Anda di halaman 1dari 18

Bladder Training

Disusun sebagai pemenuhan tugas pada mata kuliah Keperawatan Dasar

Disusun Oleh :

Kelompok 4

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM NON REGULER


FAKULTAS OLAH RAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
TAHUN 2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Ketika memempersiapkan pelepasan kateter yang sudah terpasang
dalam waktu lama, latihan kandung kemih atau bladder training harus di
mulai dahulu untuk mengembangkan tonus kandung kemih dan dengan
demikian mencegah retensi.
Ketika kateter terpasang, kandung kemih tidak akan terisi dan
berkontraksi. Karena itu, pada akhirnya kandung kemih akan kehilangan
tonusnya (atonia). Apabila hal ini terjadi dan kateter di lepas, otot detrusor
mungkin tidak dapat berkontraksi dan pasien tidak dapat mengeliminasi
urinnya.
Salah satu usaha untuk mengatasi gangguan ini adalah dengan
memberikan terapi bladder training. Bladder-retention training dilakukan
dengan tujuan meningkatkan ukuran fungsional kandung kemih dengan cara
menyuruh pasien dalam jumlah yang cukup banyak, kemudian pasien
diminta menahan diri untuk berkemih selama mungkin.
Perawat pada awalnya mengkaji pola berkemih klien, informasi ini
memungkinkan perawat merencanakan sebuah program yang sering
memakan waktu 2 minggu atau lebih untuk di pelajari. Walaupun program
dapat mulai di laksanakan di rumah sakit atau unit rehabilitasi. Program
tersebut mungkin perlu di lanjutkan di suatu fasilitas perawatan yang luas
atau di rumah.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian dari Bladder Training?
2. Apakah hal-hal yang perlu di perhatikan pada bladder training?
3. Apa saja fungsi/tujuan dari Bladder Training?
4. Apa sajakah hal-hal yang perlu di perhatikan sebelum tindakan bladder
training ?
5. Apakah indikasi bladder training?
6. Apa sajakah persiapan alat yang di gunakan dalam bladder training?
7. Bagaimana prosedur kerja dari Bladder Training?

C. TUJUAN
Untuk mengetahui apa saja hal-hal yang berkaitan dengan Bladder
Training, Baik itu pengertian, fungsi/tujuan, dan langkah-langkah kerja dari
masing-masing hal tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN BLADDER TRAINING


Bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan pola
normal perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi pengeluaran urin.
Agar bladder training ini berhasil, klien harus menyadari dan secara fisik
mampu mengikuti program pelatihan. Program tersebut meliputi penyuluhan,
upaya berkemih yang terjadwal, dan memberikan umpan balik positif. Fungsi
kandung kemih sementara mungkin terganggu setelah suatu periode
kateterisasi. (Potter & perry. 2005)

B. FISIOLOGI ELIMINASI URINE


Eliminasi urine tergantung kepada fungsi ginjal, ureter, kandung
kemih, dan uretra. Ginjal menyaring produk limbah dari darah untuk
membentuk urine. Ureter mentranspor urine dari ginjal ke kandung kemih.
Kandung kemih menyimpan urine keluar dari tubuh melalui uretra. Semua
organ sistem perkemihan harus utuh dan berfungsi supaya urine berhasil di
keluarkan dengan baik. (Potter & perry. 2005)

C. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI URINASI


Banyak faktor yang mempengaruhi volume dan kualitas urine serta
kemampuan klienuntuk berkemih. Beberapa perubahan dapat bersifat akut
dan kembali puli/reversible (mis, infeksi saluran kemih) sementara perubahan
yang lain dapat bersifat kronis dan tidak dapat kembali pulih/irreversible
( mis, terbentuknya gangguan fungsi ginjal secara progresif dan lambat).
Proses penyakit yang utama mempengaruhi fungsi ginjal ( meyebabkan
perubahan volume atau kualitas urine). Pada awalnya secara umum di
kategorikan sebagai parenalis, renalis, atau pascarenalis.
Perubahan prarenalis dalam eliminasi urine akan menurunkan aliran
darah yang bersirkulasi dan melalui ginjal yang selanjutnya akan
menyebabkan penurunan perfusi jaringan ginjal. Dengan kata lain,
perubahan-perubahan tersebut terjadi du luar sistem perkemihan. Penurunan
perfusi ginjal menyebabkan oliguria (berkurangnya kemampuan untuk
membentuk urine) atau yang lebnih jarang terjadi, anuria ( ketidakmampuan
untuk memproduksi urine). Perubahan renalis diakibatkan faktor-faktor yang
menyebabkan cedera langsung pada glomerulus atau tubulus renalis sehingga
menggangu fungsi normal filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi pada glomerulus
atau tubulus renalis tersebut.
Perubahan pasca renalis terjadi adanya obstruksi pada sistem
pengumpul urine di seyiap tempat kaliks ginjal (struktur drainase yang berada
dalam ginjal) ke meatus uretra. Urine di bentuk oleh sistem perkemihan tetapi
tidak dapat di eliminasi oleh cara-cara yang normal.
Selain perubahan karena penyakit, faktor-faktor lain juga harus di
pertimbangkan jika klien mengalami gejala-gejala yang terkait dengan
eliminasi urine. Masalah yang berhubungan dengan kerja perkemihan dapat
merupakan akibat dari adanya masalah pada fisik, fungsu, dan kognitif
sehingga menyebabkan inkontinensia urine, retensi dan infeksi. (Potter &
perry. 2005)

D. TUJUAN BLADER TRAINING


Tujuan dari bladder training antara lain :
1. untuk melatih kandung kemihyang adekuat tanpa terjadinya refluks
vesioko uretral.
2. mengembalikan pola normal perkemihan dengan menghambat atau
menstimulasi pengeluaran air kemih
3. dengan latihan kandung kemih ini juga untuk mencegah distensi yang
berlebihan, untuk mengembangkan refleks urinasi yang spontan dan
efektif.
4. dapat mengosongkan kandung kemih secara teratur dan tuntas,
mempertahankan urin tanpa terbentuknya batu
E. HAL-HAL YANG PERLU DI PERHATIAKN DALAM BLADDER
TRAINING
Perawat pada awalnya mengkaji pola berkemih klien. Apabila klien
menderita ISK yang mendasari gangguan pola berkemih, ISK tersebut harus
diobati pada waktu yang sama. Info ini memungkinkan perawat
merencanakan sebuah program yang sering memakan waktu 2 minggu atau
lebih untuk dipelajari.
Tindakan berikut dapat membantu pasien yang menderita
inkontinensia untuk memperoleh kembali kontrol berkemihnya dan
merupakan bagian dari perawatan rehabilitatif serta restorasi.
1. Mempelajari latihan untuk menguatkan dasar panggul
2. Memulai jadwal berkemih pada setiap 2 jam sepanjang siang dan sore
hari, sebelum tidur, dan setiap 4 jam pada malam hari
3. Menggunakan metode untuk mengawali berkemih. ( misalnya, air
mengalir dan menepuk paha bagian dalam).
4. Menggunakan metode untuk relaks guna membantu pengososngan
kndung kemih secara total ( misalnya, membaca dan menarik nafas
dalam )
5. Jangan pernah mengabaikan keinginan untuk berkemih ( hanya jika
masalah klien melibatkan pengeluaran urine yang jarang sehingga dapat
mengakibatkan retensi )
6. Mengonsumsi cairan sekitar 30 menit sebelum jadwal waktu berkemih.
7. Hindari teh, kopi, alkohol, dan minuman berkafein lainnya.
8. Minum obat-obatan diuretik yang sudah di programkan atau cairan untuk
meningkatkan diuresis (seperti teh dan kopi( dini pada pagi hari.
9. Semakin memanjangkan atau memendekkan periode antar berkemih.
10. Menawarkan pakaian dalam pelindung untuk menampung urine dan
mengurangi rasa malu klien (bukan popok).
F. INDIKASI
Latihan ini diperuntukkan bagi :
1. Orang yang mengalami masalah dalam hal perkemihan
2. Klien dengan kesulitan memulai atau menghentikan aliran urin.
3. Orang dengan pemasangan kateter yang relative lama.
Ketika kateter terpasang, kandung kemih tidak akan terisi dan
berkontraksi. Karena itu, pada akhirnya kandung kemih akan kehilangan
tonusnya (atonia). Apabila hal ini terjadi dan kateter di lepas, otot
detrusor mungkin tidak dapat berkontraksi dan pasien tidak dapat
mengeliminasi urinnya.
4. Klien dengan inkontinensia urin
Inkontinensia urin merupakan eliminasi urin dari kandung kemih
yang tidak terkendali atau terjadi di luar keonginan. Jika inkontinensia
urin terjadi akibat kelainan inflamasi, mungkin sifatnya hanya
sementara . namun, jika kejadian ini timbul karena kelainan neurologi
yang serius, kemungkinan besar sifatnya akan permanen.
Inkontinensia ini memiliki beberapa tipe inkontinensia, anatara
lain urge inkontinensia yang merupakan terjadi bila pasien merasakan
dorongan atau keinginan untuk urinasi tetapi tidak mampu menahannya
cukup lama sebelum mencapai toilet, overlow inkontinence merupakan
hal yang di tandai oleh eliminasi urin yang sering dan kadang-kadang
terjadi hampir terus menerus dari kandung kemih. dan inkontinensia
fungsional yang merupakan inkontinensia dengan fungsi saluran kemih
bagian bawah yang utuh tetapi ada faktor lain seperti gangguan kognitif
berat yang membuat pasien sulit untuk mengidentifikasi perlunya urinasi.
5. Klien dengan perubahan pola urinasi : kandung kemih neurogenik.
Merupakan gangguan kandung kemih yang terjadi akibat lesi
pada sistem saraf. Keadaan ini disebabkan oleh cedera atau tumor medula
spinalis. Ada dua tipe kandung kemih neurogenik, yaitu kandung kemih
spastik atau hipertonik akibat statis urin dan kateterisasi yang di
lakukan kemudian. Keadaan ini di tandai oleh pengeluaran urin bersifat
otomatik, reflektoris atau tidak terkontrol dari kandung kemih dengan
pengosongan yang tidak tuntas tipe yang kedua yaitu kandung kemih
flasid di sertai gangguan daya sensibilitas untuk merasakan kandung
kemih yang penuh sehingga terjadi pengisian yang berlebihan serta
distensi kandung kemih. (Brunner & suddarth, dkk. 2001)

G. HAL-HAL YANG PERLU DI PERHATIKAN SEBELUM DI


LAKUKAN TINDAKAN BLADDER TRAINING.
1. Periksa kandung kemih. bagaimana keadaannya, keras atau tidak
Kandungan urinnya bagaimana
2. Sudah ada atau belum rasa ingin mengeluarkan urin yang di alami pasien

H. PERSIAPAN ALAT
1. Jam
2. Air minum dalam tempatnya
3. Obat deuritik jika diperlukan, dan gunting klem.

I. PROSEDUR PELAKSANAAN
Untuk pasien yang terpasang kateter
1. Pasien minum cairan dengan jumlah yang sudah di ukur dari pukul 8.00
hingga 20.00 untuk menghindari distensi yang berlebihan, tidak boleh
ada cairan yang di minum (kecuali untuk membasahi bibir) sesudah
pukul 22.00.
2. Sebelum kateterisasi di hentikan, kateter urin secara bergantian di jepit
dengan klem dan di lepas jepitannya ketika melakukan latihan kandung
kemih.
3. Setiap 2 jam sekali, kateter di klem selama 20 menit. Tindakan ini
memungkinkan kandung kemih terisi urin dan otot detrusor berkontraksi.
4. Kemudian Pada suatu waktu yang di tentukan di lepaskan dan pasien
mencoba buang air kecil dengan cara menekan kandung kemih,
melakukan perkusi abdomen atau meregangkan sfingter ani dengan jari
tangan untuk memicu kandung kemih.
5. Segera sesudah mencoba urinasi, kateterisasi (di lepas klem) di lakukan
untuk menentukan jumlah urin sisa.
6. Volume urin yang di eliminasi dan di peroleh melalui kateterisasi di
ukur.
7. Kandung kemih di palpasi beberapa kali untuk menentukan apakah
terjadi distensi kanding kemih.
8. Pasien tanpa sensasi yang lazim di anjurkan untuk mewaspadai setiap
tanda yang menunjukkan penuhnya kandung kemih, seperti perspirasi,
kaki atau tangan yang dingin dan perasaan cemas.
9. Interval antar kateterisasi di perpanjang dan program latihan di
laksanakan lebih lanjut dengan berkurangnya volume urin sisa.
Kateterisasi biasanya di hentikan setelah volume urin sisa mencapai
tingkatan yang aksep-tabel.

Untuk pasien yang tidak terpasang kateter


1. Beritahu klien untuk memulai jadwal berkemih pada bangun tidur, setiap
2-3 jam sepanjang siang dan sore hari, sebelum tidur dan 4 jam sekali
pada malam hari.
2. Berikan klien minum yang banyak sekitar 30 menit sebelum waktu
jadwal untuk berkemih
3. Beritahu klien untuk menahan berkemih dan memberitahu perawat jika
rangsangan berkemihnya tidak dapat ditahan.
4. Klien disuruh menunggu atau menahan berkemih dalam rentang waktu
yang telah ditentukan 2-3 jam sekali
5. 30 menit kemudian, tepat pada jadwal berkemih yang telah ditentukan,
mintalah klien untuk memulai berkemih dengan teknik latihan dasar
panggul.
a. Latihan 1
1) intruksikan klien untuk berkonsentrasi pada otot panggul
2) Minta klien berupaya menghentikan aliran urine selama
berkemih kemudian memulainya kembali
3) Praktikkan setiap kali berkemih
b. Latihan 2
1) minta klien untuk mengambil posisi duduk atau berdiri.
2) Instruksikan klien mengencangkan otot - otot disekitar anus.
c. Latihan 3
1) Minta klien mengencangkan otot bagian posterior dan kemudian
kontraksikan otot anterior secara perlahan sampai hitungan ke
empat.
2) Kemudian minta klien untuk merelaksasikan otot secara
keseluruhan.
3) Ulangi latihan empat jam sekali, saat bangun tidur selama tiga
bulan.
d. Latihan 4
1) Apabila memungkinkan anjurkan Sit-Up yang dimodifikasi
(lutut ditekuk) kepada klien.
e. Evaluasi
1) Klien dapat menahan berkemih dalam 6-7 kali per hari atau 3-4
jam sekali.
2) Klien merasa senang dengan prosedur.
6. Bila tindakan point 5 seperti tersebut dirasakan belum optimal atau
terdapat gangguan :
a. Maka metode di atas dapat ditunjang dengan metode rangsangan dari
eksternal misalnya dengan suara aliran air dan menepuk paha bagian
dalam
b. Menggunakan metode untuk relaksasi guna membantu pengosongan
kandung kemih secara total, misalnya dengan membaca dan menarik
napas dalam.
c. Mengindari minuman yang mengandung cafein
d. Minum obat deuritik yang telah diprogramkan atau cairan untuk
meningkatkan deuritik
7. Sikap
a. Jaga privasi klien
b. Lakukan prosedur dengan teliti.
c. Pemberian umpan balik positif
Memberikan penghargaan atas apa yang telah dilakukannya,
memberikan penghargaan atas keberhasilannya dalam melaksanakan
program bladder training.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Jadi bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi
kandung kencing yang mengalami gangguan ke keadaan normal atau ke fungsi
optimal neurogenik.
Teknik ini dapat dilakukan oleh klien atau pasien yang susah buang air
kecil (BAK) sehingga pasien mudah untuk eliminasi sesuai dengan kebutuhan
klien atau pasien. Teknik ini dapat juga dijadikan sebagai solusi penumpukan
penyakit yang ada di kandung kemih.

B. SARAN
Dengan ditulisnya makalah ini diharapkan agar penulis serta pembaca
dapat lebih memahami dan mengerti mengenai Bladder training tersebut guna
lebih mematangkan pengetahuan dalam terjun langsung ke dalam dunia medis.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & suddarth, dkk. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume
2.Jakarta:EGC
Potter & perry. 2005. Buku ajar Fundamental Keperawatankonsep, proses dan
praktik
volume 2.Jakarta : EGC
SOP BLADDER TRAINING

DEFINISI :
Bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan pola
normal perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi pengeluaran urin. Agar
bladder training ini berhasil, klien harus menyadari dan secara fisik mampu
mengikuti program pelatihan. Program tersebut meliputi penyuluhan, upaya
berkemih yang terjadwal, dan memberikan umpan balik positif. Fungsi kandung
kemih sementara mungkin terganggu setelah suatu periode kateterisasi.

TUJUAN :
1. Untuk melatih kandung kemihyang adekuat tanpa terjadinya refluks vesioko
uretral.
2. Mengembalikan pola normal perkemihan dengan menghambat atau
menstimulasi pengeluaran air kemih
3. Dengan latihan kandung kemih ini juga untuk mencegah distensi yang
berlebihan, untuk mengembangkan refleks urinasi yang spontan dan efektif.
4. Dapat mengosongkan kandung kemih secara teratur dan tuntas,
mempertahankan urin tanpa terbentuknya batu.

INDIKASI :
Latihan ini diperuntukkan bagi :
1. Orang yang mengalami masalah dalam hal perkemihan.
2. Klien dengan kesulitan memulai atau menghentikan aliran urin.
3. Orang dengan pemasangan kateter yang relative lama.
4. Klien dengan inkontinentia urin
5. Klien dengan perubahan pola urinasi : kandung kemih neurgenik
PELAKSANAAN
Tahap pre interaksi
Persiapan pasien
1. Mengucapkan salam terapeutik
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan pada klien dan keliarga klien tentang prosedur dan tujuan tindakan
yang akan di lakukan.
4. Penjelasan yang di sampaikan di mengerti klien/keluarga.
5. Selama komunikasi di gunakan bahasa yang jelas, sistematis.
6. Klien/keluarga di beri kesempatan bertanya untuk klarifikasi
7. Privasi klien selama tindakan di hargai
8. Memperlihatkan kesabaran, penuh empati, sopan dan perhatian serta respek
selama berkomunikasi dan melakukan tindakan
9. Membuat kontrak waktu
Persiapan alat dan bahan
1. Jam
2. Air minum dalam tempatnya
3. Obat deuritik jika diperlukan
Persiapan lingkungan
1. Sampiran

Tahap orientasi
1. Memberi salam , panggil klien dengan panggilan yang disenangi
2. Memperkenalkan nama perawat
3. Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada klien atau keluarga
4. Menjelaskan tentang kerahasiaan
Tahap Kerja
Untuk pasien yang terpasang kateter
1. Pasien minum cairan dengan jumlah yang sudah di ukur dari pukul 8.00 hingga
20.00;untuk menghindari distensi yang berlebihan, tidak boleh ada cairan yang
di munum (kecuali untuk membasahi bibir) sesudah pukul 22.00.
2. Sebelum kateterisasi di hentikan, kateter urin secara bergantian di jepit dengan
klem dan di lepas jepitannya ketika melakukan latihan kandung kemih.
3. Setiap 2 jam sekali, kateter di klem selama 20 menit. Tindakan ini
memungkinkan kandung kemih terisi urin dan otot detrusor berkontraksi.
4. Kemudian Pada suatu waktu yang di tentukan di lepaskan dan pasien mencoba
buang air kecil dengan cara menekan kandung kemih, melakukan perkusi
abdomen atau meregangkan sfingter ani dengan jari tangan untuk memicu
kandung kemih.
5. Segera sesudah mencoba urinasi, kateterisasi (di lepas klem) di lakukan untuk
menentukan jumlah urin sisa.
6. Volume urin yang di eliminasi dan di peroleh melalui kateterisasi di ukur.
7. Kandung kemih di palpasi beberapa kali untuk menentukan apakah terjadi
distensi kanding kemih.
8. Pasien tanpa sensasi yang lazim di anjurkan untuk mewaspadai setiap tanda
yang menunjukkan penuhnya kandung kemih, seperti perspirasi, kaki atau
tangan yang dingin dan perasaan cemas.
9. Interval antar kateterisasi di perpanjang dan program latihan di laksanakan
lebih lanjut dengan berkurangnya volume urin sisa. Kateterisasi biasanya di
hentikan setelah volume urin sisa mencapai tingkatan yang aksep-tabel.

Untuk pasien yang tidak terpasang kateter


1. Beritahu klien untuk memulai jadwal berkemih pada bangun tidur, setiap 2-3
jam sepanjang siang dan sore hari, sebelum tidur dan 4 jam sekali pada malam
hari.
2. Berikan klien minum yang banyak sekitar 30 menit sebelum waktu jadwal
untuk berkemih
3. Beritahu klien untuk menahan berkemih dan memberitahu perawat jika
rangsangan berkemihnya tidak dapat ditahan.
4. Klien disuruh menunggu atau menahan berkemih dalam rentang waktu yang
telah ditentukan 2-3 jam sekali
5. 30 menit kemudian, tepat pada jadwal berkemih yang telah ditentukan,
mintalah klien untuk memulai berkemih dengan teknik latihan dasar panggul.
a. Latihan 1
1) intruksikan klien untuk berkonsentrasi pada otot panggul
2) Minta klien berupaya menghentikan aliran urine selama berkemih
kemudian memulainya kembali
3) Praktikkan setiap kali berkemih
b. Latihan 2
1) Minta klien untuk mengambil posisi duduk atau berdiri.
2) Instruksikan klien mengencangkan otot - otot disekitar anus.
c. Latihan 3
1) Minta klien mengencangkan otot bagian posterior dan kemudian
kontraksikan otot anterior secara perlahan sampai hitungan ke empat.
2) Kemudian minta klien untuk merelaksasikan otot secara keseluruhan.
3) Ulangi latihan empat jam sekali, saat bangun tidur selama tiga bulan.
d. Latihan 4
1) Apabila memungkinkan anjurkan Sit-Up yang dimodifikasi (lutut
ditekuk) kepada klien.
e. Evaluasi
1) Klien dapat menahan berkemih dalam 6-7 kali per hari atau 3-4 jam
sekali.
2) Klien merasa senang dengan prosedur.
6. Bila tindakan point 5 seperti tersebut dirasakan belum optimal atau terdapat
gangguan :
a. Maka metode di atas dapat ditunjang dengan metode rangsangan dari
eksternal misalnya dengan suara aliran air dan menepuk paha bagian
dalam
b. Menggunakan metode untuk relaksasi guna membantu pengosongan
kandung kemih secara total, misalnya dengan membaca dan menarik napas
dalam.
c. Mengindari minuman yang mengandung cafein
d. Minum obat deuritik yang telah diprogramkan atau cairan untuk
meningkatkan deuritik
7. Sikap
a. Jaga privasi klien
b. Lakukan prosedur dengan teliti.
c. Pemberian umpan balik positif
Memberikan penghargaan atas apa yang telah dilakukannya, memberikan
penghargaan atas keberhasilannya dalam melaksanakan program bladder
training.
Tahap terminasi
1. Menyimpulkan hasil prosedur yang dilakukan
2. Melakukan kontrak untuk tindakan selanjutnya
3. Berikan reinforcement sesuai dengan kemampuan klien
Tahap Evaluasi
Menanyakan pada pasien apa yang dirasakan setelah dilakukan kegiatan .
Tahap dokumentasi
Catat seluruh hasil tindakan dalam catatan keperawatan

Anda mungkin juga menyukai