Anda di halaman 1dari 23

PERSIAPAN PASIEN SEBELUM OPERASI

By : Ners Shelvi Hidayat, S.Kep

APA PERSIAPAN SEBELUM OPERASI


Persiapan Sebelum Operasi adalah tahapan awal dari kesuksesan tindakan
pembedahan secara keseluruhan.

YANG HARUS DIPERSIAPKAN


1. Pemeriksaan Fisik
Meliputi pemeriksaan tekanan darah, suhu, nadi dan pernafasan, pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan jantung dan paru, serta pemeriksaan status nutrisi dan
cairan.
2.Pengosongan Lambung dan Usus
Tujuannya adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paruparu) dan menghindari kontaminasi feses (kotoran manusia) ke area pembedahan
sehingga tidak terjadi infeksi .
Tindakan peosongan lambung dan usus, meliputi : pasien akan dipuasakan 6-8 jam
dan dilakukan tindakan pengosongan usus (urus-urus/huknah).
3. Pencukuran Daerah Operasi
Tujuannya untuk menghindari terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan
pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi
kuman dan juga mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan perawatan
luka. Namun, ada beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan pencukuran
sebelum operasi,
4. Penandaan daerah Operasi (Marker)
Penandaan daerah operasi sangat diperlukan untuk menghindari kesalahan dalam
proses pembedahan

5. Kebersihan diri (Personal Hygiene)


Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh yang
kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada
daerah yang dioperasi. Mandi dengan menggunakan sabun antiseptik

TEKNIK NAFAS DALAM


Latihan nafas dalam, sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi nyeri
setelah operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga pasien lebih mampu
beradaptasi dengan nyeri dan dapat meningkatkan kualitas tidur.
LATIHAN NAFAS DALAM
1. Pasien tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk (semifowler) dengan
lutut ditekuk dan perut tidak boleh tegang.
2. Letakkan tangan diatas perut
3. Hirup udara sebanyak-banyaknya dengan menggunakan hidung dalam kondisi
mulut tertutup rapat.
4. Tahan nafas beberapa saat (3-5 detik) kemudian secara perlahan-lahan, udara
dikeluarkan sedikit demi sedikit melalui mulut.
5. Lakukan hal ini berulang kali (15 kali)
6. Lakukan latihan dua kali sehari

TEKNIK BATUK EFEKTIF


Latihan batuk efektif, sangat diperlukan bagi pasien terutama pasien yang
mengalami operasi dengan pembiusan Pasien akan dipasang alat bantu nafas
selama operasi, Sehingga ketika sadar pasien akan mengalami rasa tidak nyaman
pada tenggorokan, terasa banyak lendir kental di tenggorokan.
CARA BATUK EFEKTIF
1. Letakkan bantal didada dan tubuh pasien condong ke depan dengan posisi
setengah duduk.
2. Jalinkan jari-jari tangan dan letakkan melintang diatas dada
3. Kemudian pasien nafas dalam seperti cara nafas dalam (3-5 kali)
4. Segera lakukan batuk spontan, pastikan rongga pernafasan terbuka dan tidak
hanya batuk dengan mengadalkan kekuatan tenggorokan saja karena bisa terjadi
luka pada tenggorokan.

5. Ulangi lagi sesuai kebutuhan.


PERSIAPAN MENTAL
Persiapan mental sangat dibutuhkan oleh seluruh pasien yang akan melaksanakan
tindakan operasi. Meliputi kegiatan berdoa sesuai dengan keyakinan masigmasing.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Persiapan Prabedah
Persiapan bedah yang baik akan memberi pengaruh baik pula terhadap kondisi pasca
operasi. Persiapan sebelum bedah sangat diperlukan untuk berbagai hal, diantaranya untuk
indikasi operasi, untuk evaluasi dan mengatasi kecemasan pasien, untuk kejelasan hukum dan
perjanjian, serta yang terpenting adalah untuk meminimalisir komplikasi pada pasien setelah
pembedahan dilaksanakan.
Tidak semua operasi membutuhkan langkah-langkah persiapan yang sama. Ada operasi
yang memerlukan persiapan yang mendetail dengan memerlukan waktu beberapa hari, dari
persiapan fisik dengan pemeriksaan laboratorium, rontgen, jantung dan lain-lain bahkan
hingga menentukan hari baik dalam pelaksanaannya.
Persiapan prabedah ini erat kaitannya dengan komunikasi yang baik antara dokter dan
pasien. Komunikasi antara dokter dan pasien ini dapat memastikan bahwa pasien benar-benar
memahami masalah yang ada, mengapa tindakan operasi ini diambil, dan hasil operasi yang
diharapkan. Waktu khusus antara dokter dan pasien serta keluarga pasien merupakan unsur
penting dari persiapan prabedah. Pada saat diskusi ini juga disampaikan mengenai resiko yang
dapat ditimbulkan setelah pembedahan. Persiapan prabedah ini terdiri dari tiga persiapan,
yaitu persiapan pasien, persiapan operator staf, dan persiapan alat dan ruangan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Persiapan pasien
Secara umum persiapan pasien sebelum pembedahan dapat dilakukan pada ruang
perawatan dan ruang operasi. Selain itu sebelum memasuki ruang operasi pasien berada
diruangan khusus untuk pemeriksaan ulang dan dimanfaatkan untuk pemeriksaan akhir
sebelum masuk ke meja operasi, seperti pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan, dan
evaluasi dari dokter anestesi. Persiapan pasien ini terdiri dari berbagai macam untuk
mendapatkan proses dan hasil pembedahan yang baik serta mengurangi resiko terjadinya
komplikasi. Persiapan prabedah pada pasien tersebut antara lain:
2.1.1 Persiapan mental
Persiapan mental merupakan hal yang penting dalam proses persiapan operasi
karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat berpengaruh terhadap kondisi
fisiknya. Kecemasan merupakan reaksi normal yang dapat dihadapi dengan sikap
terbuka dan penerangan yang cukup. Tindakan pembedahan merupakan ancaman
potensial maupun aktual pada integeritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi
stres fisiologis maupun psikologis. (Barbara C. Long).
Contoh perubahan fisiologis yang muncul akibat kecemasan atau ketakutan
antara lain; sulit tidur dan tekanan darah meningkat (pada pasien hipertensi) dan
menstruasi lebih cepat dari biasanya, sehingga operasi terpaksa harus ditunda (pada
wanita).
Berbagai alasan yang dapat menyebabkan kecemasan pasien dalam
menghadapi pembedahan antara lain : Takut nyeri setelah pembedahan (body image),
takut keganasan, takut cemas mengalami kondisi yang sama dengan orang lain, takut
ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan petugas, dan takut operasi
gagal.
Persiapan

mental

yang

kurang

memadai dapat mempengaruhi pengambilan


keputusan pasien dan keluarganya. Sehingga

tidak jarang pasien menolak operasi yang sebelumnya telah disetujui. Oleh karena itu
persiapan mental pasien menjadi hal yang penting untuk diperhatikan dan didukung
oleh keluarga orang terdekat pasien. Kehadiran dan keterlibatan keluarga sangat
mendukung persiapan mental pasien. Keluarga dapat mendampingi pasien sebelum
operasi, memberikan doa dan dukungan dengan kata-kata yang menenangkan hati dan
meneguhkan keputusan pasien untuk menjalani operasi.
Peranan dokter dan dibantu perawat dalam memberikan dukungan mental dapat
dilakukan dengan membantu pasien mengetahui tentang tindakan-tindakan yang dijalani
sebelum operasi, memberikan informasi tentang waktu operasi, hal-hal yang akan
dialami selama proses operasi, dan menunjukkan tempat kamar operasi. Dengan
mengetahui berbagai informasi selama operasi maka diharapkan pasien menjadi lebih
siap menghadapi operasi. Gunakan bahasa yang sederhana dan jelas, misalnya: jika
pasien harus puasa, perawat akan menjelaskan kapan mulai puasa dan sampai kapan,
manfaatnya untuk apa. Diharapkan dengan pemberian informasi yang lengkap,
kecemasan pasien akan dapat diturunkan.
Untuk menimbulkan kenyamanan lagi, dokter memberi kesempatan pada
pasien dan keluarganya untuk menanyakan tentang segala prosedur yang ada. Dokter
juga dapat mengoreksi pengertian yang salah tentang tindakan pembedahan dan hal-hal
lain karena pengertian yang salah akan menimbulkan kecemasan pada pasien.
2.1.2 Persiapan Fisik
Selain mempersiapkan mental, waktu dan biaya, pembedahan berencana juga
mewajibkan pasien untuk menyiapkan kondisi fisik demi lancarnya operasi yang akan
berlangsung. Persiapan fisik ini berhubungan dengan kelainan atau penyakit yang akan
dibedah tersebut, dan juga persiapan fisik berkenaan dengan pembiusan, agar obat-obat
bius yang nantinya diberikan tidak menimbulkan efek negatif akibat kemampuan respon
tubuh yang tidak normal lagi.
Persiapan

fisik

ini

berkenaan

dengan

pemeriksaan tanda-tanda vital pasien; denyut nadi,


tekanan darah, respirasi, dan suhu tubuh pasien.
Dipastikan semua tanda-tanda vital pasien dalam

batasan normal. Pemeriksaan fisik lengkap antara lain status hemodinamika, status
kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi
imunologi, dan lain-lain. Tinggi dan berat badan pasien diperiksa untuk memperkirakan
dosis obat, terapi, cairan yang diperlukan, serta jumlah urine selama dan sesudah
pembedahan. Jantung, paru-paru, abdomen, ekstremitas, punggung, neurologis, dan
saluran nafas juga merupakan pemeriksaan fisik yang diperlukan.
Untuk jangka pendek, setidaknya 8 jam sebelum masuk ke dalam kamar
operasi, fisik penderita diharapkan sudah fit, tidak sedang pilek, batuk atau yang
lainnya, dalam keadaan bersih hingga ke cuci rambut dan siap menanggalkan asesoris
seperti perhiasan, gigi palsu, tidak bergincu dan cat kuku mesti dihapus. Ini dilakukan
untuk mencegah kontaminasi operasi dan menunjang sterilitas proses operasi. Selain itu
pasien juga harus istirahat yang cukup, karena dengan istirahat dan tidur yang cukup
pasien tidak akan mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang
memiliki riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil.
2.1.3 Riwayat Penyakit
Jawaban pasien mengenai penyakit-penyakit sistemik yang kita ajukan tidaklah
menjamin bahwa pasien mengatakan yang sebenarnya. Ia mungkin tidak meyadari
bahwa keadaan itu terjadi. Setidaknya kita harus mengetahui riwayat kesehatan pasien
yang meliputi kesehatan umum, rasa sakit yang ada, obat-obatan dan pengobatan, alergi,
dan tekanan darah. Pertanyaan yang berkenaan dengan perawatan terakhir dan dokter
yang merawat merupakan informasi tambahan yang bermanfaat.
Jika ahli laboratorium menemukan sejarah dan pemeriksaan fisik dalam
keadaan abnormal, maka operasi harus dibatalkan dan hanya dilakukan medical
treatment saja hingga kondisi fisik pasien memungkinkan untuk dilakukan operasi
dengan resiko yang seminimal mungkin. Jika seluruh hasil pemeriksaannya ditemukan
dalam keadaan normal, segera lakukan tindakan operasi.
Bagi penderita yang memiliki penyakit lain selain kasus bedah akan menjadi
perhatian khusus bagi tim bedah sebelum menjalankan tindakan operasinya. Gangguan
atau penyakit lain, akan berpengaruh terhadap kelangsungan proses operasi. Penyakit
seperti gangguan jantung, penderita diabetes, gangguan fungsi ginjal, fungsi pembekuan

darah dan lainnya jika tidak harus menjalani operasi emergensi, sedapat mungkin
dipastikan dulu bahwa penyakitnya tersebut dalam keadaan stabil. Keadaaan inilah yang
mengakibatkan seorang penderita butuh waktu relatif lama dalam masa preoperatifnya
dan juga dapat menyebabkan timbulnya resiko komplikasi pembedahan maupun pasca
pembedahan.
2.1.4 Pemeriksaan Penunjang dan Skrining
Diagnosa penyakit diharapkan sejelas mungkin sebelum pembedahan
dijalankan, sehingga diperlukan pemeriksaan tambahan di luar pemeriksaan fisik untuk
menuju kepastian itu. Mungkin akan diperlukan pemeriksaan penunjang berupa
pemeriksaan laboratorium saja atau dibutuhkan lagi pemeriksaan penunjang yang masih
taraf sederhana sampai yang sudah canggih.
Sebelum dokter mengambil keputusan untuk melakukan
operasi pada pasien, dokter melakukan berbagai pemeriksaan
terkait dengan keluhan penyakit pasien, sehingga dokter bisa
menyimpulkan penyakit yang diderita. Untuk itu dokter
memerlukan berbagai macam pemerikasaan laboratorium.
Pemeriksaan
laboratorium yang biasa digunakan adalah
pemeriksaan

rutin,

yang

terdiri

dari

pemeriksaan darah (hemoglobin, leukosit,


jenis leukosit, golongan darah, perdarahan,
bledding time, clotting time, trombosit,
LED), pemeriksaan urine (protein, reduksi dan sedimen), pemeriksaan radiologi dan
diagnostik berupa foto fraktur, abdomen, dan thoraks (untuk bedah mayor) USG, EKG,
CT scan (computerized Tomography Scan) , MRI (Magnrtic Resonance Imagine) dan
bisa juga dilakukan pemeriksaan pada sumsun tulang jika penyakit terkaut dengan
kelainan darah.
2.1.5 Konsultasi Medis
Konsultasi medis meliputi, konsultasi bedah, konsultasi anestesi, konsultasi
dengan sejawat anestesi dan spesialis lain, konsultasi untuk mendapat dan memberi

informasi tambahan, konsultasi untuk dapat menghilangkan kecemasan dan ketakutan


pasien, dan konsultasi untuk mempertimbangkan apakah pasien perlu melakukan
pemeriksaan tambahan.
Setelah dokter bedah memutuskan untuk dilakukan operasi maka dokter anstesi
berperan untuk menentukan apakan kondisi pasien layak menjalani operasi. Hal ini
diperlukan konsultasi antara dokter bedah dan dokter anestesi. Selain itu, dokter bedah
juga harus dapat berkonsultasi masalah kesehatan dan kondisi pasien terhadap dokter
bedah lain yang terkait dalam pelaksanaan pembedahan. Konsultasi yang saling
berkaitan ini bertujuan untuk mempersiapkan pasien untuk tindakan pembedahan agar
tidak menimbulkan komplikasi atau kecelakaan saat pembedahan, dan dapat membantu
untuk mempermudah dalam pengelolaan pasca operasinya.
2.1.6 Keadaan Gizi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan,
lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan
keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus di koreksi sebelum
pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi
gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi pasca operasi
dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit.
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi
pasca operasi, dehisiensi

(terlepasnya jahitan sehingga luka

tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka yang lama.


Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang
bisa mengakibatkan kematian. Kondisi malnutris dan obesitas
atau

kegemukan

lebih

beresiko

terhadap

pembedahan

dibandingkan dengan orang normal dengan gizi baik terutama pada fase penyembuhan.
Pada orang malnutrisi maka orang tersebut mengalami defisiensi nutrisi yang
sangat diperlukan untuk proses penyembuhan
luka. Nutrisi-nutrisi tersebut antara lain adalah
protein, kalori, air, vitamin C, vitamin B
kompleks, vitamin A, Vitamin K, zat besi dan

seng (diperlukan untuk sintesis protein). Pada pasien yang mengalami obesitas selama
pembedahan jaringan lemak sangat rentan terhadap infeksi. Selain itu, obesitas
meningkatkan permasalahan teknik dan mekanik. Pasien obesitas sering sulit dirawat
karena tambahan berat badan dapat menyebabkan pernafasan tidak optimal saat
berbaring miring, mudah mengalami hipoventilasi, dan komplikasi pulmonari
pascaoperatif.
2.1.7 Persediaan Darah
Pada persiapan ruangan juga ada pemeriksaan kelengkapan penunjang operasi,
adanya persediaan darah merupakan hal yang vital di dalam ruangan operasi. Persedian
darah ini dimaksudkan untuk menjadi cadangan apabila saat pembedahan terjadi
komplikasi atau perdarahan sekunder, sehingga dokter dapat menangani pasien dengan
efektif dan efisien.
2.1.8 Puasa
Penderita yang akan dipersiapkan operasi dengan pembiusan umum
membutuhkan puasa beberapa jam sebelum operasi dijalankan. Lamanya puasa berkisar
antara 6 sampai 8 jam sebelum operasi dilakukan. Tujuan dari puasa ini adalah untuk
pengosongan lambung dan kolon agar terhindar dari aspirasi (masuknya cairan lambung
ke paru-paru) atau reflek muntah di saat penderita tidak sadar, dan untuk menghindari
kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi
pasca pembedahan. Pada pembiusan lokal masalah ini bisa diabaikan.
2.1.9 Kebutuhan Cairan Basal dan Elektrolit
Keseimbangan cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan
output cairan. Demikaian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang
normal. Kadar elektrolit yang biasanya dilakuakan pemeriksaan diantaranya dalah kadar
natrium serum (normal : 135 -145 mmoll), kadar kalium serum (normal : 3,5 / 5 mmoll)
dan kadar kreatinin serum (0,70 / 1,50 mgdl). Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait
erat dengan fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan
ekskresi metabolit obat-obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka operasi dapat
dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal mengalami gangguan seperti oligurianuria,
insufisiensi renal akut, nefritis akut maka operasi harus ditunda menunggu perbaikan

fungsi ginjal. Kecuali pada kasus-kasus yang mengancam jiwa.


2.1.10 Antibiotik Profilaksis
Yang dimaksud dengan antibiotik profilaksis pada pembedahan ialah antibiotik
yang diberikan pada pasien yang menjalani pembedahan sebelum adanya infeksi,
tujuannya ialah untuk mencegah terjadinya infeksi akibat tindakan pembedahan yaitu
infeksi luka operasi (ILO) atau surgical site infection (SSI). Antibiotik profilaksis
biasanya di berikan sebelum pasien di operasi. Antibiotik profilaksis biasanya di berikan
1-2 jam sebelum operasi dimulai dan dilanjutkan pasca beda 2- 3 kali. Antibiotik
profilaksis harus aman, bakterisid dan efektif melawan bakteri yang menyebabkan
infeksi. Antibiotik yang dapat diberikan bermacam-macam sesuai indikasi pasien,
biasanya pada kedokteran gigi digunakan Clindamycin 300mg intravena.
Faktor pasien dapat mempermudah terjadinya ILO adalah pasien obesitas,
diabetes, mengalami pembedahan kontaminasi, rawat inap pre-operatif yang panjang,
menjalani operasi yang lama (>2 jam), bakteri Staphylococcus aureus, skil yang kurang
terampil, dan pertahanan tubuh yang lemah.
2.1.11 Premedikasi
Sebelum operasi dilakukan, pasien akan diberikan obat-obatan premedikasi
untuk memberikan kesempatan kepada pasien untuk istirahat yang cukup. Obat-obatan
premedikasi ini juga berfungsi untuk menurunkan sekresi cairan tubuh, mengurangi
kecemasan dan ketakutan, mengurangi mual dan muntah, mengurangi keasaman
lambung, serta berfungsi untuk memperkuat efek hipnotik pada penggunaan anestesi
umum. Obat-obatan premedikasi yang diberikan biasanya adalah Benzodazepine,
fenotiazin, analgetik, dan untuk operasi yang cukup berat dapat diberikan valium.
Pemberian obat-obat premedikasi ini dapat menginduksi obat-obat anestesi,
memelihara, dan memberikan pemulihan yang baik. Pemberian dosis dan jenis obat
premedikasi ini dipertimbangkan dengan usia, berat badan pasien, keadaan fisik dan
psikis, serta teknik anestesi dan pembedahan yang akan dilakukan.
Dalam kasus pembedahan apabila selama praevaluasi pasien dianggap tidak layak untuk
melakukan operasi bedah, maka operasi harus ditunda sampai waktu kedepan ketika pasien

dinilai layak untuk menjalani operasi bedah tersebut, kecuali pada kasus pembedahan yang
mengancam jiwa. Oleh karena itu, demi kelancaran kinerja operasi bedah maka persiapan
pasien secara menyeluruh sebelum operasi bedah harus benar-benar dilaksanakan dengan
baik.
2.2 Persiapan Tim Bedah / Surgical Team (Dokter Dan Stafnya)
Tim bedah terdiri dari operator (dokter) dan asistennya, dokter anastesi / anesthetist,
scrub nurse dan circulating nurse.Operator bertindak sebagai kepala tim, dimana operator
memiliki tanggung jawab dan instruksinya dipatuhi oleh semua anggota tim bedah.
Tugas asisten adalah: a) menjaga kondisi mulut dan kawasan operasi bersih dari darah,
lendir, saliva, dan debris dengan tepat dan sesuai, b) melakukan retraksi untuk membuka
bagian yang dioperasi dengan tepat, c) memotong sutura, menggunakan mallet,
memperhatikan dinding orofaringeal dan mengingatkan dokter bedah jika terjadi perubahan
atau penyesuaian, d) meminta operator memperhatikan hal-hal yang seharusnya diperhatikan.
Tugas dokter anastesi meliputi menjaga kadar bius yang sesuai, memperhatikan kondisi
pasien secara konstan, dan memberi tahu kepada operator jika ada reaksi yang janggal dari
pasien. Dokter anastesi harus memberi tahu operator mengenai kerusakan jalan nafas yang
disebabkan oleh tindakan bedah, sehingga operator dan asistennya dapat mengambil langkah
cepat untuk menghilangkan atau memperbaiki penyebab obstruksi tersebut.
Tugas scrub nurse meliputi memperhatikan instrument dan kain steril, dan persediaan
yang tersedia serta layak pakai di meja operasi. Suster ini harus memberikan instrument,
sponge, dan sutura yang diminta operator. Suster harus menjaga instrument operasi dalam
keadaan layak pakai dan menyusunnya selama operasi dan terkadang diminta untuk
membantu retraksi.
Circulating nurse mengikatkan baju bedah operator dan asistennya dari belakang. Suster
ini biasanya menyesuaikan letak lampu dan meja operasi. Sebagai tambahan, suster inilah
yang membawa instrument dan perlengkapan yang dibutuhkan.
2.3 Persiapan Operator Staf

Penentu keberhasilan rencana pengontrolan infeksi di bedah mulut ialah dokter gigi.
Tindakan kontrol infeksi yang rutin yang dibuat untuk membatasi atau mengurangi
kontaminasi silang ialah cerminan langsung dari sikap dokter gigi.
Dokter bedah dental harus menyiapkan dirinya untuk prosedur pembedahan dalam
ruang operasi sama dengan cara dokter bedah umum menyiapkan dirinya untuk bekerja.
Walaupun tidak mungkin untuk mensterilkan rongga mulut, ritual teknik steril sangat penting
dalam meminimalisir kemungkinan masuknya organism pathogen kedalam luka bedah. Selain
itu, keistimewaannya adalah untuk membantu menyediakan kenyamanan dan perlindungan
pada dokter bedah mulut. Persiapan prabedah untuk operator dan staff adalah sebagai berikut:
2.3.1 Dressing operator dan asisten
Operator dan masing-masing asistennya, memakai pakaian katun bersih yang
terdiri dari celana panjang dan baju. Pakaian katun tidak menghasilkan percikan dari
elektrik statis yang dapat berkembang ketika pakaian nylon atau wool dikenakan.
Percikan elektrik statis dapat menyebabkan ledakan tragis pada ruang operasi. Clean
scrub suits, juga mengeliminasi baju penuh debu dari ruang operasi, menyediakan
kenyamanan untuk operator, dan melindungi pakaian dokter dari kerusakan.
Dipilih yang lengannya tidak melebihi siku sehingga memungkinkan tangan
dicuci hingga ke siku. Apabila pembedahan yang dilakukan kemungkinan menyebabkan
darah atau saliva mengotori pakaian, maka dapat digunakan baju dengan lengan
panjang, baik yang dapat digunakan ulang, atau lebih baik lagi bila digunakan yang
disposable. Apabila dipakai baju yang digunakan ulang, maka sesudah dipakai harus
dicuci dengan air panas dan detergen. Pakaian klinik harus diganti setiap hari apabila
tercemar oleh darah.
Selanjutnya operator mengenakan sepasang sepatu atau boots konduktif
disposable. Saat ini peralatan Rumah Sakit yang baik memiliki lantai ruang operasi
kondiktif khusus untuk mencegah ledakan atau letupan dan seluruh personel harus
menggunakan sol sepatu konduktif atau boots konduktif khusus yang menutupi seluruh
sepatu jalanan. Hal ini mencegah elektrik statis dari akumulasi pada operator, yang
dapat menghasilkan sebuah percikan ketika dokter mendekati lingkungan grounded.
2.3.2 Persiapan tangan dan lengan

Pencucian tangan yaitu menggosok, mengawali teknik asepsis/sterilisasi,


digunakan pada bedah mulut. Pemakaian sabun anti kuman harus sesuai dengan
rekomendasi pabriknya. Biasanya diperlukan paling tidak penggosokan 5-6 menit
menggunakan sikat disposable/ yang sudah diautoklaf, baik yang sederhana atau yang
berisi sabun. Untuk prosedur non bedah, sabun biasa sudah dianggap cukup layak oleh
CDC (Centre for Disease Control). Alternative lain ialah mencuci tangan dengan sabun
antikuman (chlorhexidine gluconat 4%) selama satu menit.

Berikut ini merupakan urutan yang dilakukan dalam mempersiapkan tangan


dan lengan:
1) Persiapan, menempatkan topi untuk menutupi rambut selutuhnya, dan menempatkan
masker unutk menutupi hidung dan mulut. Gulung lengan sampai diatas siku.
Lepaskan seluruh perhiasan dan jam tangan. Kuku harus pendek dan halus.
2) Prosedur, Alirkan air dari watafel sampai suhu
yang diinginkan. Cuci tangan dan lengan bawah
dengan seksama, dan bersihkan kuku jari dengan
orangewood stik. Sikat sekarang disuplai dalam
container steril atau kemasain steril individu
dilengkapi dengan konsentrat germicidal dan
mengandung pembersih kuku plastik. Dimulai
dengan menyikat telapak tangan, mengunakan
parallel strokes. Sikat telapak dalam tiga bagian :
dari kelingking ke ibu jari sikat seluruh empat permukaan tiap jari; kemudian balik
tangan dan sikat buku-buku jari; kemudian sikat lengan dan siku, yakinkan untk
menggosok ruang interdigital secara seksama ketika menggosok punggung masing
masing jari, sampai ke pergelangan tangan. Setelah menggosok satu tangan dan

lengan, lakukan prosedur yang sama untuk tangan yang lain. Pembilasan tangan dan
lengan, secara seksama menguras mereka dari ujung jari sampai siku. Bilas sikat.
Matikan air dengan dikat dan singkirkan sikat. Berjalanlah ke ruang operasi, angkat
tangan ke atas, dan perawat akan menyediakan handuk kering.
3) Jubah ( pakaian ) dan sarung tangan, Tangan dan lengan dikeringkan dengan
handuk bersih, dan tiap anggota dari timbedah memakai jubah steril. Tangan
diberikan bedak steril oleh suster sebelum menggunakan sarung tangan steril. Teknik
aseptic yang sempurna mengharuskan sarung tangan dipasang tanpa menyentuh
permukaan luar dengan tangan. Dari poin ini operator dan semu personel steril harus
peduli bahwa lingkungan dibawah bidang operasi dipertimbangkan kontaminasinya
dan tidak boleh disentuh.

2.3.3
Triad barrier
Untuk membatasi kontaminasi silang pada dokter gigi, staf dan pasiennya,
maka digunakan triad barrier yaitu masker, sarung tangan dan kacamata pelindung.
Sarung tangan uji disposable yang non steril bisa digunakan untuk kebanyakan prosedur
bedah mulut. Apabila sterilitas sangat diperlukan, misalnya pemasangan implan atau
bahan aloplastik untuk menambah linggir (ridge), dapat digunakan sarung tangan steril.
Kekurangan sarung tangan uji ialah bahwa hanya mempunyai satu ukuran saja atau
berukuran S, M, L yang membatasi akurasi pemakaian dengan tepat. Juga agak sedikit
tebal dibandingkan sarung tangan bedah, sehingga
mengurangi sensasi taktil pada tangan. Meski demikian,
keuntungan utamanya ialah harganya yang murah.
Masker dapat dengan mudah dibeli di toko.
Masker dengan tali lebih mudah digunakan untuk

jangka panjang daripada yang menggunakan elastik. Keuntungan masker elastik ialah
dapat dilepas dengan cepat dan mudah bila ingin dibuka sewaktu-waktu. Seperti halnya
sarung tangan masker harus diganti setiap kali ganti pasien.
Kacamata pelindung yang terbuat dari plastic dan ringan melengkapi triad
barier tersebut. Perlindungan mata dari saliva, mikroorganisme, aerosol, dan debris
sangat diperlukan untuk operator maupun asistennya.
2.3.4 Imunisasi
Pelindung yang paling mudah digunakan dan yang paling jarang digunakan
sebagai sumber perlindungan untuk dokter gigi dan staf adalah imunisasi, misalnya
Heptavax-B untuk perlindungan terhadap hepatitis B.
2.4 Persiapan Alat dan Ruangan
Karena semua pasien yang terinfeksi tidak bisa dengan mudah diidentifikasi, baik secara
historik, pemeriksaan fisik, maupun laboratorium, maka pencegahan secara rutin sebagai
berikut harus digunakan pada semua pasien. Apabila dilakukan tindakan bedah mulut, darah
yang keluar dan meningkatnya kemungkinan tumbuhnya kuman oleh karena pemakaian
instrumen yang tajam (pemaparan parenteral), dapat dikurangi hanya dengan tindakan kontrol
yang efektif.
2.4.1 Ruangan
1) Dekontaminasi
Kebersihan saja tidaklah cukup untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
kontaminasi silang. Dekontaminasi permukaan-permukaan yang tersentuh sekresi
mulut pasien, instrumen atau tangan operator biasanya bisa diatasi dengan bahan
kimia antikuman (Tabel 1-1). Semua permukaan kerja yang terkontaminasi, pertamatama dilap dengan handuk pengisap untuk menghilangkan bahan-bahan organik
kemudian

didesinfeksi

dengan

larutan

pemutih

(clorox

diencerkan

dalam

perbandingan 1:10 sampai dengan 1:100 tergantung bahan organik yang ada). Hal
tersebut dilakukan setiap hari. Pemutih adalah salah satu bahan anti-kuman yang
murah dan efektif, namun perlu diperhatikan bahwa bahan ini bersifat korosif
terhadap logam khususnya alumunium.

2) Pelindung permukaan
Kertas dengan lapisan kedap air, alumunium foil atau plastik yang jernih bisa
dipergunakan sebagai penutup permukaan yang mudah tcrkontiminasi dengan darah
atau saliva, yang sulit didesinfeksi secara efektif misalnya pegangan lampu dan
kepala unit sinar-X. Penutup ini dibuka oleh personel yang menggunakan sarung
tangan pada akhir suatu tindakan pembedahan, kemudian diganti dengan yang bersih
(sesudah melepas sarung tangan atau mengganti sarung tangan). Selama prosedur
pembedahan,

permukaan yang tidak terlindung misalnya pengontrol kursi atau

lampu operasi bisa diatur atau digunakan tanpa menimbulkan kontaminasi dengan
menggunakan sponge bedah 4x4 dan tangan yang memakai sarung tangan sebagai
barier tambahan. Idealnya pengontrolan dengan tangan sebaiknya dihindarkan atau
di-kurangi. Tempat kumur, dispenser untuk sabun dan pengontrol kursi sebaiknya
menggunakan peralatan yang bisa dioperasikan dengan kaki.
3) Peralatan yang tajam
Peralatan tajam yang biasanya digunakan di dalam prosedur bedah mulut dan
sering terkontaminasi darah dan saliva misalnya, jarum suntik, jarum jahit, Man
(blade) skapel, elevator periosteal, dan elevator akar, dianggap berpotensi untuk
menginfeksi dan harus ditangani dengan can khusus untuk mencegah luka yang tidak
sengaja. Untuk menghindari kontak yang tidak diperlukan, semua peralatan
disposibel ditempatkan di dalam wadah yang diletakkan sedekat mungkin dengan
tempat pengguna-annya. Jarum yang kotor jangan dibengkokkan, dipatahkan/ditutup,
atau dengan kata lain jangan dipegang dengan tangan. Untuk pengulangan suntikan
anestesi lokal, sebaiknya jarum ditempatkan terbuka di atas tempat yang steril
ketimbang harus melepas tutup jarum sekali lagi. Kunci keberhasilan penanganan
alat-alat tajam yang terkontaminasi adalah mengurangi frekuensi pemakaiannya
sehingga menurunkan kesempatan terjadinya tusukan atau goresan yang tidak
disengaja. Secara umum, semua alat yang disposibel diautoklaf dulu sebelum
dibuang. Pada kasus perawatan pasien yang menular, peralatan disposibel dibungkus
rangkap dua sesegera mungkin sesudah digunakan.
2.4.2 Alat

Langkah persiapan alat adalah sebagai berikut:


1) Menghilangkan debris
Diperlukan ruangan atau tempat terpisah untuk mempersiapkan peralatan. Bak
yang dibuka untuk menyikat alat biasanya dianggap sudah terkontaminasi dan tidak
boleh digunakan untuk mencuci tangan. Apabila bak cuci tangan yang terpisah tidak
ada, maka bak tersebut harus diguyur dan didekontaminasi dahulu dengan
menggunakan desinfektan yang terdapat dalam EPA. Orang yang menyikat peralatan
harus memakai sarung tangan yang tebal. Semua saliva, darah, atau sisa jaringan
dibersihkan sebelum dilakukan sterilisasi dan desinfeksi. Dianjurkan memakai
pembersih ultrasonic.
2) Pengemasan peralatan
Membungkus peralatan yang benar, baik menggunakan kain yang bisa dipakai
ulang, atau menggunakan bungkus sekali pakai ialah dengan dua lapis. Semua
peralatan yang berengsel harus dalam keadaan terbuka. Pengemasan ini dilengkapi
dengan pita indikator yang peka panas atau uap yang dengan perubahan warnanya bisa
menunjukkan bahwa bungkusan tersebut sudah diautoklaf. Sebaiknya alat dibungkus
dalam plastik jernih yang diklip, diplester, atau direkat dengan pita indicator. Tanggal
dilakukannya autoklaf dicatat pada bagian luar setiap bungkusan. Peralatan yang
dibungkus hanya satu lapis harus diautoklaf lagi dalam 30 hari, sedangkan yang
dibungkus rangkap dua dapat bertahan sampai enam bulan.
3) Peralatan siap pakai/disposable
Sterilitas dapat dengan mudah dipastikan pada keadaan kritis alat-alat siap
pakai. Yang paling penting ialah jarum suntik yang digunakan untuk anestesi local atau
bahan yang lain. Jarum tersebut terbungkus sendiri-sendiri dan disterilkan, sehingga
dijamin ketajaman dan sterilitasnya. Pemasangan jarum pada selubungnya jangan
dilakukan dengan tangan. Apabila tidak ada alternatif lain untuk memasang selubung
jarum, maka bisa digunakan hemostat/needle holder.
Benang dan jarum jahit juga tersedia dalam bentuk siap pakai. Ini ialah yang
disebut armed suture yaitu jarum yang disatukan dengan benang jahitnya. Bilah skapel
dan kombinasi bilah tangkai juga tersedia dalam bentuk steril untuk sekali pemakaian.

Sarung tangan steril baik yang panjang maupun yang pendek menjamin adanya asepsis
dan dibungkus rangkap dua untuk menjamin bahwa pada waktu pemakaian tidak
terkontaminasi. Sebagian besar agen hemostatik, bahan pengganti tulang aloplastik,
dan material untuk implan tidak membutuhkan sterilisasi lagi.
Sponge dan bahan-bahan dressing biasanya tersedia dalam bungkusan steril
yang terpisah. Penutup yang steril, idealnya dengan pelindung plastic digunakan
apabila diperkirakan akan terjadi kontaminasi oleh darah atau saliva. Sebagian
peralatan dibungkus dengan system peel down. Dibungkus rangkap dua sehingga
memungkinkan orang yang tidak menggunakan sarung tangan membuka dan
menyerahkan isinya kepada orang lain yang sudah memakai sarung tangan atau
menaruh isinya di atas tempat yang steril. Apabila bungkusnya sobek, peralatan
tersebut sebaiknya jangan digunakan. Meskipun bisa diautoklaf, tidak ada peralatan
disposable yang boleh digunakan ulang.
4) Meja tempat instrumen steril
a. Meja instrumen diatur oleh scrub nurse.
b. Terdiri dari alat-alat yang steril dan semua instrumen yang dapat digunakan dalam
bedah mulut.
c. Meja ini tidak boleh sampai terkontaminasi selama operasi sedang berjalan.
d. Meja instrumen sebaiknya di tutupi oleh kain steril.
e. Peralatan yang dibutuhkan di transfer ke rak mayo dengan penjepit instrumen yang
steril.
Untuk menentukan tingkat sterilisasi/desinfeksi yang layak, maka alat-alat
digolongkan sesuai dengan penggunaan dan aplikasinya, yaitu:
1) Alat-alat kritis
Untuk menentukan tingkat sterilisasi/desinfeksi yang layak, maka alat-alat
digolongkan sesuai dengan penggunaan dan aplikasinya. Alat-alat kritis ialah alat
yang berkontak langsung dengan daerah steril pada tubuh yaitu semua struktur atau
jaringan yang tertutup kulit/mukosa, karena semua ini mudah terserang infeksi.
Peralatan kritis harus steril sebelum digunakan. Termasuk dalam kategori ini yaitu
jarum suntik, scalpel, elevator, bur, tang, jarum jahit, dan peralatan untuk implantasi

(misalnya implan, bahan aloplastik dan bahan hemostatik). Apabila memungkinkan


sebaiknya peralatan disterilisasi dengan autoklaf.
Kelayakan tingkat sterilitas bisa diuji seminggu sekali dengan menggunakan
peralatan tes spora. Kontrol berikutnya untuk membuktikan bahwa autoklaf sudah
dilakukan ialah menggunakan indikator yang peka terhadap panas/uap yang
ditempelkan di luar pembungkus alat. Apabila penggunaan autoklaf tidak
memungkinkan, desinfeksi yang sangat baik dapat dicapai dengan menggunakan
bahan kimia yang terdaftar pada US Environmental Protection Agency (EPA), waktu
pemaparan tergantung pada instruksi pabrik. Diikuti dengan pembasuhan
menggunakan air steril. Cara lain untuk mensterilkan ialah dengan merendam dalam
air mendidih selama paling sedikit 10 menit.
2) Alat-alat semi kritis
Peralatan semikritis ialah alat-alat yang bisa bersentuhan tapi sebenarnya tidak
dipergunakan untuk penetrasi ke membran mukosa mulut. Meskipun terkontaminasi
oleh saliva dan darah, alat tersebut biasanya tidak membawa kontaminan ke daerah
steril di dalam tubuh. Kaca mulut dan alat lain yang digunakan untuk pemeriksaan
dan tes termasuk dalam kategori ini. Handpiece digunakan untuk bedah mulut
idealnya bisa diautoklaf. Jika harus menggunakan handpiece yang lain, maka setiap
selesai pemakaian sebaiknya dilakukan pengurasan air pendingin 20-30 menit,
kemudian disikat di dalam air dan kotorannya dihilangkan dengan sabun. Kemudian
dengan hati-hati dilap dengan bahan pengisap yang mengandung bahan antikuman
yang terdaftar di EPA sebagai desinfektan rumah sakit dan mycobactericidal.
3) Alat-alat non kritis
Yaitu peralatan yang biasanya tidak berkontak dengan membrane mukosa.
Meliputi countertops, pengontrol posisi kursi, kran yang dioperasikan dengan tangan,
dan pengontrol kotak untuk melihat gambar sinar X. Apabila terkontaminasi dengan
darah, saliva atau kedua-duanya, mula-mula harus dilap dengan handuk pengisap
kemudian didesinfeksi dengan larutan antikuman yang cocok, misal 5000 ppm
(pengenceran larutan pemutih 1:10, clorox) atau 500 ppm (pengenceran 1:100
sodium hipoklorit). Harus hati-hati karena sodium hipoklorit korosif terhadap logam.

BAB III
KESIMPULAN
Persiapan bedah yang baik akan memberi pengaruh baik pula terhadap kondisi pasca
operasi. Persiapan sebelum bedah sangat diperlukan untuk berbagai hal, diantaranya untuk
indikasi operasi, untuk evaluasi dan mengatasi kecemasan pasien, untuk kejelasan hukum dan
perjanjian, serta yang terpenting adalah untuk meminimalisir komplikasi pada pasien setelah
pembedahan dilaksanakan. Persiapan prabedah ini terdiri dari tiga persiapan, yaitu persiapan
pasien, persiapan operator staf, dan persiapan alat dan ruangan.
Persiapan pasien terdiri dari Persiapan Mental, Persiapan Fisik, Riwayat Penyakit,
Pemeriksaan Penunjang dan Skrining, Konsultasi Medis, Keadaan Gizi, Persediaan Darah,
Puasa, Kebutuhan Cairan Basal dan Elektrolit, Antibiotik Profilaksis, dan Premedikasi.
Persiapan dokter dan staff nya terdiri dari Dressing Operator dan Asisten, Persiapan
Tangan dan Lengan, Triad Barrier, dan Imunisasi. Persiapan Alat dan ruangan terdiri dari
Dekontaminasi Ruangan, Pelindung Permukaan, Peralatan yang Tajam. Alat-alat disterilisasi
dengan cara Penghilangan Debris, Pengemasan Alat yang baik, Alat yang siap pakai dan
sekali pakai, serta mempersiapkan meja untuk alt-alat steril. Alat-alat dalam pembedahan ini
terdiri dari alat-alat kritis, alat semi kritis, dan alat non kritis yang berbeda-beda proses
sterilisasinya.

DAFTAR PUSTAKA
Pederson, Gordon W. 1996. Buku ajar praktis Bedah Mulut. Jakarta: penerbit buku kedokteran
EGC.
Archer W. H. 1975. Oral and Maxillofacial Surgery 5th ed. W.B. Saunders.
Sabiston.1992. Buku Ajar Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Pallasch TJ. 2003. Antibiotic prophylaxis. Endodontic.
Walling AD. 2005. Antimicrobial prophylaxis for surgical site infections. Am Fam Physician

Anda mungkin juga menyukai