Anda di halaman 1dari 11

EBP BLADDER TRAINING

DI RUANG PERAWATAN KEMUNING BEDAH UMUM LAKI - LAKI LANTAI 4


RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG
Disusun oleh :
Ahdiyati
Alfi Novianti

220112130541

Bayu Jaya Adiguna

220112130538

Desi Vera Utami

220112130535

Endah Siti Nurhayati

220112130565

Iwan Sukma Rahyana


N. Suhastuti
Rohaeti
Sri Sawalwaty
Ujang Atay Pirdaus

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XXVII


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2013 / 2014

Halaman
DAFTAR ISI 2
BAB I. PENDAHULUAN ... 3
BAB II. TINJAUAN JURNAL ... 4
BAB III. PEMBAHASAN ... 7
BAB IV. SIMPULAN .. 9
LAMPIRAN 10
DAFTAR PUSTAKA ..11

BAB I
PENDAHULUAN

Ruang Kemuning Lantai 4 Bedah Umum Laki - Laki merupakan salah satu ruangan lahan
praktek bidang keperawatan medikal bedah. Selama kami melakukan praktek di ruang bedah
umum ( laki-laki ) lantai 4 selama 3 hari, kami menemukan suatu permasalahan mengenai
pentingnya bladder training pada pasien yang menggunakan kateter. Dari data pada tanggal 22
Agustus 2014 diruang Bedah umum ( laki-laki ) didapatkan bahwa pasien yang menggunakan
kateter berjumlah 5 orang dari total pasien 38 orang. 5 orang pasien laki laki. Sebagian besar
pasien yang dipasang kateter selama beberapa hari mengelukan keluar urine tanpa adanya rasa
ingin berkemih. Hal tersebut dikhawatirkan menimbulkan keinginan berkemih yang tidak
terkontrol (inkontinensia urin) pada pasien setelah kateter dilepas. Untuk mencegah hal tersebut
diperlukan dilakukannya bladder training oleh petugas kesehatan. Fakta di lapangan ditemukan
bahwa petugas kesehatan melakukan bladder training hanya dengan menggunakan karet yang
diikatkan pada selang selama 2 jam sekali sebanyak 3 kali, setelah itu karet dilepas apabila ada
keinginan untuk berkemih, namun cara tersebut dirasa kurang efektif bagi keamanan pasien, oleh
karena itu kami menekankan pentingnya dilakukan bladder training dengan cara yang yang lebih
efektif berdasarkan journal research sehingga diharapkan implementasi di ruangan lebih tepat.

BAB II
TINJAUAN JURNAL
Kateterisasi merupakan memasukkan selang plastik atau karet melalui uretra ke dalam
kandung kemih (Potter & Perry, 2005), kegiatan yang pemasangan kateter dilakukan sampai
tujuan terapi terpenuhi. Penggunaan kateter rentan terhadap terjadi infeksi pada traktus urinarius,
sehingga hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan kateter adalah pada saat pemasangan
adalah penggunaan sarung tangan nonsteril saat membersihkan area genital dan sarung tangan
steril saat memasukkan kateter, pertahankan urin bag pada posisi lebih rendah dari kandung
kemih untuk mencegah aliran balik, Kosongkan urin bag setiap 8 jam atau ketika dua pertiga urin
sudah terisi penuh atau saat mobilisasi klien, penggunaan kateter tidak diindikan untuk pasien
dengan keterbatasan pergerakan, nyeri yang tidak dapat di kontrol, pergerakan kateter dalam
kandung kemih dan aliran balik kateter meningkatkan insiden terjadinya infeksi (Oman, et al,
2011). Penggunaan kateter dalam waktu yang lama bisa membuat klien mengalami inkontensia
urin akibat kelemahan dari otot-otot destrusor di kandung kemih, sehingga dilakukan blader
training.
Blader training memiliki tujuan untuk memodifikasi fungsi kandung kemih, mengurangi
frekuensi

untuk

menahan

berkemih,

meningkatkan

kapasitas

dari

kandung

kemih,

menghilangkan kerja berlebih otot dektrusor. Komponen kunci dari bladder training adalah
toileting program schedule. Waktu Pelaksanaan Bladder Training sebaiknya dilakukan dalam
waktu kurang dari 1 jam dan bertahap sampai bisa beradaptasi kurang lebih 4 jam, setelah klien
mampu berkemih dilakukan setiap hari semenjak pemasangan dan sehari-hari sebelum kateter
dibuka. Akan tetapi bladder training tidak dapat dilakukan pada klien dengan cystitis berat, klien
dengan gangguan fungsi ginjal, klien dengan infeksi pada traktus urinarius, klien dengan
gangguan inkontenensia urin dang klien dengan gangguan persarafan (Widiastuti, 2012)
PEDOMAN UMUM
1. Tinjau rencana perawatan pasien untuk menilai untuk setiap kebutuhan khusus .
2. Mempersiapkan peralatan dan perlengkapan yang diperlukan .
3. Intruksi dokter harus diperoleh untuk memulai prosedur ini .

4. Prosedur ini tidak boleh didelegasikan kepada personil non -lisensi . Seorang perawat
berlisensi harus melakukan prosedur ini.
5. Prosedur ini memakan waktu minimal 4 hari.
6. Kosongkan urine bag setiap kali kateter dijepit.
7. Setiap kali kateter tidak dijepit, catat warnanya, kejernihan dan jumlah urin.
8. Pasien harus bisa mentolerir minimal 250cc urin di kandung kemih sebelum kateter dilepas.
PERALATAN
Klem Kateter
Penampung Urine
Alat Pelindung Diri
PROSEDUR
1.

Pasang sampiran untuk privasi.

2. Cuci dan keringkan tangan dengan baik dan mengenakan sarung tangan.
3. Menjelaskan prosedur kepada pasien.
4. Pada hari pertama klem kateter, ditutup selama 1-2 jam. (Lebih baik 2 jam jika pasien dapat
mentolerir tanpa ada nyeri).
5. Kosongkan urine bag.
6. Periksa pasien dengan sering. Jika pasien mengeluh nyeri atau tidak dapat mentolerir penuh
2 jam, mempersingkat waktu dan ditiingkatkan secara bertahap.
7. Buka klem kateter setelah 2 jam sehingga kandung kemih kosong.
8. Perhatikan jumlah , warna dan kejernihan urin.
9. Mendorong pasien untuk latihan otot dengan menekan ke bawah dengan otot perut untuk
membantu mengosongkan kandung kemih.
10. Biarkan klem kateter terbuka selama 15 menit , kemudian kembali dijepit selama 1-2 jam.
11. Lanjutkan proses diatas dalam periode 24 jam. Jika klien belum dapat mentolelir waktu klem
selama 2 jam, kembali ke nomer 4.
12. Langkah ke-2, kateter di klem dengan waktu yang ditingkatkan selama 2-3 jam, kemudian
membuka selama 15 menit dan kemudian kembali dijepit.
13. Lanjutkan proses kedua ini dalam periode 24 jam. Jika klien belum dapat mentolelir waktu
klem selama 3 jam, kembali ke nomer 12.

14. Langkah ke-3, kateter di klem dengan waktu yang ditingkatkan selama 3-4 jam, kemudian
membuka selama 15 menit dan kemudian kembali dijepit.
15. Lanjutkan proses ketiga ini dalam periode 24 jam. Jika klien belum dapat mentolelir waktu
klem selama 4 jam, kembali ke nomer 14.
16. Langkah ke-4, melepaskan kateter jika intake urine bagus dan tidak ada tahanan pada
kansung kemih.
17. Membantu pasien ke toilet setiap dua jam untuk mencegah episode mengompol .
18. Setelah kateter dilepas, memulai program pelatihan kandung kemih, untuk mencegah terjadi
inkontinensia urin.
Dalam melakukan bladder training dapat dikombinasikan dengan menggunakan latihan
kegel (kegel exercise). Kegel exercise merupakan latihan pengencangan atau penguatan otot-otot
dasar panggul. Latihan kegel dapat bermanfaat untuk meningkatkan mobilitas kandung kemih
dan menurunkan gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi urin. Penelitian di turki, pada 50
wanita yang berusia diatas 65 tahun dengan masalah pada urinari dilakukan bladder training dan
kegel exercise yang diberikan selama 6-8 minggu, kemudian di evaluasi 8 minggu setelah
diberikan terapi dan evaluasi terakhir dilakukan 6 bulan dari setelah diberikan terapi bladder
training dan kegel exercise. Dan hasilnya setelah jumlah inkontinensia urin dengan urgensi,
frekuensi berkemih yang sering dan keluhan nokturia, secara signifikan menurun. Sehingga
bladder training dan kegel exercise ini merupakan terapi yang dapat digunakan dengan mudah
untuk dan sebagai terapi yang efektif untuk untuk inkontinensia urin. Latihan otot dasar
panggung dapat membantu memperkuat otot dasar panggul untuk memperkuat penutupan uretra
dan secara refleks menghambat kontraksi kandung kemih.

BAB III
PEMBAHASAN

Kebutuhan dasar manusia menurut Maslow tahun 1970 dalam upaya perawat memahami
hubungan antara kebutuhan dasar manusia pada saat memberikan perawatan salah satunya
adalah kebutuhan fisiologis yang mana terdiri dari oksigenasi, cairan, nutrisi, temperatur,
eliminasi, tempat tinggal, istirahat dan seks. Dalam kebutuhan eliminasi untuk pasien pasca
pemakaian kateter membutuh suatu latihan dalam upaya memulihkan otot-otot pinggang
sehingga tidak terjadinya inkontinensia. untuk mencegah hal tersebut maka dapat dilakukan
bladder training (Perry & Potter, 2006).
Bladder training merupakan suatu latihan yang berguna untuk mengembalikan pola
normal dalam berkemih dengan menghambat atau menstimulasi pengeluaran air kemih (Perry &
potter, 2006).

Bladder training efektif untuk inkontinensia

urin dan mengencangkan otot

panggul (Harvard Woman Watch, 2012). Hal ini dilakukan karena fungsi kandung kemih untuk
sementara waktu mungkin terganggu setelah periode pemakaian kateterisasi. Latihan ini sangat
efektif dan memiliki efek samping yang minimal dalam menangani masalah inkontinensia urin
(Nababan, 2011).
Perawat

memegang

peranan

penting

untuk

mengidentifikasi

dan

menangani

inkontinensia. Latihan otot panggul harus disertakan dalam intervensi primer untuk menangani
inkontinensia (Perry & potter, 2006) agar mendapatkan pola berkemih yang rutin,
mengembangkan tonus otot kandung kemih, memperpanjang interval waktu berkemih dan
meningkatkan kapasitas kandung kemih (Nababan, 2011) pada pasien pasca pemasangan
kateterisasi.
Fakta di lapangan ditemukan bahwa

sebagian besar pasien yang dipasang kateter

mengeluh keluar urine tanpa adanya rasa ingin berkemih. Hal tersebut dikhawatirkan
menimbulkan keinginan berkemih yang tidak terkontrol (inkontinensia urin) pada pasien setelah
kateter dilepas, dan petugas kesehatan melakukan bladder training hanya dengan menggunakan
karet yang diikatkan pada selang selama 2 jam sekali sebanyak 3 kali, setelah itu karet dilepas

apabila ada keinginan untuk berkemih, namun cara tersebut dirasa kurang efektif bagi keamanan
pasien.
Menurut Widiastuti, 2012 waktu pelaksanaan bladder training sebaiknya dilakukan dalam
waktu kurang dari 1 jam dan bertahap sampai bisa beradaptasi kurang lebih 4 jam, setela klien
mampu berkemih dilakukan setiap hari semenjak pemasangan dan sehari-hari sebelum kateter
dibuka. Dalam melakukan bladder training dapat dikombinasikan dengan menggunakan latihan
kegel (kegel exercise). Kegel exercise merupakan latihan pengencangan atau penguatan otot-otot
dasar panggul. Latihan kegel dapat bermanfaat untuk meningkatkan mobilitas kandung kemih
dan menurunkan gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi urin. Menurut Penelitian di Turki,
tentang pemberian terapi bladder training dan kegel exercise, hasilnya yaitu setelah jumlah
inkontinensia urin dengan urgensi, frekuensi berkemih yang sering dan keluhan nokturia, secara
signifikan menurun. Sehingga bladder training dan kegel exercise ini merupakan terapi yang
dapat digunakan dengan mudah untuk dan sebagai terapi yang efektif untuk untuk inkontinensia
urin.

BAB IV
SIMPULAN

Kebutuhan eliminasi untuk pasien pasca pemakaian kateter membutuh suatu latihan
dalam upaya memulihkan otot-otot pinggang sehingga tidak terjadinya inkontinensia. untuk
mencegah hal tersebut maka dapat dilakukan bladder training. Hal ini dilakukan karena fungsi
kandung kemih untuk sementara waktu mungkin terganggu setelah periode pemakaian
kateterisasi. Latihan ini sangat efektif dan memiliki efek samping yang minimal dalam
menangani masalah inkontinensia urin. Dalam melakukan bladder training dapat dikombinasikan
dengan menggunakan latihan kegel (kegel exercise) yang dapat bermanfaat untuk meningkatkan
mobilitas kandung kemih dan menurunkan gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi urin. Oleh
karena itu, perawat mempunyai peranan penting dalam pemberian terapi bladder training dan
latihan kegel exercise, sehingga dapat membantu memperkuat otot dasar panggul untuk
memperkuat penutupan uretra dan secara refleks menghambat kontraksi kandung kemih.

BAB V
LAMPIRAN

10

DAFTAR PUSTAKA
Aslan Ergul, et al. Bladder Training and Kegel Exercises for Women with Urinary Complaints
Living in a Rest Home. Gerontology. May 2008; 54 : 224 231
Burgio, K.,L. 2004. Current Perspectives on Management of Urgency Using Bladder
and
Behavioral Training. Journal of the American of Nurse Prationers. Available online at
http://europepmc.org/abstract/MED/15543926/reload=0;jsessionid=kNgrCuoh5Mwj3Rec
4wC3.10 (diakses pada tanggal 25 Februari 2014)
Central Control Management. 2013. Bladder Training (for Resident With A Catheter). Avilable
online at : http://www.centralcontrolmgmt.com/LiteratureRetrieve.aspx?ID=30365
(diakses pada tanggal 25 februari 2014).
Harvard women health watch. 2012. Can bladder training help with incontinence? available at
: http://content.ebscohost.com/pdf27_28/pdf/2012/HWH/01Oct12/84496658.pdf
(diakses pada tanggal 25 Februari 2014)
Nababan 2011. Pengaruh bladder retention training terhadap kemampuan mandiri berkemih pada
anak Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. available
at : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24523/4/Chapter%20II.pdf
(diakses pada tanggal 26 Februari 2014)
Potter & Perry.2009. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik (Edisi
4). Jakarta : EGC
Smeltzer, S. C. & Bare, B. G. (2001). Buku ajar keperawatan medical bedah Brunner &
Suddarth (Edisi. 8). Jakarta : EGC
Oman, K.,S. 2011. Nurse Directed Interventions to Reduce Catheter Associated Urinary Tract
Infection. American Journal of Infection Control. Available online at :
www.ajicjournal.org (diakses pada tanggal 25 Februari 2014)
Widiastuti, Anita. 2012. Perbedaan kejadian inkontinensia urin pada pasien post kateterisasi yang
dilakukan bladder training setiap hari dengan bladder training sehari sebelum kateter
dibuka di Bpk Rsu Tidar Magelang. Jurnal Kebidanan, Vol. IV, No. 02. Diakses dari:
http://journal.akbideub.ac.id (diakses pada tanggal 25 Februari 2014).

11

Anda mungkin juga menyukai