Anda di halaman 1dari 31

ASUHAN KEPERAWATAN

PRE OPERATIF DAN INTRA OPERATIF

PADA PASIEN SC

RAHMIDA SIDAE

201802029

PRODI DII KEBIDANAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

WIDYA NUSANTARA PALU


T.A 2019/2020

BAB I

PEMBAHASAN

PRE OPERATIF

A. Defenisi Keperawatan Preoperatif

Fase praoperatif dimulai ketika keputusan untuk intervensi bedah


dibuat dan berakhir ketika pasien dikirim ke meja operasi. Lingkup aktivitas
keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian
dasar pasien di tatanan klinik atau di rumah, menjalani wawancara
praoperatif, dan menyiapkan pasien untuk anestesi yang diberikan dan
pembedahan (Brunner & Suddarth, 2002).

Tindakan keperawatan preoperatif merupakan tindakan yang


dilakukan oleh perawat dalam rangka mempersiapkan pasien untuk dilakukan
tindakan pembedahan dengan tujuan untuk menjamin keselamatan pasien
intraoperatif. Persiapan fisik maupun pemeriksaan penunjang serta persiapan
mental sangat diperlukan karena kesuksesan suatu tindakan pembedahan
berawal dari kesuksesan persiapan yang dilakukan selama tahap persiapan
(Rothrock, 2002).

Berdasarkan tinjauan teoritis diatas, penulis menyimpulkan


keperawatan preoperatif adalah fase dimulai ketika keputusan bedah dibuat dan
berakhir ketika pasien dikirim ke meja operasi. Pada fase ini pasien harus
betul-betul dipersiapkan keadaannya baik fisik maupun mental karenan
persiapan preoperatif ini akan menentukan kesuksesan pada tahap selanjutnya

B. Tujuan Asuhan Keperawatan Pre-Operatif

Tujuan utama asuhan keperawatan pre-operatif pada klien bedah dapat


meliputi :
1. Menghilangkan ansietas pre-operatif
2. Peningkatan pengetahuan tentang persiapan pre-operatif
3. Harapan pasca-operatif

C. Jenis – jenis tindakan keperawatan preoperative


Kegiatan keperawatan yang dapat dilakukan sesuai peran perawat
perioperatif antara lain mengidentifikasi factor – factor yang mempengaruhi
resiko pelaksanaan operasi, mengkaji kebutuhan fisik dan psikologis dan
memfasilitasi persiapan fisik dan psikologis selama masa pra pembedahan
(Taylor, 1997 ).

Adapun tindakan keperawatan preoperatif yang dapat dilakukan


sesuai peran perawat perioperatif antara lain :

1. Membina hubungan terpeutik, memberi kesempatan pada klien untuk


menyatakan rasa takut dan perhatiannya terhadap rencana operasi
2. Melakukan sentuhan untuk menunjukkan adanya empati dan perhatian
3. Menjawab atau menerangkan tentang berbagai prosedur operasi
4. Meningkatkan pemenuhan nutrisi dan hidrasi
5. Mengajarkan batuk dan nafas dalam
6. Mengajarkan manajemen nyeri setelah pembedahan
7. Mengajarkan latihan lengan dan ambulasi
8. Menerangkan alat – alat yang akan digunakan oleh klien selama operasi.

D. Peran perawat pra-operatif


Lamanya waktu praoperatif akan menentukan lengkapnya data
pengkajian, misalnya: jika pasien datang ke tempat pembedahan pada hari
yang sama, maka waktu yang tersedia mungkintidak cukup untuk melakukan
pemeriksaan fisik yang komprehensif. Dalam kasus ini perawat lebih
berfokus pada pengkajian utama seluruh sistem tubuh untuk memastikan
bahwa tidak ada masalah yang terabaikan. Walaupun dokter akan melakukan
pemeriksaan yang teliti dan menyeluruh sebelum menentukan jadwal
pembedahan, tetapi pengkajian praoperatif sering kali menunjukkan adanya
ketidak abnormalan. Hal ini akan mengakibatkan penundaan atau pembatalan
jadwal pembedahan yang telah dibuat. Perawat harus tetap waspada terhadap
kemungkinan terjadinya komplikasi pascaoperatif karena biasanya hasil
pemeriksaan memperlihatkan hasil yang normal-normal saja.pengkajian
praoperatif secara umum meliputi:
1. Pengkajian umum
2. Riwayat kesehatan
3. Pengkajian psikososialspiritual
4. Pemeriksaan fisik
5. Pengkajian diagnostik.
Asuhan keperawatan praoperatif pada praktiknya akan dilakukan
secara berkesinambungan, baik asuhan keperawatan praoperatif di bagian
rawat inap, poliklinik, bagian bedah sehari (one day care ) atau di unit gawat
darurat yang kemudian dilanjutkan dikamar operasi oleh perawat perioperatif.
Asuhan keperawatan praoperatif yang terintegrasi di ruang rawat inap,
poloklinik, bedah sehari, atau unit gawat darurat akan tetap dilanjutkan oleh
perawat perioperatif dikamar operasi (Muttaqin, 2009)

E. Persiapan Klien di Unit Perawatan


1. Persiapan fisik
Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi
dalam 2 tahapan, yaitu persiapan di unit perawatan dan persiapan di ruang
operasi. Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien
sebelum operasi menurut Brunner & Suddarth (2002), antara lain :
a. Status kesehatan fisik secara umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan
pemeriksaan status kesehatan secara umum, meliputi identitas klien,
riwayat penyakit seperti kesehatan masalalu, riwayat kesehatan
keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, antara lain status hemodinamik,
status kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik,
fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan lain-lain. Selain itu pasien harus
istirahat yang cukup, karena dengan istirahat dan tidur yang cukup
pasien tidak akan mengalam stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi
pasien yang memiliki riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil
dan bagi pasien wanita tidak akan memicu terjadinya haid lebih awal.
b. Status nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mngukur tinggi badan
dan berat badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein
darah (albumin dan globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala
bentuk defisiensi nutrisi harus dikoreksi sebelum pembedahan untuk
memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi
buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi
pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat
dirumah sakit. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi
pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga luka tidak bisa
menyatu), demam dan penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi
yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan
kematian.
c. Keseimbangan cairan dan elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan
input dan output cairan. Demikian juga kadar elektrolit serum harus
berada dalam rentang normal. Kadar elektrolit serum harus berada
dalam rentang normal. Kadar elektrolit yang biasanya dilakukan
pemeriksaan diantaranya adalah kadar natrium serum (normal : 134-145
mmol/l), kadar kalium serum (normal : 3,5-5 mmol/l) dan kadar
kreatinin serum (0,70-1,50 mg/dl). Keseimbangan cairan dan elektrolit
terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur
mekanisme asam basa dan eksresi metabolit obat-obatan anstesi. Jika
fungsi ginjal mengalami gangguan seperti oliguri/anuria, infusiensi
renal akut, dan nefritis akut, maka operasi harus ditunda menunggu
perbaikan fungsi ginjal, keculi pada kasus-kasus yang mengancam jiwa.
d. Kebersihan lambung dan kolon
Lambung dan kolon harus dibersihkan terlebih dahulu.
Intervensi keperawatan yang bisa diberikan diantaranya adalah pasien
dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan lambung dan kolon
dengan tindakan enema/lavement. Lamanya puasa berkisar antara 7
sampai 8 jam (biasanya puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB).
Tujuan dari pengosongan lambung dan kolon adalah untuk menghindari
aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan menghindari
kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga menghindarkan
terjadinya infeksi pasca pembedahan. Khusus pada pasien yang
membutuhkan operasi CITO (segera), seperti pada pasien kecelakaan
lalu lintas, maka pengosongan lambung dapat dilakukan dengan cara
pemasangan NGT (naso gastric tube).
e. Pencukuran daerah operasi
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk
menghindari terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan
pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat
bersembunyi kuman dan juga mengganggu/menghambat proses
penyembuhan dan perawatan luka. Meskipun demikian ada beberapa
kondisi tertentu yang tidak memerlukan pencukuran sebelum operasi,
misalnya pada pasien luka incisi pada lengan. Tindakan pencukuran
(scheren) harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai menimbulkan
luka pada daerah yang dicukur. Sering kali pasien diberikan kesempatan
untuk mencukur sendiri agar pasien merasa lebih nyaman.
f. Personal hygiene
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan
operasi karena tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan
dapat mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi. Pada pasien
yang kondisi fisiknya kuat dianjurkan untuk mandi sendiri dan
membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya jika
pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene secara
mandiri maka perawat akan memberikan bantuan pemenuhan
kebutuhan personal hygiene.
g. Pengosongan kandung kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan
pemasangan kateter. Selain untuk pengongan isi bladder tindakan
kateterisasi juga diperlukan untuk mengobservasi balance cairan.
h. Latihan pra operasi
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum
operasi, hal ini sangat penting sebagai persiapan pasien dalam
menghadapi kondisi pasca operasi, seperti : nyeri daerah operasi, batuk
dan banyak lendir pada tenggorokan.
Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara lain:
1) Latihan nafas dalam
Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk
mengurangi nyeri setelah operasi dan dapat membantu pasien
relaksasi sehingga pasien lebih mampu beradaptasi dengan nyeri
dan dapat meningkatkan kualitas tidur. Selain itu teknik ini juga
dapat meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah
anastesi umum. Dengan melakukan latihan tarik nafas dalam secara
efektif dan benar maka pasien dapat segera mempraktekkan hal ini
segera setelah operasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien.
2) Latihan batuk efektif
Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien
terutama klien yang mengalami operasi dengan anstesi general.
Karena pasien akan mengalami pemasangan alat bantu nafas
selama dalam kondisi teranestesi. Sehingga ketika sadar pasien
akan mengalami rasa tidak nyaman pada tenggorokan. Dengan
terasa banyak lendir kental di tenggorokan. Latihan batuk efektif
sangat bermanfaat bagi pasien setalah operasi untuk mengeluarkan
lendir atau sekret tersebut.
3) Latihan gerak sendi
Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi
pasien sehingga setelah operasi, pasien dapat segera melakukan
berbagai pergerakan yang diperlukan untuk mempercepat proses
penyembuhan. Pasien/keluarga pasien seringkali mempunyai
pandangan yang keliru tentang pergerakan pasien setelah operasi.
Banyak pasien yang tidak berani menggerakkan tubuh karena takut
jahitan operasi sobek atau takut luka operasinya lama sembuh.
Pandangan seperti ini jelas keliru karena justru jika pasien selesai
operasi dan segera bergerak maka pasien akan lebih cepat
merangsang usus (peristaltik usus) sehingga pasien akan lebih cepat
kentut/flatus.
Tujuan lainnya adalah memperlancar sirkulasi untuk
mencegah stasis vena dan menunjang fungsi pernafasan optimal.
Intervensi ditujukan pada perubahan posisi tubuh dan juga Range
of Motion (ROM). Latihan perpindahan posisi dan ROM ini pada
awalnya dilakukan secara pasif namun kemudian seiring dengan
bertambahnya kekuatan tonus otot maka pasien diminta melakukan
secara mandiri.
2. Persiapan penunjang
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari tindakan pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan
penunjang, maka dokter bedah tidak mungkin bisa menentukan tindakan
operasi yang harus dilakukan pada pasien. Pemeriksaan penunjang yang
dimaksud adalah berbagai pemeriksaan radiologi, laboratorium maupun
pemeriksaan lain seperti ECG, dan lain-lain.
Berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan
pada pasien sebelum operasi (tidak semua jenis pemeriksaan dilakukan
terhadap pasien, namun tergantung pada jenis penyakit dan operasi yang
dijalani oleh pasien).
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien preoperasi antara
lain :
a. Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks,
abdomen, foto tulang (daerah fraktur), USG (Ultra Sono Grafi), CT
scan (computerized Tomography Scan) , MRI (Magnetic Resonance
Imagine), BNO-IVP, Renogram, Cystoscopy, Mammografi, CIL
(Colon in Loop), EKG/ECG (Electro Cardio Grafi), ECHO, EEG
(Electro Enchephalo Grafi), dll.
b. Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksaan darah : hemoglobin,
angka leukosit, limfosit, LED (laju enap darah), jumlah trombosit,
protein total (albumin dan globulin), elektrolit (kalium, natrium, dan
chlorida), CT/BT, ureum, kreatinin, BUN, dll. Bisa juga dilakukan
pemeriksaan pada sumsum tulang jika penyakit terkait dengan kelainan
darah.
c. Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan
jaringan tubuh untuk memastikan penyakit pasien sebelum operasi.
Biopsi biasanya dilakukan untuk memastikan apakah ada tumor
ganas/jinak atau hanya berupa infeksi kronis saja.
d. Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD).Pemeriksaan KGD dilakukan
untuk mengetahui apakah kadar gula darah pasien dalan rentang
normal atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan dengan puasa 10 jam
(puasa jam 10 malam dan diambil darahnya jam 8 pagi) dan juga
dilakukan pemeriksaan KGD 2 jam PP (post prandial).
e. Informed Consent Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan
penunjang terhadap pasien, hal lain yang sangat penting terkait dengan
aspek hukum dan tanggung jawab dan tanggung gugat, yaitu Informed
Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus menyadari bahwa
tindakan medis, operasi sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh
karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan medis, wajib
menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis
(pembedahan dan anestesi).
Informed Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit
menjunjung tinggi aspek etik hukum, maka pasien atau orang yang
bertanggung jawab terhadap pasien wajib untuk menandatangani surat
pernyataan persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan yang
dilakukan pada pasien terkait dengan pembedahan, keluarga
mengetahui manfaat dan tujuan serta segala resiko dan
konsekuensinya. Pasien maupun keluarganya sebelum menandatangani
surat pernyataan tersebut akan mendapatkan informasi yang detail
terkait dengan segala macam prosedur pemeriksaan, pembedahan serta
pembiusan yang akan dijalani. Jika petugas belum menjelaskan secara
detail, maka pihak pasien/keluarganya berhak untuk menanyakan
kembali sampai betul-betul paham. Hal ini sangat penting untuk
dilakukan karena jika tidak maka penyesalan akan dialami oleh
pasien/keluarga setelah tindakan operasi yang dilakukan ternyata tidak
sesuai dengan gambaran keluarga.
f. Persiapan mental/emosional. Persiapan mental merupakan hal yang
tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental
pasien yang tidak siap atau labil dapat berpengaruh terhadap kondisi
fisiknya.
Masalah mental yang biasa muncul pada pasien preoperasi
adalah kecemasan. Maka perawat harus mengatasi permasalahan yang
sedang dihadapi klien. Perawat perlu mengkaji mekanisme koping
yang biasa digunakan oleh pasien dalam menghadapi stres. Disamping
itu perawat perlu mengkaji hal-hal yang bisa digunakan untuk
membantu pasien dalam menghadapi masalah ketakutan dan
kecemasan preoperasi, seperti adanya orang terdekat, tingkat
perkembangan pasien, faktor pendukung/support system.
Persiapan mental dapat dilakukan dengan bantuan keluarga
dan perawat. Kehadiran dan keterlibatan keluarga sangat mendukung
persiapan mental pasien. Keluarga hanya perlu mendampingi pasien
sebelum operasi, memberikan doa dan dukungan pasien dengan kata-
kata yang menenangkan hati pasien dan meneguhkan keputusan pasien
untuk menjalani operasi.
F. ASUHAN KEPERAWATAN PRAOPERATIF
1. Pengkajian
a. Pengkajian umum
pada pengkajian pasien di unit rawat inap, poliklinik, bagian
bedah sehari, atau unit gawat darurat dilakukan secara komprehensif
dimana seluruh hal yang berhubungan dengan pembedahan pasien perlu
dilakukan secara seksama.

1). Identitas pasien

Pengkajian ini diperlukan agar tidak terjadi duplikasi nama


pasien. Umur pasien sangat penting untuk diketahui guna melihat
kondisi pada berbagai jenis pembedahan. Perawat perioperatif harus
mengetahui bahwa faktor usia, baik anak-anak dan lansia dapat
meningkatkan risiko pembedahan. Untuk menentukan tindakan
pencegahan mana yang penting untuk dimasukkan ke dalam rencana
asuhan keperawatan.

Pada bayi dan anak-anak dengan status fisiologis yang


masih imatur atau mengalami penurunan, pertahanan suhunya masih
belum optimal. Refleks menggigil pada bayi belum berkembang dan
sering terjadi berbagai variasi suhu. Anestesi menyebabkan
vasodilatasi dan kehilangan napas. Bayi juga mengalami kesulitan
untuk mempertahankan volume sirkulasi darah normal. Kehilangan
darah walaupun dalam jumlah kecil dapat menjadi hal yang serius
dikarenakan penurunan volume sirkulasi menyebabkan bayi sulit
berespon terhadap kebutuhan untuk meningkatkan oksigen selama
pembedahan sehingga bayi rentan mengalami dehidrasi.

Pada lansia, kapasitas fisik pasien lansia untuk beradaptasi


dengan stres pembedahan menjadi terhambat karena mundurnya
beberapa fungsi tubuh tertentu. Secara umum lansia dianggap
memiliki risiko pembedahan yang lebih buruk dibandingkan pasien
yang lebih muda, hal ini dikarenakan menurunnya fungsi tubuh.
2) Jenis pekerjaan
Sebagai persiapan umum, persiapan finansial sangat
bergantung pada kemampan pasien dan kebijakan rumah sakit
tempat pasien akan menjalani proses pembedahan. Sebelum
dilakukan pembedahan sebaiknya pasien dan keluarga sudah
mendapat penjelasan dan informasi terkait masalah finansial, mulai
dari biaya operasi hingga pemmakaian alat tambahan. Hal ini
diperlukan agar setelah operasi nanti tidak ada komplain atau
ketidakpuasan pasien dan keluarga.
3) Persiapan umum
Persiapan informed consent dilakukan sebelum
dilaksanakan tindakan. Pasien dan keluarga harus mengetahui proses
operasi, jenis operasi, dan prognosis dari hasil pembedahan. Peran
perawat disini adalah bertanggung jawab dan memastikan bahwa
pasien/keluarga dan dokter sudah menandatangani isi dari formulir
dari informed consent. Persiapan alat dan obat yang akan digunakan
selama pembedahan harus dilakukan secara optimal sesuai dengan
kebijakan institusi. Beberapa rumah sakit memberlakukan kebijakan
bahwa persiapan alat dan obat harus dilakukan sebelum pasien
masuk kamar operasi. Beberapa rumah sakit lainnya mensyaratkan
penyediaan darah untuk persiapan tranfusi harus dilakukan oleh
pihak keluarga. Pengkajian ulang pada ketepatan tranfusi darah
antara pendonor dan resipien dapat menurunkan risiko kesalahan
pemberian tranfusi.

Pasien yang diterima di kamar operasi akan di


klarifikasi secara ringkas dan disesuaikan dengan intervensii bedah
yang akan dilakukan. Dalam melakukan pengkajian yang ringkas
dan optimal, perawat kamar operasi hanya melakukan klarifikasi
secara cepat dengan menggunakan sistem checklist. Formlir
checklist bertujuan untuk mendokumentasikan prosedur secara rutin
dilakukan pada pembedahan. Yang diharapkan dari pembuatan
formulir ini adalah perawat perioperatif dapat secara ringkas
memvalidasi persiapan praoperatif yang telah dilakukan perawat
ruangan. Pada kondisi yang lebih baik, beberapa institusi rumah sakit
memberlakukan lembar pengenal yang dipasang pada lengan bawah
pasien yang bertujuan mencegah kekeliruan atau kesalahan
intervensi yang akan dilakukan.

b. Pengkajian riwayat kesehatan


1). Riwayat kesehatan
Wawancara untuk mengumpulkan riwayat yang
diperlukan sesuai dengan klasifikasi pembedahan. Pengkajian ulang
riwayat kesehatan pasien harus meliputi riwayat penyakit yang pernah
diderita dan alasan utama pasien mencari pengobatan. Riwayat
kesehatan pasien adalah sumber yang sangat baik. Sumber berharga
lainnya adalah rekammedis dari riwayat perawatan sebelumnya.
Penyakit yang diderita pasien akan mempengaruhi kemampuan pasien
dalam menoleransi pembedahan dan mencapai pemulihan yang
menyelurh.
Pengalaman bedah sebelumnya dapat memengaruhi
respon fisik dan psikologis pasien terhadap prosedur pembedahan.
Perawat mengkaji semua komplikasi yang pernah dialami pasien.
Infomasi ini akan membantu perawat dalam mengantisipasi kebutuhan
pasien selama pra dan pascaoperatif. Pembedahan sebelumnya juga
dapat memengaruhi tingkat perawatan fisik yang dibutuhan pasien
setelah menjalani prosedur pembedahan, misalnya: pasien yang
pernah menjalani torakotomi untuk reseksi lobus paru mempunyai
risiko komplikasi paru-paru yang lebih besar daripada pasien dengan
paru-paru yang masih utuh dan normal.
Jika pasien menggunakan obat yang telah direserpkan atau
obat yang dibeli di luar apotek secara teratur, maka dokter bedah atau
ahli anestesi mungkin akan menghentikan pemberian obat tersebut
untuk sementara sebelum pembedahan atau mereka akan
menyesuaikan dosisnya. Beberapa jenis obat mempnyai implikasi
khusus bagi pasien bedah. Obat yang diminum sebelum pembedahan
secara otomatis akan dihentikan saat pasien selesai menjalani operasi
kecuali dokter meminta pasien untuk menggunakannya kembali.
2) Riwayat alergi
Apabila pasien mempunyai riwayat alergi satu atau lebih,
maka pasienperlu mendapat pita identifikasi alergi yang dipakai pada
pergelangan tangan sebelum menjalanu pembedahan atau penulisan
simbol alergi yang tertulis jelas pada status rekam medis sesia dengan
kebijakan institusi. Perawat juga harus memastikan bahwa bagian
depan lembar pencatatan pasien berisi daftar yang dideritanya.
3) Kebiasaan merokok, alkohol, dan narkoba
Pasien perokok memiliki risiko yang lebih besar untuk
mengalami komplikasi paru-paru pasca operasi daripada pasien bukan
perokok. Perokok kronik telah mengalami peningkatan jumlah dan
ketebalan sekresi lendir pada paru-parunya. Anestesi umum akan
meningkatkan iritasi jalan napas dan merangsang sekresi pulmonal,
karena sekresi tersebut akan dipertahankan akibat penurunan aktivitas
siliaris selama anestesi.
Kebiasaan mengkonsumsi alkohol mengakibatkan reaksi
yang merugikan terhadap obat anestesi, mengalami toleransi silang
(toleransi obat meluas) sehingga memerlukan dosis anestesi yang
lebih tinggi dari normal. Selain itu dokter mungkin perlu
meningkatkan dosis analgesik pascaoperasi. Konsumsi alkohol secara
berlebihan juga dapat menyebabkan malnutrisi sehingga
penyembuhan luka menjadi lambat.
Pasien yang mempunyai riwayat adanya pemakaian narkoba
perlu diwaspadai atas kemungkinan yang lebih besar untuk terjangkit
penyakit seperti HIV dan hepatitis, terutama pada pasien pengguna
narkoba suntik. Penggunaan narkotika akan mengganggu kemampan
pasien mengontrol nyeri serta memengaruhi tingkat serta jumlah
pemberian anestesi selama pembedahan. Penggunaan narkoba suntik
dapat mengganggu sistem vaskular dan menyulitkan akses ke dalam
vena.
c. Pengkajian psikososial spiritual
1). Kecemasan praoperatif
Pengkajian psikososial yaitu data subjektif dan objektif.
Pengetahuan dan persepsi pasien tentang pembedahannya dapat
ditanyakan langsung pada pasien. Pengetahuan pasien tentang
pembedahannya perlu diketahui oleh perawat agar perawat dapat
memberi penjelasan lebih lanjut. Pemeriksaan fisik dan diagnostik
yang dilakukan oleh perawat meliputi pemeriksaan head to toe. Pada
tahap preoperatif, data objektif dikumpulkan dengan dua tujuan yaitu
memperoleh data dasar untuk digunakan sebagai pembanding data
pada tahap intraoperatif dan tahap pascaoperatif dan mengetahui
masalah potensial yang memerlukan penanganan sebelum
pembedahan dilaksanakan (Baradero, Dayrit, Siswadi, 2009).
Berbagai dampak psikologis yang dapat muncul adalah
adanya ketidaktahuan akan pengalaman pembedahan yang dapat
mengakibatkan kecemasan yang terekspresikan dalam berbagai bentuk
seperti marah, menolak, atau apatis terhadap kegiatan keperawatan.
Pasien yang cemas sering mengalami ketakutann atau perasaan tidak
tenang. Berbagai bentuk ketakutan muncul seperti keakuratan akan hal
yang tidak diketahui, misalnya terhadap pembedahan, anestesi, masa
depan, keunangan, dan tanggung jawab keluarga. Bagian terpenting
dari pengkajian kecemasan praoperatif adalah untuk menggali peran
orang terdekat, baik dari keluarga maupun sahabat pasien. Adanya
sumber dukungan orang dekat akan menurnkan kecemasan.

2) Perasaan

Perawat dapat mendeteksi perasaan pasien mengenai


pembedahan dari perilaku dan perbuatannya. Pasien yang merasa
takut biasanya sering bertanya, tampak tidak nyaman jika ada orang
asing memasuki ruangan, atau secara aktif mencari dukungan dari
teman dan keluarga.
3) Kepercayaan spiritual
Kemampuan yang paling berguna bagi perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan adalah kemampuan untuk
mendengarkan pasien, terutama saat mengumpulkan prinsip-prinsip
komunikasi dan wawancara, perawat dapat mengumpulkan prinsip-
prinsip komunikasi dan wawancara, perawat dapat mengumpulkan
informasi dan wawasan yang sangat berharga. Perawat yang tenang,
memperhatikan, dan pengertian akan menimbullkan rasa percaya
pasien.
4) Pengetahuan, persepsi, dan pemahaman
Perawat harus mempersiapkan pasien dan keluarganya untuk
menghadapi pembedahan. Dengan mengidentifikasi pengetahuan,
persepsi, dan pemahaman pasien, dapat membantu perawat
merencanakan penyuluhan dan tindakan untuk mempersiapkan
kondisi emosional pasien. Apabila pasien dijadwalkan menjalani
bedah sehari, maka pengkajian dapat dilakukan diruang praktik dokter
atau rumah pasien.
d. Pemeriksaan fisik
1) Tanda-tanda vital
Pemeriksaan fisik awal adalah pemeriksaan tanda-tanda vital,
untuk menentukan status kesehatan atau untuk menilai respon pasien
terhadap stres terhadap intervensi pembedahan. Pengukuran TTV
memberi data untuk menentukan status kesehatan pasien yang llazim,
seperti respon terhadap stres fisik dan psikologis, terapi medis dan
keperawatan, atau menandakan perubahan fungsi fisiologis.
Perubahan TTV menandakan kebutuhan dilakukannya intervensi
keperawatan dan medis praoperatif.
Pengkajian TTV praoperatif memberikan data dasar yang
penting untuk dibandingkan dengan perubahan TTV yang terjadi
selama dan setelah pembedahan. Peningkatan denyut jantung dapat
disebabkan karena adanya kekurangan volume cairan plasma,
kekurangan kalium, atau kelebihan natrium. Apabila denyuk nadi kuat
dan keras, hal tersebut mungkin disebabkan karena kelebihan volume
cairan. Disritmia jantung biasanya disebabkan oleh
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Peningkatan suhu sebelum pembedahan merupakan penyebab
yang harus diperhatikan. Apabila pasien mengalami infeksi maka
dokter bedah dapat menunda pembedahan sampai infeksi teratasi.
Peningkatan suhu tubuh meningkatkan risiko ketidakseimbangan
elektrolit setelah pembedahan. Pengkajian TTV memungkinkan
perawat untuk mengidentifikasi diagnosis keperawatan,
mengimplementasikan rencana intervensi, dan mengevaluasi
keberhasilan TTV dikembalikan pada batas nilai yang diterima.
2) Pengkajian tingkat kesadaran
Penilaian tingkat respon kesadaran secara mum dapat
mempersingkat pemeriksaan. Pada keadaan emergensi, kondisi pasien
dan waktu pengumpulan data penilaian tingkat kesadaran sangat
terbatas. Oleh karena itu Glasgow Coma Scale/GCS dapat
memberikan jalan pintas yang sangat berguna. Skala tersebut
memngkinkan pemeriksa untuk membuat peringkat tiga respon utama
pasien terhadap lingkungan, yaitu: membuka mata, mengucapkan
kata, dan gerakan.
3) Pengkajian status nutrisi

Perbaikan jaringan normal da resistensi terhadap infeksi


bergantung pada status nutrisi yang cukup. Pembedahan akan
meningkatkan kebutuhan nutrisi. Setelah pembedahan pasien
membutuhkan minimal 1500 kkal/hari untuk mempertahankan
cadangan energi. Namun jika pasien malnutrisi harus menjalani
prosedur darurat, maka upaya perbaikan nutrisi dilakukan setelah
pembedahan.

Obesitas meningkatkan risiko pembedahan akibat


menurunnya ventilasi dan fungsi jantung. Pasien akan mengalami
keslitan melakukan aktifitas fisik dan normal setelah pembedahan.
Pasien obesitas rentan mengalami penyembuhan luka yang buruk dan
infeksi luka karena struktur jaringan lemak memiliki suplai darah
yang buruk.
4) Hiduung dan sinus
Lakukan inspeksi palatum mole dan sinus nasalis dengan
tujuan untuk mengkaji drainase sinus yang menggambarkan adanya
infeksi sinus atau pernapasan.
5) Mulut, bibir, lidah dan palatum
Kondisi membran mukosa mulut menunjukkan status
dehidrasi. Pasien dehidrasi berisiko mengalami ketidak seimbanagn
cairan dan elektrolit yang serius selama pembedahan.
6) Sistem saraf
Pasien yang akan menjalani pembedahan karena penyakit
neurologis kemungkinan menunjukkan gangguan tingkat kesadaran
atau perubahan perilaku. Tingkat kesadaran dapat berubah karena
anestesi umum, namun setelah efek anestesi menghilang, tingkat
respon pasien akan kembali pada tingkat respon sebelum operasi.
Jika pasien akan mendapatkan anestesi spinal, maka
pengkajian praoperatif terhadap fungsi dan kekuatan motorik kasar
penting dilakukan. Anestesi spinal menyebabkan ekstermitas bawah
mengalami paralisis sementara. Perawat harus menyadari adanya
kelemahan atau gangguan mobilisasi pada ekstermitas bawah pasien
agar perawat tidak cemas jika seluruh fungsi motorik tidak kembali
normal pada saat efek anestesi spinal menghilang.
Pengkajian sensibilitas prabedah sangat bermanfaat sebagai
bahan evaluasi pada saat pascaanestesi di ruang pemulihan. Peta
dermatom dapat membantu perawat dalam melakukan pemeriksaan
fisik sensibilitas fungsi kontrol sistem saraf dari pusat ke perifer.
7) Sistem endokrin
Bahaya utama yang dapat mengancam penderita diabetes
tidak terkontrol adalah hipoglikemi. Hipoglikemi perioperatif
mungkin terjadi selama anestesi, akibat asupan karbohidrat
pascaoperatif yang tidak adekuat atau pemberian obat insulit yang
berlebihan. Bahaya lain yang mengancam pasien tetapi onsetnya tidak
secepat hipoglikemi adalah asidosis atau glukosuria. Secara umum
risiko pembedahan bagi pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol
tidak lebih besar dari pasien nondiabetes, namun pemantauan kadar
gula darah secara rutin penting dilakukan sebelum, selama, dan
setelah pembedahan. Pasien yang mendapat kortikosteroid berisiko
mengalami insufisiensi adrenal. Oleh karena itu, penggunaan medikasi
steroid untuk segala tujuan selama tahun-tahun sebelumnya harus
dilaporkan pada ahli anestesi dan ahli bedah.
8) Sistem pernapasan
Pemeriksaan praoperatif sistem pernapasan dapat menjadi
data dasar rencana intervensi pascaoperatif. Pemeriksaan dimulai
dengan melihat (inspeksi) keadaan umum sistem pernapasan dan
tanda-tanda abnormal seperti sianosis, pucat, kelelahan, sesak napas,
batuk, dan lainnya. Pada palpasi, perawat menilai adanya kelainan
pada dinding toraks dan merasakan perbedaan getaran suara napas.
Kelainan yang mungkin didapatkan pada pemeriksaan ini seperti:
nyeri tekan, adanya emfisema sbkutan, atau terdapat penurunan
getaran suara napas pada satu sisi akibat adanya cairan atau udara
pada rongga pleura.
Untuk menentukan kondisi paru-paruu, perawat
mengauskultasi bunyi napas normal, bunyi napas tambahan.
Auskultasi bunyi napas akan menunjukkan apakah pasien mengalami
kongesti paru atau penyempitan jalan napas. Adanya atelektasis atau
kelembaban pada jalan napas akan memperburuk kondisi pasien
selama pembedahan. Kongesti paru yang serius dapat menyebabkan
ditundanya pembedahan. Beberapa obat dapat menyebabkan spasme
otot laring, oleh karena itu jika perawat mendengar bunyi mengi saat
mengauskultasi jalan napas pada pemeriksaan praoperatif, maka hal
ini menunjukkan pasien berisiko mengalami penyempitan jalan napas
yang lebih lanjut selama pembedahan.
9) Sistem kardiovasklar
Pemeriksaan tekanan darah praoperatif dilakukan untuk
menilai adanya peningkatan darah di atas normal (hipertensi) yang
berpengaruh pada kondisi hemodinamik intraoperatif dan
pascaoperatif. Apabila pasien mempunyai penyakit jantung, maka
perawat harus mengkaji karakter denyut jantung apikal. jantung, maka
perawat harus mengkaji karakter denyut jantung apikal. jantung, maka
perawat harus mengkaji karakter denyut jantung apikal. Setelah
pembedahan, maka perawat harus membandingkan frekuensi dan
irama nadi dengan data yang diperoleh sebelum operasi. Obat-obatan
anestesi, perubahan dalam keseimbangan cairan, dan stimulasi respon
stres akibat pembedahan dapat menyebabkan disritmia jantung.
Nadi periper juga harus di kaji oleh perawat, begitu juga
dengan waktu pengisian kapiler, dan warna serta suhu ekstermitas
untuk menentukan sirkulasi pasien. Waktu pengisian kapiler dikaji
untuk menilai kemampuan perfusi perifer. Pengukuran pengisian
kapiler penting dilakukan pada pasien yang menjalani pembedahan
vaskular atau pasien yang ekstermitasnya dipasang gips ketat.
10) Keseimbangan cairan dan elektrolit
Pembedahan akan diproses oleh tubuh sebagai sebuah
trauma. Akibat respon adrenokortikal, reaksi hormon akan
menyebabkan retensi air dan natrium serta kehilangan kalium dalam
2-5 hari pertama setelah pembedahan. Banyaknya protein yang pecah,
akan menimbulkan keseimbangan nitrogen yang negatif. Beratnya
respon stres memengaruhi tingkat ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit. Semakin luas pembedahan, maka semakin berat pula stres
akibat kehilangan cairan dan elektroloi intra operatif.
Pasien yang mengalami syok hipovolemik atau perbahan
elektrolit praoperatif yang serius mempunyai risiko yang signifikan
selama dan setelah pembedahan. Misalnya, kelebihan atau kekurangan
kalium akan meningkatkam peluang terjadinya disritmia. Apabila
pasien sebelumnya telah mempunyai gangguan pada ginjal,
gastrointestinal, atau kardiovaskular, maka risiko terjadinya perubahan
cairan dan elektrolit akan semakin besar.
11) Abdomen dan panggul
Hepar berperan penting dalam biotransformasi senyawa-
senyawa anestesi. Oleh karena itu segala bentuk kelainan hepar
berefek pada bagaimana anestesi tersebut dimetabolisme. Karena
penyakit hepar akut berkaitan dengan mortalitas bedah yang tinggi,
maka perbaikan fungsi hepar pada fase praoperatif sangat diperlukan.
Pengkajian yang cermat dilakukan dengan berbagai pemeriksaan
fungsi hepar.
Pengkajian bising usus pada fase praoperatif berguna sebagai
data dasar. Perawat juga menentukan apakah pergerakan usus pasien
teratur. Apabila pembedahan memerlukan manipulasi saluran
gastrointestinal atau pasien diberikan anestesi umum, maka peristaltik
tidak akan kembali normal dan bising usus akan hilang atau berkurang
selama beberapa hari setelah operasi.
Ginjal terlibat dalam ekskresi obat-obat anestesi dan
metaboliknya. Status asam basa da metabolisme merupakan
pertimbangan penting dalam pemberian anestesi. Pembedahan
dikontraindikasikan bila pasien menderita nefritis akut, insufisiensi
renal akut dengan oliguri atau anuri, atau masalah renal akut lainnya,
kecuali kalau pembedahan merupakan satu tindakan penyelamat
hidup atau amat penting untuk memperbaiki fungsi urin, seperti
obstruksi uropati.
e. Pemeriksaan diagnostik
Sebelum pasien menjalani pembedahan, dokter bedah akan
meminta pasien untuk menjalani pemeriksaan diagnostik guna memeriksa
adanya kondisi yang tidak normal. Banyak pemeriksaan laboratorium dan
diagnostik seperti EKG dan foto dada tidak lagi dilakukan secara rutin
untuk pasien yang menjalani bedah sehari karena biaya yang harus
dikeluarkan untuk pemeriksaan tersebut tidak efektif jika pasien sehat dan
tidak menunjukkan gejala yang tidak normal. Perawat bertanggung jawab
mempersiapkan dalam klien untuk menjalani pemeriksaan diagnostik dan
mengatur agar pasien menjalani pemeriksaan yang lengkap. Perawat juga
harus mengkaji hasil pemeriksaan diagnostik yang perlu diketahui dokter
untuk membantu merencanakan terapi yang tepat.
f. Pemeriksaan skrining tambahan
Apabila pasien berusia lebih dari 40 tahun atau mempnyai
penyakit jantung, maka dokter mngkin akan meminta pasien untuk
menjalani pemeriksaan sinar-X dada atau EKG. Pada beberapa prosedur
bedah tertentu seperti bedah saraf, jantung, dan urologi, diperlukan
pemeriksaan canggih untuk menegakkan diagnosa prabedah, misalnya:
MRI, CT-Scan, USG doppler, dan lainnya sesuai kebutuhan diagnosis
prabedah.
2. Diagnosa keperawatan pra-operatif
a. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
pembedahan yang akan dilaksanakan dan hasil akhir pacaoperatif
b. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan prognosis
pembedahan, ancaman kehilangan organ atau fungsi tubuh dari
prosedur pembedahan, dan ketidakmampuan menggali koping efektif
c. Kurang pengetahuan tentang implikasi pembedahan berhubungan
dengan kurang pengalamab tentang operasi, kesalahan informasi.
3. Intervensi Keperawatan
1) Ansietas yang berhubungan dengan pengalaman bedah (anestesi,
nyeri) dan hasil akhir dari pembedahan.
a) Mengidentifikasi sumber rasa cemas
b) Membantu pasien memakai mekanisme koping yang efektif
c) Membantu pasien untuk melakukan kegiatan yang bisa mengurang
rasa cemas, misalnya mendengarkan musik, relaksasi progresif,
imajinasimtem bimbing dan sebagainya.
d) Melibatkan sistem pendukung pasien seperti keluarga dan orang
yang berarti baginya.
e) Memberikan obat-obatan yang bisa mengurangi rasa cemas seperti
diazepam (Valium 5-15 mg IV/IM/oral), midazolam (Versed 1-4
mg IV/IM), dan obat-obat lain yang dapat mengurangi kecemasan

2). Defisit pengetahuan yang berhubungan dengan tidak ada informasi


mengenai rutinitas perioperative

a) Melakukan penyuluhan kesehatan terkait rutinitas perioperatif.


b) Memberikan informasi yang singkat dan jelas tentang pembedahan.
c) Menjelaskan prosedur pembedahan kepada pasien dan keluarganya.
INTRA OPERATIF

A. DEFINISI KEPERAWATAN INTRAOPERATIF


Keperawatan intra operatif merupakan bagian dari tahapan
keperawatan perioperatif. Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah
segala macam aktivtas yang dilakukan oleh perawat di ruang operasi.
Aktivitas di ruang operasi oleh perawat difokuskan pada pasien yang
menjalani prosedur pembedahan untuk perbaikan, koreksi atau
menghilangkan masalah-masalah fisik yang mengganggu pasien. Tentunya
pada saat dilakukan pembedahan akan muncul permasalahan baik fisiologis
maupun psikologis pada diri pasien. Untuk itu keperawatan intra operatif
tidak hanya berfokus pada masalah fisiologis yang dihadapi oleh pasien
selama operasi, namun juga harus berfokus pada masalah psikologis yang
dihadapi oleh pasien. Sehingga pada akhirnya akan menghasilkan outcome
berupa asuhan keperawatan yang terintegrasi.
Untuk menghasilkan hasil terbaik bagi diri pasien, tentunya
diperlukan tenaga kesehatan yang kompeten dan keda sama yang sinergis
antara masing-masing anggota tim. Secara umum anggota tim dalam prosedur
pembedahan ada tiga kelompok besar, meliputi pertama, ahli anastesi dan
perawat anastesi yang bertugas memberikan agen analgetik dan
membaringkan pasien dalam posisi yang tepat di meja operasi, kedua ahli
bedah dan asisten yang melakukan scrub dan pembedahan dan yang ketiga
adalah perawat intra operatif. Perawat intra operatif bertanggung jawab
terhadap keselamatan dan kesejahteraan (well being) pasien. Untuk itu
perawat intra operatif perlu mengadakan koordinaspetugas ruang operasi dan
pelaksanaan perawat scrub dan pengaturan aktivitas selama pembedahan.
Peran lain perawat di ruang operasi adalah sebagai rnfa (registered
nurse first assitant).peran sebagai rnfa ini sudah berlangsung dengan baik di
negara amerika utara dan eropa. Namun demikian praktiknya di indonesia
masih belum sepenuhnya tepat. Peran perawat sebagai rnfa diantaranya
meliputi penanganan jaringan, memberikan pemajanan pada daerah operasi,
penggunaan instrumen, jahitan bedah dan pemberian hemostatis. Untuk
menjamin perawatan pasien yang optimal selama pembedahan, informasi
mengenai pasien harus dijelaskan pada ahli anastesi dan perawat anastesi,
serta perawat bedah dan dokter bedahnya. Selain itu segala macam
perkembangan yang berkaitan dengan perawatan pasien di unit perawatan
pasca anastesi (pacu) seperti perdarahan, temuan yang tidak diperkirakan.
Permasalahan cairan dan eleklrolit, syok, kesulitan pernafasan harus dicatat,
didokumentasikan dan dikomunikasikan dengan staff pacu.
Perawatan selama anestesi dimulai sejak pasien berada diatas meja
operasi Sampai dengan pasien dipindahkan ke ruang pulih sadar
B.
1. Pengkajian
a. Gunakan data dari pasien dan catatan pasien untuk mengidentifikasi
variabel yang dapat mempengaruhi perawatan dan yang berguna
sebagai pedoman untuk mengembangkan rencana perawatan pasien
individual;
b. Identifikasi pasien
c. Validasi data yang dibutuhkan dengan pasien
d. Telaah catatan pasien terhadap adanya :

1). Informed yang benar dengan tanda tangan pasien

2). Kelengkapan catatan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik

3) Hasil pemeriksaan diagnostik

4) Kelengkapan riwayat dan pengkajian kesehatan

5) Checklist pra-operatif

a) Lengkapi pengkajian keperawatan praoperatif segera


 Status fisiologi
Misalnya : tingkat sehat-sakit, tingkat kesadaran)
 Status psikososial
Misalnya : ekspresi kekhawatiran, tingkat ansietas, masalah
komunikasi verbal, mekanisme koping)
 Status fisik
Misalnya : tempat operasi, kondisi kulit dan efektifitas persiapan,
pencukuran, atau obat penghilang rambut, sendi tidak
bergerak).
2. Perencanaan
a. Menginterpretasi variabel-variabel umum dan menggabungkan variabel
tersebut ke dalam rencana asuhan;
1). Usia, ukuran, jenis kelamin, prosedur bedah, tipe anesthesia, yang
direncanakan, ahli bedah, ahli anesthesia, dan anggota tim

2) Ketersediaan peralatan spesifik yang dibutuhkan untuk prosedur dan


ahli bedah

3) Kebutuhan medikasi non rutin, komponen darah, instrumen, dll


4) Kesiapan ruangan untuk pasien, kelengkapan pengaturan fisik,
kelengkapan instrumen, peralatan jahit, dan pengadaan balutan.
b. Mengidentifikasi aspek-aspek leingkungan ruang operasi yang dapat
secara negatif memperngaruhi pasien;

1) Fisik

a) Suhu dan kelembaban ruangan

b) Bahaya peralatan listrik

c) Kontaminan potensial (debu, darah, dan tumpahan di lantai atau


permukaan lain, rambut tidak tertutup, kesalahan pemakaian baju
operasi oleh personel, perhiasan yang dikenakan personel, alas kaki
yang kotor)

d) Hilir mudik yang tidak perlu.


2) Psikososial

a) Kebisingan

b) Kurang mengenal sebagai individu

c) Rasa diabaikan tanpa pengantar di ruang tunggu

d) percakapan yang tidak perlu.


3. Intervensi
a. Berikan asuhan keperawatan berdasarkan pada prioritas kebutuhan pasien;

1) Atur dan jaga agar peralatan suction berfungsi dengan baik

2) Atur peralatan pemantauan invasif

3) Bantu saat pemasangan jalur (arteri, CVP, IV)

4) Lakukan tindakan kenyamanan fisik yang sesuai bagi pasien

5) Posisikan pasien dengan tepat untuk prosedur anesthesia dan


pembedahan, pertahankan kelurusan tubuh sesuai fungsi

6) Ikuti tahapan dalam prosedur bedah

a) Lakukan scrub/bersihan dengan terampil

b) Berespon terhadap kebutuhan pasien dengan mengantisipasi


peralatan dan bahan apa yang dibutuhkan sebelum dimintaIkuti
prosedur yang telah ditetapkan. Sebagai contoh :

 Perawatan dan pemakaian darah dan komponen darah


 Perawatan dan penanganan spesimen, jaringan dan kultur
 Persiapan kulit antiseptic
 Pemakaian gown operasi sendiri, membantu ahli bedah
menggunakan gown
 Membuka dan menutup sarung tangan
 Menghitung : kasa, instrumen, jarum, khusus
 Teknik aseptic
 Penatalaksanaan kateter urine
 Penatalaksanaan drainage/balutan

7) Komunikasikan situasi yang merugikan pada ahli bedah, ahli


anesthesia, atau perawat yang bertanggung jawab, atau bertindak
yang tepat untuk mengontrol atau menangani situasi

8) Gunakan peralatan secara bijaksana untuk menghemat biaya

9) Bantu ahli bedah dan ahli anesthesi untuk menerapkan rencana


perawatan mereka.

b. Bertindak sebagai advokat pasien

1) Berikan privasi fisik

2) Jaga kerahasiaan

3) Berikan keselamatan dan kenyamanan fisik

c. Informasikan pasien mengenai pengalaman intraoperatif

1) Jelaskan segala stimulasi sensori yang akan dialami pasien

2) Gunakan ketrampilan komunikasi yang umum, mendasar untuk


menurunkan ansietas pasien . Sebagai contoh :

a) Sentuhan

b) Kontak mata

c) Tenangkan pasien bahwa anda akan hadir di ruang operasi

d) Penenangan verbal yang realistik

d. Koordinasikan aktivitas bagi personel lain yang terlibat dalam perawatan


pasien;
1) X-ray, laboratorium, unit perawatan intensif, unit keperawatan
bedah

2) Teknisi : gips, petugas laboratorium, dll

3) Farnakolog

4) Personel ruang operasi tambahan dan staf nonprofesional.

e. Operasionalkan dan atasi semua masalah peralatan yang umumnya


digunakan di ruang operasi dan tugaskan layanan khusus (termasuk
autoklaf)

f. Ikut serta dalam konferensi perawatan pasien

g. Dokumentasikan semua observasi dan tindakan yang sesuai dalam format


yang dibutuhkan, termasuk catatan pasien

h. Komunikasikan baik verbal dan tertulis, dengan staf ruang pemulihan dan
staf keperawatan bedah rawat jalan (yang terkait) mengenai status
kesehatan pasien saat pemindahan dari ruang operasi.

4. Evaluasi

a. Mengevaluasi kondisi pasien dengan cepat sebelum dikeluarkan dari ruang


operasi, sebagai contoh :

1) Kondisi respiratori : bernafas dengan mudah (mandiri atau


dibantu)

2) Kondisi kulit : warna baik, tidak ada abrasi, luka bakar,


memar

3) Fungsi selang invasive: IV, drain, kateter, NGT (tidak ada


kekakuan atau obstruksi, berfungsi secara normal)
4) letak bantalan grounding : kondisi baik
5) balutan : adekuat untuk drainage, terpasang dengan baik,
tidak terlalu ketat, dst

b. Ikut serta dalam mengidentifikasi praktik perawatan pasien yang tidak


aman dan menanganinya dengan baik

c. Ikut serta dalam mengevaluasi keamanan lingkungan, contoh : peralatan,


kebersihan

d. Melaporkan dan mendokumentasikan segala perilaku dan masalah yang


merugikan

e. Menunjukkan pemahaman tentang prinsip asepsis dan praktik keperawatan


teknis

f. Mengenali tanggung gugat legal dari keperawatan perioperatif.


DAFTAR PUSTAKA

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/52178/Chapter%20II.pdf?
sequence=4&isAllowed=y

http://tentangperawat25.blogspot.com/2012/09/makalah-intra-operasi.html

Anda mungkin juga menyukai