Disusun Oleh :
Kelompok 4
A. LATAR BELAKANG
Ketika memempersiapkan pelepasan kateter yang sudah terpasang
dalam waktu lama, latihan kandung kemih atau bladder training harus di
mulai dahulu untuk mengembangkan tonus kandung kemih dan dengan
demikian mencegah retensi.
Ketika kateter terpasang, kandung kemih tidak akan terisi dan
berkontraksi. Karena itu, pada akhirnya kandung kemih akan kehilangan
tonusnya (atonia). Apabila hal ini terjadi dan kateter di lepas, otot detrusor
mungkin tidak dapat berkontraksi dan pasien tidak dapat mengeliminasi
urinnya.
Salah satu usaha untuk mengatasi gangguan ini adalah dengan
memberikan terapi bladder training. Bladder-retention training dilakukan
dengan tujuan meningkatkan ukuran fungsional kandung kemih dengan cara
menyuruh pasien dalam jumlah yang cukup banyak, kemudian pasien
diminta menahan diri untuk berkemih selama mungkin.
Perawat pada awalnya mengkaji pola berkemih klien, informasi ini
memungkinkan perawat merencanakan sebuah program yang sering
memakan waktu 2 minggu atau lebih untuk di pelajari. Walaupun program
dapat mulai di laksanakan di rumah sakit atau unit rehabilitasi. Program
tersebut mungkin perlu di lanjutkan di suatu fasilitas perawatan yang luas
atau di rumah.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian dari Bladder Training?
2. Apakah hal-hal yang perlu di perhatikan pada bladder training?
3. Apa saja fungsi/tujuan dari Bladder Training?
4. Apa sajakah hal-hal yang perlu di perhatikan sebelum tindakan bladder
training ?
5. Apakah indikasi bladder training?
6. Apa sajakah persiapan alat yang di gunakan dalam bladder training?
7. Bagaimana prosedur kerja dari Bladder Training?
C. TUJUAN
Untuk mengetahui apa saja hal-hal yang berkaitan dengan Bladder
Training, Baik itu pengertian, fungsi/tujuan, dan langkah-langkah kerja dari
masing-masing hal tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
H. PERSIAPAN ALAT
1. Jam
2. Air minum dalam tempatnya
3. Obat deuritik jika diperlukan, dan gunting klem.
I. PROSEDUR PELAKSANAAN
Untuk pasien yang terpasang kateter
1. Pasien minum cairan dengan jumlah yang sudah di ukur dari pukul 8.00
hingga 20.00 untuk menghindari distensi yang berlebihan, tidak boleh
ada cairan yang di minum (kecuali untuk membasahi bibir) sesudah
pukul 22.00.
2. Sebelum kateterisasi di hentikan, kateter urin secara bergantian di jepit
dengan klem dan di lepas jepitannya ketika melakukan latihan kandung
kemih.
3. Setiap 2 jam sekali, kateter di klem selama 20 menit. Tindakan ini
memungkinkan kandung kemih terisi urin dan otot detrusor berkontraksi.
4. Kemudian Pada suatu waktu yang di tentukan di lepaskan dan pasien
mencoba buang air kecil dengan cara menekan kandung kemih,
melakukan perkusi abdomen atau meregangkan sfingter ani dengan jari
tangan untuk memicu kandung kemih.
5. Segera sesudah mencoba urinasi, kateterisasi (di lepas klem) di lakukan
untuk menentukan jumlah urin sisa.
6. Volume urin yang di eliminasi dan di peroleh melalui kateterisasi di
ukur.
7. Kandung kemih di palpasi beberapa kali untuk menentukan apakah
terjadi distensi kanding kemih.
8. Pasien tanpa sensasi yang lazim di anjurkan untuk mewaspadai setiap
tanda yang menunjukkan penuhnya kandung kemih, seperti perspirasi,
kaki atau tangan yang dingin dan perasaan cemas.
9. Interval antar kateterisasi di perpanjang dan program latihan di
laksanakan lebih lanjut dengan berkurangnya volume urin sisa.
Kateterisasi biasanya di hentikan setelah volume urin sisa mencapai
tingkatan yang aksep-tabel.
A. KESIMPULAN
Jadi bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi
kandung kencing yang mengalami gangguan ke keadaan normal atau ke fungsi
optimal neurogenik.
Teknik ini dapat dilakukan oleh klien atau pasien yang susah buang air
kecil (BAK) sehingga pasien mudah untuk eliminasi sesuai dengan kebutuhan
klien atau pasien. Teknik ini dapat juga dijadikan sebagai solusi penumpukan
penyakit yang ada di kandung kemih.
B. SARAN
Dengan ditulisnya makalah ini diharapkan agar penulis serta pembaca
dapat lebih memahami dan mengerti mengenai Bladder training tersebut guna
lebih mematangkan pengetahuan dalam terjun langsung ke dalam dunia medis.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & suddarth, dkk. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume
2.Jakarta:EGC
Potter & perry. 2005. Buku ajar Fundamental Keperawatankonsep, proses dan
praktik
volume 2.Jakarta : EGC
SOP BLADDER TRAINING
DEFINISI :
Bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan pola
normal perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi pengeluaran urin. Agar
bladder training ini berhasil, klien harus menyadari dan secara fisik mampu
mengikuti program pelatihan. Program tersebut meliputi penyuluhan, upaya
berkemih yang terjadwal, dan memberikan umpan balik positif. Fungsi kandung
kemih sementara mungkin terganggu setelah suatu periode kateterisasi.
TUJUAN :
1. Untuk melatih kandung kemihyang adekuat tanpa terjadinya refluks vesioko
uretral.
2. Mengembalikan pola normal perkemihan dengan menghambat atau
menstimulasi pengeluaran air kemih
3. Dengan latihan kandung kemih ini juga untuk mencegah distensi yang
berlebihan, untuk mengembangkan refleks urinasi yang spontan dan efektif.
4. Dapat mengosongkan kandung kemih secara teratur dan tuntas,
mempertahankan urin tanpa terbentuknya batu.
INDIKASI :
Latihan ini diperuntukkan bagi :
1. Orang yang mengalami masalah dalam hal perkemihan.
2. Klien dengan kesulitan memulai atau menghentikan aliran urin.
3. Orang dengan pemasangan kateter yang relative lama.
4. Klien dengan inkontinentia urin
5. Klien dengan perubahan pola urinasi : kandung kemih neurgenik
PELAKSANAAN
Tahap pre interaksi
Persiapan pasien
1. Mengucapkan salam terapeutik
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan pada klien dan keliarga klien tentang prosedur dan tujuan tindakan
yang akan di lakukan.
4. Penjelasan yang di sampaikan di mengerti klien/keluarga.
5. Selama komunikasi di gunakan bahasa yang jelas, sistematis.
6. Klien/keluarga di beri kesempatan bertanya untuk klarifikasi
7. Privasi klien selama tindakan di hargai
8. Memperlihatkan kesabaran, penuh empati, sopan dan perhatian serta respek
selama berkomunikasi dan melakukan tindakan
9. Membuat kontrak waktu
Persiapan alat dan bahan
1. Jam
2. Air minum dalam tempatnya
3. Obat deuritik jika diperlukan
Persiapan lingkungan
1. Sampiran
Tahap orientasi
1. Memberi salam , panggil klien dengan panggilan yang disenangi
2. Memperkenalkan nama perawat
3. Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada klien atau keluarga
4. Menjelaskan tentang kerahasiaan
Tahap Kerja
Untuk pasien yang terpasang kateter
1. Pasien minum cairan dengan jumlah yang sudah di ukur dari pukul 8.00 hingga
20.00;untuk menghindari distensi yang berlebihan, tidak boleh ada cairan yang
di munum (kecuali untuk membasahi bibir) sesudah pukul 22.00.
2. Sebelum kateterisasi di hentikan, kateter urin secara bergantian di jepit dengan
klem dan di lepas jepitannya ketika melakukan latihan kandung kemih.
3. Setiap 2 jam sekali, kateter di klem selama 20 menit. Tindakan ini
memungkinkan kandung kemih terisi urin dan otot detrusor berkontraksi.
4. Kemudian Pada suatu waktu yang di tentukan di lepaskan dan pasien mencoba
buang air kecil dengan cara menekan kandung kemih, melakukan perkusi
abdomen atau meregangkan sfingter ani dengan jari tangan untuk memicu
kandung kemih.
5. Segera sesudah mencoba urinasi, kateterisasi (di lepas klem) di lakukan untuk
menentukan jumlah urin sisa.
6. Volume urin yang di eliminasi dan di peroleh melalui kateterisasi di ukur.
7. Kandung kemih di palpasi beberapa kali untuk menentukan apakah terjadi
distensi kanding kemih.
8. Pasien tanpa sensasi yang lazim di anjurkan untuk mewaspadai setiap tanda
yang menunjukkan penuhnya kandung kemih, seperti perspirasi, kaki atau
tangan yang dingin dan perasaan cemas.
9. Interval antar kateterisasi di perpanjang dan program latihan di laksanakan
lebih lanjut dengan berkurangnya volume urin sisa. Kateterisasi biasanya di
hentikan setelah volume urin sisa mencapai tingkatan yang aksep-tabel.