KMB LANJUTAN
“Prosedur Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Eliminasi Urine dan Fekal”
1
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, karena
atas segala limpahan yang rahmat yang diberikan sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Prosedur Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Eliminasi Urin
dan Fekal” ini.
Dalam makalah ini disajikan mengenai tindakan-tindakan yang dapat dilakukan untuk
mengatasi masalah eliminasi pasien. Selain itu, makalah ini telah kami susun dengan
maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ilmiah ini.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah ilmiah ini dapat bermanfaat untuk kita semua.
Aamiin....
Penyusun
2
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL.................................................................................................... i
KATA PENGANTAR...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................................. 1
C. Tujuan.................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Bladder Training.................................................................................................... 3
B. Pemasangan Kateter.............................................................................................. 9
C. Huknah Rendah..................................................................................................... 23
D. Huknah Tinggi....................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA
3
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau
bowel (feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih
terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah ginjal,
ureter, kandung kemih, dan uretra. Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu :
Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat diatas
nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua yaitu timbul refleks saraf yang
disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan kandung kemih
atau jika ini gagal, setidak-tidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk
berkemih. Meskipun refleks miksi adalah refleks autonomik medula spinalis, refleks ini
bisa juga dihambat atau ditimbulkan oleh pusat korteks serebri atau batang otak.
Kandung kemih dipersarafi araf saraf sakral (S-2) dan (S-3). Saraf sensori dari
kandung kemih dikirim ke medula spinalis (S-2) sampai (S-4) kemudian diteruskan ke
pusat miksi pada susunan saraf pusat. Pusat miksi mengirim signal pada kandung kemih
untuk berkontraksi. Pada saat destrusor berkontraksi spinter interna berelaksasi dan
spinter eksternal dibawah kontol kesadaran akan berperan, apakah mau miksi atau
ditahan. Pada saat miksi abdominal berkontraksi meningkatkan kontraksi otot kandung
kemih, biasanya tidak lebih 10 ml urine tersisa dalam kandung kemih yang diusebut urine
residu. Pada eliminasi urine normal sangat tergantung pada individu, biasanya miksi
setelah bekerja, makan atau bangun tidur., Normal miksi sehari 5 kali.
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut bowel
movement. Frekuensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali
perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang.
Ketika gelombang peristaltic mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf
sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk
defekasi. Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untuk fungsi tubuh
yang normal. Perubahan pada eliminasi dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal
dan bagian tubuh yang lain. Karena fungsi usus tergantung pada keseimbangan beberapa
faktor, pola eliminasi dan kebiasaan masing-masing orang berbeda. Klien sering meminta
pertolongan dari perawat untuk memelihara kebiasaan eliminasi yang normal. Keadaan
sakit dapat menghindari mereka sesuai dengan program yang teratur. Mereka menjadi
1
tidak mempunyai kemampuan fisik untuk menggunakan fasilitas toilet yang normal ;
lingkungan rumah bisa menghadirkan hambatan untuk klien dengan perubahan mobilitas,
perubahan kebutuhan peralatan kamar mandi. Untuk menangani masalah eliminasi klien,
perawat harus mengerti tindakan apa saja yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah
tersebut.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana prosedur pelaksanaan bladder training?
2. Bagaimana prosedur memasang kateter?
3. Bagaimana prosedur pelaksanaan huknah rendah?
4. Bagaimana prosedur pelaksanaan huknah tinggi?
5. Bagaimana prosedur pemberian obat suppositoria?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini, yaitu sebagai berikut:
1. Mengetahui prosedur pelaksanaan bladder training.
2. Mengetahui prosedur memasang kateter.
3. Mengetahui prosedur pelaksanaan huknah rendah.
4. Mengetahui prosedur pelaksaan huknah tinggi.
5. Mengetahui prosedur pemberian obat suppositoria.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. BLADDER TRAINING
1. Definisi
Bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi kandung
kencing yang mengalami gangguan ke keadaan normal atau ke fungsi optimal
neurogenik (Potter dan Perry dalam Mardhotillah,2016). Bladder training digunakan
untuk mencegah atau mengurangi buang air kecil yang sering atau mendesak dan
inkontinensia urin (tidak bisa menahan pengeluaran urin).
Bladder training adalah suatu terapi yang sering digunakan, terutama pada pasien
yang baru saja terlepas dari kateter urin, namun bisa juga dilakukan oleh semua orang
untuk lebih melatih kekuatan otot sfingter eksterna dalam menahan pengeluran urin.
Bladder training merupakan terapi yang sangat sederhana dan tidak memiliki efek
samping. Latihan ini juga dapat dikombinasikan dengan terapi pengobatan lain.
Penelitian menunjukkan adanya peningakatan 50% pasien dengan inkontinensia urin
yang menggunakan bladder training.
2. Tujuan
Tujuan dari bladder training adalah untuk melatih kandung kemih dan
mengembalikan pola normal perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi
pengeluaran air kemih (Potter&Perry dalam Mardhotillah,2016).
Terapi ini bertujuan memperpanjang interval berkemih yang normal dengan
berbagai teknik distraksi atau teknik relaksasi sehingga frekuensi berkemih dapat
berkurang, hanya 6-7 kali per hari atau 3-4 jam sekali. Melalui latihan, penderita
diharapkan dapat menahan sensasi berkemih. Latihan ini dilakukan pada pasien anak
pasca bedah yang di pasang kateter (Suharyanto, 2008).
Selain itu, tujuan bladder training lainnya, yaitu:
a. Dapat menahan sensasi berkemih.
b. Untuk mengurangi gejala dari:
1) Frekuensi urin: mengeluarkan urin lebih dari 6-7 kali per hari.
2) Nokturia: sering kencing di malam hari.
3
3) Inkontinensia urge.
c. Mengembalikan tonus otot dari kandung kemih yang sementara waktu tidak ada
karena pemasangan kateter.
d. Mempersiapkan klien sebelum pelepasan kateter yang terpasang lama.
e. Melatih klien untuk melakukan BAK secara mandiri.
f. Mempersiapkan pelepasan kateter yang sdah terpasang lama.
g. Mengembalikan tonus otot dari kandung kemih yang sementara waktu tidak ada
karena pemasangan kateter.
h. Klien dapat mengontrol berkemih.
i. Klien dapat mengontrol buang air besar.
j. Menghindari kelembapan dan iritasi pada kulit lansia.
k. Menghindari isolasi social bagi klien.
3. Indikasi
Indikasi pada bladder training diantaranya :
a. Pasien yang mengalami retensi urin.
b. Pasien yang terpasang kateter dalam waktu yang lama sehingga fungsi sfingter
kandung kemih terganggu.
c. Pasien yang menderita inkontinensia urin (inkontinensia urin stres, inkontinensia
urin urge, atau kombinasi keduanya).
d. Klien post operasi pada daerah pelvik (Nababan, 2011).
e. Klien yang pemasangan kateter dengan cukup lama.
f. Klien yang akan dilakukan pelepasan dower kateter.
g. Klien yang mengalami inkontenesia urin.
h. Klien post operasi.
i. Orang yang mengalami masalah dalam hal perkemihan.
j. Klien dengan kesulitan memulai atau menghentikan aliran urin.
4. Kontraindikasi
Kontraindikasi pada bladder training diantaranya :
a. Sistitis (infeksi kandung kemih yang paling sering disebabkan oleh menyebarnya
infeksi dari uretra) berat.
4
b. Pielonefritis (inflamasi pada pelvis ginjal dan parenkim ginjal yang disebabkan
karena adanya infeksi oleh bakteri).
e. Vesicourethral reflux.
g. Gagal ginjal.
a. Ada tidaknya ISK atau penyakit penyebab. Bila terdapat ISK atau penyakit
lainnya, maka harus diobati dalam waktu yang sama.
b. Saat melepas kateter urin, perawat mengobservasi mengkaji dengan teliti apakah
ada tanda-tanda infeksi atau cidera pada meatus uretra pasien.
a. Persiapan pasien :
5
1) Sampaikan salam.
b. Persiapan alat :
1) Catatan perawat.
2) Klem.
3) Jam.
4) Air minum.
5) Handscoon.
6) Kassa.
7) Kantong urine.
c. Pesiapan lingkungan :
d. Pelaksanaan:
Ada 2 tingkat yaitu tingkat masih dalam kateter dan tingkat bebas kateter.
Prosedur 1 jam:
a) Cuci tangan.
b) Klien diberi mium setiap 1 jam sebanyak 200 cc dari pukul 07.00-19.00.
Setiap kali klien diberi minum, kateter diklem.
d) Pada malam hari (setelah pukul 20.00) buka klem kateter dan klien boleh
minum tanpa ketentuan seperti pada siang hari.
6
e) Prosedur terus diulang sampai berhasil.
Prosedur 2 jam:
a) Cuci tangan.
b) Klien diberi minum setiap 2 jam sebanyak 200 cc dari pukul 07.00- 19.00.
Setiap kali diberi minum, kateter diklem.
d) Pada malam hari (setelah pukul 21.00) buka klem kateter dan klien boleh
minum tanpa ketentuan seperti pada siang hari.
a) Cuci tangan.
b) Klien diberi minum setiap 1 jam sebanyak 200 cc dari pukul 07.00-19.00,
lalu kandung kemih dikosongkan.
c) Kateter dilepas.
d) Monitor pengeluaran urin klien setiap 8 jam selama 1-2 hari setelah
pelepasan kateter.
e) Atur posisi yang nyaman untuk klien, bantu klien untuk konsentrasi BAK,
kemudian lakukan penekanan pada area kandung kemih dan lakukan
pengosongan kandung kemih setiap 2 jam secara urinal.
f) Berikan minum terakhir pukul 19.00, selanjutnya klien tidak boleh diberi
minum sampai pukul 07.00 pagi untuk menghindari klien berkemih pada
malam hari.
7
g) Beritahu klien bahwa pengosongan kandung kemih selanjutnya
dijadwalkan setiap 2 jam sekali, apabila ada rangsangan BAK sebelum 2
jam klien diharuskan untuk menahannya.
j) Alat-alat dibereskan.
8
Langkah-langkah Scheduled Bathroom Trips (jadwal berkemih) adalah
sebagai berikut :
a) Beritahu klien untuk memulai jadwal berkemih pada bangun tidur, setiap
2-3 jam sepanjang siang dan sore hari sebelum tidur dan 4 jam sekali pada
malam hari.
b) Beritahu klien minum yang banyak sekitar 30 menit sebelum waktu jadwal
untuk berkemih.
e. Evaluasi
1. Klien dapat menahan berkemih dalam 6-7 kali perhari atau 3-4 jam sekali
2. Bila tindakan point 5 seperti tersebut dirasakan belim optimal atau terdapat
gangguan :
3. Sikap :
9
b) Lakukan prosedur dengan teliti.
B. MEMASANG KATETER
1. Definisi
Kateter adalah peralatan bedah yang berbentuk tubuler dan lentur yang
dimasukkan ke dalam rongga tubuh untuk mengeluarkan atau memasukan cairan
(Kamus dorland. 1998 ; 196).
2. Tipe Kateterisasi
a. Kateter inweling atau intermiten untuk retensi merupakan dua bentuk insersi
kateter. Pada teknik intermiten, kateter lurus yang sekali pakai dimasukkan cukup
panjang untuk mengeluarkan urine dari kandung kemih (5-10 menit).
b. Kateter menetap atau Foley tetap ditempat untuk periode waktu yang lebih lama
sampai klien mampu berkemih dengan tuntas dan spontan atau selama pengukuran
akurat per jam dibutuhkan. Kateter foley menetap memiliki balon kecil yang dapat
digembungkan, yang melingkari kateter tepat dibawah ujung kateter. Apabila
digembungkan, balon bertahan dipintu masuk kandung kemih untuk menahan
selang kateter tetap di tempatnya. Kateter menetap untuk retensi memiliki dua
atau tiga lumen di dalam badan kateter. Satu lumen mengeluarkan urine melalai
kateter ke kantung pengumpul. Lumen kedua membawa air steril ke dan dari
10
dalam balon saat lumen digembungkan atau dikempeskan. Lumen ketiga dapat
digunakan untuk memasukan cairan atau obat-obatan kedalam kandung kemih.
Menentukan jumlah lumen adalah dengan menghitung jumlah drainase dan tempat
injeksi pada ujung kateter.
c. Kateter coude digunakan pada klien pria, yang mungkin mengalami pembesaran
prostat, yang mengobstruksi sebagian ureter. Kateter ini lebih kaku dan lebih
midah terkontrol daripada kateter yang ujungnya lurus.
3. Indikasi Kateterisasi
1) Dipakai dalam beberapa operasi traktus urinarius bagian bawah seperti secsio
alta, repair reflek vesico urethal, prostatatoktomi sebagai drainage kandung
kemih.
2) Mengatasi obstruksi infra vesikal seperti pada BPH, adanya bekuan darah
dalam buli-buli, striktur pasca bedah dan proses inflamasi pada urethra.
11
4. Kontraindikasi
a. Prostatitis akut, karena adanya peradangan pada prostat yang sehingga jalan uretra
menyempit. Bila terus dilakukan akan terjadi laserasi pada prostat.
b. Kecurigaan trauma uretra, seperti striktur uretra dikhawatirkan akan terjadinya
kerusakan struktur uretra dan hemoragic.
a. Persiapan Pasien
Terutama untuk tindakan kateterisasi urine klien harus diberi penjelasan secara
adekuat tentang prosedur dan tujuan pemasangan kateter urine. Posisi yang biasa
dilakukan adalah dorsal recumbent,berbaring di tempat tidur / diatas meja
perawatan khususnya bagi wanita kurang memberikan fasa nyaman karena
panggul tidak ditopang sehingga untuk melihat meatus urethra menjadi sangat
sulit. Posisi sims / lateral dapat dipergunakan sebagai posisi berbaring / miring
sama baiknya tergantung posisi mana yang dapat memberikan perasaan nyaman
bagi klien dan perawat saat melakukan tindakan kateterisasi urine.
b. Persiapan Alat
1) Steril
a) Kateter yang akan dipasang sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan satu ( 1
) buah disiapkan dalam bak steril.
12
2) Tidak Steril
a) Bengkok 1 buah.
b) Perlak 1 buah.
c. Persiapan Lingkungan
d. Pelaksanaan
Langkah Rasional
1. Kaji status klien :
a. Waktu terakhir kali berkemih Dapat mengindikasikan derajat
kepenuhan kandung kemih
13
kandung kemih.
e. Kondisi patologis yang dapat
Menentukan alergi terhadap antiseptic,
merusak jalan masuk kateter (mis.
plester, atau karet (lateks)
Pembesaran prostat)
Kateterisasi memerlukan resep dokter.
f. Alergi
Dokter dapat memprogramkan
kateterisasi setelah pembedahan atau
setelah melahirkan jika klien belum
g. Meninjau ulang program dokter
berkemih selama 8 jam. Kateterisasi
untuk kateterisasi
juga dapat diprogramkan untuk
penampungan specimen atau
memonitor klien yang sedang kritis
secara akurat
14
8. Naikkan sisi pengaman tempat tidur Meningkatkan keamanan klien
pada sisi yang berlawanan dengan
tempat anda berdiri
10. Letakkan alas kedap air di bawah Mencegah mengotori seprei tempat
klien tidur
15
dengan selimut mandi dan tutupi
ekstremitas bagian bawah dengan
sprei tempat tidur sehingga hanya
bagian genetalia yang terpajan
14. Lepas dan buang sarung tangan yang Mencegah penularan mikroorganisme
telah dipakai. Cuci tangan
15. Posisikan lampu untuk menyinari Memungkinkan identifikasi yang
daerah perineum. (apabila akurat dan terlihatnya meatus uretra
menggunakan senter, minta seorang dengan baik
asisten untuk memegangnya)
18. Atur suplai di atas daerah yang steril. Mempertahankan asepsis bedah dan
Buka bagian dalam kemasan steril mengatur daerah tempat kerja. Semua
yang berisi kateter. Tuangkan larutan aktivitas yang membutuhkan
antiseptic steril ke dalam wadah yang penggunaan kedua tangan anda harus
berisi bola kapas steril. Buka paket diselesaikan, sebelum membersihkan
yang berisi lubrikan. Pindahkan meatus uretra.
wadah specimen (penutup harus
dipasang longgar di atasnya) dan
spuit yang sudah terlebih dahulu
diisi, dari kompartemen pengumpul
pada troli ke lapangan yang steril.
16
menetap, tes balon dengan yang bocor atau tidak menggembung
menginjeksi cairan dari spuit yang dengan tepat tidak boleh digunakan.
telah berisi cairan, ke dalam katup
balon. Balon harus menggembung
maksimal tanpa bocor. Tarik kembali
cairan dan tinggalkan spuit di pintu
masuk kateter, jika memungkinkan.
17
diperlukan), menjaga permukaan
bagian dalam tetap steril.
18
glans. Retraksikan meatus tersebut telah terkontaminasi.
uretra dengan menggunakan
ibu jari dan jari telunjuk.
Pertahankan tangan yang
Mengurangi jumlah mikroorganisme di
tidak dominan pada posisi ini
meatus dan pembersihan bergerak dari
selama proses insersi kateter.
daerah yang kontaminasinya minimal
2. Dengan tangan yang
ke daerah yang kontaminasinya
dominan, ambil bola kapas
maksimal. Tangan dominan tetap steril.
dengan forsep dan bersihkan
penis. Mulai dari meatus.
lanjutkan sampai ke arah
bawah batang penis dengan
menggunakan gerakan
melingkar. Ulangi proses ini 3
kali, dengan mengganti bola
kapas setiap kali proses.
19
meatus secara perlahan. pertama akan mencegah salah
(apabila tidak ada urine yang masuknya kateter kedua ke dalam
muncul setelah selang vagina
diinsersi beberapa sentimeter,
kateter mungkin masuk ke
dalam vagina, biarkan di
tempat, kemudian ambil dan
Uretra waita berukuran pendek. Urine
insersi kateter lain kemudian
yang keluar mengindikasikan bahwa
lepaskan kateter yang
ujung kateter berada di dalam kandung
pertama.
kemih atau uretra bagian bawah. Balon
2. Masukkan kateter sekitar 5
kateter menetap harus dimasukan ke
sampai 7,5 cm pada orang
dalam kandung kemih. Insersi yang
dewasa, 2,5 cm pada anak,
dipaksakan dapat membuat trauma
atau sampai urine keluar.
pada uretra
Apabila menginsersi kateter
menetap, masukkan lagi 5 cm
Kontraksi kandung kemih atau sfingter
setelah urine keluar. Apabila
dapat menyebabkan kateter keluar
ada tahanan, jangan memaksa
secara tidak sengaja.
kateter untuk masuk.
20
perlahan Tahanan pada jalan masuk kateter
dapat disebabkan oleh striktur atau
2. Masukkan kateter 17,5
pembesaran prostat. Memastikan
sampai 22,5 cm pada orang
bahwa balon telah masuk ke dalam
dewasa, 5 sampai 7,5 cm pada
kandung kemih.
anak kecil, atau sampai urine
keluar. Apabila ada tahanan, Kontraksi kandung kemih atau afingter
tarik kateter dan jangan dapat menyebabkan keluarnya kateter
memaksanya masuk ke uretra. yang tidak disengaja.
Apabila menginsersi kateter
menetap, masukan lagi
sepanjang 5 cm setelah urine
keluar
21
pinggir untuk diberi label.
27. Biarkan kandung kemih benar-benar Urine yang tertahan dapat menjadi
kosong (kecuali kebijakan lembaga reservoir pertumbuhan
membatasi volume maksimal urine mikrooganisme. (pengosongan volume
yang keluar pada setiap kateterisasi) dengan cepat dan dalam jumlah yang
besar dapat menyebabkan pembuluh
darah membesar serta menimbulkan
syok hipovolemik)
22
kandung kemih. Lepaskan spuit.
30. Sambungkan pangkal kateter ke System tertutup untuk drainase urine
selang panampung dan kantung dibuat. Posisi kantung drainase yang
drainase, kecuali sudah menggantung meningkatkan aliran
disambungkan. Fiksasi kateter: urine menjauhi kandung kemih.
a. Pada laki-laki, keteter difiksasi
Kantung yang ditempatkan pada
dengan plester pada abdomen.
pengaman tempat tidur, ketinggiannya
b. Pada wanita, kateter difiksasi
dapat berada di atas ketinggian
dengan plester pada pangkal
kandung kemih, pada saat pengaman
paha.
tersebut dinaikan.
Tempatkan kantung pada posisi
terantung. Jangan letakkan kantung di
kerangka pengaman tempat tidur
31. Rapihkan klien dan bersihkan alat. Mengatur klien seperti posisi sebelum
dilakukan pemasangan kateter dan
mengatur alat seperti semula.
32. Mencuci tangan. Agar tidak terjadi kontaminasi
33. Melaporkan pelaksanaan dan hasil Sebagai bentuk dokumentasi terhadap
tertulis pada status penderita yang tindakan yang telah dilakukan.
meliputi : Hari tanggal dan jam
pemasangan kateter, Tipe dan ukuran
kateter yang digunakan, Jumlah,
warna, bau urine dan kelainan-
kelainan lain yang ditemukan, Nama
terang dan tanda tangan pemasang.
C. HUKNAH RENDAH
1. Pengertian
Huknah rendah adalah memasukkan cairan hangat melalui anus sampai ke kolon
sigmoid.
2. Tujuan
23
a. Merangsang peristaltik usus, sehingga pasien dapat buang air besar.
b. Mengosongkan usus sebagai persiapan tindakan operasi.
c. Sebagai tindakan pengobatan.
3. Indikasi
a. Pasien yang obstipasi.
b. pasien yang akan dioperasi.
c. Persiapan tindakan diagnostika misalnya ( Pemeriksaan radiologi ).
d. Pasien dengan melena.
4. Kontraindikasi
a. Pasien dengan penyakit jantung tertentu, perdarahan intra abdomen, ibu hamil
dengan kontraksi uterus yang kuat.
b. Bila pada saat pemberian huknah r, kanul ada hambatan, jangan dipaksakan, cari
tahu penyebabnya, dan bila perlu berkolaborasilah dengan dokter.
5. Prosedur Pelaksanaan
a. Persiapan Pasien
1) Mengucapkan salam terapeutik.
2) Memperkenalkan diri.
3) Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan tindakan
yang akan dilaksanakan.
4) Penjelasan yang disampaikan dimengerti klien/keluarganya.
5) Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak
mengancam.
6) Klien/keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi.
7) Privacy klien selama komunikasi dihargai.
8) Memperlihatkan kesabaran , penuh empati, sopan, dan perhatian serta respek
selama berkomunikasi dan melakukan tindakan.
9) Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan yang akan dilakukan).
10) Pasien disiapkan dalam posisi tidur miring ke kiri (posisi sim).
b. Persiapan Alat
1) Sarung tangan bersih.
2) Selimut mandi atau kain penutup.
24
3) Perlak dan pengalas bokong.
4) Irigator lengkap dengan canule recti, selang dan klemnya.
5) Cairan hangat sesuai kebutuhan (misalnya cairan Nacl, air sabun, air biasa)
(700-1000 ml dengan suhu 40,4-430).
6) Bengkok.
7) Pelicin (vaselin, sylokain, Jelly 2% /pelumas larut dalam air.
8) Tiang penggantung irigator.
9) Jika perlu sediakan pispot,air pembersih dan kapas cebok/tissue toilet.
c. Pelaksanaan
1) Pintu ditutup/pasang sampiran.
2) Mencuci tangan.
3) Perawat berdiri di sebelah kanan klien dan pasang sarung tangan.
4) Pasang perlak dan pengalas.
5) Pasang selimut mandi sambil pakaian bagian bawah klien ditanggalkan.
6) Atur posisi klien sim kiri.
7) Sambung selang karet dan klem (tertutup) dengan irigator.
8) Isi irigator dengan cairan yang sudah disediakan.
9) Gantung irigator dengan ketinggian 40-50 cm dari bokong klien.
10) Keluarkan udara dari selang dengan mengalirkan cairan ke dalam bengkok.
11) Pasang kanule rekti dan olesi dengan jelly.
12) Masukkan kanule ke anus, klem dibuka, masukkan cairan secara perlahan.
13) Jika cairan habis, klem selang dan cabut kanul dan masukkan kedalam
bengkok.
14) Atur kembali posisi klien dan minta klien menahan sebentar.
15) Bantu klien ke WC jika mampu, jika tidak tetap dalam posisi miring lalu
pasang pispot dibokong klien.
16) Klien dirapihkan.
17) Alat dirapikan kembali.
18) Mencuci tangan.
19) Melaksanakan dokumentasi :
a) Catat tindakan yang dilakukan dan hasil serta respon klien pada lembar
catatan klien.
25
b) Catat tanggal dan jam melakukan tindakan dan nama perawat yang
melakukan dan tanda tangan/paraf pada lembar catatan klien.
D. HUKNAH TINGGI
1. Pengertian
Huknah tinggi adalah tindakan keperawatandengan cara memasukkan cairan
hangat ke dalam kolon desenden.
2. Tujuan
Mengosongkan usus untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, seperti buang
air besar selama prosedur operasi dilakukan atau pengosongan sebagai tindak
diagnostik / pembedahan.
3. Indikasi
a. Pasien yang obstipasi.
b. pasien yang akan dioperasi.
c. Persiapan tindakan diagnostika misalnya ( Pemeriksaan radiologi ).
d. Pasien dengan melena.
4. Kontraindikasi
a. Pasien dengan penyakit jantung tertentu, perdarahan intra abdomen, ibu hamil
dengan kontraksi uterus yang kuat.
b. Bila pada saat pemberian huknah r, kanul ada hambatan, jangan dipaksakan, cari
tahu penyebabnya, dan bila perlu berkolaborasilah dengan dokter.
5. Prosedur Pelaksanaan
a. Persiapan Pasien
1) Mengucapkan salam terapeutik.
2) Memperkenalkan diri.
3) Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan tindakan
yang akan dilaksanakan.
4) Penjelasan yang disampaikan dimengerti klien/keluarganya.
26
5) Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak
mengancam.
6) Klien/keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi.
7) Privacy klien selama komunikasi dihargai.
8) Memperlihatkan kesabaran , penuh empati, sopan, dan perhatian serta respek
selama berkomunikasi dan melakukan tindakan.
9) Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan yang akan dilakukan).
10) Pasien disiapkan dalam posisi tidur miring ke kiri (posisi sim).
b. Persiapan Alat
1) Sarung tangan bersih.
2) Selimut mandi atau kain penutup.
3) Perlak dan pengalas bokong.
4) Irigator lengkap dengan canule recti, selang dan klemnya.
5) Cairan hangat sesuai kebutuhan (misalnya cairan Nacl, air sabun, air biasa)
(700-1000 ml dengan suhu 40,4-430)
6) Bengkok.
7) Pelicin (vaselin, sylokain, Jelly 2% /pelumas larut dalam air.
8) Tiang penggantung irigator.
9) Jika perlu sediakan pispot,air pembersih dan kapas cebok/tissue toilet.
c. Pelaksanaan
1) Pintu ditutup/pasang sampiran.
2) Mencuci tangan.
3) Perawat berdiri disebelah kanan klien dan pasang sarung tangan.
4) Pasang perlak dan pengalas.
5) Pasang selimut mandi sambil pakaian bagian bawah klien ditanggalkan.
6) Atur posisi klien sim kiri.
7) Sambung selang karet dan klem (tertutup) dengan irigator.
8) Isi irigator dengan cairan yang sudah disediakan.
9) Gantung irigator dengan ketinggian 40-50 cm dari bokong klien.
10) Keluarkan udara dari selang dengan mengalirkan cairan ke dalam bengkok.
11) Pasang kanule rekti dan olesi dengan jelly.
12) Masukkan kanule ke anus, klem dibuka, masukkan cairan secara perlahan.
13) Jika cairan habis, klem selang dan cabut kanul dan masukkan kedalam
bengkok.
27
14) Atur kembali posisi klien dan minta klien menahan sebentar.
15) Bantu klien ke WC jika mampu, jika tidak tetap dalam posisi miring lalu
pasang pispot dibokong klien.
16) Klien dirapihkan.
17) Alat dirapihkan kembali.
18) Mencuci tangan
19) Melaksanakan dokumentasi :
a) Catat tindakan yang dilakukan dan hasil serta respon klien pada lembar
catatan klien.
b) Catat tanggal dan jam melakukan tindakan dan nama perawat yang
melakukan dan tanda tangan/paraf pada lembar catatan klien.
1. Definisi
Pemberian obat suppositoria adalah pemberian obat yang dilakukan dengan cara
memasukkan obat melalui anus atau rectum dalam bentuk supositoria.
2. Tujuan
a. Untuk memperoleh efek obat lokal maupun sistemik.
1) Efek Lokal
Begitu dimasukKan, basis suppositoria meleleh, melunak atau melarut
menyebarkan bahan obat yang dibawahnya kejaringan-jaringan didaerah
tersebut obat ini bisa dimaksudkan untuk ditahan dalam ruang tersebut untuk
efek kerja lokal atau bisa juga dimaksudkan agar diabsorbsi untuk
mendapatkan efek sistemik. Suppositoria rektal dimaksudkan untuk kerja lokal
dan paling sering digunakaan untuk menghilangkan konstipasi dan rasa sakit,
iritasi rasa gatal dan radang sehubungan dengan wasir atau kondisi anarektal
lainnya.
2) Efek Sistemik
Untuk efek sistemik, membran mukosa rektum memungkinkan absorbsi dan
kebanyakan obat yang dapat larut walaupun rektum sering digunakan sebagai
tempat absorbsi secara sistemik. Untuk mendapatkan efek sistemik, atau
28
pemakaian melalui rektum mempunyai beberapa kelebihan dari pada
pemakian secara oral, yaitu :
a) Obat yang rusak atau tidak dibuat tidak aktif oleh pH atau aktifitas enzim
dan lambung.
b) Obat yang merangsang lambung dapat diberikan tanpa menimbulkan
rangsangan.
c) Merupakan cara yang efektif dalam perawatan pasien yang suka muntah,
dan lain sebagainya.
3. Indikasi
a. Klien yang pada saat bahan obat yang diberikan dapat mengiritasi mukosa saluran
cerna.
b. Klien dapat mengalami mual, muntah, dan ketidak mampuan untuk minum.
4. Kontraindikasi
a. Klien dengan trauma pada jaringan rectum, dan resiko infeksi luka oprasi area
rectum.
c. Pada klien yang memiliki masalah pada karidak output, maka pemasukan
supositoria dapat menstimulasi syaraf vagus yang menyebabkan distrimia jantung.
a. Persiapan Alat
29
2) Air pelumas (K-Y Jelly).
4) Tissue.
5) Kassa.
b. Pelaksanaan
2) Perkenalkan nama.
3) Cuci tangan.
6) Posisikan pasien dengan posisi sims kanan atau kiri (teknik bukan prinsip).
10) Renggangkan glutea dengan tangan kiri kemudian masukkan obat supositoria
perlahan kedalam anus, sfingter anal interna dan mengenai dinding rektal
kurang lebih 10cm pada orang dewasa 5cm pada bayi atau anak.
11) Setelah selesai, Tarik jari tangan dan bersihkan daerah sekitar anal dengan
tissue.
12) Anjurkan pasien untuk tetap berbaring terlentang / miring selama kurang lebih
5 menit.
13) Setelah selesai lepaskan sarung tangan dan letakkan pada bengkok.
30
15) Dokumentasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Untuk mengatasi masalah eliminasi pada klien, baik eliminasi urine maupun feces,
ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Bladder training.
2. Pemasangan kateter.
3. Huknah rendah.
4. Huknah tinggi.
5. Pemberian obat suppositoria.
B. Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kesalahan dalam penulisan makalah ini,
baik dari segi penulisan maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
peran aktif dari para pembaca demi perbaikan makalah ini di masa yang akan datang.
31
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. 2008. Konsep dan Aplikasi kebutuhan Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika.
Brunner, suddarth. 1998. Manual of Nursing Practice. Ed 4. Jakarta: EGC
Gibson J., 2002. Fisiologi dan Anatomi Moderen Untuk Perawat. Edisi ke 2 , Jakarta : EGc
Hinchliff, Sue. 1999. Kamus Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran.
Maryam, R. Siti. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik. Vol
2. Jakarta: EGC
Potter dan Perry. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran.
Smeltzer, C. Suzanne. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed 8. Vol 2. Jakarta:
EGC
Suryahanto, T. 2008. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem perkemihan.
Jakarta: Trans Info Media
32