Anda di halaman 1dari 36

TUGAS SKILL LAB.

KMB LANJUTAN
“Prosedur Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Eliminasi Urine dan Fekal”

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, karena
atas segala limpahan yang rahmat yang diberikan sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Prosedur Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Eliminasi Urin
dan Fekal” ini.

Dalam makalah ini disajikan mengenai tindakan-tindakan yang dapat dilakukan untuk
mengatasi masalah eliminasi pasien. Selain itu, makalah ini telah kami susun dengan
maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ilmiah ini.

Akhir kata, kami berharap semoga makalah ilmiah ini dapat bermanfaat untuk kita semua.
Aamiin....

Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.................................................................................................... i
KATA PENGANTAR...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................................. 1
C. Tujuan.................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Bladder Training.................................................................................................... 3
B. Pemasangan Kateter.............................................................................................. 9

C. Huknah Rendah..................................................................................................... 23

D. Huknah Tinggi....................................................................................................... 25

E. Pemberian Obat Suppositoria................................................................................ 27

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan............................................................................................................ 30
B. Saran...................................................................................................................... 30

DAFTAR PUSTAKA

3
4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau
bowel (feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih
terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah ginjal,
ureter, kandung kemih, dan uretra. Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu :
Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat diatas
nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua yaitu timbul refleks saraf yang
disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan kandung kemih
atau jika ini gagal, setidak-tidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk
berkemih. Meskipun refleks miksi adalah refleks autonomik medula spinalis, refleks ini
bisa juga dihambat atau ditimbulkan oleh pusat korteks serebri atau batang otak.
Kandung kemih dipersarafi araf saraf sakral (S-2) dan (S-3). Saraf sensori dari
kandung kemih dikirim ke medula spinalis (S-2) sampai (S-4) kemudian diteruskan ke
pusat miksi pada susunan saraf pusat. Pusat miksi mengirim signal pada kandung kemih
untuk berkontraksi. Pada saat destrusor berkontraksi spinter interna berelaksasi dan
spinter eksternal dibawah kontol kesadaran akan berperan, apakah mau miksi atau
ditahan. Pada saat miksi abdominal berkontraksi meningkatkan kontraksi otot kandung
kemih, biasanya tidak lebih 10 ml urine tersisa dalam kandung kemih yang diusebut urine
residu. Pada eliminasi urine normal sangat tergantung pada individu, biasanya miksi
setelah bekerja, makan atau bangun tidur., Normal miksi sehari 5 kali.
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut bowel
movement. Frekuensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali
perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang.
Ketika gelombang peristaltic mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf
sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk
defekasi. Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untuk fungsi tubuh
yang normal. Perubahan pada eliminasi dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal
dan bagian tubuh yang lain. Karena fungsi usus tergantung pada keseimbangan beberapa
faktor, pola eliminasi dan kebiasaan masing-masing orang berbeda. Klien sering meminta
pertolongan dari perawat untuk memelihara kebiasaan eliminasi yang normal. Keadaan
sakit dapat menghindari mereka sesuai dengan program yang teratur. Mereka menjadi

1
tidak mempunyai kemampuan fisik untuk menggunakan fasilitas toilet yang normal ;
lingkungan rumah bisa menghadirkan hambatan untuk klien dengan perubahan mobilitas,
perubahan kebutuhan peralatan kamar mandi. Untuk menangani masalah eliminasi klien,
perawat harus mengerti tindakan apa saja yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah
tersebut.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana prosedur pelaksanaan bladder training?
2. Bagaimana prosedur memasang kateter?
3. Bagaimana prosedur pelaksanaan huknah rendah?
4. Bagaimana prosedur pelaksanaan huknah tinggi?
5. Bagaimana prosedur pemberian obat suppositoria?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini, yaitu sebagai berikut:
1. Mengetahui prosedur pelaksanaan bladder training.
2. Mengetahui prosedur memasang kateter.
3. Mengetahui prosedur pelaksanaan huknah rendah.
4. Mengetahui prosedur pelaksaan huknah tinggi.
5. Mengetahui prosedur pemberian obat suppositoria.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. BLADDER TRAINING
1. Definisi

Bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi kandung
kencing yang mengalami gangguan ke keadaan normal atau ke fungsi optimal
neurogenik (Potter dan Perry dalam Mardhotillah,2016). Bladder training digunakan
untuk mencegah atau mengurangi buang air kecil yang sering atau mendesak dan
inkontinensia urin (tidak bisa menahan pengeluaran urin).
Bladder training adalah suatu terapi yang sering digunakan, terutama pada pasien
yang baru saja terlepas dari kateter urin, namun bisa juga dilakukan oleh semua orang
untuk lebih melatih kekuatan otot sfingter eksterna dalam menahan pengeluran urin.
Bladder training merupakan terapi yang sangat sederhana dan tidak memiliki efek
samping. Latihan ini juga dapat dikombinasikan dengan terapi pengobatan lain.
Penelitian menunjukkan adanya peningakatan 50% pasien dengan inkontinensia urin
yang menggunakan bladder training.

2. Tujuan
Tujuan dari bladder training adalah untuk melatih kandung kemih dan
mengembalikan pola normal perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi
pengeluaran air kemih (Potter&Perry dalam Mardhotillah,2016).
Terapi ini bertujuan memperpanjang interval berkemih yang normal dengan
berbagai teknik distraksi atau teknik relaksasi sehingga frekuensi berkemih dapat
berkurang, hanya 6-7 kali per hari atau 3-4 jam sekali. Melalui latihan, penderita
diharapkan dapat menahan sensasi berkemih. Latihan ini dilakukan pada pasien anak
pasca bedah yang di pasang kateter (Suharyanto, 2008).
Selain itu, tujuan bladder training lainnya, yaitu:
a. Dapat menahan sensasi berkemih.
b. Untuk mengurangi gejala dari:
1) Frekuensi urin: mengeluarkan urin lebih dari 6-7 kali per hari.
2) Nokturia: sering kencing di malam hari.

3
3) Inkontinensia urge.
c. Mengembalikan tonus otot dari kandung kemih yang sementara waktu tidak ada
karena pemasangan kateter.
d. Mempersiapkan klien sebelum pelepasan kateter yang terpasang lama.
e. Melatih klien untuk melakukan BAK secara mandiri.
f. Mempersiapkan pelepasan kateter yang sdah terpasang lama.
g. Mengembalikan tonus otot dari kandung kemih yang sementara waktu tidak ada
karena pemasangan kateter.
h. Klien dapat mengontrol berkemih.
i. Klien dapat mengontrol buang air besar.
j. Menghindari kelembapan dan iritasi pada kulit lansia.
k. Menghindari isolasi social bagi klien.

3. Indikasi
Indikasi pada bladder training diantaranya :
a. Pasien yang mengalami retensi urin.
b. Pasien yang terpasang kateter dalam waktu yang lama sehingga fungsi sfingter
kandung kemih terganggu.
c. Pasien yang menderita inkontinensia urin (inkontinensia urin stres, inkontinensia
urin urge, atau kombinasi keduanya).
d. Klien post operasi pada daerah pelvik (Nababan, 2011).
e. Klien yang pemasangan kateter dengan cukup lama.
f. Klien yang akan dilakukan pelepasan dower kateter.
g. Klien yang mengalami inkontenesia urin.
h. Klien post operasi.
i. Orang yang mengalami masalah dalam hal perkemihan.
j. Klien dengan kesulitan memulai atau menghentikan aliran urin.

4. Kontraindikasi
Kontraindikasi pada bladder training diantaranya :
a. Sistitis (infeksi kandung kemih yang paling sering disebabkan oleh menyebarnya
infeksi dari uretra) berat.

4
b. Pielonefritis (inflamasi pada pelvis ginjal dan parenkim ginjal yang disebabkan
karena adanya infeksi oleh bakteri).

c. Gangguan atau kelainan pada uretra.

d. Hidronefrosis (pembengkakan ginjal yang terjadi sebagai akibat akumulasi urin di


saluran kemih bagian atas).

e. Vesicourethral reflux.

f. Batu traktus urinarius (Maulida, 2011).

g. Gagal ginjal.

5. Peran Perawat dalam Bladder Training


Perawat melakukan pengkajian keperawatan, seperti:

a. Ada tidaknya ISK atau penyakit penyebab. Bila terdapat ISK atau penyakit
lainnya, maka harus diobati dalam waktu yang sama.

b. Saat melepas kateter urin, perawat mengobservasi mengkaji dengan teliti apakah
ada tanda-tanda infeksi atau cidera pada meatus uretra pasien.

c. Perawat perlu melakukan pengkajian dan pemantauan pola berkemih setelah


selesai bladder training dan pelepasan kateter urine. Info ini memungkinkan
perawat merencanakan sebuah progam yang sering memakan waktu 2 minggu
atau lebih untuk dipelajari.
d. Perawat medikal bedah juga harus responsif terhadap keluhan yang timbul setelah
kateter urine dilepas. Pasien diminta untuk segera melaporkan pada perawat atau
dokter jika ada keluhan yang dirasakan pasien saat berkemih.

e. Kebutuhan klien akan bladder training. Pastikan bahwa pasien benar-benar


membutuhkan bladder training (Bayhakki. dkk, 2008).

6. Prosedur Bladder Training

a. Persiapan pasien :

5
1) Sampaikan salam.

2) Jelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan.

b. Persiapan alat :

1) Catatan perawat.

2) Klem.

3) Jam.

4) Air minum.

5) Handscoon.

6) Kassa.

7) Kantong urine.

8) Obat diuretic jika diperlukan.

c. Pesiapan lingkungan :

1) Jaga privasi klien dengan menutup pintu atau memasang sampiran.

2) Atur pencahayaan, penerangan dan ruangan yang kondusif.

d. Pelaksanaan:
Ada 2 tingkat yaitu tingkat masih dalam kateter dan tingkat bebas kateter.

1) Klien masih menggunakan kateter.

Prosedur 1 jam:

a) Cuci tangan.

b) Klien diberi mium setiap 1 jam sebanyak 200 cc dari pukul 07.00-19.00.
Setiap kali klien diberi minum, kateter diklem.

c) Kemudian, setiap jam kandung kemih dikosongkan mulai pukul 08.00-


20.00 dengan cara klem kateter dibuka.

d) Pada malam hari (setelah pukul 20.00) buka klem kateter dan klien boleh
minum tanpa ketentuan seperti pada siang hari.
6
e) Prosedur terus diulang sampai berhasil.

Prosedur 2 jam:

a) Cuci tangan.

b) Klien diberi minum setiap 2 jam sebanyak 200 cc dari pukul 07.00- 19.00.
Setiap kali diberi minum, kateter diklem.

c) Kemudian, setiap jam kandung kemih dikosongkan mulai pukul 08.00-


21.00 dengan cara klem kateter dibuka.

d) Pada malam hari (setelah pukul 21.00) buka klem kateter dan klien boleh
minum tanpa ketentuan seperti pada siang hari.

e) Prosedur terus diulang sampai berhasil.

2) Pada klien yang tidak menggunakan kateter.

a) Cuci tangan.

b) Klien diberi minum setiap 1 jam sebanyak 200 cc dari pukul 07.00-19.00,
lalu kandung kemih dikosongkan.

c) Kateter dilepas.

d) Monitor pengeluaran urin klien setiap 8 jam selama 1-2 hari setelah
pelepasan kateter.

e) Atur posisi yang nyaman untuk klien, bantu klien untuk konsentrasi BAK,
kemudian lakukan penekanan pada area kandung kemih dan lakukan
pengosongan kandung kemih setiap 2 jam secara urinal.

f) Berikan minum terakhir pukul 19.00, selanjutnya klien tidak boleh diberi
minum sampai pukul 07.00 pagi untuk menghindari klien berkemih pada
malam hari.

7
g) Beritahu klien bahwa pengosongan kandung kemih selanjutnya
dijadwalkan setiap 2 jam sekali, apabila ada rangsangan BAK sebelum 2
jam klien diharuskan untuk menahannya.

h) Buatlah sebuah jadwal bagi pasien untuk mencoba mengosongkan


kandung kemih secara urinal.

i) Anjurkan klien untuk menggunakan Kegel exercise dan teknik


pengosongan kandung kemih.

j) Alat-alat dibereskan.

k) Akhiri interaksi dengan mengucapkan salam.

l) Dokumentasi. (Mardhotillah, 2016)

Langkah-langkah melakukan kegel exercise (latihan pengencangan /


penguatan otot-otot dasar panggul) yaitu :
a) Minta klien untuk mengembil posisi duduk atau berdiri

b) Instruksikan klien untuk mengencangkan otot-otot di sekitar anus

c) Minta klien mengencangkan otot bagian posterior dan kemudian


kontraksikan otot anterior secara perlahan sampai hitungan ke empat

d) Kemudian minta klien untuk merelaksasikan otot secara keseluruhan

e) Ulangi latihan 4 jam sekali, saat bangun tidur sealam 3 bulan

f) Apabila memungkinkan, anjurkan Sit-Up yang dimodifikasi (lutut di


tekuk) kepada klien (Mardhotillah,2016).

Langkah-langkah Delay Urination (menunda berkemih), yaitu :


a) Instruksikan klien untuk berkonsentrasi pada otot panggul.

b) Minta klien berupaya menghentikan aliran urine selama berkemih


kemudian memulainya kembali.

c) Praktikan setiap kali berkemih.

8
Langkah-langkah Scheduled Bathroom Trips (jadwal berkemih) adalah
sebagai berikut :
a) Beritahu klien untuk memulai jadwal berkemih pada bangun tidur, setiap
2-3 jam sepanjang siang dan sore hari sebelum tidur dan 4 jam sekali pada
malam hari.

b) Beritahu klien minum yang banyak sekitar 30 menit sebelum waktu jadwal
untuk berkemih.

c) Beritahu klien untuk menahan berkemih dan memberitahu perawat jika


rangsangan berkemihnya tidak dapat ditahan.

d) Klien di suruh menunggu atau menahan berkemih dalam rentang waktu


yang telah ditentukan 2-3 jam sekali.

e) 30 menit kemudian, tepat pada jadwal berkemih yang telah ditentukan,


mintalah klien untuk memulai berkemih dengan teknik latihan dasar
panggul.

e. Evaluasi

1. Klien dapat menahan berkemih dalam 6-7 kali perhari atau 3-4 jam sekali

2. Bila tindakan point 5 seperti tersebut dirasakan belim optimal atau terdapat
gangguan :

a) Maka metode diatas dapat di tunjang dengan metode rangsangan dari


eksternal misalnya dengan suara aliran air dan menepuk paha bagian
dalam

b) Menggunakan metode untuk relaksasi guna membantu pengosongan


kandung kemih secara total, misalnya dengan membaca dan menarik napas
dalam.

c) Menghindari minuman yang mengandung kafein.

d) Minum obat diuretic yang telah diprogramkan atau cairan untuk


meningkatkan diuretic.

3. Sikap :

a) Jaga privasi klien.

9
b) Lakukan prosedur dengan teliti.

B. MEMASANG KATETER

1. Definisi

Kateterisasi urine adalah tindakan memasukan selang kateter ke dalam kandung


kemih melalui uretra dengan tujuan mengeluarkan urine. Kateterisasi dapat
menyebabkan hal - hal yang mengganggu kesehatan, sehingga hanya dilakukan bila
benar - benar diperlukan serta harus dilakukan dengan hati – hati ( Brockop dan
Marrie, 1999 ).

Kateter adalah peralatan bedah yang berbentuk tubuler dan lentur yang
dimasukkan ke dalam rongga tubuh untuk mengeluarkan atau memasukan cairan
(Kamus dorland. 1998 ; 196).

2. Tipe Kateterisasi

a. Kateter inweling atau intermiten untuk retensi merupakan dua bentuk insersi
kateter. Pada teknik intermiten, kateter lurus yang sekali pakai dimasukkan cukup
panjang untuk mengeluarkan urine dari kandung kemih (5-10 menit).

b. Kateter menetap atau Foley tetap ditempat untuk periode waktu yang lebih lama
sampai klien mampu berkemih dengan tuntas dan spontan atau selama pengukuran
akurat per jam dibutuhkan. Kateter foley menetap memiliki balon kecil yang dapat
digembungkan, yang melingkari kateter tepat dibawah ujung kateter. Apabila
digembungkan, balon bertahan dipintu masuk kandung kemih untuk menahan
selang kateter tetap di tempatnya. Kateter menetap untuk retensi memiliki dua
atau tiga lumen di dalam badan kateter. Satu lumen mengeluarkan urine melalai
kateter ke kantung pengumpul. Lumen kedua membawa air steril ke dan dari

10
dalam balon saat lumen digembungkan atau dikempeskan. Lumen ketiga dapat
digunakan untuk memasukan cairan atau obat-obatan kedalam kandung kemih.
Menentukan jumlah lumen adalah dengan menghitung jumlah drainase dan tempat
injeksi pada ujung kateter.

c. Kateter coude digunakan pada klien pria, yang mungkin mengalami pembesaran
prostat, yang mengobstruksi sebagian ureter. Kateter ini lebih kaku dan lebih
midah terkontrol daripada kateter yang ujungnya lurus.

3. Indikasi Kateterisasi

a. Kateterisasi untuk diagnosis :


1) Untuk mengambil sample urine guna pemeriksaan kultur mikrobiologi dengan
menghindari kontaminasi.
2) Pengukuran residual urine dengan cara, melakukan regular kateterisasi pada
klien segera setelah mengakhiri miksinya dan kemudian diukur jumlah urine
yang keluar.
3) Untuk pemeriksaan cystografi, kontras dimasukan dalam kandung kemih
melalui kateter.
4) Untuk pemeriksaan urodinamik yaitu cystometri dan uretral profil pressure.
b. Kateterisasi untuk terapi :

1) Dipakai dalam beberapa operasi traktus urinarius bagian bawah seperti secsio
alta, repair reflek vesico urethal, prostatatoktomi sebagai drainage kandung
kemih.

2) Mengatasi obstruksi infra vesikal seperti pada BPH, adanya bekuan darah
dalam buli-buli, striktur pasca bedah dan proses inflamasi pada urethra.

3) Penanganan incontinensia urine dengan intermitten self catheterization.

4) Pada tindakan kateterisasi bersih mandiri berkala ( KBMB ).

5) Memasukan obat-obat intravesika antara lain sitostatika / antipiretika untuk


buli - buli.

6) Sebagai splint setelah operasi rekontruksi urethra untuk tujuan stabilisasi


urethra.

11
4. Kontraindikasi

a. Prostatitis akut, karena adanya peradangan pada prostat yang sehingga jalan uretra
menyempit. Bila terus dilakukan akan terjadi laserasi pada prostat.
b. Kecurigaan trauma uretra, seperti striktur uretra dikhawatirkan akan terjadinya
kerusakan struktur uretra dan hemoragic.

5. Prosedur Pemasangan Kateter

a. Persiapan Pasien

Terutama untuk tindakan kateterisasi urine klien harus diberi penjelasan secara
adekuat tentang prosedur dan tujuan pemasangan kateter urine. Posisi yang biasa
dilakukan adalah dorsal recumbent,berbaring di tempat tidur / diatas meja
perawatan khususnya bagi wanita kurang memberikan fasa nyaman karena
panggul tidak ditopang sehingga untuk melihat meatus urethra menjadi sangat
sulit. Posisi sims / lateral dapat dipergunakan sebagai posisi berbaring / miring
sama baiknya tergantung posisi mana yang dapat memberikan perasaan nyaman
bagi klien dan perawat saat melakukan tindakan kateterisasi urine.

b. Persiapan Alat

1) Steril

a) Kateter yang akan dipasang sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan satu ( 1
) buah disiapkan dalam bak steril.

b) Pinset anatomis 1 buah.

c) Sarung tangan 1 pasang.

d) Spuit 10-20 cc 1 buah.

e) Kain kassa 2 lembar.

f) Kapas sublimate dalam tempatnya.

g) Air / aquabidest NaCl 0,9 % secukupnya.

h) Xylocain jelly 2 % atau sejenisnya.

i) Slang dan kantong untuk menampung urine.

12
2) Tidak Steril

a) Bengkok 1 buah.

b) Perlak 1 buah.

c) Lampu sorot bila perlu.

d) Selimut mandi / kain penutup.

e) Botol kecil steril untuk bahan pemeriksaan steril..

c. Persiapan Lingkungan

1) Pasang sampiran untuk menjaga privasi klien.

2) Minta keluarga untuk menunggu di luar.

d. Pelaksanaan

Langkah Rasional
1. Kaji status klien :
a. Waktu terakhir kali berkemih Dapat mengindikasikan derajat
kepenuhan kandung kemih

Menunjukan kemampuan klien untuk


b. Tingkat kesadaran atau tahap
bekerja sama selama prosedur
perkembangan klien
Mempengaruhi cara memposisikan
klien dan mengindikasikan adanya
c. Keterbatasan mobilitas dan fisik
kebutuhan untuk dibantu

Menentukan ukuran kateter yang akan


digunakan. Nomor 8-10 biasanya
d. Usia
digunakan untuk anak-anak dan nomor
14-16 untuk wanita. Nomor 12 dapat
dipertimbangkan untuk wanita muda.
Nomor 16-18 digunakan untuk pria,
kecuali dokter memprogramkan
ukuran yang lebih besar

Obstruksi mencegah jalan masuk


kateter melalui uretra ke dalam

13
kandung kemih.
e. Kondisi patologis yang dapat
Menentukan alergi terhadap antiseptic,
merusak jalan masuk kateter (mis.
plester, atau karet (lateks)
Pembesaran prostat)
Kateterisasi memerlukan resep dokter.
f. Alergi
Dokter dapat memprogramkan
kateterisasi setelah pembedahan atau
setelah melahirkan jika klien belum
g. Meninjau ulang program dokter
berkemih selama 8 jam. Kateterisasi
untuk kateterisasi
juga dapat diprogramkan untuk
penampungan specimen atau
memonitor klien yang sedang kritis
secara akurat

2. Menyiapkan alat dan bahan. Sebagai persiapan terhadap tindakan


yang akan dilakukan.
3. Menjelaskan prosedur kepada klien. Mengurangi ansietas dan
Jelaskan sensasi tekanan yang akan meningkatkan kerja sama.
dirasakan selama kateter dimasukan.

4. Atur supaya ada perawat tambahan Mungkin diperlukan untuk membantu


untuk membantu, jika perlu memposisikan klien yang dependen.
Meningkatkan penggunaan mekanika
tubuh yang benar dan aman

5. Tinggikan tempat tidur sampai Meningkatkan penggunaan mekanika


ketinggian yang nyaman untuk tubuh yang benar
melakukan pekerjaan
6. Cuci tangan Mengurangi penularan infeksi

7. Posisi perawat menghadap klien, Keberhasilan insersi kateter dapat


berdiri di sebelah kiri tempat tidur, jika dicapai, jika posisi perawat nyaman
anda akan menggunakan tangan kanan dan semua peralatan mudah dijangkau
(berdiri di sebelah kanan tempat tidur
jika anda akan menggunakan tangan
kiri). Bersihkan meja di sisi tempat
tidur dan atur peralatan

14
8. Naikkan sisi pengaman tempat tidur Meningkatkan keamanan klien
pada sisi yang berlawanan dengan
tempat anda berdiri

9. Tutup gorden atau bilik ruangan Memberikan privasi dan meningkatkan


relaksasi

10. Letakkan alas kedap air di bawah Mencegah mengotori seprei tempat
klien tidur

11. Atur posisi klien :


a. Wanita
Bantu untuk mengambil posisi Memungkinkan untuk melihat struktur
dorsal rekumben (telentang perineum dengan baik. Ubah posisi
dengan lutut ditekuk). Minta klien jika klien tidak dapat mengabduksi
untuk merelaksasi paha sehingga tungkai pada sendi pinggul. Posisi ini
paha dapat dirotasi ke arah luar juga dapat lebih nyaman untuk klien.
(tungkai dapat ditopang dengan Sanggah klien dengan bantal jika
bantal)., atau posisikan klien perlu, untuk mempertahankan posisi.
dalam posisi berbaring miring
(sim) dengan menekuk lututnya,
apabila klien tidak mampu
mengambil posisi telentang
Posisi telentang mencegah ketegangan
b. Pria
otot abdomen dan panggul.
Bantu untuk mengambil posisi
dengan paha sedikit diabduksi
12. Selimuti klien :
a. Wanita : selimuti klien dengan Hindari pajanan bagian-bagian tubuh
selimut mandi. Tempatkan yang tidak perlu dan pertahankan
selimut dalam bentuk limas di kenyamanan.
atas klien. Satu sudut pada bagian
leher, satu sudut pada setiap
lengan dan sudut terakhir di atas
perineum. Tinggikan gaun di atas
panggul.
b. Pria : selimuti badan bagian atas

15
dengan selimut mandi dan tutupi
ekstremitas bagian bawah dengan
sprei tempat tidur sehingga hanya
bagian genetalia yang terpajan

13. Kenakan sarung tangan sekali pakai. Mengurangi keberadaan


Bersihkan daerah perineum dengan mikroorganisme
air dan sabun, sesuai kebutuhan,
keringkan

14. Lepas dan buang sarung tangan yang Mencegah penularan mikroorganisme
telah dipakai. Cuci tangan
15. Posisikan lampu untuk menyinari Memungkinkan identifikasi yang
daerah perineum. (apabila akurat dan terlihatnya meatus uretra
menggunakan senter, minta seorang dengan baik
asisten untuk memegangnya)

16. Buka peralatan kateterisasi dan Mencegah transfer mikroorganisme


kateter (apabila dikemas terpisah) dari permukaan tempat kerja ke
sesuai dengan petunjuk peralatan steril
penggunaannya
17. Kenakan sarung tangan steril Memungkinkan penanganan peralatan
steril tanpa kontaminasi

18. Atur suplai di atas daerah yang steril. Mempertahankan asepsis bedah dan
Buka bagian dalam kemasan steril mengatur daerah tempat kerja. Semua
yang berisi kateter. Tuangkan larutan aktivitas yang membutuhkan
antiseptic steril ke dalam wadah yang penggunaan kedua tangan anda harus
berisi bola kapas steril. Buka paket diselesaikan, sebelum membersihkan
yang berisi lubrikan. Pindahkan meatus uretra.
wadah specimen (penutup harus
dipasang longgar di atasnya) dan
spuit yang sudah terlebih dahulu
diisi, dari kompartemen pengumpul
pada troli ke lapangan yang steril.

19. Sebelum menginsersi kateter Memeriksa integritas balon. Balon

16
menetap, tes balon dengan yang bocor atau tidak menggembung
menginjeksi cairan dari spuit yang dengan tepat tidak boleh digunakan.
telah berisi cairan, ke dalam katup
balon. Balon harus menggembung
maksimal tanpa bocor. Tarik kembali
cairan dan tinggalkan spuit di pintu
masuk kateter, jika memungkinkan.

20. Pasang duk steril :


a. Wanita : buat sisi bagian atas duk Permukaan luar duk yang menutupi
membentuk manset di atas kedua tangan anda tetap steril sampai duk
tangan perawat. Tempatkan duk menyentuh bokong. Duk steril yang
di atas tempat tidur di antara paha menyentuh sarung tangan steril adalha
klien. Selipkan ujung yang steril. Mempertahankan sterilitas
dibentuk manset tepat di bawah permukaan tempat bekerja
bokong, berhati-hatilah supaya
sarung tangan tidak menyentuh
permukaan yang terkontaminasi.
Angkat duk dteril bolong dan
biarkan duk tetap tidak terlipat
tanpa menyentuh obyek nonsteril.
Tempatkan duk pada perineum
sehingga labia terlihat dan
pastikan untuk tidak menyentuh
permukaan yang terkontaminasi
b. Pria : tempatkan duk di atas paha
tepat di bawah penis. Angkat duk
bolong. Buka lipatan duk dan
pasang di atas penis dengan celah
yang bolong ditempatkan di atas
penis.

21. Tempatkan peralatan steril dan isinya Memungkinkan akses ke peralatan


pada duk steril di antara paha klien, menjadi mudah selama insersi kateter
dan buka wadah specimen urine (jika

17
diperlukan), menjaga permukaan
bagian dalam tetap steril.

22. Oleskan lubrikan di sepanjang sisi


ujung kateter :
Memungkinkan kemudahan insersi
a. Wanita : 2,5 sampai 5 cm
b. Pria : 7,5 sampai 12,5 cm ujung kateter ke meatus uretra

23. Bersihkan meatus uretra :


a. Wanita :
1. Dengan tangan yang tidak Memungkinkan visualisasi seluruh
dominan, retraksi labia meatus. Retraksi penuh mencegah
dengan hati-hati sehingga kontaminasi meatus selama proses
keseluruhan meatus uretra pembersihan. Menutupnya labia
ter;ihat. Pertahankan posisi selama proses pembersihan
tangan yang tidak dominan ini menyebabkan perlunya pengulangan
selama pelaksanaan prosedur. prosedur karena daerah tersebut telah
terkontaminasi.
2. Dengan tangan yang
dominan, ambil bola kapas Upaya membersihkan mengurangi
dengan forsep dan bersihkan jumlah mikroorganisme di meatus
daerah perineum, uretra. Penggunaan sebuah bola kapas
mengapusnya dari arah depan tunggal untuk setiap apusan mencegah
ke belakang, dari klitoris ke transfer mikroorganisme. Gerakan
anus. Gunakan bola kapas pembersihan dimulai dari daerah yang
yang baru untuk setiap apusan kontaminasinya paling kecil ke daerah
: pada sepanjang daerah yang yang kontaminasinya paling luas.
dekat dengan lipatan labia, Tangan dominan tetap steril
sepanjang daerah yang jauh
dari lipatan labia, dan secara
langsung pada meatus
b. Pria :
Meminimalkan peluang terjadinya
1. Apabila klien tidak
ereksi. (apabila ereksi terjadi, hentika
disirkumsisi, retraksi
prosedur). Lepasnya prepusium atau
prepusium dengan tangan
turunnya penis selama proses
yang tidak dominan. Pegang
pembersihan menyebabkan perlunya
batang penis, tepat di bawah
pengulangan proses karena daerah

18
glans. Retraksikan meatus tersebut telah terkontaminasi.
uretra dengan menggunakan
ibu jari dan jari telunjuk.
Pertahankan tangan yang
Mengurangi jumlah mikroorganisme di
tidak dominan pada posisi ini
meatus dan pembersihan bergerak dari
selama proses insersi kateter.
daerah yang kontaminasinya minimal
2. Dengan tangan yang
ke daerah yang kontaminasinya
dominan, ambil bola kapas
maksimal. Tangan dominan tetap steril.
dengan forsep dan bersihkan
penis. Mulai dari meatus.
lanjutkan sampai ke arah
bawah batang penis dengan
menggunakan gerakan
melingkar. Ulangi proses ini 3
kali, dengan mengganti bola
kapas setiap kali proses.

24. Ambil kateter dengan tangan Penampungan urine mencegah


dominan yang telah mengenakan kotornya seperi tempat tidur dan
sarung tangan sekitar 5 cm dari ujung memungkinkan pengukuran haluaran
keteter. Pegang ujung kateter dan urine yang akurat.
lekuk dengan longgar di telapak
tangan yang tidak dominan. Letakan
ujung distal kateter di wadah
penampang urine (jika kateter belum
dipasang ke saluran atau kantung
urine).

25. Insersi kateter :


a. Wanita : peganag kateter di
tangan yang dominan dan tangan
yang tidak dominan melanjutkan
Relaksasi sfingter eksterna membantu
tindakan meretraksi labia.
1. Minta klien mengambil nafas insersi kateter. (kateter di vagina tidak
dalam, insersi kateter melalui lagi steril). Meninggalkan kateter yang

19
meatus secara perlahan. pertama akan mencegah salah
(apabila tidak ada urine yang masuknya kateter kedua ke dalam
muncul setelah selang vagina
diinsersi beberapa sentimeter,
kateter mungkin masuk ke
dalam vagina, biarkan di
tempat, kemudian ambil dan
Uretra waita berukuran pendek. Urine
insersi kateter lain kemudian
yang keluar mengindikasikan bahwa
lepaskan kateter yang
ujung kateter berada di dalam kandung
pertama.
kemih atau uretra bagian bawah. Balon
2. Masukkan kateter sekitar 5
kateter menetap harus dimasukan ke
sampai 7,5 cm pada orang
dalam kandung kemih. Insersi yang
dewasa, 2,5 cm pada anak,
dipaksakan dapat membuat trauma
atau sampai urine keluar.
pada uretra
Apabila menginsersi kateter
menetap, masukkan lagi 5 cm
Kontraksi kandung kemih atau sfingter
setelah urine keluar. Apabila
dapat menyebabkan kateter keluar
ada tahanan, jangan memaksa
secara tidak sengaja.
kateter untuk masuk.

3. Lepaskan labia dan pegang


kateter dengan aman
menggunakan tangan yang Relaksasi sfingter eksterna membantu
tidak dominan insersi kateter

b. Pria : tinggikan penis ke posisi


perpendicular terhadap tubuh
klien dan berikan sinar ke arah Uretra pada pria dewasa berukuran
atas penis yang telah ditarik. panjang. Urine yang keluar
1. Minta klien untuk berusaha
mengindikasikan bahwa ujung kateter
keras untuk mengedan ke
berada di dalam kandung kemih atau
bawah seperti pada saat
uretra. Pemasukan kateter yang lebih
berkemih, insersi kateter
jauh akan memastikan penempatan
melalui meatus secara
kateter di dalam kandung kemih.

20
perlahan Tahanan pada jalan masuk kateter
dapat disebabkan oleh striktur atau
2. Masukkan kateter 17,5
pembesaran prostat. Memastikan
sampai 22,5 cm pada orang
bahwa balon telah masuk ke dalam
dewasa, 5 sampai 7,5 cm pada
kandung kemih.
anak kecil, atau sampai urine
keluar. Apabila ada tahanan, Kontraksi kandung kemih atau afingter
tarik kateter dan jangan dapat menyebabkan keluarnya kateter
memaksanya masuk ke uretra. yang tidak disengaja.
Apabila menginsersi kateter
menetap, masukan lagi
sepanjang 5 cm setelah urine
keluar

3. Lepaskan penisdan tahan


kateter dengan kuat
menggunakan tangan yang
tidak dominan

26. Kumpulkan specimen urine sesuai Memungkinkan diperolehnya


kebutuhan. Isi mangkuk atau botol specimen steril untuk analisis kultur
specimen sampai tingkat tertentu (20-
30 ml) dengan memegang bagian
pangkal kateter di tangan yang
dominan, di atas mangkuk (atau
kumpulkan specimen dari kantung
drainase yang steril). Dengan tangan
yang dominan, tekuk kateter untuk
menghentikan sementara aliran urine
dan kemudian lepaskan kateter untuk
memungkinkan sisa urine di dalam
kandung kemih keluar ke dalam
penampang pengumpul. Tutup
mangkuk specimen dan letakkan di

21
pinggir untuk diberi label.

27. Biarkan kandung kemih benar-benar Urine yang tertahan dapat menjadi
kosong (kecuali kebijakan lembaga reservoir pertumbuhan
membatasi volume maksimal urine mikrooganisme. (pengosongan volume
yang keluar pada setiap kateterisasi) dengan cepat dan dalam jumlah yang
besar dapat menyebabkan pembuluh
darah membesar serta menimbulkan
syok hipovolemik)

28. Lepaskan kateter intermitten sekali Meminimalkan rasa tidak nyaman


pakai. Tarik kateter dengan perlahan klien
dan lembut sampai terlepas

29. Gembungkan balon kateter menetap :


1. Saat memegang kateter di meatus Kateter harus ditahan pada saat spuit
urinarius dengan tangan yang dimanipulasi
tidak dominan, pegang pangkal
kateter, letakan diantara 2 jari Pintu masuk injeksi terhubung dengan
2. Dengan menggunakan tangan
lumen yang menuju ke balon
yang dominan, pasang spuit (jika
belum terpasang) ke tempat
Balon di dalam kandung kemih
injeksi pada pangkal kateter.
digembungkan. Apabila posisi balon di
3. Injeksi sejumlah total larutan
dalam uretra tidak tepat, nyeri terjadi
aquadest secara perlahan. Apabila
selama proses penggembungan.
klien mengeluh nyeri yang tiba-
tiba, aspirasi larutan dan
Penggembungan balon menahan ujung
masukkan kateter lebih jauh.
kateter di tempatnya, di atas pintu
Jangan menginjeksikan cairan
masuk kandung kemih untuk
melebihi ukuran balon.
4. Setelah menggembungkan balon mencegah kateter terlepas. Menarik
sampai maksimal, lepaskan kateter dengan perlahan memastikan
kateter dari tangan yang tidak selang terpasang dan tertahan dengan
dominan dan tarik dengan benar. Memasukkan kateter lebih jauh,
perlahan untuk merasakan adanya meminimalkan tekanan pada leher
tahanan. Kemudian masukkan kandung kemih
kateter sedikit lagi ke dalam

22
kandung kemih. Lepaskan spuit.
30. Sambungkan pangkal kateter ke System tertutup untuk drainase urine
selang panampung dan kantung dibuat. Posisi kantung drainase yang
drainase, kecuali sudah menggantung meningkatkan aliran
disambungkan. Fiksasi kateter: urine menjauhi kandung kemih.
a. Pada laki-laki, keteter difiksasi
Kantung yang ditempatkan pada
dengan plester pada abdomen.
pengaman tempat tidur, ketinggiannya
b. Pada wanita, kateter difiksasi
dapat berada di atas ketinggian
dengan plester pada pangkal
kandung kemih, pada saat pengaman
paha.
tersebut dinaikan.
Tempatkan kantung pada posisi
terantung. Jangan letakkan kantung di
kerangka pengaman tempat tidur

31. Rapihkan klien dan bersihkan alat. Mengatur klien seperti posisi sebelum
dilakukan pemasangan kateter dan
mengatur alat seperti semula.
32. Mencuci tangan. Agar tidak terjadi kontaminasi
33. Melaporkan pelaksanaan dan hasil Sebagai bentuk dokumentasi terhadap
tertulis pada status penderita yang tindakan yang telah dilakukan.
meliputi : Hari tanggal dan jam
pemasangan kateter, Tipe dan ukuran
kateter yang digunakan, Jumlah,
warna, bau urine dan kelainan-
kelainan lain yang ditemukan, Nama
terang dan tanda tangan pemasang.

C. HUKNAH RENDAH

1. Pengertian

Huknah rendah adalah memasukkan cairan hangat melalui anus sampai ke kolon
sigmoid.

2. Tujuan

23
a. Merangsang peristaltik usus, sehingga pasien dapat buang air besar.
b. Mengosongkan usus sebagai persiapan tindakan operasi.
c. Sebagai tindakan pengobatan.

3. Indikasi
a. Pasien yang obstipasi.
b. pasien yang akan dioperasi.
c. Persiapan tindakan diagnostika misalnya ( Pemeriksaan radiologi ).
d. Pasien dengan melena.

4. Kontraindikasi
a. Pasien dengan penyakit jantung tertentu, perdarahan intra abdomen, ibu hamil
dengan kontraksi uterus yang kuat.
b. Bila pada saat pemberian huknah r, kanul ada hambatan, jangan dipaksakan, cari
tahu penyebabnya, dan bila perlu berkolaborasilah dengan dokter.

5. Prosedur Pelaksanaan
a. Persiapan Pasien
1) Mengucapkan salam terapeutik.
2) Memperkenalkan diri.
3) Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan tindakan
yang akan dilaksanakan.
4) Penjelasan yang disampaikan dimengerti klien/keluarganya.
5) Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak
mengancam.
6) Klien/keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi.
7) Privacy klien selama komunikasi dihargai.
8) Memperlihatkan kesabaran , penuh empati, sopan, dan perhatian serta respek
selama berkomunikasi dan melakukan tindakan.
9) Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan yang akan dilakukan).
10) Pasien disiapkan dalam posisi tidur miring ke kiri (posisi sim).
b. Persiapan Alat
1) Sarung tangan bersih.
2) Selimut mandi atau kain penutup.

24
3) Perlak dan pengalas bokong.
4) Irigator lengkap dengan canule recti, selang dan klemnya.
5) Cairan hangat sesuai kebutuhan (misalnya cairan Nacl, air sabun, air biasa)
(700-1000 ml dengan suhu 40,4-430).
6) Bengkok.
7) Pelicin (vaselin, sylokain, Jelly 2% /pelumas larut dalam air.
8) Tiang penggantung irigator.
9) Jika perlu sediakan pispot,air pembersih dan kapas cebok/tissue toilet.
c. Pelaksanaan
1) Pintu ditutup/pasang sampiran.
2) Mencuci tangan.
3) Perawat berdiri di sebelah kanan klien dan pasang sarung tangan.
4) Pasang perlak dan pengalas.
5) Pasang selimut mandi sambil pakaian bagian bawah klien ditanggalkan.
6) Atur posisi klien sim kiri.
7) Sambung selang karet dan klem (tertutup) dengan irigator.
8) Isi irigator dengan cairan yang sudah disediakan.
9) Gantung irigator dengan ketinggian 40-50 cm dari bokong klien.
10) Keluarkan udara dari selang dengan mengalirkan cairan ke dalam bengkok.
11) Pasang kanule rekti dan olesi dengan jelly.
12) Masukkan kanule ke anus, klem dibuka, masukkan cairan secara perlahan.
13) Jika cairan habis, klem selang dan cabut kanul dan masukkan kedalam
bengkok.
14) Atur kembali posisi klien dan minta klien menahan sebentar.
15) Bantu klien ke WC jika mampu, jika tidak tetap dalam posisi miring lalu
pasang pispot dibokong klien.
16) Klien dirapihkan.
17) Alat dirapikan kembali.
18) Mencuci tangan.
19) Melaksanakan dokumentasi :

a) Catat tindakan yang dilakukan dan hasil serta respon klien pada lembar
catatan klien.

25
b) Catat tanggal dan jam melakukan tindakan dan nama perawat yang
melakukan dan tanda tangan/paraf pada lembar catatan klien.

D. HUKNAH TINGGI

1. Pengertian
Huknah tinggi adalah tindakan keperawatandengan cara memasukkan cairan
hangat ke dalam kolon desenden.

2. Tujuan
Mengosongkan usus untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, seperti buang
air besar selama prosedur operasi dilakukan atau pengosongan sebagai tindak
diagnostik / pembedahan.

3. Indikasi
a. Pasien yang obstipasi.
b. pasien yang akan dioperasi.
c. Persiapan tindakan diagnostika misalnya ( Pemeriksaan radiologi ).
d. Pasien dengan melena.

4. Kontraindikasi
a. Pasien dengan penyakit jantung tertentu, perdarahan intra abdomen, ibu hamil
dengan kontraksi uterus yang kuat.
b. Bila pada saat pemberian huknah r, kanul ada hambatan, jangan dipaksakan, cari
tahu penyebabnya, dan bila perlu berkolaborasilah dengan dokter.

5. Prosedur Pelaksanaan
a. Persiapan Pasien
1) Mengucapkan salam terapeutik.
2) Memperkenalkan diri.
3) Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan tindakan
yang akan dilaksanakan.
4) Penjelasan yang disampaikan dimengerti klien/keluarganya.

26
5) Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak
mengancam.
6) Klien/keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi.
7) Privacy klien selama komunikasi dihargai.
8) Memperlihatkan kesabaran , penuh empati, sopan, dan perhatian serta respek
selama berkomunikasi dan melakukan tindakan.
9) Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan yang akan dilakukan).
10) Pasien disiapkan dalam posisi tidur miring ke kiri (posisi sim).
b. Persiapan Alat
1) Sarung tangan bersih.
2) Selimut mandi atau kain penutup.
3) Perlak dan pengalas bokong.
4) Irigator lengkap dengan canule recti, selang dan klemnya.
5) Cairan hangat sesuai kebutuhan (misalnya cairan Nacl, air sabun, air biasa)
(700-1000 ml dengan suhu 40,4-430)
6) Bengkok.
7) Pelicin (vaselin, sylokain, Jelly 2% /pelumas larut dalam air.
8) Tiang penggantung irigator.
9) Jika perlu sediakan pispot,air pembersih dan kapas cebok/tissue toilet.
c. Pelaksanaan
1) Pintu ditutup/pasang sampiran.
2) Mencuci tangan.
3) Perawat berdiri disebelah kanan klien dan pasang sarung tangan.
4) Pasang perlak dan pengalas.
5) Pasang selimut mandi sambil pakaian bagian bawah klien ditanggalkan.
6) Atur posisi klien sim kiri.
7) Sambung selang karet dan klem (tertutup) dengan irigator.
8) Isi irigator dengan cairan yang sudah disediakan.
9) Gantung irigator dengan ketinggian 40-50 cm dari bokong klien.
10) Keluarkan udara dari selang dengan mengalirkan cairan ke dalam bengkok.
11) Pasang kanule rekti dan olesi dengan jelly.
12) Masukkan kanule ke anus, klem dibuka, masukkan cairan secara perlahan.
13) Jika cairan habis, klem selang dan cabut kanul dan masukkan kedalam
bengkok.

27
14) Atur kembali posisi klien dan minta klien menahan sebentar.
15) Bantu klien ke WC jika mampu, jika tidak tetap dalam posisi miring lalu
pasang pispot dibokong klien.
16) Klien dirapihkan.
17) Alat dirapihkan kembali.
18) Mencuci tangan
19) Melaksanakan dokumentasi :
a) Catat tindakan yang dilakukan dan hasil serta respon klien pada lembar
catatan klien.
b) Catat tanggal dan jam melakukan tindakan dan nama perawat yang
melakukan dan tanda tangan/paraf pada lembar catatan klien.

E. MEMBERIKAN OBAT SUPPOSITORIA

1. Definisi
Pemberian obat suppositoria adalah pemberian obat yang dilakukan dengan cara
memasukkan obat melalui anus atau rectum dalam bentuk supositoria.

2. Tujuan
a. Untuk memperoleh efek obat lokal maupun sistemik.

1) Efek Lokal
Begitu dimasukKan, basis suppositoria meleleh, melunak atau melarut
menyebarkan bahan obat yang dibawahnya kejaringan-jaringan didaerah
tersebut obat ini bisa dimaksudkan untuk ditahan dalam ruang tersebut untuk
efek kerja lokal atau bisa juga dimaksudkan agar diabsorbsi untuk
mendapatkan efek sistemik. Suppositoria rektal dimaksudkan untuk kerja lokal
dan paling sering digunakaan untuk menghilangkan konstipasi dan rasa sakit,
iritasi rasa gatal dan radang sehubungan dengan wasir atau kondisi anarektal
lainnya.
2) Efek Sistemik
Untuk efek sistemik, membran mukosa rektum memungkinkan absorbsi dan
kebanyakan obat yang dapat larut walaupun rektum sering digunakan sebagai
tempat absorbsi secara sistemik. Untuk mendapatkan efek sistemik, atau

28
pemakaian melalui rektum mempunyai beberapa kelebihan dari pada
pemakian secara oral, yaitu :
a) Obat yang rusak atau tidak dibuat tidak aktif oleh pH atau aktifitas enzim
dan lambung.
b) Obat yang merangsang lambung dapat diberikan tanpa menimbulkan
rangsangan.
c) Merupakan cara yang efektif dalam perawatan pasien yang suka muntah,
dan lain sebagainya.

b. Untuk melunakkan feses sehingga mudah untuk dikeluarkan.

3. Indikasi
a. Klien yang pada saat bahan obat yang diberikan dapat mengiritasi mukosa saluran
cerna.

b. Klien dapat mengalami mual, muntah, dan ketidak mampuan untuk minum.

c. Klien dengan tingkat kesadaran rendah.

d. Klien dengan konstipasi.

4. Kontraindikasi

a. Klien dengan trauma pada jaringan rectum, dan resiko infeksi luka oprasi area
rectum.

b. Klien mengeluh nyeri saat insersi supositoria rektal.

c. Pada klien yang memiliki masalah pada karidak output, maka pemasukan
supositoria dapat menstimulasi syaraf vagus yang menyebabkan distrimia jantung.

5. Prosedur Pemberian Obat

a. Persiapan Alat

1) Resep obat supositoria.

29
2) Air pelumas (K-Y Jelly).

3) Sarung tangan bersih.

4) Tissue.

5) Kassa.

b. Pelaksanaan

1) Berikan salam dan pastikan identitas klien.

2) Perkenalkan nama.

3) Cuci tangan.

4) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

5) Gunakan sarung tangan.

6) Posisikan pasien dengan posisi sims kanan atau kiri (teknik bukan prinsip).

7) Buka pembungkus obat dan pegang dengan kain kasa.

8) Oleskan ujung pada obat supositoria dengan pelicin.

9) Instruksikan pasien untuk menarik nafas agar mempermudah masuknya obat


kedalam anus dan merelaksasikan sfingter anus.

10) Renggangkan glutea dengan tangan kiri kemudian masukkan obat supositoria
perlahan kedalam anus, sfingter anal interna dan mengenai dinding rektal
kurang lebih 10cm pada orang dewasa 5cm pada bayi atau anak.

11) Setelah selesai, Tarik jari tangan dan bersihkan daerah sekitar anal dengan
tissue.

12) Anjurkan pasien untuk tetap berbaring terlentang / miring selama kurang lebih
5 menit.

13) Setelah selesai lepaskan sarung tangan dan letakkan pada bengkok.

14) Cuci tangan.

30
15) Dokumentasi.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Untuk mengatasi masalah eliminasi pada klien, baik eliminasi urine maupun feces,
ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Bladder training.
2. Pemasangan kateter.
3. Huknah rendah.
4. Huknah tinggi.
5. Pemberian obat suppositoria.

B. Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kesalahan dalam penulisan makalah ini,
baik dari segi penulisan maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
peran aktif dari para pembaca demi perbaikan makalah ini di masa yang akan datang.

31
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Konsep dan Aplikasi kebutuhan Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika.
Brunner, suddarth. 1998. Manual of Nursing Practice. Ed 4. Jakarta: EGC
Gibson J., 2002. Fisiologi dan Anatomi Moderen Untuk Perawat. Edisi ke 2 , Jakarta : EGc
Hinchliff, Sue. 1999. Kamus Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran.
Maryam, R. Siti. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik. Vol
2. Jakarta: EGC

Potter dan Perry. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran.
Smeltzer, C. Suzanne. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed 8. Vol 2. Jakarta:
EGC
Suryahanto, T. 2008. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem perkemihan.
Jakarta: Trans Info Media

32

Anda mungkin juga menyukai