Tujuan perawatan perioperatif ialah menciptakan hubungan yang baik dengan pasien atau tim
bedah yang lain, mengkaji, merencanakan dan memenuhi kebutuhan pasien perioperatif,
memahami dan mengetahui daerah dan prosedur pembedahan, mengetahui akibat pembedahan
dan pembiusan yang dilakukan terhadap pasien, mengobservasi kesulitan yang timbul, dan
mengevaluasi pengadaan, pemeliharaan alat serta tindakan secara berkesinambungan
(Baradero, Dayrit, & Siswadi, 2009).
3. Menurut urgensi :
Kedaruratan: Klien membutuhkan perhatian dengan segera, gangguan yang
diakibatkan diperkirakan dapat mengancam jiwa (kematian atau kecacatan fisik),
dan tidak dapat ditunda.
Urgen: Klien membutuhkan perhatian segera, dilaksanakan dalam 24 – 30 jam.
Diperlukan: Klien harus menjalani pembedahan, direncanakan dalam beberapa
minggu atau bulan.
Elektif: Klien harus dioperasi ketika diperlukan, tidak terlalu membahayakan jika
tidak dilakukan.
Pilihan: Keputusan operasi atau tidaknya tergantung kepada klien (pilihan pribadi
klien)
III. Tahap dalam Keperawatan Perioperatif :
A. FASE PRE OPERATIF
Fase pre operatif merupakan tahap pertama dari perawatan perioperatif yang dimulai
ketika pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan berakhir ketika pasien dipindahkan
ke meja operasi untuk dilakukan tindakan pembedahan. Pada fase ini lingkup aktivitas
keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian dasar pasien di
tatanan klinik ataupun rumah, wawancara pre operatif dan menyiapkan pasien untuk anestesi
yang diberikan pada saat pembedahan (Baradero, Dayrit, & Siswadi, 2009).
Persiapan pembedahan (Berman, Snyder, & Frandsen, 2016):
1). Status kesehatan fisik secara umum
ASA II : Pasien dengan kelainan sistemik ringan/sedang baik oleh karena penyakit
bedah atau dengan penyakit lainnya
ASA III : Pasien dengan gangguan sistemik berat yang diakibatkan oleh karena
berbagai penyebab = APP perforasi dengan iskemik
ASA IV : Pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara langsung mengancam
kehidupannya
ASA V : Pasien tidak diharapkan hidup setelah 24 jam walaupun dioperasi atau tidak.
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat kulit trisep,
lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan keseimbangan nitrogen.
Segala bentuk defisiensi nutrisi harus di koreksi sebelum pembedahan untuk memberikan
protein yang cukup untuk perbaikan jaringan.
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output cairan. Demikian
juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang normal. Kadar elektrolit yang biasanya
dilakukan pemeriksaan diantaranya adalah kadar natrium serum (normal : 135 -145 mmol/l),
kadar kalium serum (normal : 3,5 – 5 mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70 – 1,50 mg/dl).
Lambung dan kolon harus di bersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan yang bisa
diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan lambung
dan kolon dengan tindakan enema/ lavement. Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam.
Tujuan dari pengosongan lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya
cairan lambung ke paru-paru) dan menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan
sehingga menghindarkan terjadinya infeksi pasca pembedahan.
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi pada daerah
yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat
bersembunyi kuman dan juga mengganggu/ menghambat proses penyembuhan dan perawatan
luka.
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan kateter. Selain untuk
pengosongan isi bladder tindakan kateterisasi juga diperlukan untuk mengobservasi balance
cairan.
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini sangat penting sebagai
persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca operasi, seperti: nyeri daerah operasi, batuk
dan banyak lendir pada tenggorokan. Latihan- latihan yang diberikan pada pasien sebelum
operasi, antara lain latihan nafas dalam, latihan batuk efektif, dan latihan gerak sendi.
Pemeriksaaan status fisik untuk pembiusan perlu dilakukan untuk keselamatan selama
pembedahan. Sebelum dilakukan anastesi demi kepentingan pembedahan, pasien akan
mengalami pemeriksaan status fisik yang diperlukan untuk menilai sejauh mana resiko
pembiusan terhadap diri pasien. Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah pemeriksaan
dengan menggunakan metode ASA (American Society of Anasthesiologist). Pemeriksaan ini
dilakukan karena obat dan teknik anastesi pada umumnya akan mengganggu fungsi pernafasan,
peredaran darah dan sistem saraf.
Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien, hal lain yang
sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab dan tanggung gugat, yaitu
Inform Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus menyadari bahwa tindakan medis,
operasi sekecil apapun mempunyai resiko.
Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat dideteksi dengan adanya
perubahan- perubahan fisik seperti: meningkatnya frekuensi nadi dan pernafasan, gerakan-
gerakan tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan yang lembab, gelisah, menayakan
pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur, dan sering berkemih. Perawat perlu mengkaji
mekanisme koping yang biasa digunakan oleh pasien dalam menghadapi stres. Disamping itu
perawat perlu mengkaji hal- hal yang bisa digunakan untuk membantu pasien dalam
menghadapi masalah ketakutan dan kecemasan ini, seperti adanya orang terdekat, tingkat
perkembangan pasien, faktor pendukung/ support system.
Sebelum operasi dilakukan pada esok harinya. Pasien akan diberikan obat- obatan pre medikasi
untuk memberikan kesempatan pasien mendapatkan waktu istirahat yang cukup. Obat- obatan
premedikasi yang diberikan biasanya adalah valium atau diazepam. Antibiotik profilaksis
biasanya di berikan sebelum pasien di operasi. Antibiotik profilaksis yang diberikan dengan
tujuan untuk mencegah terjadinya infeksi selama tindakan operasi, antibiotika profilaksis
biasanya di berikan 1- 2 jam sebelum operasi dimulai dan dilanjutkan pasca bedah 2- 3 kali.
Antibiotik yang dapat diberikan adalah ceftriakson 1 gram dan lain-lain sesuai indikasi pasien.
Intervensi Keperawatan yang dilakukan dapat berupa: (1) pendidikan pasien, (2) puasakan
pasien, (3) pencukuran, (4) monitoring hasil lab dan pemeriksaan penunjang, (5) pre medikasi,
(6) melepaskan perhiasan, dan lain-lain.
Evaluasi Pre-operatif :
Ansietas berkurang, yang ditunjukkan oleh penerimaan pasien untuk dilakukan
tindakan pembedahan.
Pasien memahami prosedur dan protokol pre-operatif.
Anggota tim yang tidak steril, terdiri dari ahli atau pelaksana anaesthesi, perawat sirkulasi
dan anggota lain (teknisi yang mengoperasikan alat-alat pemantau yang rumit).
1. Prinsip asepsis ruangan (alat-alat bedah, seluruh sarana kamar operasi, semua alat-alat
yang dipakai, personal operasi, sandal, baju, masker dan topi)
2. Prinsip asepsis personal, sebelum operasi meliputi 3 tahap, yaitu Scrubbing (cuci
tangan steril), Gowning (teknik pemakaian gaun operasi), dan Gloving (teknik
pemakaian sarung tangan steril).
3. Prinsip asepsis pasien terdiri dari Kebersihan pasien, Desinfeksi lapangan operasi, dan
Tindakan drapping.
Tindakan yang dapat dilakukan diantaranya yaitu perawatan dari sterilisasi alat,
mempertahankan kesterilan alat pada scat pembedahan yang digunakan teknik-teknik
tertentu tanpa singgung dan menjaga agar tidak bersinggungan dengan benda-benda
nonsteril.
Aktivitas keperawatan selama tahap intraoperatif meliputi empat (4) hal yaitu (DeLaune, &
Ladner, 2011):
1. Safety management
2. Monitoring fisiologis
3. Memonitoring psikologis
- Memberikan dukungan emosional pada pasien, berdiri di dekat klien dan
memberikan sentuhan selama prosedur indikasi, mengkaji status emosional klien,
dan mengkomunikasikan status emosional klien jika ada perubahan
- Memanage keamanan fisik pasien, dan mempertahankan prinsip dan teknik asepsis.
Definisi pemulihan adalah proses kontinu, dan proses tersebut selalu tumpang tindih
(overleaving) secara tradisi yaitu (Berman, Snyder, & Frandsen, 2016):
3. Late recovery, bila pasien kembali ke keadaan fisiologis seperti sebelum operasi.
Definisi penilaian pasien adalah sebagai tolak ukur untuk mengetahui apakah pasca operasi
bisaatau tidak bisa dipindahkan dengan menggunakan metoda aldreta score. Penilaian aldrete
score diantaranya (Berman, Snyder, & Frandsen, 2016):
1. Aktivitas
2. Respirasi
3. Sirkulasi
4. Kesadaran
5. Warna kulit
Jika dikatakan bisa pindah dari RR ke ruangan lain atau pulang, score menunjukkan 8-10.
Aldrete score adalah suatu penilaian secara klinis terhadap kondisi pasien pasca operasi untuk
terapi perawatan lebih lanjut ke ruang perawatan biasa atau butuh perawatan intensif.
2. Pemberian posisi
Atur posisi klien sesuai program. Klien yang mendapat anastesi spinal biasanya
dibaringkan datas selama 8 samapi 12 jam. Klien yang tidak sadar atau setengah sadar
dibaringkan miring dengan kepala sedikit elevasi.
6. Hindrasi
Pertahankan infus intravena sesuai program untuk mengganti cairan tubuh yang hilang
sebelum dan selama pembedahan. Apabila asupan secara oral diperbolehkan, mula-mula
berikan hanya sedikit tetes air. Jumlah air yang banyak dapat mengakibatkan muntah
karena anastesia dan analgesic. Ukur asupan dan keluaran cairan klien sedikitnya 2 hari
atau sampai keseimbangan cairan stabil. Cairan yang adekuat penting untuk kelembangan
membrane mukosa dan sekresi saluran napas serta mempertahankan fungsi ginjal dan
kardiovakular.
7. Diet
Dokter bedah memprogramkan diet klien pascaoperatif bergantung pada luasnya
pembedahan dan organ yang terlibat, klien dapat dipuasakan selama beberapa hari atau
mungkin mampu menerika asupan oral jika tifak lagi merasa mual. Kaji kembali bising
usus setiap 4 samapi 6 jam karena anatesi dan analgesic dapat menghambat bising usus.
Cairan dan makanan oral biasanya dimulai setelah peristaltic kembali berfungsi.
8. Eliminasi urin
Laporkan kepada dokter bedah apabila klien tidak berkemih dalam 8 jam setelah
pembedahan, kesuali telah disebutkan waktu tertentu klien akan berkemih. Pemberian
anastesi dapat menghambat tonus kandung kemih dan akan normal kembali dalam 6 sampai
8 jam setelah pembedahan.
9. Pengisapan
Beberapa klien kembali dari pembedahan dengan terpasang slang lambung atau susu dan
diprogramkan slang tersebut dihubungkan ke slang penghisap. Penghisapan diprogramkan
secara kontinue sebelum pemberian makan atau medikasi.
10. Perawatan luka
Balutan diinspeksi secara rutin untuk memastikan bahwa balutan bersih, kering dan utuh.
Drainase yang berlebih dapat mengindikasikan adanya hemoragi, inspeksi atau luka
terbuka. Pada saat balutan diganti, perawat mengkaji penampilan, ukuran, drainase,
pembengkakan, nyeri dan status drains atau slang.
Referensi :
Berman, A., Snyder, S., & Frandsen, G. (2016). Kozier and Erb’s Fundamentals of nursing:
concepts, practice, and process (10th Ed.). USA: Pearson Education, Inc.
Baradero, M., Dayrit, M. W., & Siswadi, Y. (2009). Prinsip dan praktik keperawatan
perioperatif. Jakarta : EGC
DeLaune, S. C., & Ladner, P. K. (2011). Fundamentals of nursing: standards and practice (4th
Ed.). USA : Delmar, Cengage Learning.
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2010). Brunner & suddarth’s
textbook of medical surgical nursing. 12th ed. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.
Wilkinson, J.M., Treas, L.S., Barnett, K.L., & Smith, M.H. (2016). Fundamentals of nursing
(3rd Ed.). Philadelphia: F.A. Davis Company.