Anda di halaman 1dari 6

DEFINISI BLADDER TRAINING

Bladder training merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien

yang terpasang kateter dengan tujuan melatih otot detrusor kandung kemih supaya

dapat kembali normal setelah kateternya dilepas. Setelah kateter dilepas, terdapat

beberapa kemungkinan yang akan dialami oleh pasien berhubungan dengan proses

dan reflek berkemihnya. Efek samping dari pemasangan kateter adalah terjadinya

inkontinensia urin dan retensi urine. Terdapat 3 macam metode bladder training,

yaitu delay urination (menunda berkemih), scheduled bathroom trips (jadwal

berkemih), dan kegel exercises (latihan pengencangan atau penguatan otot-otot

dasar panggul) (Potter & Perry, 2005).

2. TUJUAN BLADDER TRAINING Tujuan dari bladder training adalah untuk

melatih kandung kemih dan mengembalikan pola normal perkemihan dengan

menghambat atau menstimulasi pengeluaran air kemih (Potter & Perry, 2005).

Terapi ini bertujuan memperpanjang interval berkemih yang normal dengan

berbagai teknik distraksi atau teknik relaksasi, sehingga frekuensi berkemih dapat

berkurang, hanya 6-7x/hari atau 3-4 jam sekali. Melalui latihan ini penderita

diharapkan dapat menahan sensasi berkemih (Livait Jeddahwati, 2012). Selain itu,

juga ada tujuan yang lain yaitu: a. Melatih klien melakukan BAK secara mandiri b.

Mempersiapkan pelepasan kateter yang sudah terpasang lama c. Mengembalikan


tonus otot dari kandung kemih yang sementara waktu tidak ada karena pemasangan

kateter d. Menghindari kelembaban dan iritasi pada kulit lansia

3. INDIKASI BLADDER TRAINING

a. Klien yang dilakukan pemasangan kateter cukup lama

b. Klien yang akan dilakukan pelepasan dower kateter

c. Klien yang mengalami inkontinensia (kebocoran) retentio urinea

d. Klien post-operasi

e. Orang yang mengalami masalah dalam hal perkemihan f. Klien dengan

kesulitan memulai atau menghentikan aliran urine

4. KONTRAINDIKASI BLADDER TRAINING a. Tidak boleh dilakukan pada

pasien gagal ginjal karena akan terdapat batu ginjal, yang diobservsi hanya

kencingnya
5. PERAN PERAWAT BLADDER TRAINING Perawat melakukan pengkajian

keperawatan, seperti:

a. Ada tidaknya ISK atau penyakit penyebab. Bila terdapat ISK atau penyakit

lainnya, maka harus diobati dalam waktu yang sama.

b. Saat melepas kateter urin, perawat mengobservasi mengkaji dengan teliti apakah

ada tanda-tanda infeksi atau cidera pada meatus uretra pasien.

3 c. Perawat perlu melakukan pengkajian dan pemantauan pola berkemih setelah

selesai bladder training dan pelepasan kateter urine. Infoini memungkinkan

perawat merencanakan sebuah progam yang sering memakan waktu 2 minggu atau

lebih untuk dipelajari. d. Perawat medikal bedah juga harus responsif terhadap

keluhan yang timbul setelah kateter urine dilepas. Pasien diminta untuk segera

melaporkan pada perawat atau dokter jika ada keluhan yang dirasakan pasien saat

berkemih. e. Kebutuhan klien akan bladder training. Pastikan bahwa pasien

benarbenar membutuhkan bladder training.


6. PROSEDUR BLADDER TRAINING

Persiapan pasien: a. Sampaikan salam b. Jelaskan tujuan dan prosedur yang akan

dilakukan Persiapan alat: a. Catatan perawat b. Klem c. Jam d. Air minum e.

Handscoon f. Kassa g. Kantong urine Pesiapan lingkungan: a. Jaga privasi klien

dengan menutup pintu b. Atur pencahayaan, penerangan dan ruangan yang

kondusif Pelaksanaan: Ada 2 tingkat yaitu tingkat masih dalam kateter dan tingkat

bebas kateter a. Tingkat masih dalam kateter: Prosedur 1 jam Cuci tangan Klien

diberi minum 1 jam sebanyak 200 cc dari jam 7 pagi sampai 7 malam. Setiap kali

habis diberi minum, kateter diklem Kemudian setiap jam kandung kemih

dikosongkan mulai jam 8 pagi sampai jam 8 malam dengan cara klem kateter

dibuka Pada malam hari (setelah jam 8 malam) kateter dibuka dan klien boleh

minum tanpa ketentuan seperti pada siang hari Prosedur tersebut diulang untuk hari

berikutnya sampai progam tersebut berjalan lancar dan berhasil

Prosedur 2 jam Cuci tangan

4 Klien diberi minum 2 jam sebanyak 200 cc dari jam 7 pagi sampai 7 malam.

Setiap kali habis diberi minum, kateter diklem Kemudian setiap jam kandung

kemih dikosongkan mulai jam 9 pagi sampai jam 9 malam dengan cara klem

kateter dibuka Pada malam hari (setelah jam 9 malam) kateter dibuka dan klien

boleh minum tanpa ketentuan seperti pada siang hari Prosedur tersebut diulang
untuk hari berikutnya sampai progam tersebut berjalan lancar dan berhasil b.

Tingkat bebas kateter (prosedur ini dilakukan apabila prosedur 1 sudah berjalan

lancar) Cuci tangan Klien diberi minum setiap setiap 1 jam sebanyak 200 cc dari

jam 7 Evaluasi: pagi sampai 7 malam, lalu kandung kemih dikosongkan Kemudian

kateter dilepas Atur posisi yang nyaman untuk klien, bantu klien untuk konsentrasi

BAK, kemudian lakukan penekanan pada area kandung kemih dan lakukan

pengosongan kandung kemih setiap 2 jam dengan menggunakan urinal Berikan

minum terakhir jam 7 malam, selanjutnya klien tidak boleh diberi minum sampai

jam 7 pagi untuk menghindari klien dari basahnya urine pada malam hari Beritahu

klien bahwa pengosongan kandung kemih selanjutnya dijadwalkan setiap 2 jam

sekali, apabila ada rangsangan BAK sebelum 2 jam klien diharuskan menahannya

Buatlah sebuah jadwal bagi pasien untuk mencoba mengosongkan kandung kemih

dengan menggunakan urinal Alat-alat dibereskan Akhiri interaksi dengan

mengucap salam Cuci tangan Dokumentasikan hasil tindakan a. Klien dapat

menahan berkemih dalam 6-7x/hari atau 3-4 jam sekali b. Bila tindakan dirasakan

belum optimal atau terdapat gangguan: Maka metode di atas dapat ditunjang

dengan metode rangsangan dari eksternal, misalnya dengan menepuk paha bagian

dalam Menggunakan metode untuk relaksasi guna membantu pengosongan

kandung kemih secara total, misalnya menarik napas dalam Menghindari minuman
yang berkafein Minum obat diuretic yang telah diprogamkan atau cairan untuk

meningkatkan diuretic c. Sikap

Anda mungkin juga menyukai