Anda di halaman 1dari 12

BLADDER TRAINING

Untuk Memenuhi Tugas Individu Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah II

Dosen Pengampu : Faridah Aini, S.Kep.,Ns.,M.Kep., Sp.KMB.

Disusun Oleh :

ANGGREINI RIZKA SARI

011201068

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan limpahan
rahmat – Nya lah saya dapat menyelesaikan tugas makalah dengan tepat waktu.
Berikut ini kami mempersembahkan sebuah makalah yaitu “BLEDDER TRAINING” yang
menurut kami dapat memberikan manfaat bagi kita untuk mempelajari pengetahuan mengenai
Keperawatan Medikal Bedah II.
Kami mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Ibu Faridah Aini, S.Kep.,Ns.,M.Kep.,
Sp.KMB. selaku dosen pengampu yang telah membimbing kami dalam mengerjakan makalah
ini. Melalui kata pengantar ini kami terlebih dahulu meminta maaf apabila isi makalah ini kurang
lengkap dan ada penulisan kata yang kurang tepat. Oleh karena itu kami meminta kritik dan
saran kepada para pembaca.

Dengan ini kami mengucap banyak terimakasih dan semoga Allah SWT memberkahi makalah
ini sehingga memberikan manfaat kepada kita sekalian.
Wassalamualaikum Wr. Wb

Ungaran, 28 Maret 2022

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berkemih adalah pengeluaran urin dari tubuh, berkemih terjadi sewaktu sfingter
uretra interna dan eksterna didasar kandung kemih berelaksasi. Derajat regang yang
dibutuhkan untuk menghasilkan efek ini bervariasi pada individu, beberapa individu
dapat mentoleransi distensi lebih besar tanpa rasa tidak nyaman (Gibson, 2002).
Tindakan pemasangan kateter dilakukan untuk membantu pasien yang mengalami
obstruksi pada saluran kemih atau pasien yang tidak mampu mengontrol perkemihan.
Namun tindakan pemasangan kateter ini bisa menimbulkan masalah lain seperti trauma
pada uretra, infeksi, dan menurunnya rangsangan berkemih. Menurunnya rangsangan
berkemih terjadi akibat pemasangan kateter dalam jangka waktu yang lama sehingga
dapat mengakibatkan kandung kemih berkontraksi dan tidak akan terisi, selain itu juga
dapat mengakibatkan kandung kemih akan kehilangan tonusnya. Otot destrusor tidak
dapat berkontraksi dan pasien tidak dapat mengontrol pengeluaran urinenya, atau disebut
inkontinensia urine (Smeltzer & Bare, 2013).
Pada pasien di rumah sakit yang terpasang kateter dalam waktu yang cukup lama,
pasien sangat mungkin mengalami penurunan sensasi ingin berkemih atau miksi. Jika hal
ini terjadi, maka pasien dapat mengalami kesulitan mengontrol rasa berkemih sehingga
mengompol atau mengalami inkontinensia urin. Untuk mencegah hal itu terjadi, maka
pasien perlu menerima bladder training.bladder training merupakan prosedur yang
dilakukan untuk mengembalikan kontrol terhadap keinginan berkemih. Secara umum,
bladder training dilakukan sejak sebelum kateter hingga setelah kateter dilepas
(Firmawati, Arianti,& Haris, 2016).
Bladder training merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien
yang terpasang kateter dengan tujuan melatih otot detrusor kandung kemih agar dapat
kembali normal setelah kateternya dilepas (Potter & Perry, 2005). Dengan pengelolaan
yang baik, diharapkan pasien yang terpasang kateter tidak mengalami perubahan pola
berkemih sesudah kateternya dilepas. Pengelolaan yang baik disini adalah dengan cara
dilatih tehnik bladder training sebelum melepas kateter urinari. Tehnik bladder training
berupa tehnik menahan kemudian dilepas pada kateter dengan interval waktu tertentu
untuk melatih kembalinya kemampuan otot kandung kemih dalam mengontrol urin yang
akan dikeluarkan (Smeltzer & Bare, 2002).

B. Rumusan masalah
1. Apakah pengertian dari Bladder Training ?
2. Apakah hal-hal yang perlu diperhatikan pada bladder taraining?
3. Apa saja tujuan dari bladder training?
4. Apa saja peran perawat dalam bladder training ?
5. Apakah indikasi bladder training?
6. Bagaimana prosedur kerja bladder training?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah “BLADDER TRAINING” adalah untuk mengetahui
pengaruh bladder training terhadap fungsi berkemih pada pasien yang terpasang kateter.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGERTIAN BLADDER TRAINING


Bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan pola
normal perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi pengeluaran urin.
Agar bladder training ini berhasil, klien harus menyadari dan secara fisik mampu
mengikuti program pelatihan. Program tersebut meliputi penyuluhan, upaya
berkemih yang terjadwal, dan memberikan umpan balik positif. Fungsi kandung
kemih sementara mungkin terganggu setelah suatu periode kateterisasi. (Potter &
perry. 2005)
Bladder training dapat dilakukan dengan latihan menahan kencing
(menunda untuk berkemih). Pada pasien yang terpasang kateter, Bladder training
dapat dilakukan dengan mengklem aliran urin ke urin bag (Hariyati,2000).
Bladder training dilakukan sebelum katerisasi diberhentikan.tindakan ini dapat
dilakukan dengan menjepit kateter urin dengan klem kemudian jepitannya dilepas
setiap beberapa jam sekali. Kateter di klem selama 20 menit dan kemudian
dilepas. Tindakan menjepit kateter ini memungkinkan kandung kemih terisi urin
dan otot destrusor berkontraksi sedangkan pelepasan klem memungkinkan
kandung kemih untuk mengosongkan isinya (Smeltzer, 2001).
2.2 HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM BLADDER
TRAINING
Sebelumnya perawat mengkaji pola berkemih klien. Apabila seorang klien
menderika Infeksi Saluran Kemih (ISK) yang membuat terjadinya gangguan pola
berkemih, ISK tersebut harus diobati pada waktu yang sama. Info ini
memungkinkan perawat merencanakan sebuah program yang sering memakan
waktu 2 minggu atau lebih untuk dipelajari.
Tindakan berikut dapat membantu pasien yang menderita inkontinensia untuk
memperoleh kembali kontrol berkemihnya dan merupakan bagian dari perawatan
rehabilitatif serta restorasi.
1. Mempelajari latihan untuk menguatkan dasar panggul
2. Memulai jadwal berkemih pada setiap 2 jam sepanjang siang dan sore hari,
sebelum tidur, dan setiap 4 jam pada malam hari
3. Menggunakan metode untuk mengawali berkemih. ( misalnya, air mengalir dan
menepuk paha bagian dalam).
4. Menggunakan metode untuk relaks guna membantu pengososngan kndung kemih
secara total ( misalnya, membaca dan menarik nafas dalam )
5. Jangan pernah mengabaikan keinginan untuk berkemih ( hanya jika masalah klien
melibatkan pengeluaran urine yang jarang sehingga dapat mengakibatkan retensi )
6. Mengonsumsi cairan sekitar 30 menit sebelum jadwal waktu berkemih.
7. Hindari teh, kopi, alkohol, dan minuman berkafein lainnya.
8. Minum obat-obatan diuretik yang sudah di programkan atau cairan untuk
meningkatkan diuresis (seperti teh dan kopi( dini pada pagi hari.
9. Semakin memanjangkan atau memendekkan periode antar berkemih.
10. Menawarkan pakaian dalam pelindung untuk menampung urine dan mengurangi
rasa malu klien (bukan popok).
(Potter & perry. 2005)

2.3 TUJUAN BLADDER TRAINING


Tujuan dari bladder training adalah untuk melatih kandung kemih dan
mengembalikan pada pola normal perkemihan dengan menghambat atau
mestimulasi pengeluaran air kemih (Potter&Perry, 2005). Terapi ini bertujuan
memperpanjang interval berkemih yang normal dengan berbagai teknik distraksi
atau teknik relaksasi sehingga frekuensi berkemih dapat berkurang hanya 6-7 kali
per hari atau 3-4 jam sekali. Melalui latihan, penderita diharapkan dapat menahan
sensasi berkemih. Latihan ini dilakukan pada pasien anak pasca bedah yang
dipasang kateter (Suharyanto, 2008).
1. Mengembalikan fungsi kandung kencing yang mengalami gangguan ke
keadaan normal atau ke fungsi optimal neurogenik ?(Potter dan Perry,
2005).
2. Memperpanjang interval berkemih yang normal dengan tekhnik distraksi
atau teknik relaksasi.
3. Dapat menahan sensasi berkemih.
4. Untuk mengurangi gejala dari :
- Frekuensi urin : mengeluaran urin lebih dari 6-7 kali per hari.
- Nokturia : sering kencing di malam hari.
- Inkontinensia urine.
5. Mengembalikan tonus otot dari kandung kemih yang sementara waktu
tidak ada karena pemasangan kateter.
6. Mempersiapkan klien sebelum pelepasan kateter yang terpasang lama.
7. Melatih klien untuk melakukan BAK secara mandiri.
8. Mempersiapkan pelepasan kateter yang sudah terpasang lama.
9. Mengembalikan tonus otot dari kandung kemih yang sementara waktu
tidak ada karena pemasangan kateter.
10. Klien dapat mengontrol berkemih.
11. Klien dapat mengontol buang air besar.
12. Menghindari kelembapan dan iritasi pada kulit lansia.
13. Menghindari isolasi sosial bagi klien.

2.4 PERAN PERAWAT DALAM BLADDER TRAINING


Peran perawat Perawat (termasuk pengkajian yang dilakukan saat bladder
training). Saat melepas kateter urin, perawat mengobservasi mengkaji dengan
teliti apakah ada tanda-tanda infeksi atau cidera pada meatus uretra pasien.
Perawat perlu melakukan pengkajian dan pemantauan pola berkemih setelah
selesai bladder training dan pelepasan kateter urin. Perawat medikal bedah juga
harus responsif terhadap keluhan yang mungkin timbul setelah kateter urin
dilepas. Pasien diminta untuk segera melaporkan pada perawat atau dokter jika
ada keluhan yang dirasakan pasien saat berkemih (Bayhakki. dkk, 2008).
Pengkajian yang dilakukan antara lain:
 Pola berkemih
Info ini memungkinkan perawat merencanakan sebuah program yang sering
memakan waktu 2 minggu atau lebih untuk di pelajari
 Ada tidaknya ISK atau penyakit penyebab
Bila terdapat ISK atau penyakit yang lainnya maka harus diobati dalam waktu
yang sama (Bayyhaki, 2008).
 Kebutuhan klien akan baldder training
Pastikan bahwa pasien benar-benar membutuhkan bladder training

2.5 INDIKASI BLADDER TRAINING


Latihan ini diperuntukkan bagi :
1. Orang yang mengalami masalah dalam hal perkemihan
2. Klien dengan kesulitan memulai atau menghentikan aliran urin.
3. Orang dengan pemasangan kateter yang relative lama.
Ketika kateter terpasang, kandung kemih tidak akan terisi dan berkontraksi.
Karena itu, pada akhirnya kandung kemih akan kehilangan tonusnya (atonia).
Apabila hal ini terjadi dan kateter di lepas, otot detrusor mungkin tidak dapat
berkontraksi dan pasien tidak dapat mengeliminasi urinnya.

4. Klien dengan inkontinensia urin


Inkontinensia urin merupakan eliminasi urin dari kandung kemih yang
tidak terkendali atau terjadi di luar keonginan. Jika inkontinensia urin terjadi
akibat kelainan inflamasi, mungkin sifatnya hanya sementara . namun, jika
kejadian ini timbul karena kelainan neurologi yang serius, kemungkinan besar
sifatnya akan permanen.
Inkontinensia ini memiliki beberapa tipe inkontinensia, anatara lain urge
inkontinensia yang merupakan terjadi bila pasien merasakan dorongan atau
keinginan untuk urinasi tetapi tidak mampu menahannya cukup lama sebelum
mencapai toilet, overlow inkontinence merupakan hal yang di tandai oleh
eliminasi urin yang sering dan kadang-kadang terjadi hampir terus menerus dari
kandung kemih. dan inkontinensia fungsional yang merupakan inkontinensia
dengan fungsi saluran kemih bagian bawah yang utuh tetapi ada faktor lain seperti
gangguan kognitif berat yang membuat pasien sulit untuk mengidentifikasi
perlunya urinasi.
5. Klien dengan perubahan pola urinasi : kandung kemih neurogenik.
Merupakan gangguan kandung kemih yang terjadi akibat lesi pada sistem
saraf. Keadaan ini disebabkan oleh cedera atau tumor medula spinalis. Ada dua
tipe kandung kemih neurogenik, yaitu kandung kemih spastik atau hipertonik
akibat statis urin dan kateterisasi yang di lakukan kemudian. Keadaan ini di tandai
oleh pengeluaran urin bersifat otomatik, reflektoris atau tidak terkontrol dari
kandung kemih dengan pengosongan yang tidak tuntas tipe yang kedua yaitu
kandung kemih flasid di sertai gangguan daya sensibilitas untuk merasakan
kandung kemih yang penuh sehingga terjadi pengisian yang berlebihan serta
distensi kandung kemih.
(Brunner & suddarth, dkk. 2001)

2.6 PROSEDUR KERJA BLADDER TRAINING


Prosedur kerja dalam melakukan bladder training, yaitu:
1. Mengucapkan salam.
2. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan.
3. Ciptakan lingkungan yang nyaman dengan menutup ruangan atau tirai
ruangan (ciptakan privasi bagi klien).
4. Pelaksanaan.
a. Klien masih menggunakan kateter.
Prosedur 1 jam:
- Cuci tangan.
- Klien diberi mium setiap 1 jam sebanyak 200 cc dari pukul 07.00-19.00.
Setiap kali klien diberi minum, kateter diklem.
- Kemudian, setiap jam kandung kemih dikosongkan mulai pukul 08.00-
20.00 dengan cara klem kateter dibuka.
- Pada malam hari (setelah pukul 20.00) buka klem kateter dan klien boleh
minum tanpa ketentuan seperti pada siang hari.
- Prosedur terus diulang sampai berhasil.

Prosedur 2 jam:

- Cuci tangan.
- Klien diberi minum setiap 2 jam sebanyak 200 cc dari pukul 07.00- 19.00.
Setiap kali diberi minum, kateter diklem.
- Kemudian, setiap jam kandung kemih dikosongkan mulai pukul 08.00-
21.00 dengan cara klem kateter dibuka.
- Pada malam hari (setelah pukul 21.00) buka klem kateter dan klien boleh
minum tanpa ketentuan seperti pada siang hari.
- Prosedur terus diulang sampai berhasil.
b. Pada klien yang tidak menggunakan kateter.
- Cuci tangan.
- Klien diberi minum setiap 1 jam sebanyak 200 cc dari pukul 07.00-19.00,
lalu kandung kemih dikosongkan.
- Kateter dilepas.
- Monitor pengeluaran urin klien setiap 8 jam selama 1-2 hari setelah
pelepasan kateter.
- Atur posisi yang nyaman untuk klien, bantu klien untuk konsentrasi BAK,
kemudian lakukan penekanan pada area kandung kemih dan lakukan pengosongan
kandung kemih setiap 2 jam secara urinal.
- Berikan minum terakhir pukul 19.00, selanjutnya klien tidak boleh diberi
minum sampai pukul 07.00 pagi untuk menghindari klien berkemih pada malam
hari.
- Beritahu klien bahwa pengosongan kandung kemih selanjutnya
dijadwalkan setiap 2 jam sekali, apabila ada rangsangan BAK sebelum 2 jam klien
diharuskan untuk menahannya.
- Buatlah sebuah jadwal bagi pasien untuk mencoba mengosongkan
kandung kemih secara urinal.
- Anjurkan klien untuk menggunakan Kegel exercise dan teknik
pengosongan kandung kemih.
5. Alat-alat dibereskan.
6. Akhiri interaksi dengan mengucapkan salam.
7. Dokumentasi.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Jadi bladder training adalah salah satu tindakan keperawatan yang dilakukan pada
pasien yang terpasang kateter dengan tujuan melatih otot detrusor kandung kemih agar
dapat kembali normal setelah kateternya dilepas .
Teknik ini dapat dilakukan oleh klien atau pasien yang susah buang air kecil
(BAK) sehingga pasien mudah untuk eliminasi sesuai dengan kebutuhan klien atau
pasien. Teknik ini dapat juga dijadikan sebagai solusi penumpukan penyakit yang ada di
kandung kemih.

B. SARAN
Dengan ditulisnya makalah ini diharapkan agar penulis serta pembaca dapat lebih
memahami dan mengerti mengenai Bladder training tersebut guna lebih mematangkan
pengetahuan dalam terjun langsung ke dalam dunia medis.
DAFTAR PUSTAKA

Addison, R., & Lopez, J. (2001). Bladder retraining. Nursing Times, 97(5), 45–46.

Maulana, B., & Irawan, R. J. (2554). Pengaruh Latihan Burpee. 51–60.

Brunner & suddarth, dkk. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume
2.Jakarta:EGC
Potter & perry. 2005. Buku ajar Fundamental Keperawatankonsep, proses dan praktik
volume 2.Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai