Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perawatan perioperatif adalah periode sebelum, selama dan
sesudah operasi berlangsung. Keperawatan perioperatif adalah istilah yang
digunakan untuk menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang
berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien. Keperawatan
perioperatif adalah fase penatalaksanaan pembedahan yang merupakan
pengalaman yang unik bagi pasien.
Keperawatan pre operatif merupakan tahapan awal dari
keperawatan perioperatif. Kesuksesan tindakan pembedahan secara
keseluruhan sangat tergantung pada fase ini. Hal ini disebabkan fase ini
merupakan awalan yang menjadi landasan untuk kesuksesan tahapan-
tahapan berikutnya. Kesalahan yang dilakukan pada tahap ini akan
berakibat fatal pada tahap berikutnya. Pengakajian secara integral dari
fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan psikologis sangat
diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi pre-operatif ?
2. Apa tujuan keperawatan pre-operatif ?
3. Apa saja persiapan dalam keperawatan pre-operatif ?
4. Bagaimana asuhan keperawatan pre-operatif ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa definisi pre-operatif ?
2. Untuk mengetahui apa tujuan keperawatan pre-operatif ?
3. Untuk mengetahui apa saja persiapan dalam keperawatan pre-operatif?
4. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pre-operatif ?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Pre-operatif adalah fase dimulai ketika keputusan untuk menjalani
operasi atau pembedahan dibuat dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke
meja operasi. (Smeltzer dan Bare. 2013)
Pre operasi adalah salah satu tahapan operasi dimulai ketika
keputusan untuk pembedahan dibuat dan berakhir ketika klien di rujuk ke
meja operasi (Potter dan Perry. 2005)
B. Tujuan
Persiapan yang baik selama periode operasi membantu
menurunkan resiko operasi dan meningkatkan pemulihan pasca bedah.
Tujuan tindakan keperawatan preoperasi menurut Luckman dan Sorensen
(2009), dimaksudkan untuk kebaikan bagi pasien dan keluarganya yang
meliputi :
1. Menunjukkan rasa takut dan cemasnya hilang atau berkurang (baik
ungkapan secara verbal maupun ekspresi muka)
2. Dapat menjelaskan dan mendemonstrasikan mobilisasi yang dilakukan
setelah tindakan operasi.
3. Terpelihara keseimbangan cairan, elektrolit dan nutrisi.
4. Tidak terjadi vomitus karena aspirasi selama pasien dalam pengaruh
anestesi.
5. Tidak ada atau berkurangnya kemungkinan terjadi infeksi setelah
tindakan operasi.
6. Mendapatkan istirahat yang cukup.
7. Menjelaskan tentang prosedur operasi , jadwal operasi serta menanda
tangani inform consent.
C. Persiapan
Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2
tahapan, yaitu persiapan di unit perawatan dan persiapan di ruang operasi.

2
Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum
operasi dalam buku Smeltzer dan Bare (2013), antara lain :
1. Persiapan Fisik
a. Status Kesehatan Fisik
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan
pemeriksaan status kesehatan secara umum, meliputi identitas
klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu, riwayat
kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, antara lain status
hemodinamika, status kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi
ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan lain-
lain. Selain itu pasien harus istirahat yang cukup, karena dengan
istirahat dan tidur yang cukup pasien tidak akan mengalami stres
fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang memiliki
riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil dan bagi pasien
wanita tidak akan memicu terjadinya haid lebih awal.
b. Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi
badan dan berat badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar
protein darah (albumin dan globulin) dan keseimbangan nitrogen.
Segala bentuk defisiensi nutrisi harus dikoreksi sebelum
pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk
perbaikan jaringan.
Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami
berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien
menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling
sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya
jahitan sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan
penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien
dapat mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan kematian.
c. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan
input dan output cairan. Demikaian juga kadar elektrolit serum

3
harus berada dalam rentang normal. Kadar elektrolit yang biasanya
dilakukan pemeriksaan di antaranya adalah kadar natrium serum
(normal : 135 -145 mmol/l), kadar kalium serum (normal : 3,5 – 5
mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70 – 1,50 mg/dl).
Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan
fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam
basa dan ekskresi metabolit obat-obatan anastesi. Jika fungsi ginjal
baik maka operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal
mengalami gangguan seperti oliguri/anuria, insufisiensi renal akut,
dan nefritis akut, maka operasi harus ditunda menunggu perbaikan
fungsi ginjal, kecuali pada kasus-kasus yang mengancam jiwa.
d. Kebersihan Lambung dan Kolon
Lambung dan kolon harus dibersihkan terlebih dahulu.
Intervensi keperawatan yang bisa diberikan diantaranya adalah
pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan lambung
dan kolon dengan tindakan enema/lavement. Lamanya puasa
berkisar antara 7 sampai 8 jam (biasanya puasa dilakukan mulai
pukul 24.00 WIB).
Tujuan dari pengosongan lambung dan kolon adalah untuk
menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan
menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga
menghindarkan terjadinya infeksi pasca pembedahan. Khusus pada
pasien yang membutuhkan operasi CITO (segera), seperti pada
pasien kecelakaan lalu lintas, maka pengosongan lambung dapat
dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso gastric tube).
e. Pencukuran Daerah Operasi
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk
menghindari terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan
pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi
tempat bersembunyi kuman dan juga mengganggu/menghambat
proses penyembuhan dan perawatan luka. Meskipun demikian ada
beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan pencukuran

4
sebelum operasi, misalnya pada pasien luka incisi pada lengan.
Tindakan pencukuran (scheren) harus dilakukan dengan hati-hati
jangan sampai menimbulkan luka pada daerah yang dicukur.
Sering kali pasien diberikan kesempatan untuk mencukur sendiri
agar pasien merasa lebih nyaman.
Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis
operasi dan daerah yang akan dioperasi. Biasanya daerah sekitar
alat kelamin (pubis) dilakukan pencukuran jika yang dilakukan
operasi pada daerah sekitar perut dan paha. Misalnya :
apendiktomi, herniotomi, uretrolithiasis, operasi pemasangan plate
pada fraktur femur, dan hemmoroidektomi. Selain terkait daerah
pembedahan, pencukuran pada lengan juga dilakukan pada
pemasangan infus sebelum pembedahan.
f. Personal Hygiene
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan
operasi karena tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman
dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi. Pada
pasien yang kondisi fisiknya kuat dianjurkan untuk mandi sendiri
dan membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama.
Sebaliknya jika pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan personal
hygiene secara mandiri maka perawat akan memberikan bantuan
pemenuhan kebutuhan personal hygiene.
g. Pengosongan Kandung Kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan
pemasangan kateter. Selain untuk pengongan isi bladder tindakan
kateterisasi juga diperlukan untuk mengobservasi balance cairan.
h. Latihan Pra-Operatif
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum
operasi, hal ini sangat penting sebagai persiapan pasien dalam
menghadapi kondisi pasca operasi, seperti : nyeri daerah operasi,
batuk dan banyak lendir pada tenggorokan. Latihan yang diberikan
pada pasien sebelum operasi antara lain:

5
1) Latihan Nafas Dalam
Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien
untuk mengurangi nyeri setelah operasi dan dapat membantu
pasien relaksasi sehingga pasien lebih mampu beradaptasi
dengan nyeri dan dapat meningkatkan kualitas tidur. Selain itu
teknik ini juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan
oksigenasi darah setelah anastesi umum.
Dengan melakukan latihan tarik nafas dalam secara
efektif dan benar maka pasien dapat segera mempraktekkan hal
ini segera setelah operasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan
pasien. Latihan nafas dalam dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut : Pasien tidur dengan posisi duduk atau
setengah duduk (semifowler) dengan lutut ditekuk dan perut
tidak boleh tegang. Letakkan tangan di atas perut, hirup udara
sebanyak-banyaknya dengan menggunakan hidung dalam
kondisi mulut tertutup rapat. Tahan nafas beberapa saat (3-5
detik) kemudian secara perlahan-lahan, udara dikeluarkan
sedikit demi sedikit melalui mulut. Lakukan hal ini berulang
kali (15 kali). Lakukan latihan dua kali sehari praopeartif.
2) Latihan Batuk Efektif
Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien
terutama klien yang mengalami operasi dengan anstesi general.
Karena pasien akan mengalami pemasangan alat bantu nafas
selama dalam kondisi teranestesi. Sehingga ketika sadar pasien
akan mengalami rasa tidak nyaman pada tenggorokan. Dengan
terasa banyak lendir kental di tenggorokan. Latihan batuk
efektif sangat bermanfaat bagi pasien setalah operasi untuk
mengeluarkan lendir atau sekret tersebut.
Pasien dapat dilatih melakukan teknik batuk efektif
dengan cara : Pasien condong ke depan dari posisi semifowler,
jalinkan jari-jari tangan dan letakkan melintang di atas incisi
sebagai bebat ketika batuk. Kemudian pasien nafas dalam

6
seperti cara nafas dalam (3-5 kali). Segera lakukan batuk
spontan, pastikan rongga pernafasan terbuka dan tidak hanya
batuk dengan mengandalkan kekuatan tenggorokan saja karena
bisa terjadi luka pada tenggorokan. Hal ini bisa menimbulkan
ketidaknyamanan, namun tidak berbahaya terhadap incisi.
Ulangi lagi sesuai kebutuhan. Jika selama batuk daerah operasi
terasa nyeri, pasien bisa menambahkan dengan menggunakan
bantal kecil atau gulungan handuk yang lembut untuk menahan
daerah operasi dengan hati-hati sehingga dapat mengurangi
guncangan tubuh saat batuk
3) Latihan Gerak Sendi
Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi
pasien sehingga setelah operasi, pasien dapat segera melakukan
berbagai pergerakan yang diperlukan untuk mempercepat
proses penyembuhan. Pasien/keluarga pasien seringkali
mempunyai pandangan yang keliru tentang pergerakan pasien
setelah operasi. Banyak pasien yang tidak berani
menggerakkan tubuh karena takut jahitan operasi sobek atau
takut luka operasinya lama sembuh. Pandangan seperti ini jelas
keliru karena justru jika pasien selesai operasi dan segera
bergerak maka pasien akan lebih cepat merangsang usus
(peristaltik usus) sehingga pasien akan lebih cepat kentut/flatus.
Keuntungan lain adalah menghindarkan penumpukan lendir
pada saluran pernafasan dan terhindar dari kontraktur sendi dan
terjadinya dekubitus. Tujuan lainnya adalah memperlancar
sirkulasi untuk mencegah stasis vena dan menunjang fungsi
pernafasan optimal. Intervensi ditujukan pada perubahan posisi
tubuh dan juga Range of Motion (ROM). Latihan perpindahan
posisi dan ROM ini pada awalnya dilakukan secara pasif
namun kemudian seiring dengan bertambahnya kekuatan tonus
otot maka pasien diminta melakukan secara mandiri.

7
Status kesehatan fisik merupakan faktor yang sangat
penting bagi pasien yang akan mengalami pembedahan,
keadaan umum yang baik akan mendukung dan mempengaruhi
proses penyembuhan. Sebaliknya, berbagai kondisi fisiologis
dapat mempengaruhi proses pembedahan. Demikian juga
faktor usia/penuaan dapat mengakibatkan komplikasi dan
merupakan faktor resiko pembedahan. Oleh karena itu
sangatlah penting untuk mempersiapkan fisik pasien sebelum
dilakukan pembedahan/operasi.
2. Persiapan Penunjang
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari tindakan pembedahan. Tanpa adanya hasil
pemeriksaan penunjang, maka dokter bedah tidak mungkin bisa
menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan pada pasien.
Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah berbagai pemeriksaan
radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan lain seperti ECG, dan
lain-lain.
Sebelum dokter mengambil keputusan untuk melakukan operasi
pada pasien, dokter melakukan berbagai pemeriksaan terkait dengan
keluhan penyakit pasien sehingga dokter bisa menyimpulkan penyakit
yang diderita pasien. Setelah dokter bedah memutuskan bahwa pasien
harus operasi maka dokter anestesi berperan untuk menentukan
apakah kondisi pasien layak menjalani operasi. Untuk itu dokter
anestesi juga memerlukan berbagai macam pemeriksaan laboratorium
terutama pemeriksaan masa perdarahan (bledding time) dan masa
pembekuan (clotting time) darah pasien, elektrolit serum, Hemoglobin,
protein darah, dan hasil pemeriksaan radiologi berupa foto thoraks dan
EKG.
Berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan
pada pasien sebelum operasi (tidak semua jenis pemeriksaan dilakukan
terhadap pasien, namun tergantung pada jenis penyakit dan operasi

8
yang dijalani oleh pasien). Pemeriksaan penunjang yang dilakukan
pada pasien preoperasi antara lain :
a. Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti :
1) Foto thoraks
Pemeriksaan Radiografi thorax atau sering disebut chest x-
ray (CXR) bertujuan menggambarkan secara radiografi organ
pernafasan yang terdapat di dalam rongga dada. Teknik
radiografi thorax terdiri dari bermacam-macam posisi yang
harus dipilih disesuaikan dengan inidikasi pemeriksaan,
misalnya bronchitis kronis, KP, fleural effusion, pneumo
thorax dan lain-lain.
Foto thorax digunakan untuk mendiagnosis banyak kondisi
yang melibatkan dinding thorax, tulang thorax dan struktur
yang berada di dalam kavitas thorax termasuk paru-paru,
jantung dan saluran-saluran yang besar. Pneumonia dan gagal
jantung kongestif sering terdiagnosis oleh foto thorax. CXR
sering digunakan untuk skrining penyakit paru yang terkait
dengan pekerjaan di industri-industri seperti pertambangan
dimana para pekerja terpapar oleh debu.
Indikasi dilakukannya foto toraks antara lain :
- Infeksi traktus respiratorius bawah, Misalnya : TBC
Paru, bronkitis, Pneumonia
- Batuk kronis
- Batuk berdarah
- Trauma dada
- Tumor
- Nyeri dada
- Metastase neoplasma
- Penyakit paru akibat kerja
- Aspirasi benda asing

9
Persiapan Pemeriksaan :

- Mengidentifikasi klinis / indikasi pemeriksaan


- Memilih teknik radiografi yang tepat
- Memberikan instruksi kepada pasien
2) USG (Ultra Sono Grafi)
Ultrasonography (USG) merupakan alata pemeriksaan
dengan menggunakan gelombang suara ultra. Gelombang
tersebut kemudian diubah menjadi suatu gambar. Dengan alat
USG ini sekarang pemeriksaan organ-organ tubuh dapat
dilakukan dengan aman (tidak ada efek radiasi). Ultrasonografi
medis (sonografi) adalah sebuah teknik diagnostik pencitraan
menggunakan suara ultra yang digunakan untuk mencitrakan
organ internal dan otot, ukuran, struktur dan luka patologi,
membuat teknik ini berguna untuk memeriksa organ.
Segmentasi citra dapat dikatakan memisahkan objek-objek
yang ada pada gambar, sehingga pengolahan gambar digital
dapat dilakukan pada masing-masing objek. Citra
ultrasonography disegmentasi menggunakan thresholding, lalu
dilakukan pengolahan citra dengan metode morphological
processing.
Peran perawat sebagai pelaksana asuhan keperawatan dapat
dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan
dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan
keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan
sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa
direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai.
Peran perawat dalam menunjang penegakkan diagnosis yaitu
sebagai pelaksana asuhan keperawatan dengan
mengaplikasikan USG sebagai alat untuk membantu deteksi
kehamilan yang meliputi:
- Melakukan pengkajian awal kondisi pasien sebelum
melakukan pemeriksaan USG;

10
- Memberikan informasi yang cukup mengenai pemeriksaan
USG yang akan dijalani oleh pasien;
- Menjelaskan secara benar mengenai pengertian USG,
bahwa usg hanyalah salah satu alat bantu diagnostic
didalam bidang kesehatan;
- Memposisikan pasien ditempat yang digunakan untuk
pemeriksaan USG;
- Menunggu pasien yang sedang dilakukan pemeriksaan
USG;
- Membantu radiologis dalam pemeriksaan USG
- Membantu klien kembali ke ruang perawatan;
- Memberikan hasil pemeriksaan USG ke klien;
- Memberikan hasil kejelasan hasil pemeriksaan USG.
Apabila klien belum mengerti hasil USG tersebut
memberikan informasi untuk istirahat cukup
3) CT scan (computerized Tomography Scan)
Computer Tomography (CT) Scanner merupakan test
diagnostic yang memiliki informasi yang sangat tinggi. CT-
Scan merupakan alat diagnostic dengan teknik radiografi yang
menghasilkan gambar potongan tubuh secara melintang
berdasarkan penyerapan sinar-x pada irisan tubuh yang
ditampilkan pada layar monitor tv hitam putih. Alat ini pada
umumnya digunakan dalam dunia kedokteran sebagai alat
diagnostic dan sebagai pemandu untuk interventional prosedur.
Alat ini (CT-Scan) mempunyai suatu kemampuan atau
manfaat yang unik untuk memperhatikan suatu kombinasi dari
jaringan, pembuluh darah dan tulang secara bersamaan. Alat
ini dapat mendiagnosa permasalahan seperti : Mendeteksi
perdarahan intracranial yang memenuhi rongga otak, Adanya
darah di dalam paru-paru (hematothorax), Batu ginjal,
Apendiksitis, Tulang yang fraktur dan/retak

11
Peran perawat dalam pemeriksaan CT Scan ini yaitu dalam
pemberian intervensi seperti :
- Mengkaji adanya alergi terhadap zat kontras
- Memberikan informasi yang jelas dan lengkap tentang CT
Scan termasuk prosedur pemeriksaannya
- Menjelaskan tentang adanya pemberian kontras
- Memindahkan alat bantu yang mengganggu sebelum
pemeriksaan
- Mengajarkan klien gejala pada reaksi alergi (takipnea,
distress pernafasan, urtikaria, mual dan muntah).
4) EKG/ECG (Electro Cardio Grafi)
Elektrokardiogram (EKG) adalah suatu pencatatan grafis
aktivitas listrik jantung. Sewaktu impuls jantung melewati
jantung, arus listrik akan menyebar ke jaringan di sekeliling
jantung, dan sebagian kecil dari arus listrik ini akan menyebar
ke segala arah di seluruh permukaan tubuh. Impuls yang
masuk ke dalam jantung akan membangkitkan sistem konduksi
pada jantung sehingga terjadi potensial aksi. Dalam potensial
aksi jantung secara umum, terdapat dua fase yang terjadi, yaitu
depolarisasi dan repolarisasi. Depolarisasi adalah rangsangam
ketika gelombang rangsang listrik tersebar dari nodus SA
melalui sistem penghantar menuju miokardium untuk
merangsang otot berkontraksi. Sedangkan repolarisasi adalah
pemulihan listrik kembali.
Tujuan melakukan pemasangan EKG adalah untuk
menentukan kelainan seperti: Gangguan irama jantung
(disritmia), Pembesaran atrium atau ventrikel, Iskemik atau
infark miokard, Infeksi lapisan jantung (perikarditis), Efek
obat-obatan, Gangguan elektrolit, dan Penilaian fungsi pacu
jantung
Persiapan yang dilakukan dalam pemeriksaan EKG adalah
sebagai berikut :

12
- Pasien diberitahu tentang tujuan perekaman EKG.
- Pakaian pasien dibuka dan dibaringkan terlentang dalam
keadaan tenang selama perekaman.
- Menempatkan elektrode sebelum pemasangan elektrode,
bersihkan kulit pasien di sekitar pemasangan manset, beri
jelly kemudian hubungkan kabel elektrode dengan pasien.
- Elektrode ekstremitas atas dipasang pada pergelangan
tangan kanan dan kiri searah dengan telapak tangan.
- Pada ekstremitas bawah pada pergelangan kaki kanan dan
kiri sebelah dalam.
- Posisi pada pergelangan bukanlah mutlak, bila diperlukan
dapatlah dipasang sampai ke bahu kiri dan kanan dan
pangkal paha kiri dan kanan.
- Kemudian kabel-kabel dihubungkan :
Merah (RA / R) lengan kanan.
Kuning (LA/ L) lengan kiri.
Hijau (LF / F ) tungkai kiri.
Hitam (RF / N) tungkai kanan (sebagai ground).
Hubungkan kabel dengan elektroda:
- Kabel merah dihubungkan pada elektroda di pergelangan
tangan kanan.
- Kabel kuning dihubungkan pada elektroda di pergelangan
tangan kiri.
- Kabel hijau dihubungkan pada elektroda di pergelangan
kaki kiri.
- Kabel hitam dihubungkan pada elektroda di pergelangan
kaki kanan.
- Bersihkan pula permukaan kulit di dada klien yang akan
dipasang elektroda prekordial dengan kapas alkohol dan
beri jelly pada setiap elektroda, pasangkan pada tempat
yang telah dibersihkan.
-

13
- Hubungkan kabel dengan elektroda :
C1 untuk Lead V1 dengan kabel merah.
C2 untuk Lead V2 dengan kabel kuning.
C3 untuk Lead V3 dengan kabel hijau
C4 untuk Lead V4 dengan kabel coklat
C5 untuk Lead V5 dengan kabel hitam
C6 untuk Lead V6 dengan kabel ungu.
Pada C2 dan C4 merupakan titik-titik untuk
mendengarkan bunyi jantung I dan II.
5) Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksaan darah :
hemoglobin, angka leukosit, limfosit, LED (laju enap darah),
jumlah trombosit, protein total (albumin dan globulin),
elektrolit (kalium, natrium, dan chlorida), CT/BT, ureum,
kreatinin, BUN, dll. Bisa juga dilakukan pemeriksaan pada
sumsum tulang jika penyakit terkait dengan kelainan darah.
6) Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan
bahan jaringan tubuh untuk memastikan penyakit pasien
sebelum operasi. Biopsi biasanya dilakukan untuk memastikan
apakah ada tumor ganas/jinak atau hanya berupa infeksi kronis
saja.
Peran perawat sebelum dilakukan biopsi adalah
- Pengkajian
Sebelum tindakan dilaksanakan, pengkajian mengenai
riwayat kesehatan dikumpulkan, dan dilakukan
pemeriksaan fisik.
- Informed consent
- Memastikan bahwa surat persetujuan didapat oleh klien
dan keluarga serta benar-benar mendapat persetujuan
dalam pelaksanaan prosedur
- Pendidikan pasien pre biopsy
Pendidikan tentang biopsy harus dibereikan agar tidak
muncul persepsi-persepsi klien yang kurang tepat.

14
7) Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD). Pemeriksaan KGD
dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula darah pasien
dalan rentang normal atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan
dengan puasa 10 jam (puasa jam 10 malam dan diambil
darahnya jam 8 pagi) dan juga dilakukan pemeriksaan KGD 2
jam PP (post prandial).
3. Pemeriksaan Status Anastesi
Pemeriksaaan status fisik untuk dilakukan pembiusan ditujukan
untuk keselamatan selama pembedahan. Sebelum dilakukan anestesi
demi kepentingan pembedahan, pasien akan mengalami pemeriksaan
status fisik yang diperlukan untuk menilai sejauh mana resiko
pembiusan terhadap diri pasien. Pemeriksaan yang biasa digunakan
adalah pemeriksaan dengan menggunakan metode ASA (American
Society of Anasthesiologist). Pemeriksaan ini dilakukan karena obat
dan teknik anastesi pada umumnya akan mengganggu fungsi
pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf.
4. Informed Consent
Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang
terhadap pasien, hal lain yang sangat penting terkait dengan aspek
hukum dan tanggung jawab dan tanggung gugat, yaitu Informed
Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus menyadari bahwa
tindakan medis, operasi sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh
karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan medis, wajib
menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis
(pembedahan dan anestesi).
Meskipun mengandung resiko tinggi tetapi seringkali tindakan
operasi tidak dapat dihindari dan merupakan satu-satunya pilihan bagi
pasien. Dan dalam kondisi nyata, tidak semua tindakan operasi
mengakibatkan komplikasi yang berlebihan bagi klien.
Bahkan seringkali pasien dapat pulang kembali ke rumah dalam
keadaan sehat tanpa komplikasi atau resiko apapun segera setelah
mengalami operasi. Tentunya hal ini terkait dengan berbagai faktor

15
seperti: kondisi nutrisi pasien yang baik, cukup istirahat, kepatuhan
terhadap pengobatan, kerjasama yang baik dengan perawat dan tim
selama dalam perawatan.
Informed Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit
menjunjung tinggi aspek etik hukum, maka pasien atau orang yang
bertanggung jawab terhadap pasien wajib untuk menandatangani surat
pernyataan persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan yang
dilakukan pada pasien terkait dengan pembedahan, keluarga
mengetahui manfaat dan tujuan serta segala resiko dan
konsekuensinya. Pasien maupun keluarganya sebelum menandatangani
surat pernyataan tersebut akan mendapatkan informasi yang detail
terkait dengan segala macam prosedur pemeriksaan, pembedahan serta
pembiusan yang akan dijalani. Jika petugas belum menjelaskan secara
detail, maka pihak pasien/keluarganya berhak untuk menanyakan
kembali sampai betul-betul paham. Hal ini sangat penting untuk
dilakukan karena jika tidak maka penyesalan akan dialami oleh
pasien/keluarga setelah tindakan operasi yang dilakukan ternyata tidak
sesuai dengan gambaran keluarga.
5. Persiapan Mental/Psikis
Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya
dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap
atau labil dapat berpengaruh terhadap kondisi fisiknya. Masalah
mental yang biasa muncul pada pasien preoperasi adalah kecemasan.
Maka perawat harus mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi
klien. Perawat perlu mengkaji mekanisme koping yang biasa
digunakan oleh pasien dalam menghadapi stres. Disamping itu perawat
perlu mengkaji hal-hal yang bisa digunakan untuk membantu pasien
dalam menghadapi masalah ketakutan dan kecemasan preoperasi,
seperti adanya orang terdekat, tingkat perkembangan pasien, faktor
pendukung/support sistem.
Untuk mengurangi/mengatasi kecemasan pasien, perawat dapat
menanyakan hal-hal yang terkait dengan persiapan operasi, antara lain

16
: pengalaman operasi sebelumnya, persepsi pasien dan keluarga
tentang tujuan/alasan tindakan operasi, pengetahuan pasien dan
keluarga tentang persiapan operasi baik fisik maupun penunjang,
pengetahuan pasien dan keluarga tentang situasi/kondisi kamar operasi
dan petugas kamar operasi, pengetahuan pasien dan keluarga tentang
prosedur (pre, intra, post operasi), pengetahuan tentang latihan-latihan
yang harus dilakukan sebelum operasi dan harus dijalankan setalah
operasi, seperti : latihan nafas dalam, batuk efektif, ROM, dll.
Persiapan mental yang kurang memadai dapat mempengaruhi
pengambilan keputusan pasien dan keluarganya. Sehingga tidak jarang
pasien menolak operasi yang sebelumnya telah disetujui dan biasanya
pasien pulang tanpa operasi dan beberapa hari kemudian datang lagi ke
rumah sakit setalah merasa sudah siap dan hal ini berarti telah
menunda operasi yang mestinya sudah dilakukan beberapa
hari/minggu yang lalu.
Oleh karena itu persiapan mental pasien menjadi hal yang
penting untuk diperhatikan dan didukung oleh keluarga/orang terdekat
pasien. Persiapan mental dapat dilakukan dengan bantuan keluarga dan
perawat. Kehadiran dan keterlibatan keluarga sangat mendukung
persiapan mental pasien. Keluarga hanya perlu mendampingi pasien
sebelum operasi, memberikan doa dan dukungan pasien dengan kata-
kata yang menenangkan hati pasien dan meneguhkan keputusan pasien
untuk menjalani operasi.
6. Obat-obat premedikasi
Sebelum operasi dilakukan pada esok harinya. Pasien akan
diberikan obat-obatan premedikasi untuk memberikan kesempatan
pasien mendapatkan waktu istirahat yang cukup. Obat-obatan
premedikasi yang diberikan biasanya adalah valium atau diazepam.
Antibiotik profilaksis biasanya diberikan sebelum pasien dioperasi.
Antibiotik profilaksis yang diberikan dengan tujuan untuk mencegah
terjadinya infeksi selama tindakan operasi, antibiotika profilaksis

17
biasanya diberikan 1-2 jam sebelum operasi dimulai dan dilanjutkan
pasca bedah 2- 3 kali. (Sjamsuhidajat. 2006)
D. Jenis-Jenis Tindakan Keperawatan Pre-Operatif
1. Diagnostik
Yaitu jenis operasi yang dilakukan untuk memperoleh informasi dalam
menegakan diagnosis pasti dari suatu penyakit.
2. Paliatif
Yaitu tindakan operasi yang dilakukan untuk menurunkan atau
mengurangi nyeri atau gejala penyakit dan tidak menyembuhkan
3. Ablatif
Yaitu tindakakan pembedahan yang dilakukan dengan cara
pengangkatan bagian tubuh yang berpenyakit untuk proses
penyembuhan. Contoh : amputasi

4. Konstruktif
Yaitu tindakan pembedahan yang dilakukan untuk memperbaiki fungsi
atau penampilan yang telah hilang atau menurun. Contoh : implantasi
payudara, hidung , dagu dll
5. Transplantasi
Yaitu tindakaan pembedahan yang menganti struktur tubuh yang tidak
berfungsi. Contoh : transplantasi Ginjal.

E. Asuhan Keperawatan Pre-Operatif


1. Pengkajian
a. Pengkajian Umum
1) Identitas Pasien
Pengkajian ini diperlukan agar tidak terjadi duplikasi nama
pasien. Umur pasien sangat penting untuk diketahui guna
melihat kondisi pada berbagai jenis pembedahan. Perawat
perioperatif harus mengetahui bahwa faktor usia, baik anak-
anak dan lansia dapat meningkatkan risiko pembedahan. Untuk

18
menentukan tindakan pencegahan mana yang penting untuk
dimasukkan ke dalam rencana asuhan keperawatan.
Pada bayi dan anak-anak dengan status fisiologis yang
masih imatur atau mengalami penurunan, pertahanan suhunya
masih belum optimal. Refleks menggigil pada bayi belum
berkembang dan sering terjadi berbagai variasi suhu. Anestesi
menyebabkan vasodilatasi dan kehilangan napas. Bayi juga
mengalami kesulitan untuk mempertahankan volume sirkulasi
darah normal. Kehilangan darah walaupun dalam jumlah kecil
dapat menjadi hal yang serius dikarenakan penurunan volume
sirkulasi menyebabkan bayi sulit berespon terhadap kebutuhan
untuk meningkatkan oksigen selama pembedahan sehingga
bayi rentan mengalami dehidrasi.
Pada lansia, kapasitas fisik pasien lansia untuk beradaptasi
dengan stres pembedahan menjadi terhambat karena
mundurnya beberapa fungsi tubuh tertentu. Secara umum lansia
dianggap memiliki risiko pembedahan yang lebih buruk
dibandingkan pasien yang lebih muda, hal ini dikarenakan
menurunnya fungsi tubuh.
2) Persiapan Umum
Persiapan informed consent dilakukan sebelum
dilaksanakan tindakan. Pasien dan keluarga harus mengetahui
proses operasi, jenis operasi, dan prognosis dari hasil
pembedahan. Peran perawat disini adalah bertanggung jawab
dan memastikan bahwa pasien/keluarga dan dokter sudah
menandatangani isi dari formulir dari informed consent.
Persiapan alat dan obat yang akan digunakan selama
pembedahan harus dilakukan secara optimal sesuai dengan
kebijakan institusi. Beberapa rumah sakit memberlakukan
kebijakan bahwa persiapan alat dan obat harus dilakukan
sebelum pasien masuk kamar operasi. Beberapa rumah sakit
lainnya mensyaratkan penyediaan darah untuk persiapan

19
tranfusi harus dilakukan oleh pihak keluarga. Pengkajian ulang
pada ketepatan tranfusi darah antara pendonor dan resipien
dapat menurunkan risiko kesalahan pemberian tranfusi.
Pasien yang diterima di kamar operasi akan di klarifikasi
secara ringkas dan disesuaikan dengan intervensii bedah yang
akan dilakukan. Dalam melakukan pengkajian yang ringkas
dan optimal, perawat kamar operasi hanya melakukan
klarifikasi secara cepat dengan menggunakan sistem checklist.
Formlir checklist bertujuan untuk mendokumentasikan
prosedur secara rutin dilakukan pada pembedahan. Yang
diharapkan dari pembuatan formulir ini adalah perawat
perioperatif dapat secara ringkas memvalidasi persiapan
praoperatif yang telah dilakukan perawat ruangan. Pada kondisi
yang lebih baik, beberapa institusi rumah sakit memberlakukan
lembar pengenal yang dipasang pada lengan bawah pasien yang
bertujuan mencegah kekeliruan atau kesalahan intervensi yang
akan dilakukan
b. Pengkajian Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan
Wawancara untuk mengumpulkan riwayat yang diperlukan
sesuai dengan klasifikasi pembedahan. Pengkajian ulang
riwayat kesehatan pasien harus meliputi riwayat penyakit yang
pernah diderita dan alasan utama pasien mencari pengobatan.
Riwayat kesehatan pasien adalah sumber yang sangat baik.
Sumber berharga lainnya adalah rekammedis dari riwayat
perawatan sebelumnya. Penyakit yang diderita pasien akan
mempengaruhi kemampuan pasien dalam menoleransi
pembedahan dan mencapai pemulihan yang menyelurh.
Pengalaman bedah sebelumnya dapat memengaruhi respon
fisik dan psikologis pasien terhadap prosedur pembedahan.
Perawat mengkaji semua komplikasi yang pernah dialami
pasien. Infomasi ini akan membantu perawat dalam

20
mengantisipasi kebutuhan pasien selama pra dan pascaoperatif.
Pembedahan sebelumnya juga dapat memengaruhi tingkat
perawatan fisik yang dibutuhan pasien setelah menjalani
prosedur pembedahan, misalnya: pasien yang pernah menjalani
torakotomi untuk reseksi lobus paru mempunyai risiko
komplikasi paru-paru yang lebih besar daripada pasien dengan
paru-paru yang masih utuh dan normal.
Jika pasien menggunakan obat yang telah direserpkan atau
obat yang dibeli di luar apotek secara teratur, maka dokter
bedah atau ahli anestesi mungkin akan menghentikan
pemberian obat tersebut untuk sementara sebelum pembedahan
atau mereka akan menyesuaikan dosisnya. Beberapa jenis obat
mempnyai implikasi khusus bagi pasien bedah. Obat yang
diminum sebelum pembedahan secara otomatis akan dihentikan
saat pasien selesai menjalani operasi kecuali dokter meminta
pasien untuk menggunakannya kembali.
2) Riwayat Alergi
Apabila pasien mempunyai riwayat alergi satu atau lebih,
maka pasienperlu mendapat pita identifikasi alergi yang
dipakai pada pergelangan tangan sebelum menjalanu
pembedahan atau penulisan simbol alergi yang tertulis jelas
pada status rekam medis sesia dengan kebijakan institusi.
Perawat juga harus memastikan bahwa bagian depan lembar
pencatatan pasien berisi daftar yang dideritanya.
3) Kebiasaan merokok, alkohol, narkoba
Pasien perokok memiliki risiko yang lebih besar untuk
mengalami komplikasi paru-paru pasca operasi daripada pasien
bukan perokok. Perokok kronik telah mengalami peningkatan
jumlah dan ketebalan sekresi lendir pada paru-parunya.
Anestesi umum akan meningkatkan iritasi jalan napas dan
merangsang sekresi pulmonal, karena sekresi tersebut akan

21
dipertahankan akibat penurunan aktivitas siliaris selama
anestesi.
Kebiasaan mengkonsumsi alkohol mengakibatkan reaksi
yang merugikan terhadap obat anestesi, mengalami toleransi
silang (toleransi obat meluas) sehingga memerlukan dosis
anestesi yang lebih tinggi dari normal. Selain itu dokter
mungkin perlu meningkatkan dosis analgesik pascaoperasi.
Konsumsi alkohol secara berlebihan juga dapat menyebabkan
malnutrisi sehingga penyembuhan luka menjadi lambat.
Pasien yang mempunyai riwayat adanya pemakaian
narkoba perlu diwaspadai atas kemungkinan yang lebih besar
untuk terjangkit penyakit seperti HIV dan hepatitis, terutama
pada pasien pengguna narkoba suntik. Penggunaan narkotika
akan mengganggu kemampan pasien mengontrol nyeri serta
memengaruhi tingkat serta jumlah pemberian anestesi selama
pembedahan. Penggunaan narkoba suntik dapat mengganggu
sistem vaskular dan menyulitkan akses ke dalam vena.
c. Pengkajian Psiko-Sosio-Kultural
1) Kecemasan Perioperatif
Berbagai dampak psikologis yang dapat muncul adalah
adanya ketidaktahuan akan pengalaman pembedahan yang
dapat mengakibatkan kecemasan yang terekspresikan dalam
berbagai bentuk seperti marah, menolak, atau apatis terhadap
kegiatan keperawatan. Pasien yang cemas sering mengalami
ketakutann atau perasaan tidak tenang. Berbagai bentuk
ketakutan muncul seperti keakuratan akan hal yang tidak
diketahui, misalnya terhadap pembedahan, anestesi, masa
depan, keunangan, dan tanggung jawab keluarga. Bagian
terpenting dari pengkajian kecemasan praoperatif adalah untuk
menggali peran orang terdekat, baik dari keluarga maupun
sahabat pasien. Adanya sumber dukungan orang dekat akan
menurnkan kecemasan.

22
2) Perasaan
Perawat dapat mendeteksi perasaan pasien mengenai
pembedahan dari perilaku dan perbuatannya. Pasien yang
merasa takut biasanya sering bertanya, tampak tidak nyaman
jika ada orang asing memasuki ruangan, atau secara aktif
mencari dukungan dari teman dan keluarga
3) Kepercayaan Spiritual
Kemampuan yang paling berguna bagi perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan adalah kemampuan untuk
mendengarkan pasien, terutama saat mengumpulkan prinsip-
prinsip komunikasi dan wawancara, perawat dapat
mengumpulkan prinsip-prinsip komunikasi dan wawancara,
perawat dapat mengumpulkan informasi dan wawasan yang
sangat berharga. Perawat yang tenang, memperhatikan, dan
pengertian akan menimbullkan rasa percaya pasien.
4) Pengetahuan, persepsi dan pemahaman
Perawat harus mempersiapkan pasien dan keluarganya untuk
menghadapi pembedahan. Dengan mengidentifikasi
pengetahuan, persepsi, dan pemahaman pasien, dapat
membantu perawat merencanakan penyuluhan dan tindakan
untuk mempersiapkan kondisi emosional pasien. Apabila
pasien dijadwalkan menjalani bedah sehari, maka pengkajian
dapat dilakukan diruang praktik dokter atau rumah pasien
d. Pemeriksaan Fisik
1) Tanda-tanda vital
Pemeriksaan fisik awal adalah pemeriksaan tanda-tanda vital,
untuk menentukan status kesehatan atau untuk menilai respon
pasien terhadap stres terhadap intervensi pembedahan.
Pengukuran TTV memberi data untuk menentukan status
kesehatan pasien yang llazim, seperti respon terhadap stres
fisik dan psikologis, terapi medis dan keperawatan, atau
menandakan perubahan fungsi fisiologis. Perubahan TTV

23
menandakan kebutuhan dilakukannya intervensi keperawatan
dan medis praoperatif.
Pengkajian TTV praoperatif memberikan data dasar yang
penting untuk dibandingkan dengan perubahan TTV yang
terjadi selama dan setelah pembedahan. Peningkatan denyut
jantung dapat disebabkan karena adanya kekurangan volume
cairan plasma, kekurangan kalium, atau kelebihan natrium.
Apabila denyuk nadi kuat dan keras, hal tersebut mungkin
disebabkan karena kelebihan volume cairan. Disritmia jantung
biasanya disebabkan oleh ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit.
Peningkatan suhu sebelum pembedahan merupakan
penyebab yang harus diperhatikan. Apabila pasien mengalami
infeksi maka dokter bedah dapat menunda pembedahan sampai
infeksi teratasi. Peningkatan suhu tubuh meningkatkan risiko
ketidakseimbangan elektrolit setelah pembedahan. Pengkajian
TTV memungkinkan perawat untuk mengidentifikasi diagnosis
keperawatan, mengimplementasikan rencana intervensi, dan
mengevaluasi keberhasilan TTV dikembalikan pada batas nilai
yang diterima.
2) Pengkajian tingkat kesadaran
Penilaian tingkat respon kesadaran secara mum dapat
mempersingkat pemeriksaan. Pada keadaan emergensi, kondisi
pasien dan waktu pengumpulan data penilaian tingkat
kesadaran sangat terbatas. Oleh karena itu Glasgow Coma
Scale/GCS dapat memberikan jalan pintas yang sangat
berguna. Skala tersebut memngkinkan pemeriksa untuk
membuat peringkat tiga respon utama pasien terhadap
lingkungan, yaitu: membuka mata, mengucapkan kata, dan
gerakan
3) Pengkajian status nutrisi

24
Perbaikan jaringan normal da resistensi terhadap infeksi
bergantung pada status nutrisi yang cukup. Pembedahan akan
meningkatkan kebutuhan nutrisi. Setelah pembedahan pasien
membutuhkan minimal 1500 kkal/hari untuk mempertahankan
cadangan energi. Namun jika pasien malnutrisi harus menjalani
prosedur darurat, maka upaya perbaikan nutrisi dilakukan
setelah pembedahan.
Obesitas meningkatkan risiko pembedahan akibat
menurunnya ventilasi dan fungsi jantung. Pasien akan
mengalami keslitan melakukan aktifitas fisik dan normal
setelah pembedahan. Pasien obesitas rentan mengalami
penyembuhan luka yang buruk dan infeksi luka karena struktur
jaringan lemak memiliki suplai darah yang buruk.

4) Hidung dan Sinus


Lakukan inspeksi palatum mole dan sinus nasalis dengan
tujuan untuk mengkaji drainase sinus yang menggambarkan
adanya infeksi sinus atau pernapasan.
5) Mulut, bibir, lidah dan palatum
Kondisi membran mukosa mulut menunjukkan status
dehidrasi. Pasien dehidrasi berisiko mengalami ketidak
seimbanagn cairan dan elektrolit yang serius selama
pembedahan.
6) Sistem Saraf
Pasien yang akan menjalani pembedahan karena penyakit
neurologis kemungkinan menunjukkan gangguan tingkat
kesadaran atau perubahan perilaku. Tingkat kesadaran dapat
berubah karena anestesi umum, namun setelah efek anestesi
menghilang, tingkat respon pasien akan kembali pada tingkat
respon sebelum operasi.

25
Jika pasien akan mendapatkan anestesi spinal, maka
pengkajian praoperatif terhadap fungsi dan kekuatan motorik
kasar penting dilakukan. Anestesi spinal menyebabkan
ekstermitas bawah mengalami paralisis sementara. Perawat
harus menyadari adanya kelemahan atau gangguan mobilisasi
pada ekstermitas bawah pasien agar perawat tidak cemas jika
seluruh fungsi motorik tidak kembali normal pada saat efek
anestesi spinal menghilang.
Pengkajian sensibilitas prabedah sangat bermanfaat
sebagai bahan evaluasi pada saat pascaanestesi di ruang
pemulihan. Peta dermatom dapat membantu perawat dalam
melakukan pemeriksaan fisik sensibilitas fungsi kontrol sistem
saraf dari pusat ke perifer.
7) Sistem Endokrin
Bahaya utama yang dapat mengancam penderita diabetes
tidak terkontrol adalah hipoglikemi. Hipoglikemi perioperatif
mungkin terjadi selama anestesi, akibat asupan karbohidrat
pascaoperatif yang tidak adekuat atau pemberian obat insulit
yang berlebihan. Bahaya lain yang mengancam pasien tetapi
onsetnya tidak secepat hipoglikemi adalah asidosis atau
glukosuria. Secara umum risiko pembedahan bagi pasien
dengan diabetes yang tidak terkontrol tidak lebih besar dari
pasien nondiabetes, namun pemantauan kadar gula darah secara
rutin penting dilakukan sebelum, selama, dan setelah
pembedahan. Pasien yang mendapat kortikosteroid berisiko
mengalami insufisiensi adrenal. Oleh karena itu, penggunaan
medikasi steroid untuk segala tujuan selama tahun-tahun
sebelumnya harus dilaporkan pada ahli anestesi dan ahli bedah.
8) Sistem Respirasi
Pemeriksaan praoperatif sistem pernapasan dapat menjadi
data dasar rencana intervensi pascaoperatif. Pemeriksaan
dimulai dengan melihat (inspeksi) keadaan umum sistem

26
pernapasan dan tanda-tanda abnormal seperti sianosis, pucat,
kelelahan, sesak napas, batuk, dan lainnya. Pada palpasi,
perawat menilai adanya kelainan pada dinding toraks dan
merasakan perbedaan getaran suara napas. Kelainan yang
mungkin didapatkan pada pemeriksaan ini seperti: nyeri tekan,
adanya emfisema sbkutan, atau terdapat penurunan getaran
suara napas pada satu sisi akibat adanya cairan atau udara pada
rongga pleura.
Untuk menentukan kondisi paru-paruu, perawat
mengauskultasi bunyi napas normal, bunyi napas tambahan.
Auskultasi bunyi napas akan menunjukkan apakah pasien
mengalami kongesti paru atau penyempitan jalan napas.
Adanya atelektasis atau kelembaban pada jalan napas akan
memperburuk kondisi pasien selama pembedahan. Kongesti
paru yang serius dapat menyebabkan ditundanya pembedahan.
Beberapa obat dapat menyebabkan spasme otot laring, oleh
karena itu jika perawat mendengar bunyi mengi saat
mengauskultasi jalan napas pada pemeriksaan praoperatif,
maka hal ini menunjukkan pasien berisiko mengalami
penyempitan jalan napas yang lebih lanjut selama pembedahan.
9) Sistem Kardiovaskular
Pemeriksaan tekanan darah praoperatif dilakukan untuk
menilai adanya peningkatan darah di atas normal (hipertensi)
yang berpengaruh pada kondisi hemodinamik intraoperatif dan
pascaoperatif. Apabila pasien mempunyai penyakit jantung,
maka perawat harus mengkaji karakter denyut jantung apikal.
jantung, maka perawat harus mengkaji karakter denyut jantung
apikal. jantung, maka perawat harus mengkaji karakter denyut
jantung apikal. Setelah pembedahan, maka perawat harus
membandingkan frekuensi dan irama nadi dengan data yang
diperoleh sebelum operasi. Obat-obatan anestesi, perubahan

27
dalam keseimbangan cairan, dan stimulasi respon stres akibat
pembedahan dapat menyebabkan disritmia jantung.
Nadi periper juga harus di kaji oleh perawat, begitu juga
dengan waktu pengisian kapiler, dan warna serta suhu
ekstermitas untuk menentukan sirkulasi pasien. Waktu
pengisian kapiler dikaji untuk menilai kemampuan perfusi
perifer. Pengukuran pengisian kapiler penting dilakukan pada
pasien yang menjalani pembedahan vaskular atau pasien yang
ekstermitasnya dipasang gips ketat.
10) Keseimbangan cairan dan Elektrolit
Pembedahan akan diproses oleh tubuh sebagai sebuah
trauma. Akibat respon adrenokortikal, reaksi hormon akan
menyebabkan retensi air dan natrium serta kehilangan kalium
dalam 2-5 hari pertama setelah pembedahan. Banyaknya
protein yang pecah, akan menimbulkan keseimbangan nitrogen
yang negatif. Beratnya respon stres memengaruhi tingkat
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Semakin luas
pembedahan, maka semakin berat pula stres akibat kehilangan
cairan dan elektroloi intra operatif.
Pasien yang mengalami syok hipovolemik atau perbahan
elektrolit praoperatif yang serius mempunyai risiko yang
signifikan selama dan setelah pembedahan. Misalnya,
kelebihan atau kekurangan kalium akan meningkatkam peluang
terjadinya disritmia. Apabila pasien sebelumnya telah
mempunyai gangguan pada ginjal, gastrointestinal, atau
kardiovaskular, maka risiko terjadinya perubahan cairan dan
elektrolit akan semakin besar.
11) Abdomen dan Panggul
Hepar berperan penting dalam biotransformasi senyawa-
senyawa anestesi. Oleh karena itu segala bentuk kelainan hepar
berefek pada bagaimana anestesi tersebut dimetabolisme.
Karena penyakit hepar akut berkaitan dengan mortalitas bedah

28
yang tinggi, maka perbaikan fungsi hepar pada fase praoperatif
sangat diperlukan. Pengkajian yang cermat dilakukan dengan
berbagai pemeriksaan fungsi hepar.
Pengkajian bising usus pada fase praoperatif berguna
sebagai data dasar. Perawat juga menentukan apakah
pergerakan usus pasien teratur. Apabila pembedahan
memerlukan manipulasi saluran gastrointestinal atau pasien
diberikan anestesi umum, maka peristaltik tidak akan kembali
normal dan bising usus akan hilang atau berkurang selama
beberapa hari setelah operasi.
Ginjal terlibat dalam ekskresi obat-obat anestesi dan
metaboliknya. Status asam basa da metabolisme merupakan
pertimbangan penting dalam pemberian anestesi. Pembedahan
dikontraindikasikan bila pasien menderita nefritis akut,
insufisiensi renal akut dengan oliguri atau anuri, atau masalah
renal akut lainnya, kecuali kalau pembedahan merupakan satu
tindakan penyelamat hidup atau amat penting untuk
memperbaiki fungsi urin, seperti obstruksi uropati.
e. Pemeriksaan Diagnostik
Sebelum pasien menjalani pembedahan, dokter bedah akan
meminta pasien untuk menjalani pemeriksaan diagnostik guna
memeriksa adanya kondisi yang tidak normal. Banyak pemeriksaan
laboratorium dan diagnostik seperti EKG dan foto dada tidak lagi
dilakukan secara rutin untuk pasien yang menjalani bedah sehari
karena biaya yang harus dikeluarkan untuk pemeriksaan tersebut
tidak efektif jika pasien sehat dan tidak menunjukkan gejala yang
tidak normal. Perawat bertanggung jawab mempersiapkan dalam
klien untuk menjalani pemeriksaan diagnostik dan mengatur agar
pasien menjalani pemeriksaan yang lengkap. Perawat juga harus
mengkaji hasil pemeriksaan diagnostik yang perlu diketahui dokter
untuk membantu merencanakan terapi yang tepat.
f. Pemeriksaan Skrining Tambahan

29
Apabila pasien berusia lebih dari 40 tahun atau mempnyai
penyakit jantung, maka dokter mngkin akan meminta pasien untuk
menjalani pemeriksaan sinar-X dada atau EKG. Pada beberapa
prosedur bedah tertentu seperti bedah saraf, jantung, dan urologi,
diperlukan pemeriksaan canggih untuk menegakkan diagnosa
prabedah, misalnya: MRI, CT-Scan, USG doppler, dan lainnya
sesuai kebutuhan diagnosis prabedah.
2. Diagnosa Keperawatan Pre-Operatif
a. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
pembedahan yang akan dilaksanakan dan hasil akhir pacaoperatif
b. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan prognosis
pembedahan, ancaman kehilangan organ atau fungsi tubuh dari
prosedur pembedahan, dan ketidakmampuan menggali koping
efektif
c. Kurang pengetahuan tentang implikasi pembedahan berhubungan
dengan kurang pengalamab tentang operasi, kesalahan informasi.
3. Rencana Asuhan Keperawatan

No. Tujuan &


Diagnosa Intervensi Rasional
Kriteria Hasil
1. Cemas Setelah dilakukan a. Jelaskan a. Kecemasan
berhubungan tindakan prosedur, klien akan
dengan keperawatan termasuk berkurang
prosedur selama 5 menit sensasi dengan
pembedahan kecemasan klien seperti informasi
ditandai dengan berkurang keadaan yang
Do : dengan _actor_a selama diberikan
a. Klien c klien Nampak prosedur. perawat
Nampak tenang b. Temani klien b. Dengan
tegang c klien untuk ditemani
b. Klien mengatakan meningkatka perawat
Nampak rasa takutnya n keamanan kecemasan
cemas berkurang dan klien akan
Ds : c klien menurunkan sedikit
a. Klien menyatakan kecemasan berkurang
mengatakan siap untuk c. Dengarkan c. Membantu
sedikit takut dilakukan keluhan klien menentukan
akan operasi jenis
dilakukan intervensi

30
operasi yang akan
b. Klien dilakukan
menanyakan d. Identifikasi d. Mengetahui
kapan perubahan perkembangan
dilakukan level keadaan klien
operasi dan kecemasan
bagaimana e. Dorong klien e. Membuat
prosesnya untuk perasaan
mengungkap terbuka dan
kan secara bekerja sama
verbal dalam
tentang memberikan
perasaan, informasi
persepsi dan yang akan
ketakutan membantu
identifikasi
masalah
f. Pertahankan f. Kontak mata
kontak mata menumbuhka
n hubungan
salinh percaya
antara perawat
klien
g. Turunkan g. Menurunkan
stimulus stimulus
pembuat cemas dapat
cemas mencegah
cemas yang
berkelanjutan
h. Tunjukkan h. Sikap
penerimaan penerimaan
perawat dapat
meningkatkan
kepercayaan
diri klien
i. Jaga i. Suasana yang
ketenangan tenang dapat
mengurangi
stimulus
pembuat
cemas
2. Kurang Setelah dilakukan a. Identifikasi a. Pengetahuan
pengetahuan tindakan factor internal dasar yang
berhubungan perawatan selama dan eksternal memadai
dengan kurang 5 menit yang dapat dapat
terpapar pengetahuan meningkatka meningkatka
informasi klien bertambah n motivasi n kerjasama
ditandai dengan dengan _actor_a orang tua dan pasien

31
Do : a. Klien tenang keluarga.Jelas mengenai
Klien Nampak b. Klien kan program
tegang dan Nampak siap pengertian, pengobatan
takut menjalani tanda gejala, dan
Ds : operasi komplikasi, mendapatkan
Klien rencana penyembuha
menanyakan tindakan yang n yang
kapan dilakukan akan optimal
operasi dan dilakukan.
bagaimana b. Jelaskan b. Pengetahuan
prosedurnya mengenai mengenai
jadwal, dan lokasi
lokasi operasi operasi dapat
mningkatkan
tindakan
kooperatif
klien
c. Jelaskan c. Durasi
durasi tindakan
tindakan operasi dapat
operasi menenangka
n klien
d. Identifikasi d. Tingkat
kecemasan kecemasan
klien klien untuk
mengetahui
kesiapan
klien operasi
e. Gambarkan e. Gambaran
tindakan tidakan
preoperasi preoperatife
rutin dapat
(anestesi, meningkatka
diet, test n kesipan
laboratorium, klien dalam
IV terapi, melaksanaka
ruang tunggu n operasi
keluarga).

32
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Tindakan keperawatan preoperatif merupakan tindakan yang
dilakukan oleh perawat dalam rangka mempersiapkan pasien untuk
dilakukan tindakan pembedahan dengan tujuan untuk menjamin
keselamatan pasien intraoperatif. Persiapan fisik maupun pemeriksaan
penunjang serta persiapan mental sangat diperlukan karena kesuksesan
suatu tindakan pembedahan klien berawal dari kesuksesan persiapan yang
dilakukan selama tahap persiapan. Kesalahan yang dilakukan pada saat
tindakan preoperatif apapun bentuknya dapat berdampak pada tahap-tahap
selanjutnya, untuk itu diperlukan kerjasama yang baik antara masing-
masing komponen yang berkompeten untuk menghasilkan outcome yang
optimal, yaitu kesembuhan pasien secara paripurna. Pengakajian secara
integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan psikologis
sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi.
Persiapan pasien pre operasi meliputi : Status kesehatan fisik,
status nutrisi, keseimbangan cairan dan elektrolit, kebersihan lambung dan
kolon, pencukuran daerah operasi, personal higiene, pengosongan kandung
kemih, latihan pra operasi, pemeriksaan penunjang, pemeriksaan status
anstesi, informed concent, persiapan mental, dan obat-obatan premedikasi.
Dengan persiapan yang baik selama periode pre operasi diharapkan dapat
membantu menurunkan resiko operasi dan meningkatkan pemulihan pasca
bedah.
B. Saran

33
Daftar Pustaka

Smeltzer dan Bare. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah : Brunner
dan Suddarth Edisi 9. Jakarta : EGC

Sjamsuhidajat, R. 2006. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC

Luckman dan Sorensen. 2009. Medical Surgical Nursing ( ed. ke-4).


Philadelphia:W.B Saunders Company.

Kozier, Barbara, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,


Praktik, dan Proses, Edisi 7, Vol. 2. Jakarta : EGC

34

Anda mungkin juga menyukai