesi, nyeri) dan hasil akhir dari
pembedahan
 Kurang pengetahuan mengenai prosedur dan protokol pre-operatif dan harapan pasca-
operatif
 Tujuan dan Intervensi (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2010)
Tujuan utama asuhan keperawatan pre-operatif pada klien bedah dapat meliputi
menghilangkan ansietas pre-operatif dan peningkatan pengetahuan tentang persiapan pre-
operatif dan harapan pasca-operatif.

Intervensi Keperawatan yang dilakukan dapat berupa: (1) pendidikan pasien, (2) puasakan
pasien, (3) pencukuran, (4) monitoring hasil lab dan pemeriksaan penunjang, (5) pre medikasi,
(6) melepaskan perhiasan, dan lain-lain.
 Evaluasi Pre-operatif :
 Ansietas berkurang, yang ditunjukkan oleh penerimaan pasien untuk dilakukan
tindakan pembedahan.
 Pasien memahami prosedur dan protokol pre-operatif.

B. FASE INTRA OPERATIF


Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindahkan ke instalasi bedah dan
berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas
keperawatan mencakup pemasangan IV cath, pemberian medikasi intaravena, melakukan
pemantauan kondisi fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga
keselamatan pasien. Prinsip tindakan keperawatan selama pelaksanaan operasi yaitu
pengaturan posisi karena posisi yang diberikan perawat akan mempengaruhi rasa nyaman
pasien dan keadaan psikologis pasien (Baradero, Dayrit, & Siswadi, 2009).
Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam pengaturan posisi pasien adalah letak bagian
tubuh yang akan dioperasi umur dan ukuran tubuh pasien, tipe anaesthesia yang digunakan,
dan sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan (arthritis). Prinsip-prinsip
dalam pengaturan posisi pasien ialah atur posisi pasien dalam posisi yang nyaman dan sedapat
mungkin jaga privasi pasien, buka area yang akan dibedah dan kakinya ditutup dengan duk.
 Anggota tim asuhan pasien intra operatif biasanya di bagi dalam dua bagian. Berdasarkan
kategori kecil terdiri dari anggota steril dan tidak steril (Smeltzer, Bare, Hinkle, &
Cheever, 2010):
 Anggota steril, terdiri dari ahli bedah utama/operator, asisten ahli bedah, Scrub
Nurse/Perawat Instrumen

 Anggota tim yang tidak steril, terdiri dari ahli atau pelaksana anaesthesi, perawat sirkulasi
dan anggota lain (teknisi yang mengoperasikan alat-alat pemantau yang rumit).

 Fungsi keperawatan operatif RN First Assistent (RNFA) yaitu penanganan jaringan,


memberikan pemajanan pada daerah operasi, penggunaan instrumen, jahitan bedah dan
pemberian hemostatis. Perawat sirkulasi mengatur operasi dan melindungi keselamatan
dan kebutuhan pasien dengan memantau aktivitas anggota tim bedah dan memeriksa
kondisi di dalam ruang operasi. Perawat sirkulasi memiliki tanggung jawab memastikan
kebersihan, suhu, kelembaban dan pencahayaan, menjaga peralatan tetap berfungsi, dan
ketersediaan pembekalan materi serta keselamatan dan kesejahteraan pasien. Aktivitas
perawat scrub termasuk scrubbing untuk pembedahan, mengatur meja steril, menyiapkan
alat jahitan, ligatur dan peralatan khusus, bantu dokter bedah drainase, spons, awasi pasien
dibawah pengaruh anestesi dan mencek alat kembali setelah operasi selesai (Smeltzer,
Bare, Hinkle, & Cheever, 2010).
Prinsip Umum (Berman, Snyder, & Frandsen, 2016)

1. Prinsip asepsis ruangan (alat-alat bedah, seluruh sarana kamar operasi, semua alat-alat
yang dipakai, personal operasi, sandal, baju, masker dan topi)

2. Prinsip asepsis personal, sebelum operasi meliputi 3 tahap, yaitu Scrubbing (cuci
tangan steril), Gowning (teknik pemakaian gaun operasi), dan Gloving (teknik
pemakaian sarung tangan steril).

3. Prinsip asepsis pasien terdiri dari Kebersihan pasien, Desinfeksi lapangan operasi, dan
Tindakan drapping.

4. Prinsip asepsis instrumen

Tindakan yang dapat dilakukan diantaranya yaitu perawatan dari sterilisasi alat,
mempertahankan kesterilan alat pada scat pembedahan yang digunakan teknik-teknik
tertentu tanpa singgung dan menjaga agar tidak bersinggungan dengan benda-benda
nonsteril.

Aktivitas keperawatan selama tahap intraoperatif meliputi empat (4) hal yaitu (DeLaune, &
Ladner, 2011):

1. Safety management

- Pengaturan posisi pasien, memasang alat grounding ke pasien, memberikan


dukungan fisik dan psikologis pada klien, dan memastikan bahwa semua peralatan
telah siap

2. Monitoring fisiologis

- Melakukan balance cairan, memantau kondisi kardiopulmonal, pemantauan


terhadap tanda-tanda vital (vital sign).

3. Memonitoring psikologis
- Memberikan dukungan emosional pada pasien, berdiri di dekat klien dan
memberikan sentuhan selama prosedur indikasi, mengkaji status emosional klien,
dan mengkomunikasikan status emosional klien jika ada perubahan

4. Pengaturan dan koordinasi nursing care

- Memanage keamanan fisik pasien, dan mempertahankan prinsip dan teknik asepsis.

 Diagnosisi Keperawatan Intraoperatif , yang mungkin terjadi :


 Risiko cedera berhubungan dengan efek anastesi, positioning, lingkungan intraoperatif.
 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka pembedahan.
 Powerlessness berhubungan dengan efek anastesi.

C. FASE POST OPERATIF


Fase Post operatif merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre operatif dan intra operatif yang
dimulai ketika klien diterima di ruang pemulihan (recovery room)/ pasca anaestesi dan berakhir
sampai evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah. Pada fase ini lingkup aktivitas
keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase ini fokus
pengkajian meliputi efek agen anestesi dan memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi.
Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada peningkatan penyembuhan pasien dan
melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan
dan rehabilitasi serta pemulangan ke rumah (Baradero, Dayrit, & Siswadi, 2009).
Tahapan perawatan pascaoperatif, yaitu (Berman, Snyder, & Frandsen, 2016):

1. Pemindahan pasien dari kamar operasi ke unit perawatan pasca anestesi


(recovery room/ruang pemulihan)

2. Perawatan pasca anestesi di ruang pulih (RR)

3. Transformasi pasien ke ruang rawat

Definisi pemulihan adalah proses kontinu, dan proses tersebut selalu tumpang tindih
(overleaving) secara tradisi yaitu (Berman, Snyder, & Frandsen, 2016):

1. Early recovery, saat pasien bangun dari anestesi

2. Intermediate recovery, bila pasien mencapai kriteria boleh pulang.

3. Late recovery, bila pasien kembali ke keadaan fisiologis seperti sebelum operasi.
Definisi penilaian pasien adalah sebagai tolak ukur untuk mengetahui apakah pasca operasi
bisaatau tidak bisa dipindahkan dengan menggunakan metoda aldreta score. Penilaian aldrete
score diantaranya (Berman, Snyder, & Frandsen, 2016):

1. Aktivitas

2. Respirasi

3. Sirkulasi

4. Kesadaran

5. Warna kulit

Jika dikatakan bisa pindah dari RR ke ruangan lain atau pulang, score menunjukkan 8-10.
Aldrete score adalah suatu penilaian secara klinis terhadap kondisi pasien pasca operasi untuk
terapi perawatan lebih lanjut ke ruang perawatan biasa atau butuh perawatan intensif.

 Komplikasi Post Operatif (Wilkinson, Treas, Barnett, & Smith, 2016):


1. Syok : Syok yang terjadi pada pasien bedah biasanya berupa syok hipovolemik. Tanda-
tanda syok adalah : Pucat , Kulit dingin, basah, Pernafasan cepat, Sianosis pada bibir, gusi
dan lidah, Nadi cepat, lemah dan bergetar , Penurunan tekanan darah, Urine pekat.
2. Perdarahan : Penatalaksanaannya pasien diberikan posisi terlentang dengan posisi tungkai
kaki membentuk sudut 20 derajat dari tempat tidur sementara lutut harus dijag tetap lurus.
Kaji penyebab perdarahan, Luka bedah harus selalu diinspeksi terhadap perdarahan.
3. Trombosis vena profunda : Trombosis vena profunda adalah trombosis yang terjadi pada
pembuluh darah vena bagian dalam. Komplikasi serius yang bisa ditimbulkan adalah
embolisme pulmonari dan sindrom pasca flebitis.
4. Retensi urin : Retensi urine paling sering terjadi pada kasus-kasus pembedahan rektum,
anus dan vagina. Penyebabnya adalah adanya spasme spinkter kandung kemih. Intervensi
keperawatan yang dapat dilakukan adalah pemasangan kateter untuk membatu
mengeluarkan urine dari kandung kemih.
5. Infeksi luka operasi (dehisiensi, evicerasi, fistula, nekrose, abses) : Infeksi luka post
operasi dapat terjadi karena adanya kontaminasi luka operasi pada saat operasi maupun
pada saat perawatan di ruang perawatan. Pencegahan infeksi penting dilakukan dengan
pemberian antibiotik sesuai indikasi dan juga perawatan luka dengan prinsip steril.
6. Sepsis : Sepsis merupakan komplikasi serius akibat infeksi dimana kuman berkembang
biak. Sepsis dapat menyebabkan kematian karena dapat menyebabkan kegagalan multi
organ.
7. Embolisme Pulmonal : Embolsime dapat terjadi karena benda asing (bekuan darah, udara
dan lemak) yang terlepas dari tempat asalnya terbawa di sepanjang aliran darah. Embolus
ini bisa menyumbat arteri pulmonal yang akan mengakibatkan pasien merasa nyeri seperti
ditusuk-tusuk dan sesak nafas, cemas dan sianosis. Intervensi keperawatan seperti
ambulatori pasca operatif dini dapat mengurangi resiko embolus pulmonal.
Asuhan Keperatawan pada Klien Post Operative (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever,
2010)
I. Pengkajian
1. Mendiskusikan program pascaoperatif dokter bedah:
a. Makanan dan cairan yang diperbolehkan melalui mulut.
b. Larutan intravena dan medikasi intravena
c. Posisi ditempat tidur.
d. Medikasi yang diprogramkan
e. Uji laboratorium
f. Asupan dan keluaran, yang pada beberapa institusi dipantau untuk semua klien
pascaoperatif.
g. Aktivitas yang diperbilehkan, termasuk ambulasi.
2. Memeriksa catatan di ruang PACU
a. Tindakan pembedahan yang dikakukan
b. Adanya dan lokasi drain
c. Anesthesia yang digunakan
d. Diagnose pascaoperatif
e. Perkiraan jumlah kehilangan darah
f. Medikasi yang diberikan di ruang pemulihan
3. Pengkajian klinis di ruang perawatan (Wilkinson, Treas, Barnett, & Smith, 2016)
a. Tingkat kesadaran
Kaji orientasi klien terhadap waktu, tempat dan orang dan kaji reaksi klien terhadap
stimulus verbal dan kemampuan untuk menggerakan ekstremitas.
b. Tanda Vital
Pengkajian dilakukan setiap 15 menit sampai tanda vital stabil, setiap 4 jam berikutnya,
kemudian setiap 4 jam selama 2 hari berikutnya. Bandingkan dengan data di ruang
PACU. Kaji suara paru dan kaji tanda-tanda masalah sirkulasi umum seperti hipotensi
pascaoperatif, hemoragi atau syok.
c. Warna dan suhu kulit.
Warna dan suhu kulit dikaji terutama pada bibir dan dasar kuku yang merupakan
indicator perfusi jaringan. Kulit pucat, sianosis, dingin dan lembab dapat menjadi tanda
masalah sirkulasi.
d. Kenyamanan
Kaji nyeri berdasarkan PQRST (Provocative, Quality, Region, Severity, Timing).
Evaluasi klien untuk adanya indicator nyeri yang objektif, pucat, berkeringat,
ketegangan otot, dan enggan untuk batuk, bergerak, atau ambulasi. Tentukan analgesic
yang terakhir kali diberikan dan kapan analgesic itu diberikan, dan kaji adanya efek
samping medikasi seperti mual dan muntah pada klien.
e. Keseimbangan Cairan
Kaji jenis dan jumlah cairan intravena, kecepatan aliran, dan area infus. Pantau asupan
dan keluaran cairan klien. Selain memantau terjadinya syok, kaji tanda-tanda kelebihan
beban sirkulasi dan pantau elektrolit serum klien. Anesthesia dan pembedahan
memengaruhi penurunan keluaran urin serta ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
f. Balutan
Inspeksi balutan dan linen klien. Drainase darah yang berlebihan pada balutan atau pada
klien yang sering kali terlihat di bawah klien dapat menunjukan adanya hemoragi.
Jumlah drainase pada balutan dilaporkan dengan menggambarkan diameter noda atau
dengan menghitung jumlah dan jenis balutan yang basah oleh drainase.
g. Drain dan slang
Tentukan warna, konsistensi, dan jumlah drainase dari semua slang dan drain.
II. Diagnosis (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2010)
1. Nyeri akut
2. Risiko infeksi
3. Risiko cidera
4. Risiko kekurangan volume cairan
5. Ketidakefektifan bersihan jalan napas.
6. Ketidakefektifan pola napas
7. Defisit perawatn diri: Mandi/Hygiene, Berpakaian/ Berhias, Eliminasi.
8. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan
9. Ganggun citra tubuh
III. Perencanaan (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2010)
Perencanaan untuk Perawatan di Rumah: untuk memberikan perawatan yang berkelanjutan
pada klien bedah setelah pulang, perawat perlu mempertimbangkan kebutuhan klien
terhadap bantuan perawatan di rumah.
IV. Implementasi (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2010)
1. Manajemen Nyeri
Nyeri biasanya dirasa paling hebat 12 sampai 36 jam setelah pembedahan, menurun setelah
hari kedua atau ketiga pascaoperatif. Selama periode awal pascaperatif, pemberikan
medikasi analgesic melalui IV line atau epidural sering kali diprogramkan. Pemberian
analgesic secara rutin (setiap 2 samapi 6 jam, bergantung pada obat, rute, dan dosis) selama
24 atau 36 jam pertama. Apabila pemberian analgesic secara rutin tidak lagi diperlukan,
alagesik biasanya diberikan sebelum jadwal aktivitas dan periode istirahat.

2. Pemberian posisi
Atur posisi klien sesuai program. Klien yang mendapat anastesi spinal biasanya
dibaringkan datas selama 8 samapi 12 jam. Klien yang tidak sadar atau setengah sadar
dibaringkan miring dengan kepala sedikit elevasi.

3. Napas dalam dan batuk efektif


Latihan napas dalam dan batuk efektif dapat membantu mengeluarkan mucus, yang dapat
dibentuk dan tetap di dalam paru akibat efek anastesia umum dan analgesik. Obat-obatan
ini menekan kerja silia pada membran mukosa yang melapisi saluran napas dan pusat
pernapasan otak. Dengan meningkatkan ekspansi paru dan mencegah akumulasi sekresi,
napas dalam membantu mencegah pneumonia dan atelektasis yang dapat terjadi akibat
stasis cairan dalam paru.
4. Latihan Tungkai
Dorong klien untuk melakukan latihan tungkai setiap 1 sampai 2 jam. Kontraksi otot
menekan vena, mencegah statis darah dalam vena, penyebab thrombus dan tromboflebitis
serta emboli. Kontraski juga meningkatkan aliran darah arteri.

5. Pergerakan dan Ambulasi.


Dorong klien untuk berbalik dari satu sisi ke sisi lain setidaknya setiap 2 jam. Membalikan
posisi tubuh secara bergantian dapat meningkatkan ekspansi paru secara maksimal karena
paru berada paling atas. Hindari meletakan bantal dan guling di bawah lutut karena tekanan
pada pembuluh darah popliteal dapat mengganggu sirkulasi darah ke dan dari ektremitas
bawah.
Klien harus mabulasi sesegara mungkin setelah pembedahan sesuai program dari ahli
bedah. Pada umumnya, klien mulai ambulasi pada malam hari di hari pembedahan atau
sehari setelah pembedahan, kecuali dikontraindikasikan. Ambulasi harus dilakukan secara
bertahap, dimulai dengan klien duduk di tempat tidur dan menjuntaikan kaki di samping
tempat tidur. Posisi duduk memungkinkan ekspansi paru maksimal.

6. Hindrasi
Pertahankan infus intravena sesuai program untuk mengganti cairan tubuh yang hilang
sebelum dan selama pembedahan. Apabila asupan secara oral diperbolehkan, mula-mula
berikan hanya sedikit tetes air. Jumlah air yang banyak dapat mengakibatkan muntah
karena anastesia dan analgesic. Ukur asupan dan keluaran cairan klien sedikitnya 2 hari
atau sampai keseimbangan cairan stabil. Cairan yang adekuat penting untuk kelembangan
membrane mukosa dan sekresi saluran napas serta mempertahankan fungsi ginjal dan
kardiovakular.
7. Diet
Dokter bedah memprogramkan diet klien pascaoperatif bergantung pada luasnya
pembedahan dan organ yang terlibat, klien dapat dipuasakan selama beberapa hari atau
mungkin mampu menerika asupan oral jika tifak lagi merasa mual. Kaji kembali bising
usus setiap 4 samapi 6 jam karena anatesi dan analgesic dapat menghambat bising usus.
Cairan dan makanan oral biasanya dimulai setelah peristaltic kembali berfungsi.
8. Eliminasi urin
Laporkan kepada dokter bedah apabila klien tidak berkemih dalam 8 jam setelah
pembedahan, kesuali telah disebutkan waktu tertentu klien akan berkemih. Pemberian
anastesi dapat menghambat tonus kandung kemih dan akan normal kembali dalam 6 sampai
8 jam setelah pembedahan.

9. Pengisapan
Beberapa klien kembali dari pembedahan dengan terpasang slang lambung atau susu dan
diprogramkan slang tersebut dihubungkan ke slang penghisap. Penghisapan diprogramkan
secara kontinue sebelum pemberian makan atau medikasi.
10. Perawatan luka
Balutan diinspeksi secara rutin untuk memastikan bahwa balutan bersih, kering dan utuh.
Drainase yang berlebih dapat mengindikasikan adanya hemoragi, inspeksi atau luka
terbuka. Pada saat balutan diganti, perawat mengkaji penampilan, ukuran, drainase,
pembengkakan, nyeri dan status drains atau slang.

11. Penyuluhan perawatan di Rumah

Penyuluhan harus focus pada tindakan untuk mempertahankan kenyamanan, meningkatkan


penyembuhan dan mengembalikan kesejahteraan dan mendorong klien memanfaatkan
lembaga-lembaga di komunitas yang sesuai.

12. Mempertahankan kenyamanan


 Penggunaan medikasi nyeri sesuai program
 Jika tidak dikontraindikasikan, diskusikan penggunakan analgesic yang dijual bebas.
 Peringatkan klien untuk menghindari penggunaan alcohol atau penekan system saraf
pusat lainnya. Diskusikan pentingnya peningkatan aktivitas secara bertahap.
 Tekankan pentingnya memberi perhatian terhadap peningkatan nyeri dan
ketidaknyamanan.
 Ajarkan klien menggunakan teknonfarmakologi untuk membantu mengatasi nyeri
seperti relaksasi, distraksi, meditasi atau visualisasi.
13. Meningkatkan proses penyembuhan
 Ajarkan klien cara mengganti balutan luka atau merawat luka.
 Tekankan pentingnya hygiene dan mencuci tangan untuk mencegah infeksi.
 Instruksikan klien untuk melaporkan ke dokter bila ada tanda-tanda infeksi.
 Dikusikan mengenai pembatasan aktivitas seperti menghindari aktivitas mengangkat
barang.
 Disukusikan pentingnya konstrol ke RS.
14. Mengembalikan kesejahteraan
 Diskusikan mengenai hubungan peningkatan aktivitas dengan pemulihan kesehatan dan
promosi kesejakteraan.
 Ajarkan klien bahwa pembedahan dan stressor dapat menekan fungsi system kekebalan
dan untuk menghindari pajanan terhadap penyakit.
 Tekankan pentingnya istirahat yang adekuat untuk proses penyembuhan dan fungsi
kekebalan.
 Diskusikan perubahan gaya hidup untuk meningkatkan kesejakteraan.
15. Lembaga di Komunitas dan Sumber Bantuan Lain.
 Beri informasi tentang tempat membeli, menyewa, atau memperoleh perlengkapan
medis habis pakai secara cuma-cuma, bagaimana mengakses layanan perawatan di
rumah.
 Beri saran untuk mendapat sumber informasi tambahan.
V. Evaluasi
Dengan menggunakan tujuan yang disusun selama tahap perencanaan, perawat
mengumpulkan data untuk megevaluasi pencapaian tujuan yang diidentifikasi dan hasil
yang diharapkan.

Referensi :

Berman, A., Snyder, S., & Frandsen, G. (2016). Kozier and Erb’s Fundamentals of nursing:
concepts, practice, and process (10th Ed.). USA: Pearson Education, Inc.

Baradero, M., Dayrit, M. W., & Siswadi, Y. (2009). Prinsip dan praktik keperawatan
perioperatif. Jakarta : EGC

DeLaune, S. C., & Ladner, P. K. (2011). Fundamentals of nursing: standards and practice (4th
Ed.). USA : Delmar, Cengage Learning.

Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2010). Brunner & suddarth’s
textbook of medical surgical nursing. 12th ed. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.

Wilkinson, J.M., Treas, L.S., Barnett, K.L., & Smith, M.H. (2016). Fundamentals of nursing
(3rd Ed.). Philadelphia: F.A. Davis Company.

Anda mungkin juga menyukai